Bagi sebagian orang yang baru berangkat dewasa bahkan yang sudah. melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kenakalan remaja adalah perilaku jahat secara social pada anak-anak dan

DAN LINGKUNGAN PERGAULAN DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

-.- BABI PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

Remaja Pertengahan (15-18 Tahun)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

Dalam era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan informasi yang

I. PENDAHULUAN. Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan mahluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BABI. Kehidupan modem saat ini belum memungkinkan orangtua. sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada anak. Kebutuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, namun cenderung rasa penasaran itu berdampak negatif bagi remaja,

BAB II LANDASAN TEORI. oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

INDONESIA. Disusun Oleh : Mardhiana Setyaningrum Kelas D PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BABI PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masyarakat dikejutkan dengan persoalan-persoalan yang

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd

Rio Jamaludin F

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2016 HUBUNGAN ATTACHMENT ANAK TERHADAP ORANGTUA DAN PEER PRESSURE DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMAN 1 SUKATANI PURWAKARTA

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN KOMUNIKASI KELOMPOK DENGAN RESOLUSI KONFLIK PADA SISWA SLTA S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Pendahuluan. Masa remaja secara psikologi merupakan masa peralihan dari masa anak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial. Dalam kenyataannya, kenakalan remaja merusak nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak menuju masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (2007) adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seseorang dalam hidup bermasyarakat dan sebagai prasyarat kehidupan. Pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BABI PENDAHULUAN. Masa tua adalah bagian dari kehidupan. Namun demikian, tidak semua

BABI. PENDAillJLUAN. Ketika anak mulai menginjak masa awal kanak-kanak (2-6 tahun), anak

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. digolongkan pada individu yang sedang tumbuh dan berkembang (Yusuf,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja lainnya yang menyebabkan terhambatnya kreatifitas siswa.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja berasal dari bahasa latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Jenis Kelamin Tahun Agustus Agustus

Transkripsi:

BABI PENDAHULUAN

1 BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar BeJakang Masalah Bagi sebagian orang yang baru berangkat dewasa bahkan yang sudah melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka. Kenangan saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan; baik ataupun buruk. Sementara banyak orangtua yang memiliki anak berusia remaja merasakan bahwa usia remaja adalah waktu yang sulit. Hal ini disebabkan karena pada saat ini remaja mengalami berbagai perubahan, tidak hanya perubahan hormonal tetapi juga perubahan emosional. Perkembangan hormon memberikan stimulasi pada badan anak sedemikian rupa, sehingga anak merasakan adanya rangsangan-rangsangan tertentu, yang menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa tidak tenang dalam dirinya. Misalnya, remaja pria mulai memperlihatkan perubahan suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan meningkatnya hormon testosterone, sedangkan pada remaja wanita, perubahan yang seringkali tampak adalah membesarnya buah dada atau disebut dengan payudara dan timbulnya menstruasi sebagai tanda terbentuknya hormon estrogene dan progesterone (2002, Remaja, para. 3). Seiring dengan tingginya perubahan hormon, emosi pada remaja pria dan remaja wanita pun meningkat terutama disebabkan karena tekanan-tekanan sosial dan kondisi baru yang dialami. Orangtua remaja seringkali masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, padahal remaja tidak ingin diperlakukan lagi sebagai

2 diperlakukan lagi sebagai anak-anak oleh karena itu, pada masa ini remaja dan orangtuanya kerapkali mengalami konflik. Selama masa kanak-kanak, remaja kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan tersebut sehingga stres dan frustasi mudah tetjadi (Hurlock, 1999:212-213)... Pada saat yang sarna, remaja harus menyesuaikan diri dengan kelompok sebaya. Remaja mengalami perubahan dalarn perilaku so sial, pengelompokan sosial dan remaja mulai mengembangkan nilai-nilai baru yang berkenaan dengan dukungan dan penolakan sosial Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan ternan-ternan sebaya sebagai ke1ompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh ternan-ternan sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang sarna dengan pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Demikian juga apabila anggota kelompok mencoba minum alkohol, obat-obat terlarang atau rokok, remaja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan perasaan mereka sendiri (Hurlock, 1999:213). Pergaulan bebas yang sedang marak belakangan ini mempunyai dampak yang negatif di kalangan para remaja. Banyak remaja terlibat dalarn tawuran atau perkelahian, mengkonsumsi narkoba dan melakukan seks bebas yang semuanya ini biasanya disebut dengan kenakalan remaja (juvenile de/iquency). Menurut Arifin (dalam Suara Merdeka, 1996), data di kepolisian Daerah Metro Jaya selama lima tahun terakhir (1991-1995) menunjukkan jumlah pelajar yang tewas

3 akibat perkelahian adalah 52 orang dengan total kurang lebih 600 kasus. Sejumlah kenakalan remaja. (juvenile delinquency) selain penggunaan narkoba dan perkelahian, adalah perilaku seksual di luar nikah yang sebagian disebabkan karena pengaruh lingkungan atau kelompok, imitasi dan. kurangnya komunikasi yang sehat antara orangtua dengan anak (Kompas, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Haditono ( dalam Monks, Knoers, & Haditono, 1998:385) menemukan bahwa motif melakukan kenakalan remaja yang. paling banyak adalah mengikuti ajakan ternan, berusaha mencapai keinginan (emosi yang tidak terkontrol), dan mencari pelarian karena keadaan rumah yang tidak menyenangkan atau kurang kasih sayang. Remaja-remaja seperti ini biasanya tidak mampu untuk berkata "tidak" terhadap suatu hal yang ditawarkan oleh ternan sebaya mereka. Banyak studi yang telah dilakukan oleh universitas dan lembaga penelitian di negara maju berkaitan dengan peer pressure (tekanan kelompok) dengan kebiasaan merokok, penggunaan alkohol, narkoba, serta hubungan seksual yang dilakukan oleh remaja. Hasil pene1itian mengungkapkan bahwa semua itu berkaitan dengan kemampuan remaja yang bersangkutan untuk bersikap asertif (2002, Asertifkah kifa, para. 4). Yang dimaksud dengan sikap asertif adalah kecenderungan respon yang muncul dalam bentuk ekspresi perasaan-perasaan, pikiran, emosi terhadap perilaku asertif seperti: mampu mengekspresikan perasaan-perasaan positif dan negatif secara wajar sesuai dengan situasi yang ada, menyatakan kesetujuan dan ketidaksetujuan terhadap suatu hal dengan tepat dan tanpa rasa cemas, serta mempertahankan hak pribadi dan menghargai hak asasi orang lain.

4 Untuk dapat menumbuhkan sikap asertif remaja, faktor keluarga sangat berpengaruh melalui penerapan pola asuh. Faktor terpenting yang terkandung dalam pol a asuh di keluarga adalah cara orangtua menanamkan nilai-nilai moral pada remaja sejak mereka masih kecil, keterlibatan orangtua dalam permasalahan yang dihadapi anak, dan komunikasi yang teijadi dalam keluarga. Menurut Gordon (1996:14-23, 264-268) ada tiga macam bentuk pola asuh orangtua yang dapat diterapkan kepada anak-anak, antara lain: (a) pola asuh otoriter, yaitu orangtua mendidik anak secara keras, penuh disiplin yang tidak dapat diterima anak dan cenderung dipaksakan, penuh aturan-aturan dan larangan-larangan yang pada prinsipnya membatasi ruang kehidupan anak, (b) pol a asuh demokratis, yaitu orangtua mengasuh anak-anak dengan menerapkan sistem komunikasi yang baik dengan cara berdialog atau berdiskusi antara anak dengan orangtua, (c) pola asuh permisif, yaitu orangtua mendidik anak tanpa adanya batasan atau aturan yang bersifat mengikat, bahkan terkesan bebas. Masing-masing pola asuh memberikan dampak yang berbeda pada asertif anak. Misalnya, pola asuh yang demokratis, yakni orangtua mengasuh anak-anak mereka dengan penuh kasih sayang tetapi tidak dengan cara memanjakan mereka, sehingga membuat remaja mampu bersikap asertif ketika berhadapan dengan kelompok sebaya. Mereka dapat berkata tidak untuk ajakan yang bersifat negatif. Di samping itu, anak-anak yang dididik secara demokratis juga akan mempunyai pengertian yang benar tentang apa yang menjadi hak mereka dan dapat mengkomunikasikan segala keinginannya secara wajar dan tidak memaksakan kehendak orang lain (Gordon, 1996: 287).

5 Selain faktor pola asuh orangtua yang mempengaruhi sikap asertif remaja, perbedaan gender menurut Massong (1982:591-596), merupakan faktor yang mempengaruhi sikap asertif. Massong mengatakan bahwa adanya tuntutan dan norma masyarakat menjadikan pria harus lebih mandiri, aktif, dorninan, rasional, percaya diri dan bersifat melindungi wanita. Menurut Koencoro (dalam Achmad, 1988:23) dan Suseno & Reksosusilo (1983:18), dalam budaya Jawa yang menekankan prinsip kerukunan dan keselamatan sosial, anak sejak kecil telah. dilatih untuk berafiliasi dan konforrnis, lebih-lebih pada anak wanita yang dituntut untuk bersikap pasif, dan menerima apa adanya atau pasrah. Mengingat budaya memperlakukan anak pria dan wanita secara berbeda, maka sikap asertif antara pria dan wanita mungkin berbeda pula. Pria cenderung lebih asertif dibandingkan dengan wanita. Hanya saja yang patut dipertanyakan adalah apakah pandangan tersebut masih belum berubah, mengingat arus globalisasi yang mempengaruhi perubahan norma dan budaya setempat serta adanya perkembangan emansipasi wanita yang memungkinkan kaum wanita untuk lebih dapat mengekspresikan emosinya dan meraih segala sesuatu seperti pria. Oleh karena itu, perlu adanya studi untuk menguji kembali anggapan bahwa pria lebih asertif daripada wanita saat ini. Mengingat bahwa sikap asertif remaja dapat dipengaruhi oleh pola asuh orangtua dan adanya dugaan bahwa terdapat perbedaan sikap asertif berdasarkan gender, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian ini.

6 1.2. Batasan Masalah Agar masalah penelitian ini lebih terfokus, maka penelitian ini hanya menguji perbedaan sikap asertif remaja ditinjau pola asuh orangtua dan gender. Dengan demikian jenis pene1itian ini adalah penelitian komp.aratif. Sikap asertif dibatasi pengertiannya pada kecenderungan respon yang muncul dalam bentuk ekspresi perasaan-perasaan, pikiran, emosi terhadap perilaku asertif seperti: mampu mengekspresikan pemsaan-perasaan positif dan. negatif secara wajar sesuai dengan situasi yang ada, menyatakan kesetujuan dan ketidaksetujuan terhadap suatu hal dengan tepat dan tanpa rasa cemas, serta mempertahankan hak pribadi dan menghargai hak asasi orang lain. Sedangkan jenis-jenis pola asuh orangtua dibatasi pada tiga pola yaitu : (1) pola asuh otoriter, di mana orangtua akan mendidik anaknya secara keras, penuh disiplin yang tidak dapat diterima anak tetapi dipaksakan, penuh dengan aturan-aturan dan larangan-larangan yang pada prinsipnya membatasi ruang kehidupan anak, (2) pola demokratis, di mana orangtua akan mengasuh anak-anak dengan menerapkan sistem komunikasi yang baik dengan cara berdialog atau berdiskusi antara anak dengan orangtua, (3) pola asuh permisif, pada pola asuh ini orangtua akan mendidik anak tanpa adanya batasan dan aturan yang bersifat mengikat, bahkan terkesan bebas. Agar wilayah penelitian ini menjadi jelas maka populasi dalam penelitian ini dibatasi pada remaja pria dan wanita kelas II di SMUN 10 Surabaya, yang berusia 16-18 tahun.

7 1.3. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah dan batasan masalah maka dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut: Apakah ada perbedaan sikap asertif remaja yang sigoifikan ditinjau pola asuh orangtua dan gender? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada perbedaan sikap asertif remaja yang signifikan ditinjau dari pola asuh orangtua dan gender. 1.5. Manfaat Penelitian 1 Manfaat T eoritis : Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu psikologi perkembangan remaja, khususnya mengenai perkembangan so sial remaja yakni sikap asertif remaja yang dikaitkan dengan pola asuh orangtua dan gender. 2 Manfaat Praktis : a. Bagi orangtua, jika penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada sikap asertif remaja ditinjau dari pola asuh orangtua dan gender, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman pada orangtua remaja bahwa pola asuh dan perlakuan mereka terhadap anak dapat mempengaruhi seorang anak dalam bersikap asertif.

8 b. Bagi remaja, jika penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada sikap asertif remaja ditinjau dari pola asuh orangtua dan gender, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan tentang bagaimana sikap asertif itu terbentuk. Remaja dapat melihat bahwa sikap asertif itu bisa dipengaruhi oleh faktor keluarga, khususnya persepsi mereka sendiri pada pola asuh orangtua. Selain itu, remaja diharapkan dapat menyadari adanya perbedaan pandangan sikap asertif antara. remaja pria dan waruta. c. Bagi peneliti selanjutnya, jika penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada sikap asertif remaja ditinjau dari pola asuh orangtua dan gender, maka peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan populasi yang berbeda supaya hasilnya dapat digeneralisasikan secara lebih meluas.