Leonardo Taruk Lobo' ABSTR{CT

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 2014 : 61-66

Proses Penularan Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik.

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Gondanglegi Kulon kecamatan

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

PEMERIKSAAN MIKROFILARIA DI DUSUN CIJAMBAN KECAMATAN PANUMBANGAN KABUPATEN CIAMIS. Mei Widiati*, Ary Nurmalasari, Septi Nurizki ABSTRACT

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

Filariasis Limfatik di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

STUDI ENDEMISITAS FILARIASIS DI WILAYAH KECAMATAN PEMAYUNG, KABUPATEN BATANGHARI PASCA PENGOBATAN MASSAL TAHAP III. Yahya * dan Santoso

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR

GAMBARAN PENULARAN FILARIASIS DI PROVINSI SULAWESI BARAT DESCRIPTION OF TRANSMISSION OF FILARIASIS IN WEST SULAWESI

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

SISTIM SURVEILANS. dr. I Nengah Darna MKes

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

Perilaku mikrofilaria Brugia malayi pada subjek Filariasis di Desa Polewali Kecamatan Bambalamotu Kabupaten Mamuju Utara Sulawesi Barat

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENDIDIKAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS YANG DITENTUKAN BERDASARKAN DISTRIBUSI IGG4 ANTIFILARIA. Biyan Maulana*, Heri Wibowo**

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP FILARIASIS DI KABUPATEN MAMUJU UTARA, SULAWESI BARAT. Ni Nyoman Veridiana*, Sitti Chadijah, Ningsi

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

The occurrence Factor of Filariasis Transmission In Lasung Health Centers Kusan Hulu Subdistrict, Tanah Bumbu Kalimantan Selatan

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

Gejala dan Tanda Klinis Malaria di Daerah Endemis

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

Prevalensi pre_treatment

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

SOP POMP FILARIASIS. Diposting pada Oktober 7th 2014 pukul oleh kesehatan

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

SURVEI DARAH JARI FILARIASIS DI DESA BATUMARTA X KEC. MADANG SUKU III KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU) TIMUR, SUMATERA SELATAN TAHUN 2012

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI PUSKESMAS SUNGAI AYAK III KALIMANTAN BARAT TAHUN 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

5. Manifestasi Klinis

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

Juli Desember Abstract

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR. Oleh : Akhmad Hasan Huda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

CSL5_Manual apusan darah tepi_swahyuni 2015 Page 1

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK MALARIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa

SKRINING MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUASIN KECAMATAN LOANO KABUPATEN PURWOREJO PROPINSI JAWA TENGAH

BAB XX FILARIASIS. Hospes Reservoir

Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah di Kelurahan Jati Sampurna

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

Faktor Risiko Kejadian Penyakit Filariasis Pada Masyarakat di Indonesia. Santoso*, Aprioza Yenni*, Rika Mayasari*

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

DESKRIPSI KEGIATAN Kegiatan Waktu Deskripsi 1. Pendahuluan 10 menit Instruktur menelaskan tujuan dari kegiatan ini

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

Diana Andriyani Pratamawati 1*, Siti Alfiah 1. Jl. Hasanudin No.123 Salatiga 50721

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN PREVALENSI MIKROFILARIA ANTARA PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK DENGAN BRUGIA RAPID SKRIPSI

SKRIPSI SARI UKURTHA BR. TARIGAN NIM

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA FILARIASIS DI DESA SANGGU KABUPATEN BARITO SELATAN KALIMANTAN TENGAH

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

Transkripsi:

STUDI PREVALENSI FILARIASIS DI DESA POLEWALI, KECAMATAN BAMBALAMOTU, KABUPATEN MAMUJU UTARA, PROVINSI SULAWESI BARAT Leonardo Taruk Lobo' 'Balai Litbang PZB} Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI ABSTR{CT A stucly o/.'./ilariariasis prevalence in Polewalivillage sub-district Bambalamotu of North Mamttjtt iitirlirt, West SuTawesi has been condttcted. The obiective of this studv was to deteritine the prevalence oj'microfilaria in commtmity in Polewali village in both of case with clinical,v*pion, anrl no clinical symptoms.the method that used in this re,senrch is -field sula)e.r w-ith'descriptive approach. Bloocl sample w'as collectedfiom 80 sampling, and then was ixamined ttsiig miiroscopic tuith Giemsa staining method. The result shotved thttt 7 htrman bloofl peapte (S.Z Syzr) were positivty infbcted with Brugia malayi micrrt{ilariae. All of these case, *"in fottncl in Kalibamba sub-village, Poletuali. According to that reason, Pole*-alivillage has become a.filariasis endemic villagewith Mf rate> l%'. As tke concltrsion, need to ilo research continuedw,ith more number of samples at all locations in North Mamuiu., West Sttlawesi. Key words : clinical symptorus, prevalence;filariasis, village Polewali PENDAHULUAN Filariasis atau lebih dikenal dengan penyakit kaki gajah adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing.filaria. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan yang tepat dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, payudara dan alat kelamin, baik laki-laki maupun perempuan'. Walaupun penyakit ini mungkin tidak menyebabkan kematian, akan tetapi dapat menimbulkan kecacatan, stigma sosial, hambatan psiko-sosial, penurunan produktifitas kerja penderita, keluarga dan masyarakat sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar, kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Jika pendenta mengalami cacat yang menetap, maka seumur hidupnya tidak dapat bekerja secara optimal, sehingga menjadi beban di keluarga, rnerugikan masyarakat dan negarat. Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing.{ilaria yaitu Wttchereria bancrofti, Brugie malayi dan Brugia timori. Secara umuln ketiga spesies cacing tersebut tidak berbeda, ketiganya merupakan parasit di dalam tubuh manusia dan tubuh nyamuk. Cacing ciewasa (makro /ilaria) hidup di saluran dan kelenjarlimfa, sedangkan anak cacing (mikro filaria) ada dalam sistem peredaran darah. Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4-6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (mikro filaria)yang beredar dalam darah terutama malamharit. Gejala klinis dart Jilariasis adalah peradangan dan penyumbatan saluran getah bening. Jaringan limfa yang sering terkena adalah daerah genital dan kaki. Gejala peradangan jaringan limfa dapat berupa limjbngitis, lirnj'adenitis dan orchitis (radang testis) yang disertai dengandemam*. Pada infeksi Wuchereria banc'rojii gejala akut yang berupa peradangan tidak '7

I Jurnal Vektor Penyakit, Vol. VI No. 1, 2012 : 7-1l jelas, tetapi elefantiasis dapat mencapai ukuran yang besar seperti elefantiasis scroti yang menyebabkan penderita tidak dapat berjalan. Sedangkan pada infeksi Brugia malayi dan Brugia timori gejala akut lebih nyata. Limfangitis dapatteruba seperti tali yang merah dan nyeri yang timbulnya mulai dari kelenjar di lipatan paha dan ketiak dan kemudian menjalar ke arah distal, juga sering disertai timbulnya demam dan timbulnya abses yang pecah dan sembuh dengan meninggalkan parut. Bila seseorang tersangka filariasis ditemukan tanda-tanda dan gejala klinis, diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan darah jariyang dilakukan mulai dari pukul 20.00 hingga pukul 02.00 waktu setempat, karena siklus hidup cacing itu keluar di malam han pada pembuluh darah dan pembuluh darah limfa (getah bening). Seseorang dapat dinyatakan sebagai penderita filariasis apablla dalam pemeriksaan darah jari ditemukan mikrofilaria. Kabupaten Mamuju Utaru memiliki perkampuflgan, dimana jarak antara penduduk relatif cukup jauh begitu pun akses ke tempat pelayanan kesehatan. Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju Utara tahun 2010 menyebutkan bahwa ditemukan adanya 10 kasus klinis infeksi filaria yang tersebar di delapan desa dan terbanyak ditemukan di wilayah Puskesmas Randomayang. Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan pertanyaan: bagaimana prevalensi.filariasis di Desa Polewali, Kecamatan Bambalamotu, Kabupaten Mamuju Utara? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit filariasis pada masyarakat baik dengan gejalaklinis maupun yang tidak ada gejala klinis. BAHANDANMETODE Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan deskriptif yaitu pengamatan langsung ke lokasi penelitian yang meliputi wawancara, pemeriksaan fisik dan survey darahjari. Karena populasi kecil (kurang dari 10.000) maka untuk menentukan besar sampel digunakan rumus sederhana sebagai berikut: t/ TL: 1+N(dr) Keterangan: 1 : Konstanta pada pengambilan n N sampel terbatas atau terkecil. Perkiraanbesar sampel Perkiraan besar populasi, nilainya : 100 Tingkat signifikan kesalahan dalam pengambilan dan penentuan sampel p:0,05 Untuk mencari besar sampel yang diperlukan, dihitung sebagai berikut : NN '' 1 +N(dr) l+ 100(0,05r) 1 + 100 (0,0025) =80 Dari perhitungan tersebut maka didapatkan jumlah sampel sebanyak 80 sampel. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan metode acak5. Darah diambil dengan cara ujung jari ke dua, ketiga atalu keempat dibersihkan dengan kapas alkohol 70 % dan setelah kering, ditusuk dengan lanset sehingga darah menetes keluar (dengan penekanan ringan). Kaca benda (slide) yang sudah bersih dari lemak dan kotoran diberi nomor dengan spidol sesuai nomor penduduk yarrg telah didaftar dalam formulir pencatatan survey. Tetesan darah pertama yang keluar dihapus dengan kapas kering, kemudian darah dihisap dengan pipet kapiler tanpa heparin yang berukuran 20 mm3, kemudian ditiupkan ke dalam kaca benda, dilebarkan sehingga membentuk sediaan darah tebal berbentuk oval dengan diameter 2 cm. Sediaan tersebut dikeringkan selama satu malam

Studi Prevalensi Filariasis di Desa Polewali,... (Leonardo Taruk Lobo) dengan menyimpan di tempat yang aman dan keesokan harinya dihemolisis beberapa menit sampai warrla merah hilang, 1a1u dibilas dengan air suling dan dikeringkan. Sediaan yang telah dikeringkan, kemudian ditetesi Giemsa l0o/o baru (ph 7,2) menggunakan pipet sampai menutupi seluruh sediaan darah tebal. Diamkan selama 25 menit, dibilas dengan air suling dan dikeringkan. ivll,a- ^ i-tll(' Jumlah penduduk yang disurvai yang menunjukkan rntkrof ilu.ria -- 1 \ t\t-ro/ I \'\' /{) ]r*lrh p."d"d"k yr"g dittt i Bila Mf rate > lo/o ditetapkan sebagai daerah endemis. Sediaan apusan darah tebal yang telah diwarnai kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran rendah (10x10) untuk menentukan jumlah mikrofilaria dan dengan pembesaran tinggi (10xa0) untuk menentukan jenis atau spesiesnya. Hasil pemeriksaan drcatat pada formulir untuk menentukan angka mikrofilariayaitu : HASIL Berdasarkan karakteristik Lrmur masyarakat yang berpartisipasi persentasi tertinggi pada kelompok umur 31-40 tahurr sebanyak 24 orang (34.09,'") dan tidak ditemukan adany a gej ala ktrinis. Tabel 1. Karakteristik Populasi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur dan Gejala Klinis Karakteristik Jumlah (n:80) Persentase (?i,) Jenis Kelamin - Lai-laki - Perempuan Umur Subjek Penelitian - 1l- 20 tahun - 2l- 30 tahun - 31-40 tahun - 41-50 tahun - 2 50 tahun Wawancara & pemeriksaan fisik - Ada gejala klinis - Tidak ada gejala klinis 34 46 4 11 15 24 18 8 0 80 42,soh 57,50h 5,044 13.7s% l8,75ah 30,aoh )) \o/" 10,0o 0 100% Pemeriksaan mikroskopis terhadap 80 sampel sediaan darah tebal diperoleh hasil tujuh sampel ditemukan mikrofilaria (8,750 ) yaitu enam sampel dengan jenis kelamin laki-laki dan satu sampel dengan jenis kelamin perempuan, berdasarkan keiompok umur subjek penelitian persentasi tertinggi pada kelompok umur 41-50 tahun sebanyak empat sampel (57,14o ), lokasi survey dilaksanakan pada tiga dusun yaitu Dusun Kalibamba 24 sampel (30%), Dusun Hikma 26 sampei (32,50%) dan Dusun Kayumaloa 30 sampel (31,50%) dengan persentase tertinggi positif tujuh sampel (8,75o4) semuanya di Dusun Kalibamba dan berdasarkan spesies mikrotilaria yang ditemukan persentasi tertinggi pada spesies Brugia malayi yaitu tuj r-rh sampel. 9

Jurnal Vektor Penyakit, Vol. VI No. I, 2012 : 7-11 Tabel 2.Data Hasil Pemeriksaan Mikroskopik dengan Pewamaan Giemsa berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Lokasi Survey dan Spesies Mikro.filaria. Karakteristik Jenis Kelamin - Lai-laki - Perempuan Jumlah Sampel Pemeriksaan (oz) Negatif Positif n:73 (91,25oh') n-7 (8,75%o) 28 (35,0%) 45 (56,25%) 6 (7,50%) 1 (1,25%) Total (%) 34 (42,50%) 46 (57,50%) Umur Subjek Penelitian - 11-20 tahun - 2l- 30 tahun - 31-40 tahun - 41-50 tahun - > 50 tahun Lokasi - Dusun Kalibamba - Dusun Hikma - Dusun Kayumaloa 4 (5,0%) tl(13,75%) 14 (17,50%) 22 (27,50o/o) t4 (17,50%) 8 (10,0%) 17 (21,25%) 26 (32,50yo) 30 (37,50%) 0(0%) (l,25yo) 2 (2,50Yo) 4 (.5,0%) 7 (8,75%) 5,0o4 13,75yo 18,75yo 30,jyo 22,syo 10,004 24 {30,00 ) 26 (32,50%) 30 (37,50%) Spesies MikroJilaria - W. bancrofti - B. malayi 7 (8,75oA) - B. timori PEMBAHASAN Dalam penelitian ini didapatkan jumlah subjek penelitian sebanyak 80 sampel terdiri dari tujuh sampel positif (8,75%) ditemukan mikrofilaria dalam sediaan darah tebal dengan pewarnaan Giemsa dan 73 sampel negatif (9L,25%). Hasil positif pada tujuh sampel yaitu enam sampel laki-laki dan satu sampel perempuan, insiden filariasis pada lakilaki lebih tinggi daripada perempuan karena umunnya laki-laki lebih sering kontak dengan vektor karena pekerjaannyau. Dari hasil penelitian terhadap 80 sampel ditemukan tujuh sampel positif menunjukkan angka mikrofilaria (Mf) : 8,75oh. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya (2000-2006) dimana prevalensi filariasis di Desa Salubarana Kabupaten Mamuju adalah 8,6Yo 7. B1La Mf Rate > 1% di salah satu lokasi srlrvey, 7 (8,75%) maka daerah tersebut ditetapkan sebagai daerah endemist, dengan demikian Dusun Kalibamba, Desa Polewali merupakan daerah endemis filariasis. Lokasi survey dilaksanakar pada tiga dusun yaitu Dusun Kalibamba 24 sampel (30%), Dusun Hikma 26 sampel (32,50%) dan Dusun Kayumaloa 30 sampel (37,50%) dengan persentase tertinggi positif sebanyak tujuh sampel (8,75%) semuanya di Dusun Kalibamba dan tidak ditemukan pada Dusun Hikma dan Dusun Kayrmaloa karena dari hasil wawancara dan pemeriksaan fisik didapatkan informasi bahwa sebelumnya ada seseorang menderita pembengkakan kaki di Dusun Kalibamba tetapi sudah meninggal dunia. Kelebihan penelitian ini adalah belum pernah dilakukan pemeriksaan mikroskopis di Desa Polewali sejak Kabupaten Mamuju Utara terbentuk Pada tahun 2003. Keterbatasan dalam penelitian l0

Studi Prevalensi Filariasis di Desa Polewali,... (Leonardo Taruk Lobo) ini adalah pengambilan sampel hanya dilakukan di DesaPolewali dengan jumlah sampel sedikit (< 500 sampel). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, angka prevalensi filariasis 8,750. Dengan angka Mf rate > 1% sehingga dapat disimpuikan bahwa Dusun Kalibamba, Desa Polewali merupakan daerah endemisy'/ arias i s. SARAN Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak pada semua lokasi di Kabupaten Mamuju Utara. UCAPAN TERIMAKASIH Pada Kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju Utara, dan Kepala Puskesmas Randomayang atas rekomendasi izin penelitian di wilayah kerjanya. Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala dan teman-teman Balai Litbang P2B2 Donggala yang telah membanfu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. DAFTARPUSTAKA 1. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Pedoman Pemberantasan Filari asis di Indonesia. Depaftemen Kesehatan RI. Jakafia. 1999; t-3. 2. BalailitbangP2B2 Donggala. Modul Pelatihan Filariasis Balai Litbang P282. Donggala.2009 3. Sutanto I, Suhariah IS, Sjarifuddin K, Sungkar S, editor. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Ed. 4. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008. 4. E,ntjang I. Mikrobiologi & Parasitologi. Citra Aditya Bakti. Bandung.2003. 5. Notoatmodjo S. N{etodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.2002. 6. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan" Epiderniologi Filariasis. Departemen Kesehatan RI. Jakafla. 2008" 7. Wahyuni S, Ree VR, Mangali A, Supali T, Yazdanbakhsh h4, Sartono E. Comparison of an Enzyme Linked Immunoserbent Assay (EI-LISA) and a Radioallergosorbent Test (R.AST) for Detection of IgE Antibodies to Brugia malayi. Departement of Parasitology, Medical Facuity, Hasanuddin Universitl., Makassar. 2005. 8. Direktorat Jenderal Fengendalian Penyakit I\4enular &. Penyehatan Lingkungan. Pedoman Penentuan dan Evaluasi Daerah Endemis Fiiariasis. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2008. 11