BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam arti luas meliputi pengolahan hasil perikanan, peternakan, hortikultura, tanaman pangan, perkebunan dan kehutanan. Peternakan merupakan subsektor yang memberikan kesempatan kerja cukup besar bagi masyarakat, baik dalam kegiatan budidaya maupun pemasaran dan pengolahan hasilnya yang sebagian besar dilakukan dengan cara tradisional. Agribisnis peternakan merupakan segala aktivitas bisnis yang terkait dengan kegiatan budidaya ternak, industri hulu, industri hilir dan lembaga-lembaga pendukung. Agribisnis tersebut merupakan salah satu bidang yang sangat penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi dijadikan sebagai penggerak utama ekonomi nasional. Usaha budidaya peternakan adalah sebuah usaha yang hampir seluruhnya dilakukan oleh masyarakat desa yang kebanyakan merupakan masyarakat ekonomi lemah. Oleh karena itu, peternakan memiliki peran penting dan posisi yang sangat strategis dalam meningkatkan kehidupan masyarakat ekonomi lemah. Usaha peternakan bahkan mampu meningkatkan ekonomi pedesaan dan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat desa (Sutawi 2007). Meski belum menunjukkan adanya perkembangan yang optimal, peternakan sudah menunjukkan adanya perkembangan yang baik. Bahkan untuk jenis ternak ayam pedaging, baik ayam petelur (layer) maupun ayam pedaging (broiler), telah terjadi perkembangan yang luar biasa. Perunggasan kini bahkan telah berkembang menjadi sebuah industri modern terlengkap di sektor pertanian. Agribisnis perunggasan khususnya ayam pedaging merupakan yang paling maju di bidang peternakan. Industri perunggasan Indonesia merupakan bagian dari industri perunggasan global yang mengalami pertumbuhan luar biasa, tak hanya kuantitas tetapi juga kualitas. Agribisnis ayam pedaging merupakan usaha komersial yang dapat
dilakukan secara massal, intensif dan hemat lahan sehingga peningkatan produksinya dapat dilakukan dalam waktu relatif cepat dan murah dibandingkan dengan sumber protein hewan lainnya. Pesatnya produksi ayam pedaging selama ini dipacu oleh teknologi pemeliharaan yang relatif mudah, masa pemeliharaan yang singkat, konversi pakan yang efisien dan pemasaran yang mudah. Komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik karena didukung oleh karakteristik produk unggas yang mudah diterima oleh masyarakat Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2000 menurut Badan Pusat Statistik mencapai 206.264.595 jiwa dan masih tumbuh sekitar 1,4 persen per tahun merupakan sebuah pasar yang sangat potensial sebagai konsumen produk usahaternak unggas. Konsumsi rata-rata masyarakat terhadap hasil unggas khususnya daging ayam memiliki trend yang meningkat. Hal ini mengindikasikan konsumsi masyarakat akan hasil komoditas unggas semakin baik dan merupakan peluang bagi usaha dan industri perunggasan untuk mengembangkan usahanya (Sutawi 2007). Namun demikian, pengembangan industri peternakan saat ini menghadapi berbagai permasalahan, antara lain struktur industri peternakan yang masih tersekat-sekat dan belum menunjukkan keterkaitan yang kuat antara satu dan lain subsistem agribisnis peternakan. Idealnya, menurut pendekatan sistem agribisnis, setiap subsistem yang ada (subsistem penyediaan sarana produksi, produksi, pengolahan, pemasaran dan sarana pendukung) harus terpadu secara fungsional satu sama lain. Di dalam setiap subsistem tersebut juga masih terdapat permasalahan. Subsistem produksi misalnya, sering mengalami keterbatasan pasokan bahan baku pakan, sehingga harus impor dan ini menyebabkan tingginya biaya produksi. Agribisnis ayam pedaging juga merupakan bisnis yang penuh gejolak dan beresiko. Hampir setiap tahun dijumpai gejolak harga dengan intensitas yang berbeda dan selalu menempatkan peternak dalam posisi rawan. Siklus gejolak biasanya diawali dengan naiknya harga sarana produksi peternakan (sapronak) dan sering diikuti dengan turunnya harga jual produk. Naiknya sarana produksi menyebabkan peningkatan biaya produksi, tetapi menurunkan pendapatan peternak sampai di bawah ambang batas titik impas. Turunnya pendapatan peternak 2
yang berkepanjangan menyebabkan peternak menghentikan usahanya, hal ini mengakibatkan permintaan DOC (day old chicken) berkurang dan menyebabkan supply produk (daging ayam) menurun sehingga penawaran lebih rendah dari permintaan. Terganggunya supply-demand meningkatkan harga jual produk, sehingga menarik minat peternak untuk berusaha kembali dan akibatnya permintaan DOC naik. Demikian siklus tersebut dapat selalu terulang kembali yang menyebabkan ketidakstabilan agribisnis ayam pedaging (Sutawi 2007). Gejolak terbesar sepanjang sejarah agribisnis ayam pedaging terjadi sejak Juli 1997 berupa krisis moneter yang diikuti krisis ekonomi. Sebagai akibat kenaikan kurs dollar Amerika dari Rp 2.500,00/1 US$ (Juli 1997) menjadi Rp 8.000,00 Rp 11.000,00 (Januari-Maret 1998), maka harga pakan konsentrat naik Rp 39.500,00/zak menjadi Rp 89.500,00/zak (50 kg). Kenaikan harga pakan tentu saja menyebabkan kenaikan biaya produksi yang harus ditanggung peternak. Peningkatan biaya produksi ayam pedaging ini justru diperburuk dengan menurunnya daya beli masyarakat akibat naiknya harga sembilan bahan pokok, sehingga harga jual hasil peternakan pun menurun tajam. Harga ayam pedaging di pasaran hanya Rp 2.500,00/kg hidup. Komoditas agribisnis ternak unggas juga bergantung dari ketersediaan produk lain seperti pakan, dimana harga dan ketersediaan pakan tersebut mempengaruhi harga akhir dari ternak unggas yang dipelihara oleh peternak. Pakan memegang peranan penting dalam industri ternak unggas, selain karena merupakan bahan pokok untuk pertumbuhan dan perkembangan unggas sendiri, pakan mempunyai prosentase yang cukup tinggi dalam proses dan komposisi harga produksi. Ketidakstabilan agribisnis ayam pedaging menyebabkan terpuruknya usaha peternakan ayam, khususnya peternakan rakyat. Salah satu cara untuk menanggulangi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan pola kemitraan, seperti yang dilakukan oleh peternak ayam pedaging di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Di sini, peternak mengembangkan usaha peternakan ayam pedaging pola kemitraan inti plasma dengan PT Charoen Pokphand Indonesia. Untuk mengetahui kelayakan usaha peternakan tersebut perlu dilakukan suatu pengkajian yang diharapkan dapat 3
memberikan masukan kepada peternak dalam menjalankan usaha peternakannya dengan lebih optimal lagi. B. Perumusan Masalah Salah satu kendala pengembangan pola kemitraan adalah ketidakpuasan atas keuntungan yang diperoleh peternak. Peternak sebagai plasma merasa keuntungannya terlalu sedikit. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem manajemen usaha peternakan ayam pedaging melalui pola kemitraan dengan PT Charoen Pokphand Indonesia? 2. Bagaimana kelayakan usaha peternakan ayam pedaging melalui pola kemitraan dengan PT Charoen Pokphand Indonesia dilihat dari aspek teknis, aspek finansial dan sensitivitasnya terhadap perubahan feed conversion ratio (FCR)? 3. Bagaimana bentuk strategi pola kemitraan yang dilakukan peternak plasma di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor yang bermitra dengan PT Charoen Pokphand Indonesia? C. Tujuan Berdasarkan latar belakang kajian dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka disusun tujuan kajian untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap usaha peternakan melaui pola kemitraan. Secara spesifik tujuan kajian dapat dituliskan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi sistem manajemen usaha peternakan ayam pedaging melalui pola kemitraan dengan PT Charoen Pokphand Indonesia. 2. Menganalisis kelayakan usaha peternakan ayam pedaging melalui pola kemitraan dengan PT Charoen Pokphand Indonesia dilihat dari aspek teknis, aspek finansial dan aspek sensitivitasnya terhadap perubahan feed conversion ratio (FCR). 3. Menyusun strategi pola kemitraan yang dilakukan peternak plasma di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor yang bermitra dengan PT Charoen Pokphand Indonesia. 4
D. Kegunaan Hasil Pengkajian mampu memberikan manfaat, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pihak-pihak sebagai berikut: 1. Manfaat bagi pengkaji Kajian ini merupakan suatu kesempatan yang sangat baik dan berharga untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai usaha peternakan melalui pola kemitraan. 2. Manfaat bagi perusahaan Dapat dijadikan bahan informasi atau masukan bagi PT Charoen Pokphand Indonesia untuk membuat suatu kebijakan dalam diversifikasi usaha. 3. Manfaat bagi dunia pendidikan Menambah khasanah pengkajian mengenai usaha peternakan melalui pola kemitraan dan dapat dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengadakan kajian mengenai usaha peternakan melalui pola kemitraan. 5