PERBANDINGAN KADAR VITAMIN D DARAH PENDERITA MIOPIA DAN NON MIOPIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

Penyakit periodontitis merupakan salah satu masalah yang banyak. dijumpai baik di negara berkembang, sedang berkembang, dan bahkan di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diatasi (American Academy of Ophthalmology, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB I PENDAHULUAN. kebutaan lainnya. Buta katarak merupakan suatu penyakit degeneratif yang umumnya terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa

BAB 1 : PENDAHULUAN. berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. panjang, sehingga fokus akan terletak di depan retina (Saw et al., 1996). Miopia

BAB I PENDAHULUAN. anak remaja yang dimulai pada usia 12 tahun yaitu pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria sebanyak 77 orang. Sampel diuji menggunakan tes Saphiro-Wilk dan. Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. tepat di retina (Mansjoer, 2002). sudah menyatu sebelum sampai ke retina (Schmid, 2010). Titik fokus

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. hampir 25% populasi atau sekitar 55 juta jiwa (Anma, 2014). Hasil Riset

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. vision di dunia. Data dari VISION 2020, suatu program kerjasama antara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan meningkatnya tuntutan. akademis menyebabkan peningkatan frekuensi melihat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu indikator status kesehatan masyarakat. Kesepakatan global Millenium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lemak, dan protein. World health organization (WHO) memperkirakan prevalensi

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan adalah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Manusia dalam menjalankan kehidupannya. akan tetapi manusia dapat hidup berminggu-minggu tanpa makan

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

Vitamin D and diabetes

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. STRABISMUS (MATA JULING)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan

BAB I PENDAHULUAN. adanya permainan audiovisual yang sering disebut dengan video game.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. gizi tubuh berperan dalam media transportasi dan eliminasi produk sisa metabolisme.

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 18% kebutaan di dunia disebabkan oleh kelainan refraksi. Di Asia,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. 5 tahun di dunia mengalami kegemukan World Health Organization (WHO, menjadi dua kali lipat pada anak usia 2-5 tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. dengan satu mata. Ruang pandang penglihatan yang lebih luas, visus mata yang

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

BAB 1 PENDAHULUAN. empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al.,

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB 1 PENDAHULUAN. cerebrovascular disease (CVD) yang membutuhkan pertolongan dan penanganan

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan sehingga dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan media elektronik di

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Transkripsi:

PERBANDINGAN KADAR VITAMIN D DARAH PENDERITA MIOPIA DAN NON MIOPIA Tesis Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Dokter Spesialis Mata Oleh ALFIDA YANTI NBP 0923033006 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2016 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Miopia sering dianggap sebagai gangguan penglihatan ringan, karena visus dapat dikoreksi dengan kacamata, lensa kontak, dan bedah refraktif. Di negara-negara maju di Asia Timur, seperti Singapura, Cina, Taiwan, Hong Kong, Jepang, dan Korea, prevalensi miopia meningkat pesat dalam 50-60 tahun terakhir, sekitar 70%-80% dewasa muda menderita miopia. (1,2) Prevalensi miopia di Taiwan meningkat dari 5,8% pada tahun 1983 menjadi 21% pada tahun 2000 pada anak usia 7 tahun dan dari 36,7% pada tahun 1983 menjadi 61% tahun 2000 untuk anak usia 12 tahun. (3) Di Jepang, 37,6% anak berusia 12 tahun yang miopia pada akhir tahun 1970 dan naik menjadi 43,5% pada 1990. (4) Di Singapura, di antara anak-anak dan laki-laki dewasa muda, proporsi individu dengan gangguan penglihatan tanpa bantuan kacamata meningkat pesat dari 2,0% pada 1954 sampai 49,2% di 1995 dan dari 26% pada akhir tahun 1970 menjadi 83% pada akhir tahun 1990-an. (5) Pada daerah perkotaan di negara-negara tersebut diatas, 80-90% anak-anak sekolah menengah atas menderita miopia, dimana 10-20% dengan miopia tinggi. Perubahan ini tidak terbatas pada urbanisasi Asia timur saja, prevalensi miopia juga meningkat di Amerika Utara, dan Eropa 1. Di Amerika Serikat, prevalensi miopia meningkat dari 25% antara 1971-1972 menjadi 41,6% antara tahun 1999-2004. (6) World Health Organization (WHO) mengakui bahwa miopia jika tidak dikoreksi penuh merupakan penyebab utama gangguan penglihatan. (7) Orang-orang 2

dengan miopia tinggi beresiko menjadi miopia patologis dan berpotensi menjadi buta bila tidak dikoreksi. (8) Miopia meningkat pesat selama 50 tahun terakhir, sekarang mempengaruhi sekitar 1,6 miliar orang di seluruh dunia, dan diperkirakan akan naik menjadi 2,5 miliar pada tahun 2020. 9 Prevalensi dan insiden miopia pada populasi sering bervariasi dengan umur, negara, jenis kelamin, ras, pekerjaan, lingkungan dan faktorfaktor lainnya. Faktor etiologi yang menyebabkan miopia sangat komplek, faktor genetik dan lingkungan memainkan peran untuk berbagai derajat miopia. (10,11) Penelitian yang dilakukan oleh National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) pada tahun 1971 dan 1972 menunjukkan prevalensi miopia pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki dan lebih tinggi pada kulit putih daripada kulit hitam di Amerika Serikat. (12) Wang dan kawan-kawan (1994) (13) juga mendapatkan prevalensi miopia pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Rajan dan kawan-kawan (1995) (14) juga mendapatkan prevalensi miopia lebih tinggi pada anak sekolah perempuan di Singapura. Penelitian Rose dan kawan-kawan (2008) (15) melaporkan tingginya tingkat aktivitas diluar ruangan (kegiatan olahraga dan rekreasi) dikaitkan dengan refraksi lebih hiperopia dan prevalensi miopia rendah. Mekanisme hubungan diantara keduanya belum dipahami dengan jelas. Namun dianggap bahwa intensitas cahaya yang lebih tinggi di luar ruangan menyebabkan pelepasan dopamin dari retina, dan dopamin dapat menghambat pertumbuhan atau pemanjangan sklera. Dirani dan kawan-kawan (2009) (16) melaporkan anak yang menghabiskan lebih banyak waktu di luar rumah dapat terlindungi terhadap perkembangan miopia 3

pada anak-anak. Total kegiatan outdoor (jam/hari) yang dikaitkan dengan miopia, setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, etnis, jenis sekolah, buku yang dibaca per minggu, tingginya miopia orangtua, pendidikan orang tua dan kecerdasan intelektual. Vitamin D merupakan komponen penting pada metabolisme tulang dan mineral. Sintesis vitamin D dimulai ketika 7-dehydrocholestrol di kulit diubah menjadi provitamin D3 (cholcalciferol) oleh sinar ultra violet B (UVB) dengan panjang gelombang 290-320 nm. Molekul ini kemudian diubah menjadi bentuk nonaktif yang penting untuk diagnostik disebut 25-hydroxycholcalciferol (25 (OH) D, atau 25-hydroxyvitamin D) yang dihidroksilasi di hati. Kadar vitamin D ditentukan dengan mengukur 25(OH)D serum. Konsentrasi serum minimum untuk 25(OH)D sebesar 30 ng/ml diperlukan untuk mendapatkan efek vitamin D yang menguntungkan. (17) Beberapa mekanisme telah dikemukakan untuk berkembangnya miopia. Salah satu hipotesis adalah vitamin D mungkin memiliki peran dalam terjadinya miopia. Pada 1930-an dan 1940-an, beberapa peneliti telah menyelidiki hubungan miopia dengan vitamin D secara eksperimen dan klinis. Mutti dan kawan-kawan (2011) (18) melakukan penelitian pada 22 subyek yang berumur antara 13-25 tahun, yang terdiri dari 14 subyek miopia dan 8 non miopia mendapatkan bahwa kadar vitamin D darah pada subyek miopia lebih rendah 3,4 ng/ml dari non miopia, atau kadar vitamin D darah miopia (13,95 ± 3.75 ng/ml) dan non miopia (16.02 ± 5.11 ng/ml), serta tidak ada perbedaan dengan waktu yang dihabiskan di luar ruangan (miopia = 12,9 ± 7,8 jam, non miopia = 13,6 ± 5,8 jam) terhadap kadar vitamin D darah. 4

Choi dan kawan-kawan (2014) (19) melaporkan penelitian yang dilakukan oleh Korea National Health and Nuritional Examination Surveys (KNHANES) 2008-2011 dari 2.038 remaja yang berusia 13 sampai 18 tahun. Dilakukan pemeriksaan konsentrasi serum 25 (OH) D dan faktor risiko potensial lainnya. Pada penelitian ini didapatkan 80,1% memiliki miopia ringan (-0,5 Dioptri atau lebih) dan 8,9% diantaranya memiliki miopia tinggi (-6.0 D atau lebih). Umur, jumlah asupan kalsium, daerah tempat tinggal, penghasilan orang tua, dan merokok secara signifikan berbeda diantara kelompok-kelompok tersebut sesuai dengan sferikal ekuivalen (SE). Pada kelompok miopia konsentrasi serum 25 (OH) D (terutama pada miopia tinggi) lebih rendah daripada kelompok non miopia. McCullough dan kawan-kawan (2010) (20) melakukan penelitian pada 4.700 orang yang terdiri dari 2.588 wanita dan 2.135 laki-laki, didapatkan kadar vitamin D darah laki-laki lebih tinggi daripada wanita karena pengaruh dari aktivitas diluar ruangan laki-laki lebih banyak daripada wanita serta komposisi lemak wanita lebih tebal daripada laki-laki. Dam dan kawan-kawan (2007) (21) juga mendapatkan hasil yang sama dalam penelitian cross sectional yang dilakukan pada 538 orang Belanda yang terdiri dari 271 laki-laki dan 267 wanita bahwa kadar vitamin D darah laki-laki lebih tinggi daripada wanita. The Collaborative Longitudinal Evaluation of Ethnicity and Refractive Error Study (CLEERE) menunjukkan bahwa hipertropi otot siliaris menyebabkan terjadinya gangguan kontraksi, peregangan lensa menjadi terhambat sehingga tidak dapat mengkompensasi pemanjangan bola mata dan terjadi miopia. (21) Jika hipertrofi otot siliaris berperan besar dalam timbulnya miopia, pada tahap ini peran vitamin D sangat 5

membantu. Cincin siliaris menjadi lebih lentur sehingga dapat mempertahankan peregangan lensa selama pertumbuhan dan mencegah atau menunda timbulnya miopia. Peningkatan kadar vitamin D memiliki efek yang menguntungkan pada otot siliaris mata, namun vitamin D tidak akan mempengaruhi pertumbuhan mata secara langsung. (22,23,24) Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin melakukan penelitian apakah ada perbedaan kadar vitamin D darah pada orang miopia dengan orang yang non miopia, pemeriksaan dilakukan dengan mengambil darah vena, kemudian diperiksa dengan Chemiluminescent Immunoassay (CLIA). 1.2. Rumusan Masalah Miopia dipengaruhi oleh banyak faktor seperti genetik, umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, asupan makanan, gaya hidup dan lingkungan. Orang dengan miopia lebih sedikit menghabiskan waktu diluar ruangan sehingga berkurang produksi vitamin D kulit karena kurangnya paparan sinar matahari yang menyebabkan berkurangnya kadar vitamin D darah. Hasil dari penelitian CLEERE (21) menunjukkan bahwa hipertropia pada otot siliaris menyebabkan terjadinya gangguan kontraksi, peregangan lensa menjadi terhambat sehingga tidak dapat mengkompensasi pemanjangan bola mata dan terjadi miopia. Peningkatan kadar vitamin D dapat menurunkan hipertopi dan meningkatkan fungsi cincin siliaris sehingga mempertahankan peregangan pada lensa selama pertumbuhan dan dapat mencegah atau menunda timbulnya miopia. 6

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana hubungan kadar vitamin D darah dengan subyek penelitian miopia dan non miopia. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan kadar vitamin D darah dengan miopia dan non miopia. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui kadar vitamin D darah pada pelajar miopia. 2. Mengetahui kadar vitamin D darah pada pelajar non miopia. 3. Mengetahui kadar vitamin D darah menurut derajat miopia. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Peneliti Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian serta kemampuan komunikasi interpersonal dengan masyarakat umumnya dan anak sekolah. 7

1.4.2. Pendidikan Menambah pengetahuan bahwa anak miopia mempunyai kadar vitamin D darah yang rendah, merupakan salah satu faktor resiko terjadinya miopia, sehingga perlu menjaga vitamin D darah tidak rendah, terutama pada anak yang ada faktor lain seperti genetik. 1.4.3. Masyarakat Edukasi bagi masyarakat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi miopia, salah satunya kadar vitamin D darah. 8