Oleh : Karmuji 1. Abstrak PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan konflik, konflik ini adakalanya dapat di selesaikan secara damai, tetapi

I. PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia, ada

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia dinilai cukup marak, terbukti

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. terhadap pokok persoalan yang dikaji dalam karya ini, yaitu: 1. Pertimbangan hukum penerimaan dan pengabulan permohonan

BAB I PENDAHULUAN. Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk. peradilan agama telah menjadikan umat Islam Indonesia terlayani dalam

DAFTAR PUSTAKA. Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta:

DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. dalam malakukan perekonomian. Ekonomi syariah sendiri merupakan. perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip

A. Gambaran Umum Tentang Kompetensi Absolut peradilan Agama. kekuasaan relatif dan kekuasaan absolut. Kekuasaan relatif berkaitan dengan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

BAB I PENDAHULUAN. membuat manusia mampu menjalani kehidupannya. Contoh kecil yaitu manusia tidak bisa

KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrasyid, Priyatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2000).

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI AH MENURUT PASAL 55 UU NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

EKSEPSI KOMPETENSI RELATIF DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PERADILAN AGAMA. Drs. H. Masrum M Noor, M.H EKSEPSI

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal yang dijalankan berdasarkan tuntutan agama. 1

PENTINGNYA PENCANTUMAN KETIDAKBERHASILAN UPAYA PERDAMAIAN (DADING) DALAM BERITA ACARA SIDANG DAN PUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

PASANG SURUT UNDANG-UNDANG PERADILAN AGAMA: PROBLEM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang

Kecamatan yang bersangkutan.

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

ANALISIS INTERPRETASI DAN IMPLEMENTASI PASAL 55 UUPS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PADA PT BANK SYARI AH BUKOPIN

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

ANALISIS PASAL 59 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI BIDANG ARBITRASE SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

CHOICE OF FORUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH PASCA TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.93/PUU-X/2012

BAB I PENDAHULUAN. pesat, dimana Perbankan Syari ah mendapatkan respon yang positif oleh

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang sempurna dan komprehensif yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

Zaid Alfauza Marpaung ISSN Nomor

Oleh Helios Tri Buana

BAB IV. Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), tepatnya pada Pasal 24 ayat (2) dinyatakan bahwa Pengadilan Agama merupakan salah satu lingkungan

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

Aji Damanuri. PENDAHULUAN. Perkembangan lembaga keuangan shari ah, khususnya perbankan, 1 yang cukup luas dewasa ini juga diiringi dengan

TANGGUNG JAWAB BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016. TATA CARA PEMERIKSAAN SENGKETA ARBITRASE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN Oleh : Gideon Hendrik Sulat 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Arbitrase berasal dari Bahasa Latin yaitu arbitrare, artinya kekuasaan

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Gugat

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi adalah merupakan kajian tentang aktivitas manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian saat ini memunculkan cara berfikir seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1998 sampai sekarang perbankan syariah di Indonesia

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH MELALUI BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (Studi Kasus Basyarnas Yogyakarta)

KOMPETENSI PERADILAN AGAMA DALAM PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DI PERBANKAN SYARI AH

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

FUNGSI PERJANJIAN ARBITRASE

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia itu sendiri sehingga menyebabkan terjadinya benturan-benturan

EKSISTENSI PERADILAN AGAMA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.93/PUU-X/2012 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SHARIAH.

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

Perihal : Replik Penggugat dalam Perkara Perdata Nomor 168/ Pdt. G/ 2013/ PN.Jkt.Pst [REPLIK ATAS EKSEPSI DAN JAWABAN PERTAMA TERGUGAT III]

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA

BAB V PENUTUP. melalui mediasi dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : penyelesaian sengketa di pengadilan.

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

Analisis, Desember 2014, Vol.3 No.2 : ISSN BASYARNAS SEBAGAI LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

Transkripsi:

Jurnal Ummul Qura Vol VIII, No. 2, September 2016 1 PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARI`AH Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari`ah. Oleh : Karmuji 1 Abstrak Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari`ah ini berdasarkan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, dan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari`ah penulisan artikel ini dilatarbelakangi oleh adanya benturan antara UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dengan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari`ah. Dalam UU No. 3 Tahun 2006 telah disebutkan secara jelas bahwa sengketa perbankan syari`ah merupakan kompetensi absolute Pengadilan Agama, namun undang-undang ini masih terbentur dengan peraturan perundang-undangan yang lain. yaitu, UU No. 21 Tahun 2008, yang telah memberi kewenangan terhadap Pengadilan Negeri untuk turut serta menangani sengketa perbankan syari`ah. Dalam pasal 55 ayat 2 beserta penjelasannya UU No. 21 Tahun 2008 telah mereduksi kewenangan Pengadilan Agama dalam bidang perbankan syari`ah. Kata Kunci : Sengketa, Perbangkan Syariah PENDAHULUAN Eksistensi Pengadilan Agama telah memberikan kontribusi yang nyata terhadap umat islam di Indonesia, dalam penyelesaian masalah dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqah. Setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 3 tahun 2006 tentang perubahan terhadap Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah membawa perubahan besar terhadap kompetensi Pengadilan Agama,yaitu penambahan wewenang dalam bidang ekonomi syari`ah. Disisi lain, hakim Pengadilan Agama juga dituntut untuk memahami segala perkara yang menjadi kompetensi barunya tersebut, walaupun pada kenyataannya hakim Pengadilan Agama selama ini tidak menangani sengketa yang terkait dengan ekonomi syari ah. Jika selama ini Pengadilan Agama hanya memiliki kompetensi untuk menyelesaikan kasus-kasus hukum dalam bidang hukum keluarga, maka 1 Penulis adalah dosen tetap Program Studi Ahwal al-syakhsyiyah pada Institut Pesanten Sunan Dajat (INSUD) Lamongan.

Jurnal Ummul Qura Vol VIII, No. 2, September 2016 2 setelah Undang-Undang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 diamandemen, kompetensi Pengadilan Agama menjadi lebih luas. Cakupan kewenangannya meliputi penyelesaian sengketa dalam bidang ekonomi syari`ah sebagaimana tertuang dalam pasal 49, Undang-Undang No. 3 Tahun 2006. Meskipun dalam Pasal 49, Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 telah disebutkan secara jelas bahwa sengketa ekonomi syari`ah merupakan kompetensi absolute Pengadilan Agama, namun undang-undang ini masih terbentur dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Adalah Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari`ah, dalam pasal 55 ayat 2 beserta penjelasannya telah memberikan kewenangan terhadap Pengadilan Negeri untuk menangani sengketa bidang ekonomi syari`ah. Hakim Agung Abdul Gani Abdullah menyadari betul pasal itu contradictio in terminis (berlawanan arti). Sebagai sebuah satu kesatuan dari undang-undang, penjelasan pasal 55 ayat 2, Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, secara langsung dan eksplisit telah memberikan kewenangan kepada forum litigasi lain dalam menangani sengketa bidang ekonomi (perbankan) syari`ah selain Pengadilan Agama yakni Pengadilan Negeri. Tidak akan menjadi isu hukum jika Basyarnas adalah lembaga yang dimaksud oleh undang-undang perbankan syari`ah sebagai lembaga penyelesaian sengketa yang sesuai dengan isi akad, sebab antara Pengadilan Agama dan Basyarnas memiliki titik singgung yang jelas. Dalam hal para pihak telah mengadakan kesepakatan bahwa jika terjadi sengketa antara kedua belah pihak akan diajukan dalam forum mediasi, maka kewenangan Pengadilan Agama akan berpindah sesuai dengan isi akad tersebut, hal ini merujuk kepada asas freedom of contract dan pacta sunt servanda. Namun hal ini akan menjadi berbeda, jika Pengadilan Negeri yang dituangkan dalam akad sebagai pilihan forum para pihak dalam menyelesaikan sengketanya. Dengan lahirnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari`ah, maka para pihak yang bersengketa dapat menempuh dua jalur.pertama jalur non litigasi, yaitu tidak melalui pengadilan melainkan melalui musyawarah, mediasi perbankan dan badan arbitrase.kedua, jalur litigasi, yaitu melalui pengadilan baik Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri. Dalam hal para pihak memilih arbitrase syari`ah dalam klausul kontrak sebagai muara dari penyelesaian sengketa yang terjadi diantara keduanya, maka para pihak bebas untuk menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, hal ini merujuk kepada asas kebebasan

Jurnal Ummul Qura Vol VIII, No. 2, September 2016 3 berkontrak (freedom of contract). 2 Namun, manakala para pihak memilih arbitrase syari`ah sebagai muara penyelesaian sengketa diantara mereka, bukan berarti persoalan tentang kewenangan dua forum litigasi yaitu Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri akan berhenti. Sengketa kewenangan ini muncul, ketika para pihak yang bersengketa tidak mau melaksanakan isi putusan arbitrase syari`ah tersebut dengan sukarela.maka, atas hal ini agar putusan tersebut dapat dilaksanakan harus didaftarkan ke forum litigasi terlebih dahulu. Merujuk kepada ketentuan Undang-UndangNo. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka setiap keputusan badan arbitrase, pelaksanaan eksekusinya menjadi kewenangan Pengadilan Negeri. Hal ini akan menjadi berbeda manakala menyangkut sengketa dibidang ekonomi syari`ah, sebab disatu sisi ketika sengketa ekonomi syari`ah menjadi kompetensi Pengadilan Agama, tentu saja seharusnya Pengadilan Agama pula yang memiliki hak eksekutorial atas putusan Basyarnas.Namun, fakta di lapangan justru menunjukkan yang sebaliknya, yaitu Pengadilan Negeri yang berhak melaksanakan eksekusi. Terhadap masalah ini, Mahkamah Agung telah memberikan jawaban tegas melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 8 Tahun 2008 tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syari`ah, tertanggal 10 Oktober 2008. Dalam SEMA ini pada pokoknya menegaskan, bahwa kompetensi untuk melaksanakan eksekusi putusan badan arbitrase syari`ah adalah menjadi kompetensi Pengadilan Agama, merujuk kepada ketentuan Undang-UndangNo. 7 Tahun 1989 junctoundang-undangno. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Namun, justru sangat disayangkan bahwa SEMA yang menjadi jawaban atas dualisme kewenangan antara dua forum litigasi ini harus dibatalkan oleh Mahkamah Agung melalui SEMA No. 8 Tahun 2010 tentang Penegasan Tidak Berlakunya SEMA No. 8 Tahun 2008, dalam pertimbangannya Mahkamah Agung merujuk pada ketentuan pasal 59 ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan penjelasannya, disana ditentukan bahwa, dalamhal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase (termasuk arbitrase syari'ah)secara sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua PengadilanNegeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa. Jika dilihat dari sisi harmonisasi peraturan perundang-undangan dan asas hukum, maka dalam aplikasi dari Undang-UndangNo. 21 Tahun 2008 2 Salim HS, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), 9

Jurnal Ummul Qura Vol VIII, No. 2, September 2016 4 perlu kiranya untuk ditinjau ulang, paling tidak terhadap ketentuan yang tertuang dalam Undang-UndangNo. 3 Tahun 2006. Wewenang yang diamanatkan oleh Undang-UndangNo. 21 Tahun 2008 kepada Pengadilan Negeri telah menimbulkan dualisme kewenangan dalam menangani sengketa perbankan syari`ah, padahal secara legal formal telah jelas bahwa berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 sengketa perbankan syari`ah menjadi kompetensi Pengadilan Agama. Termasuk didalam permasalahan ini adalah keluarnya SEMA No. 8 Tahun 2010 tentang Penegasan Tidak Berlakunya SEMA No. 8 Tahun 2008, yang tidak sejalan dengan undang-undang Peradilan Agama. Bertolak dari penjelasan yang telah dipaparkan diatas dan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya ketentuan perundang-undangan tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan asas-asas hukum yang berlaku, maka atas dasar itulah penulis merasa perlu untuk mengangkat permasalahan ini dengan judul Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari`ah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, Dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari`ah. A. Kompetensi Peradilan Agama PEMBAHASAN Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi orang-orang yang beragama islam, yang sebelumnya berdasarkan UU No. 7 Tahun 1989 hanya berwenang menyelesaikan perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, sekarang beradasarkan pasal 49 huruf I UU No. 3 Tahun 2006, kewenangan Pengadilan Agama diperluas, termasuk bidang ekonomi syari ah. Dengan adanya penegasan tentang perluasan kewenangan Pengadilan Agama melalui Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tersebut, juga dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum kepada Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perkara tertentu. 3 Landasan hukum positif penerapan hukum islam diharapkan lebih kokoh dengan adanya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 ini. a. Kompetensi Absolut Peradilan Agama. 3 Abdul Ghofur Anshori, Peradilan Agama di Indonesia, Pasca UU No. 3 Tahun 2006 : Sejarah, Kedudukan, dan Kewenangan, (Yogyakarta, UII Press, 2007), 50

Jurnal Ummul Qura Vol VIII, No. 2, September 2016 5 Adalah kekuasaan dan wewenang mengadili yang menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan. 4 Bidang-bidang yang menjadi kompetensi absolut Peradilan Agama secara tegas disebutkan dalam ketentuan UU No. 3 Tahun 2006 juncto UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, tertuang melalui pasal 49 dan pasal 51. b. Kompetensi Relatif Peradilan Agama. Adalah pemberian kekuasaan dan wewenang yang berhubungan dengan wilayah hukum kerja antar pengadilan dalam lingkungan badan peradilan yang sama, antar Pengadilan Agama dengan Pengadilan Agama, antar Pengadilan Negeri dengan Pengadilan Negeri, dan seterusnya. 5 Secara prinsip, penegakan hukum hanya dilakukan oleh kekuasaan kehakiman yang dilembagakan secara konstitusional yang biasa disebut lembaga yudikatif. Merujuk kepada Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, maka yang berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa perbankan syari`ah adalah Pengadilan Agama. 1. Hukum Kontrak a. Asas Hukum Kontrak Dalam buku III KUH Perdata dikenal lima macam asas hukum, yaitu; a) Asas Kebebasan Berkontrak. b) Asas Konsensualisme. c) Asas Pacta Sunt Servanda. d) Asas Itikad Baik. e) Asas Kepribadian (Personaliti) b. Syarat Sah Dalam Berkontrak Dalam hukum eropa continental, syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, dalam pasal ini ditentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu : 6 a) Adanya kesepakatan kedua belah pihak b) Kecakapan melakukan perbuatan hukum, c) Adanya objek perjanjian (onderwerp der overeenskomst), d) Adanya causa yang halal (geoorloofde oorzaak). 4 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, (Bandung, Mandar Maju, 1989), 8 5 Taufiq Hamami, Kedudukan dan Eksistensi,117 6 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia. (Jakarta, Sinar Grafika, 2008), 23

Jurnal Ummul Qura Vol VIII, No. 2, September 2016 6 2. Badan Arbitrase Syari`ah Nasional a. Kompetensi Arbitrase Kompetensi absolut dari lembaga arbitrase ditentukan oleh ada tidaknya perjanjian yang memuat klausul arbitrase baik berupa pactum de compromittendo ataupun acta compromise. 7 Dalam pasal 11 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan bahwa adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke forum litigasi. b. Basyarnas Sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari`ah Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, melalui pasal 58 menyebutkan bahwa upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan diluar pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. 8 Dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, melalui penjelasan pasal 55 ayat 2 juga menyebut tentang Badan Arbitrase Syari`ah Nasional (Basyarnas) sebagai salah satu alternatif lembaga penyelesaian sengketa perbankan syari`ah. Basyarnas sesuai dengan Pedoman Dasar yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah lembaga hakam yang bebas, otonom dan independen, tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan dan pihak-pihak manapun. Basyarnas adalah perangkat organisasi MUI sebagaimana Dewan Syariah Nasional (DSN), Lembaga Pengkajian Pengawasan Obat-obatan dan Makanan (LP- POM), Yayasan Dana Dakwah Pembangunan (YDDP). 1. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah berdasarkan UU No. 3 Tahun 2006 Secara prinsip, penegakan hukum hanya dilakukan oleh kekuasaan kehakiman yang dilembagakan secara konstitusional yang biasa disebut lembaga yudikatif. Diluar itu tidak dibenarkan, sebab tidak memenuhi syarat formal dan official dan bertentangan dengan prinsip under the authority of law. 9 Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum dan 7 Ahmad Djauhari, Arbitrase Syari ah 51 8 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 58 9 Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi, 235

Jurnal Ummul Qura Vol VIII, No. 2, September 2016 7 keadilan bagi orang-orang yang beragama islam, yang sebelumnya berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 hanya berwenang menyelesaiakan perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, sekarang beradasarkan pasal 49 huruf I Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, kewenangan Pengadilan Agama diperluas, termasuk bidang ekonomi syari ah. Dalam berperkara dihadapan Pengadilan Agama, maka harus merujuk kepada ketentuan-ketentuan yang tertuang didalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1989, juncto Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, juncto Undang- Undang No 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Pada bab IV Undang- Undang No. 7 Tahun 1989 menjelaskan tentang hukum acara yang berlaku di lingkungan Peradilan Agama yang terdiri dari pasal 54 sampai dengan pasal 91. Ketentuan yang paling sentral dalam bab IV terletak pada pasal 54. Dalam pasal ini menegaskan bahwa, hukum acara yang berlaku adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang secara khusus telah diatur dalam undangundang ini. 10 Untuk memulai dan menyelesaikan pemeriksaan persengketaan perkara perdata yang terjadi di antara anggota masyarakat, salah satu pihak yang bersengketa harus mengajukan permohonan pemeriksaan kepada pengadilan. Selama sengketa tidak diminta campur tangan pengadilan untuk mengadili, pengadilan tidak bisa berbuat apa-apa. Pengadilan dilarang mencampuri sengketa yang tidak diajukan kepadanya dan tidak boleh mencari perkara untuk diadili. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 pasal 55, yang menyatakan bahwa, tiap pemeriksaan perkara di pengadilan dimulai sesudah diajukan suatu permohonan atau gugatan.kemudian berdasar permohonan atau gugatan pihak-pihak yang berperkara dipanggil untuk menghadiri pemeriksaan disidang pengadilan. 11 2. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008. Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 penyelesaian sengketa perbankan syari`ah dapat dilakukan melalui dua jalur, yakni penyelesaian secara litigasi dan non litigasi. Pilihan penyelesaian sengketa secara litigasi dapat ditempuh melalui Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri, sedangkan penyelesaian secara non litigasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu alternatif penyelesaian sengketa (ADR) dan arbitrase. 10 Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama, UU No. 7 Tahun 1989, edisi kedua (Jakarta, Sinar Grafika, 2009), 182 11 Ibid, 185

Jurnal Ummul Qura Vol VIII, No. 2, September 2016 8 a. Litigasi Mengenai badan peradilan mana yang berwenang menyelesaikan perselisihan jika terjadi sengketa perbankan syari`ah sempat menjadi perdebatan, apakah menjadi kewenangan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama. Karena memang belum ada undang-undang yang secara tegas mengatur hal tersebut sehingga masing-masing mencari landasan hukum yang tepat. Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 telah ditegaskan bahwa Pengadilan Agama sebagai lembaga peradilan yang salah satunya berfungsi untuk menyelesaikan sengketa perbankan syari`ah sebagaimana tercantum dalam pasal 49 undang-undang tersebut. Lembaga peradilan ini harus memberikan jaminan kepastian dan ketertiban hukum, apalagi ini berkaitan dengan keyakinan keagamaan seorang muslim tentang keabsahan, kehalalan, kebersihan, dan kesucian kepemilikan/hak ekonomi seseorang. Perselisihan/sengketa yang terjadi dalam pelaksanaan akad harus diselesaikan oleh lembaga/badan/ peradilan syari`ah, oleh hakim yang menguasai syari`ah sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 pasal 49. Jika dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 mengamanatkan penyelesaian sengketa perbankan syari`ah kepada Pengadilan Agama, lain hal nya dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, selain mengamanatkan kepada Pengadilan Agama dalam undang-undang ini melalui pasal 55 ayat 2 beserta penjelasannya juga mengamanatkan kepada Pengadilan Negeri. Berdasarkan atas kedua undang-undang tersebut, maka badan peradilan yang berwenang memeriksa dan mengadili sengketa perbankan syari`ah adalah Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. b. Non Litigasi Penyelesaian sengketa perbankan syari`ah secara non litigasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu alternatif penyelesaian sengketa (musyawarah perbankan dan mediasi) dan arbitrase. KESIMPULAN Penyelesaian sengketa perbankan syari`ah berdasarkan Undang- Undang No. 3 Tahun 2006 hanya terdapat satu cara yaitu secara litigasi (langsung diajukan kepada Pengadilan Agama). Sedangkan penyelesaian sengketa perbankan syari`ah berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun

Jurnal Ummul Qura Vol VIII, No. 2, September 2016 9 2008 terdapat dua cara, yaitu secara non litigasi dan litigasi. Secara non litigasi, maka cara yang ditempuh adalah melalui arbitrase, musyawarah, dan mediasi. Sedangkan secara litigasi cara yang ditempuh melalui Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. DAFTAR PUSTAKA Arto, Mukti. Praktek Perkara Perdata, pada Pengadilan Agama. (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008) Asyhadie, Zaeni. Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005) Basir, Cik. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah: Di Pengadilan Agama & Mahkamah Syariah, cet. Ke-1 (Jakarta: Kencana, 2009) Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003) Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata, (Jakarta, Sinar Grafika, 1993) Harahap, Yahya. Arbitrase: Ditinjau dari Reglemen Acara Perdata (Rv), Peraturan Prosedur BANI, ICSID, UNCITRAL Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award, PERMA No. 1 Tahun 1990. Edisi kedua. (Jakarta, Sinar Grafika, 2004) Harahap, Yahya. Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama, UU No. 7 Tahun 1989, edisi kedua (Jakarta, Sinar Grafika, 2009) Harahap, Yahya. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Ed. Kedua, Cet. 4 (Jakarta.Sinar Grafika. 2004) Ibrahim, Jhonny. Teoridan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang, Bayumedia Publishing, Cetakan Pertama, 2006) Imron. Kamus Bahasa Indonesia. (Surabaya. Karya Ilmu. TT) Kamil, Ahmad dan M. Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007) Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta, Sinar Grafika, 2002) Widjaja, Gunawan. Hukum Arbitrase, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003) Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005)

Jurnal Ummul Qura Vol VIII, No. 2, September 2016 10 Zuhriah, Erfaniah. Pengadilan Agama di Indonesia, (Malang. UIN-Malang Press, 2008) PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, SEMA, & PERMA Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang No 3Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman SEMA No. 8 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah SEMA No. 8 Tahun 2010 tentang Penegasan Tidak Berlakunya SEMA No. 8 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah