STUDI PREVALENSI FILARIASIS DI DESA POLEWALI, KECAMATAN BAMBALAMOTU, KABUPATEN MAMUJU UTARA, PROVINSI SULAWESI BARAT Leonardo Taruk Lobo' 'Balai Litbang PZB} Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI ABSTR{CT A stucly o/.'./ilariariasis prevalence in Polewalivillage sub-district Bambalamotu of North Mamttjtt iitirlirt, West SuTawesi has been condttcted. The obiective of this studv was to deteritine the prevalence oj'microfilaria in commtmity in Polewali village in both of case with clinical,v*pion, anrl no clinical symptoms.the method that used in this re,senrch is -field sula)e.r w-ith'descriptive approach. Bloocl sample w'as collectedfiom 80 sampling, and then was ixamined ttsiig miiroscopic tuith Giemsa staining method. The result shotved thttt 7 htrman bloofl peapte (S.Z Syzr) were positivty infbcted with Brugia malayi micrrt{ilariae. All of these case, *"in fottncl in Kalibamba sub-village, Poletuali. According to that reason, Pole*-alivillage has become a.filariasis endemic villagewith Mf rate> l%'. As tke concltrsion, need to ilo research continuedw,ith more number of samples at all locations in North Mamuiu., West Sttlawesi. Key words : clinical symptorus, prevalence;filariasis, village Polewali PENDAHULUAN Filariasis atau lebih dikenal dengan penyakit kaki gajah adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing.filaria. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan yang tepat dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, payudara dan alat kelamin, baik laki-laki maupun perempuan'. Walaupun penyakit ini mungkin tidak menyebabkan kematian, akan tetapi dapat menimbulkan kecacatan, stigma sosial, hambatan psiko-sosial, penurunan produktifitas kerja penderita, keluarga dan masyarakat sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar, kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Jika pendenta mengalami cacat yang menetap, maka seumur hidupnya tidak dapat bekerja secara optimal, sehingga menjadi beban di keluarga, rnerugikan masyarakat dan negarat. Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing.{ilaria yaitu Wttchereria bancrofti, Brugie malayi dan Brugia timori. Secara umuln ketiga spesies cacing tersebut tidak berbeda, ketiganya merupakan parasit di dalam tubuh manusia dan tubuh nyamuk. Cacing ciewasa (makro /ilaria) hidup di saluran dan kelenjarlimfa, sedangkan anak cacing (mikro filaria) ada dalam sistem peredaran darah. Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4-6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (mikro filaria)yang beredar dalam darah terutama malamharit. Gejala klinis dart Jilariasis adalah peradangan dan penyumbatan saluran getah bening. Jaringan limfa yang sering terkena adalah daerah genital dan kaki. Gejala peradangan jaringan limfa dapat berupa limjbngitis, lirnj'adenitis dan orchitis (radang testis) yang disertai dengandemam*. Pada infeksi Wuchereria banc'rojii gejala akut yang berupa peradangan tidak '7
I Jurnal Vektor Penyakit, Vol. VI No. 1, 2012 : 7-1l jelas, tetapi elefantiasis dapat mencapai ukuran yang besar seperti elefantiasis scroti yang menyebabkan penderita tidak dapat berjalan. Sedangkan pada infeksi Brugia malayi dan Brugia timori gejala akut lebih nyata. Limfangitis dapatteruba seperti tali yang merah dan nyeri yang timbulnya mulai dari kelenjar di lipatan paha dan ketiak dan kemudian menjalar ke arah distal, juga sering disertai timbulnya demam dan timbulnya abses yang pecah dan sembuh dengan meninggalkan parut. Bila seseorang tersangka filariasis ditemukan tanda-tanda dan gejala klinis, diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan darah jariyang dilakukan mulai dari pukul 20.00 hingga pukul 02.00 waktu setempat, karena siklus hidup cacing itu keluar di malam han pada pembuluh darah dan pembuluh darah limfa (getah bening). Seseorang dapat dinyatakan sebagai penderita filariasis apablla dalam pemeriksaan darah jari ditemukan mikrofilaria. Kabupaten Mamuju Utaru memiliki perkampuflgan, dimana jarak antara penduduk relatif cukup jauh begitu pun akses ke tempat pelayanan kesehatan. Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju Utara tahun 2010 menyebutkan bahwa ditemukan adanya 10 kasus klinis infeksi filaria yang tersebar di delapan desa dan terbanyak ditemukan di wilayah Puskesmas Randomayang. Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan pertanyaan: bagaimana prevalensi.filariasis di Desa Polewali, Kecamatan Bambalamotu, Kabupaten Mamuju Utara? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit filariasis pada masyarakat baik dengan gejalaklinis maupun yang tidak ada gejala klinis. BAHANDANMETODE Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan deskriptif yaitu pengamatan langsung ke lokasi penelitian yang meliputi wawancara, pemeriksaan fisik dan survey darahjari. Karena populasi kecil (kurang dari 10.000) maka untuk menentukan besar sampel digunakan rumus sederhana sebagai berikut: t/ TL: 1+N(dr) Keterangan: 1 : Konstanta pada pengambilan n N sampel terbatas atau terkecil. Perkiraanbesar sampel Perkiraan besar populasi, nilainya : 100 Tingkat signifikan kesalahan dalam pengambilan dan penentuan sampel p:0,05 Untuk mencari besar sampel yang diperlukan, dihitung sebagai berikut : NN '' 1 +N(dr) l+ 100(0,05r) 1 + 100 (0,0025) =80 Dari perhitungan tersebut maka didapatkan jumlah sampel sebanyak 80 sampel. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan metode acak5. Darah diambil dengan cara ujung jari ke dua, ketiga atalu keempat dibersihkan dengan kapas alkohol 70 % dan setelah kering, ditusuk dengan lanset sehingga darah menetes keluar (dengan penekanan ringan). Kaca benda (slide) yang sudah bersih dari lemak dan kotoran diberi nomor dengan spidol sesuai nomor penduduk yarrg telah didaftar dalam formulir pencatatan survey. Tetesan darah pertama yang keluar dihapus dengan kapas kering, kemudian darah dihisap dengan pipet kapiler tanpa heparin yang berukuran 20 mm3, kemudian ditiupkan ke dalam kaca benda, dilebarkan sehingga membentuk sediaan darah tebal berbentuk oval dengan diameter 2 cm. Sediaan tersebut dikeringkan selama satu malam
Studi Prevalensi Filariasis di Desa Polewali,... (Leonardo Taruk Lobo) dengan menyimpan di tempat yang aman dan keesokan harinya dihemolisis beberapa menit sampai warrla merah hilang, 1a1u dibilas dengan air suling dan dikeringkan. Sediaan yang telah dikeringkan, kemudian ditetesi Giemsa l0o/o baru (ph 7,2) menggunakan pipet sampai menutupi seluruh sediaan darah tebal. Diamkan selama 25 menit, dibilas dengan air suling dan dikeringkan. ivll,a- ^ i-tll(' Jumlah penduduk yang disurvai yang menunjukkan rntkrof ilu.ria -- 1 \ t\t-ro/ I \'\' /{) ]r*lrh p."d"d"k yr"g dittt i Bila Mf rate > lo/o ditetapkan sebagai daerah endemis. Sediaan apusan darah tebal yang telah diwarnai kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran rendah (10x10) untuk menentukan jumlah mikrofilaria dan dengan pembesaran tinggi (10xa0) untuk menentukan jenis atau spesiesnya. Hasil pemeriksaan drcatat pada formulir untuk menentukan angka mikrofilariayaitu : HASIL Berdasarkan karakteristik Lrmur masyarakat yang berpartisipasi persentasi tertinggi pada kelompok umur 31-40 tahurr sebanyak 24 orang (34.09,'") dan tidak ditemukan adany a gej ala ktrinis. Tabel 1. Karakteristik Populasi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur dan Gejala Klinis Karakteristik Jumlah (n:80) Persentase (?i,) Jenis Kelamin - Lai-laki - Perempuan Umur Subjek Penelitian - 1l- 20 tahun - 2l- 30 tahun - 31-40 tahun - 41-50 tahun - 2 50 tahun Wawancara & pemeriksaan fisik - Ada gejala klinis - Tidak ada gejala klinis 34 46 4 11 15 24 18 8 0 80 42,soh 57,50h 5,044 13.7s% l8,75ah 30,aoh )) \o/" 10,0o 0 100% Pemeriksaan mikroskopis terhadap 80 sampel sediaan darah tebal diperoleh hasil tujuh sampel ditemukan mikrofilaria (8,750 ) yaitu enam sampel dengan jenis kelamin laki-laki dan satu sampel dengan jenis kelamin perempuan, berdasarkan keiompok umur subjek penelitian persentasi tertinggi pada kelompok umur 41-50 tahun sebanyak empat sampel (57,14o ), lokasi survey dilaksanakan pada tiga dusun yaitu Dusun Kalibamba 24 sampel (30%), Dusun Hikma 26 sampei (32,50%) dan Dusun Kayumaloa 30 sampel (31,50%) dengan persentase tertinggi positif tujuh sampel (8,75o4) semuanya di Dusun Kalibamba dan berdasarkan spesies mikrotilaria yang ditemukan persentasi tertinggi pada spesies Brugia malayi yaitu tuj r-rh sampel. 9
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. VI No. I, 2012 : 7-11 Tabel 2.Data Hasil Pemeriksaan Mikroskopik dengan Pewamaan Giemsa berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Lokasi Survey dan Spesies Mikro.filaria. Karakteristik Jenis Kelamin - Lai-laki - Perempuan Jumlah Sampel Pemeriksaan (oz) Negatif Positif n:73 (91,25oh') n-7 (8,75%o) 28 (35,0%) 45 (56,25%) 6 (7,50%) 1 (1,25%) Total (%) 34 (42,50%) 46 (57,50%) Umur Subjek Penelitian - 11-20 tahun - 2l- 30 tahun - 31-40 tahun - 41-50 tahun - > 50 tahun Lokasi - Dusun Kalibamba - Dusun Hikma - Dusun Kayumaloa 4 (5,0%) tl(13,75%) 14 (17,50%) 22 (27,50o/o) t4 (17,50%) 8 (10,0%) 17 (21,25%) 26 (32,50yo) 30 (37,50%) 0(0%) (l,25yo) 2 (2,50Yo) 4 (.5,0%) 7 (8,75%) 5,0o4 13,75yo 18,75yo 30,jyo 22,syo 10,004 24 {30,00 ) 26 (32,50%) 30 (37,50%) Spesies MikroJilaria - W. bancrofti - B. malayi 7 (8,75oA) - B. timori PEMBAHASAN Dalam penelitian ini didapatkan jumlah subjek penelitian sebanyak 80 sampel terdiri dari tujuh sampel positif (8,75%) ditemukan mikrofilaria dalam sediaan darah tebal dengan pewarnaan Giemsa dan 73 sampel negatif (9L,25%). Hasil positif pada tujuh sampel yaitu enam sampel laki-laki dan satu sampel perempuan, insiden filariasis pada lakilaki lebih tinggi daripada perempuan karena umunnya laki-laki lebih sering kontak dengan vektor karena pekerjaannyau. Dari hasil penelitian terhadap 80 sampel ditemukan tujuh sampel positif menunjukkan angka mikrofilaria (Mf) : 8,75oh. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya (2000-2006) dimana prevalensi filariasis di Desa Salubarana Kabupaten Mamuju adalah 8,6Yo 7. B1La Mf Rate > 1% di salah satu lokasi srlrvey, 7 (8,75%) maka daerah tersebut ditetapkan sebagai daerah endemist, dengan demikian Dusun Kalibamba, Desa Polewali merupakan daerah endemis filariasis. Lokasi survey dilaksanakar pada tiga dusun yaitu Dusun Kalibamba 24 sampel (30%), Dusun Hikma 26 sampel (32,50%) dan Dusun Kayumaloa 30 sampel (37,50%) dengan persentase tertinggi positif sebanyak tujuh sampel (8,75%) semuanya di Dusun Kalibamba dan tidak ditemukan pada Dusun Hikma dan Dusun Kayrmaloa karena dari hasil wawancara dan pemeriksaan fisik didapatkan informasi bahwa sebelumnya ada seseorang menderita pembengkakan kaki di Dusun Kalibamba tetapi sudah meninggal dunia. Kelebihan penelitian ini adalah belum pernah dilakukan pemeriksaan mikroskopis di Desa Polewali sejak Kabupaten Mamuju Utara terbentuk Pada tahun 2003. Keterbatasan dalam penelitian l0
Studi Prevalensi Filariasis di Desa Polewali,... (Leonardo Taruk Lobo) ini adalah pengambilan sampel hanya dilakukan di DesaPolewali dengan jumlah sampel sedikit (< 500 sampel). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, angka prevalensi filariasis 8,750. Dengan angka Mf rate > 1% sehingga dapat disimpuikan bahwa Dusun Kalibamba, Desa Polewali merupakan daerah endemisy'/ arias i s. SARAN Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak pada semua lokasi di Kabupaten Mamuju Utara. UCAPAN TERIMAKASIH Pada Kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju Utara, dan Kepala Puskesmas Randomayang atas rekomendasi izin penelitian di wilayah kerjanya. Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala dan teman-teman Balai Litbang P2B2 Donggala yang telah membanfu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. DAFTARPUSTAKA 1. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Pedoman Pemberantasan Filari asis di Indonesia. Depaftemen Kesehatan RI. Jakafia. 1999; t-3. 2. BalailitbangP2B2 Donggala. Modul Pelatihan Filariasis Balai Litbang P282. Donggala.2009 3. Sutanto I, Suhariah IS, Sjarifuddin K, Sungkar S, editor. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Ed. 4. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008. 4. E,ntjang I. Mikrobiologi & Parasitologi. Citra Aditya Bakti. Bandung.2003. 5. Notoatmodjo S. N{etodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.2002. 6. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan" Epiderniologi Filariasis. Departemen Kesehatan RI. Jakafla. 2008" 7. Wahyuni S, Ree VR, Mangali A, Supali T, Yazdanbakhsh h4, Sartono E. Comparison of an Enzyme Linked Immunoserbent Assay (EI-LISA) and a Radioallergosorbent Test (R.AST) for Detection of IgE Antibodies to Brugia malayi. Departement of Parasitology, Medical Facuity, Hasanuddin Universitl., Makassar. 2005. 8. Direktorat Jenderal Fengendalian Penyakit I\4enular &. Penyehatan Lingkungan. Pedoman Penentuan dan Evaluasi Daerah Endemis Fiiariasis. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2008. 11