BAB I PENDAHULUAN. upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan nasional

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya adalah perubahan yang terus-menerus yang merupakan kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat

hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Palutturi, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica

- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Oleh karena itu,

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya.

dalam terbitan Kementerian Kesehatan RI 2010).

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di

BAB I PENDAHULUAN. Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif)

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun itu terus meningkat, baik itu pada laki-laki maupun perempuan. Menurut The

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB II PENGATURAN MENGENAI KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merokok namun kurangnya kesadaran masyarakat untuk berhenti merokok masih

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 29/P/SK/HT/2008 TENTANG KAWASAN BEBAS ROKOK REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA,

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Rokok mengandung

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 188/MENKES/PB/I/2011 NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan. kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya.

PERATURAN DIREKTUR POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANGKA BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

Upaya Pengendalian Tembakau di Indonesia. Oleh Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Ph.D Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu (Kemenkes RI,

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KAWASAN TANPA ROKOK

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA TASIKMALAYA

KAWASAN TANPA ASAP ROKOK DAN TERBATAS MEROKOK

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI,

- 1 - BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi

WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

[PP NO.19/2003 (PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN)] December 22, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan tembakau bertanggungjawab terhadap sebagian besar kematian di seluruh dunia.

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

Kawasan Tanpa Rokok sebagai Alternatif Pengendalian Dampak Rokok bagi Masyarakat

I. PENDAHULUAN. Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara

LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia dan berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari TCSC (Tobacco Control Support Center) IAKMI (Ikatan Ahli. penyakit tidak menular antara lain kebiasaan merokok.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

BAB 1 PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh asap rokok orang lain (Harbi, 2013). Gerakan anti rokok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menganggap gagasan mereka mutlak benar atau sudah self evident.

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti kanker, memperlambat pertumbuhan anak, kanker rahim dan

BUPATI TABANAN BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

PROTOTIP RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA /BUPATI...,

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 70 Tahun : 2015

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1805/SK/R/UI/2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK UNIVERSITAS INDONESIA (KTR UI)

PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA PERATURAN DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA NOMOR : TAHUN... TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan masalah yang kompleks. Merokok tidak saja berhubungan

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok tampaknya telah menjadi kebiasaan banyak. seperti Indonesia bermunculan rokok-rokok terbaru yang setiap produk

BUPATI DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

BAB I PENDAHULUAN. tambahan (Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, 2009). Masalah utama. yang menjadi semakin tinggi tiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka, apa yang mereka pikirkan tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan dengan upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan nasional merupakan usaha meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkesinambungan. Upaya besar bangsa Indonesia dalam meluruskan kembali arah pembangunan nasional yang telah dilakukan menuntut reformasi total kebijakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan pada hakikatnya adalah perubahan yang terus-menerus yang merupakan kemajuan dan perbaikan menuju ke arah tujuan yang ingin dicapai (Depkes, 1999) Penelitian menunjukkan bahwa kesehatan individu atau masyarakat lebih banyak bergantung pada pilihan gaya hidup ketimbang unsur bawaan keluarga. Aktivitas yang dianggap sebagai perilaku berisiko terhadap kesehatan yaitu pemakaian tembakau, minum alkohol berlebihan, penggunaan obat terlarang, dan aktivitas seksual yang tidak aman. Popularitas rokok menjadi fenomena abad ke - 20. Jumlah perokok melonjak sejak awal tahun 1900-an tidak lama setelah diperkenalkannya teknologi produksi massal yang baru ditambah dengan gencarnya kampanye periklanan (Litin, 2003) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan menjelaskan bahwa rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan atau dihirup asapnya, termasuk rokok

kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan. Beberapa penyakit yang ditimbulkan akibat merokok antara lain gangguan impotensi dan beberapa jenis kanker. Baik perokok itu sendiri maupun orang yang tidak merokok namun terpapar asap rokok. Menurut survei Global Youth Tobacco Survey (GTS) Indonesia pada tahun 2006 sebanyak (81,6%) pelajar usia SMP di Jakarta tercemar asap rokok di luar rumah, ironisnya, di dalam rumahpun mereka punya pengaruh yang besar untuk tercemari. Data terkini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara terbesar mengkonsumsi rokok menempati urutan ke-5 di dunia. Jumlah perokok di Indonesia mencapai (34,5%) pada tahun 2004 atau sekitar 60 juta jiwa (Aditama, 2006) Menurut WHO (2008) dalam lima tahun terakhir posisi Indonesia diantara negara-negara dengan jumlah perokok terbanyak didunia telah bergeser dari negara ke-5 menjadi negara ke-3 terbanyak di dunia dengan jumlah perokok 65 juta orang atau 28% per penduduk, diperkirakan 225 miliar batang rokok yang dihisap per tahun. Menurut World Health Organisation (WHO, 2003), prevalensi perokok tiap hari pada lima provinsi tertinggi ditemukan di Provinsi Kalimantan Tengah (36,0%), diikuti dengan Kepulauan Riau (33,4%), Sumatera Barat (33,1%), Nusa Tenggara Timur dan Bengkulu masing-masing (33%) dan Provinsi Aceh sebesar (31,9%) (Kemenkes, 2010). Prevalensi penduduk umur 15 tahun ke atas yang merokok tiap hari sebesar (28,2%). Rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap

tiap hari lebih dari separuh (52,3%) perokok adalah 1-10 batang dan sekitar (20%) sebanyak 11-20 batang per hari (Riskesdas, 2010) Masalah rokok pada hakikatnya sudah menjadi masalah nasional bahkan internasional. Dampaknya menyangkut bidang ekonomi dan kesehatan manusia. Perilaku merokok tidak hanya merugikan perokok, tetapi juga orang yang ada di sekitarnya yang bukan perokok (perokok pasif). Rokok merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Diperkirakan hingga menjelang 2030 kematian akibat merokok akan mencapai 10 juta per-tahunnya dan di negaranegara berkembang diperkirakan tidak kurang sekitar 70% kematian yang disebabkan oleh rokok (Kemenkes RI, 2011) Dari sudut ekonomi, di satu pihak memang jelas penjualan rokok akan meningkatkan devisa negara. Tetapi dipihak yang lain harus pula dihitung kerugian yang ditimbulkannya secara ekonomis. Para ahli Bank Dunia memperkirakan kerugian bersih akibat konsumsi rokok di dunia mencapai angka 200 trilyun dollar AS pertahun. Separuh kerugian ini terjadi di negara berkembang. Perhitungan para ahli, setiap konsumsi tembakau 1.000 ton akan terjadi kerugian ekonomi dunia sebanyak 27,2 juta dollar AS (Aditama, 2001) Dari aspek kesehatan, merokok sangat tidak memberi manfaat bagi pemakainya. Rokok mengandung 4000 zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan, seperti nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik, bahkan juga formalin (TCSC, 2012) Asap rokok tidak hanya menyerang para perokok saja, melainkan juga menyerang orang-orang yang ada di sekitar perokok oleh karena terhirup asap

rokok (perokok pasif). Konsentrasi zat berbahaya didalam tubuh perokok pasif lebih besar karena racun yang terhisap melalui asap rokok perokok aktif tidak terfilter. Sedangkan racun rokok dalam tubuh perokok aktif terfilter melalui ujung rokok yang dihisap (WHO, 2008) Kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia masih menimbulkan perdebatan yang panjang, mulai dari hak asasi seorang perokok, fatwa haram merokok di tempat umum sampai dengan dampak anti rokok terhadap perekonomian dan tenaga kerja di Indonesia. Kebijakan merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok (Prabandari, 2009) Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) bekerjasama dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan World Health Organization (WHO) Indonesia melaporkan empat alternatif kebijakan yang terbaik untuk pengendalian tembakau, yaitu menaikkan pajak (65% dari harga eceran), melarang bentuk semua iklan rokok, mengimplementasikan 100% kawasan tanpa rokok di tempat umum, tempat kerja, tempat pendidikan, serta memperbesar peringatan merokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada bungkus rokok (Prabandari, 2009) Salah satu upaya untuk mengatasi masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh asap rokok atau perilaku merokok yang salah diperlukan kegiatan pemberdayaan masyarakat atau program yang bisa melindungi perokok pasif. Kegiatan itu adalah dengan membentuk suatu kawasan yang bebas dari asap rokok

(TCSC, 2012) Negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan beberapa negara di Eropa mulai gencar menerapkan KTR secara efektif, sebagai contoh yaitu Australia saat ini sedang menggodok aturan pencabutan SIM kepada pengendara yang sedang merokok dikendaraannya dan didalamnya ada anak berumur di bawah 16 tahun. Pemerintah Kota New York mengeluarkan Undang-undang Bebas Asap Rokok pada tanggal 30 Desember 2002 yang mengatur tentang KTR termasuk di restoran. Beberapa negara di kawasan Asia tenggara juga sangat ketat dalam melaksanakan KTR di wilayahnya (TCSC, 2012) WHO mengadakan Sidang Majelis Kesehatan Dunia ke 56 pada bulan Mei 2003 yang dihadiri 191 negara anggota dari WHO, dengan suara bulat mengadopsi Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau/Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC ini berlaku efektif sejak tanggal 27 Februari 2005. Pemerintah mempunyai kewajiban dan kewenangan untuk melindungi masyarakat, dan yang merupakan pokok-pokok kebijakan FCTC seperti peningkatan cukai, larangan iklan menyeluruh, penerapan KTR, peringatan kesehatan dalam bentuk gambar, program berhenti merokok dan pendidikan masyarakat (TCSC, 2012) Namun, Indonesia hingga saat ini menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum menjadi peserta FCTC, sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum menandatangani dan meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Rata-rata perokok menghabiskan 10-11 batang per hari di tahun 2004 (TCSS-IAKMI, 2008)

Salah satu terobosan penting yang dilakukan oleh pemerintah baru-baru ini adalah perumusan Memorandum Of Understanding (MOU) antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan yang menekankan pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri dituangkan dalam surat bernomor 188/MENKES/PB/I/2011 dan Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa rokok. Peraturan bersama ini sebenarnya sudah menyebutkan adanya sanksi bagi pihak pelanggar, namun masih perlu diperkuat dengan petunjuk operasional dan konsistensi implementasinya dilapangan (TCSC, 2012) Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta dan Swisscontact Indonesia Foundation bekerja sama dengan Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI), menunjukkan bahwa (98%) responden menyatakan dukungannya terhadap peraturan Kawasan Dilarang Merokok (KDM), diikuti dengan (93%) responden menyatakan telah mengetahui adanya Peraturan Daerah ini. Saat ini kebijakan larangan merokok di tempat umum di Indonesia menjadi kebijakan daerah, meskipun belum semua daerah sudah membuat kebijakan ini. Ada pula beberapa kabupaten kota yang membuat semacam peraturan dari walikota atau bupati, namun hal ini belum terlalu kuat dalam penerapan sanksi dan juga implementasinya (TCSC, 2012) Penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebenarnya selama ini telah banyak diupayakan oleh berbagai pihak baik lembaga/institusi pemerintah maupun swasta dan masyarakat. Namun pada kenyataannya upaya yang telah

dilakukan tersebut jauh tertinggal dibandingkan dengan penjualan, periklanan/promosi dan atau penggunaan rokok (Juanita, 2011) Kesehatan merupakan hak azasi manusia yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Amanat Undang- Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 115, menetapkan Kebijakan KTR. KTR adalah area atau ruangan yang dilarang untuk melakukan kegiatan seperti produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau penggunaan rokok. Tujuannya adalah agar dapat melindungi kesehatan masyarakat dilingkungan dengan memastikan bahwa tempat-tempat yang umum bebas dari jangkauan asap rokok. Adapun tempat-tempat umum yang dimaksud meliputi : a) fasilitas tempat pelayanan kesehatan, b) tempat belajar mengajar, c) tempat bermain anak, d) tempat ibadah, e) angkutan umum, f) tempat kerja, serta g) tempat-tempat yang telah ditentukan. Dasar hukum kawasan tanpa rokok di Indonesia cukup banyak, yaitu Undang-Undang No. 23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, UU No.8/1999 tentang perlindungan konsumen, UU No. 23/2002 tentang perlindungan anak, UU No. 32/2002 tentang penyiaran, Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 41/1999 tentang pengendalian pencemaran udara, PP RI No. 19/2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 459/MENKES/INS/VI/1999 tentang kawasan bebas rokok pada sarana kesehatan. dan Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 4/U/1997 tentang lingkungan sekolah bebas rokok. KTR merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu, masyarakat, parlemen, maupun pemerintah untuk melindungi generasi

sekarang maupun yang akan datang. Komitmen bersama dari berbagai elemen akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan KTR. Hanya Undang-Undang atau PERDA KTR yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi bukan perokok terhadap paparan asap rokok orang lain (TCSC, 2012) Undang-Undang/PERDA tentang lingkungan Bebas Asap Rokok memiliki kekuatan untuk melindungi masyarakat dari kesakitan dan kematian akibat paparan asap rokok orang lain. Lingkup undang-undang bervariasi antar negara, sebagian merupakan peraturan di tingkat nasional yang berlaku untuk seluruh wilayah negara, sementara beberapa negara lain memiliki UU Bebas Asap Rokok di tingkat negara bagian. Sesuai PP 19/2003 yang masih berlaku di Indonesia sampai saat ini, kewenangan untuk membuat UU Kawasan Tanpa Rokok berada pada pemerintah daerah dalam bentuk PERDA. Di beberapa wilayah di Indonesia KTR sudah berjalan dengan baik, misalnya Kota Bandung dengan Perda No. 03 Tahun 2005, Kota Bogor dengan Perda No. 08 Tahun 2006, Kota Palembang dengan Perda No. 07 Tahun 2009, Kota Padang Panjang dengan Perda No. 08 Tahun 2009, Kota Surabaya dengan Perda No. 05 Tahun 2008 dan Peraturan Walikota (Perwali) No. 25 tahun 2009, Provinsi D.I Yogyakarta dengan Peraturan Gubernur Provinsi Yogyakarta No. 42 Tahun 2009, serta beberapa daerah lainnya. Pemerintah Daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Saat ini Kota Medan sudah memiliki Perda No. 03 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Penetapan KTR bertujuan: a) terciptanya ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat; b) memberikan perlindungan kepada masyarakat dari

dampak buruk rokok baik langsung maupun tidak langsung; dan menciptakan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. Peraturan mengenai KTR juga terdapat dalam Undang-Undang RI tentang Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 BAB VIII pasal 29 ayat 1 bagian m, n dan t, serta ayat 2 dan 3. Menyebutkan (m) menghormati dan melindungi hak-hak pasien, (n) melaksanakan etika Rumah Sakit, (t) memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok. Ayat (2) menyebutkan; Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi admisnistratif berupa: a). teguran; b). teguran tertulis, atau c). denda dan pencabutan izin rumah sakit. Ayat (3) menyebutkan; Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan atau sering disingkat RSUPM beralamat di Jl. Prof. HM Yamin SH No. 47 Medan yang merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan di Kota Medan yang berstatus milik pemerintah Kota Medan. RSU Dr. Pirngadi Kota Medan didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan nama GEMENTE ZIEKEN HUIS pada tanggal 11 Agustus 1928. Bidang manajemen RSUD Dr Pringadi Medan (RSUDPM) membuat suatu aturan seperti larangan merokok, larangan penjualan rokok, serta diberlakukannya tulisan- tulisan dilarang merokok pada setiap ruangan di dalam lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen menggerakkan petugas keamanan (satpam) untuk ikut melakukan sosialisasi penerapan kawasan tanpa rokok. Tugas dari para satpam

adalah menegur secara halus/sopan kepada setiap pengunjung dan keluarga pasien yang merokok untuk tidak merokok (metrosiantar, 2014) Menurut hasil observasi peneliti, RSUD Dr. Pirngadi Medan telah melaksanakan kawasan tanpa rokok yang di mulai dengan sebuah himbauan dan tanda-tanda/simbol larangan merokok. Terlihat dari beberapa lokasi rumah sakit terdapat poster-poster di beberapa ruangan rumah sakit, serta spanduk larangan merokok pun terpajang di kantin rumah sakit meskipun kantin itu sendiri masih saja menjual rokok. Para pegawai rumah sakit mengaku bahwa KTR telah dilaksanakan di rumah sakit tersebut. Namun masih terlihat jelas di beberapa lokasi/ruangan yang digunakan sebagai tempat untuk merokok belum dapat dikatakan layak/memenuhi syarat sebagai ruangan khusus merokok, karena dapat kita lihat jelas dari ventilasi, pintu yang sering terbuka, serta sampah puntungan rokok yang masih saja dibuang sembarangan. Alur pemikiran dari dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya kebijakan mengenai kawasan tanpa rokok serta sarana dan prasarana dapat mendukung terjadinya sebuah proses-proses seperti penyuluhan dan serta sebuah sanksi yang tegas yang kemudian akan mendukung terjadinya implementasi kawasan tanpa rokok. Narasumber dimintai keterangannya mengenai pengetahuannya terhadap ada atau tidak adanya kebijakan-kebijakan KTR khususnya bagi rumah sakit sehingga nantinya dari hasil penelitian atas pengetahuan mereka maka dapat diketahui sejauh mana mereka berperan dalam

kebijakan KTR terhadap pengimplementasian kebijakan tersebut serta bagaimana komitmen mereka terhadap implementasi KTR tersebut. Namun jelas terlihat di RSUD Dr. Pirngadi Medan bahwa penegasan dalam bentuk sanksi bagi para pelanggar kebijakan belum sampai kepada sanksi yang tegas. Dari pembahasan di atas, maka perlu adanya analisis implementasi KTR di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan untuk mengetahui sejauh apa pelaksanaan KTR telah di laksanakan serta untuk mengetahui seberapa besar dukungan agar dapat memperkuat pelaksanaan KTR agar dapat dijadikan sebagai suatu program. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana implementasi kebijakan KTR di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pingadi Kota Medan Tahun 2014? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi atau pelaksanaan kebijakan KTR (Kawasan Tanpa Rokok) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2014. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan untuk menambah pengetahuan tentang kawasan tanpa rokok

2. Dapat sebagai masukan dan informasi bagi RSUD Dr. Pirngadi Medan untuk menanggulangi masalah rokok 3. Bagi RSUD Dr. Pirngadi Medan dapat sebagai rancangan strategi menciptakan kawasan tanpa rokok di rumah sakit tersebut