BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIK. Katolik Soegidjapranata Semarang dengan judul Perbedaan motivasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. angka-angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data serta

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja menurut Elizabeth B Hurlock, (1980:25) merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

MENGEMBANGKAN SELF CONCEPT SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat. Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

PENTINGNYA KONSEP DIRI POSITIF DAN PENGALAMAN MENGIKUTI BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN MOTIVASI BERPRESTASI

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, terutama dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Individu mulai mengenal orang lain di lingkungannya selain keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

SKALA PENELITIAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan secara umum bertujuan untuk membentuk generasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Langgeng Wening Puji, 2016

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti alatalat

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia. Pendidikan akan

budaya, alam sekitar, dan meningkatkan pengetahuan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

BAB I PENDAHULUAN. potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran (Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keinginannya, sehingga hal yang tidak dapat ditinggalkan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan

PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyar

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No.

STUDI TENTANG FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI I TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa Remaja merupakan suatu fase transisi dari anak-anak menjadi dewasa

PENGARUH AKTIVITAS SISWA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRA KURIKULER DAN KEDISIPLINAN MENGIKUTI KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR

PENGARUH KEMAMPUAN DASAR GURU DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH SURUH TAHUN AJARAN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Paling (dalam Abdurrahman, 1999 : 252) mengemukakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB II LANDASAN TEORI. kebutuhan ini tercermin dengan adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan bagi bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dalam segi

BAB II LANDASAN TEORI

A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN. FEAR of SUCCESS PADA WANITA BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. dicapai demi tercapainya tujuan. Masalah pendidikan telah disebutkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. antara sekianbanyak ciptaan-nya, makhluk ciptaan yang menarik, yang

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah secara

BAB I PENDAHULUAN. terduga makin mempersulit manusia untuk meramalkan atau. dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.

BAB II KAJIAN TEORITIK

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah karyawan yang relatif banyak dan memiliki karakteristik pola

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tujuan. Hal senada dikemukakan oleh David C.McClelland. McClelland. Sebenarnya inti teori motivasi yang dikemukakan oleh David

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masa depan pembangunan bangsa mengharapkan penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan profesionalisasi dan sistem menajemen tenaga kependidikan serta

BAB I PENDAHULUAN. sekolah serta sarana dan prasarana sekolah. mencapai tujuan pembelajaran. Motivasi dalam kegiatan belajar memegang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah ( Menurut UU No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat,bangsa dan negara. Pendidikan diarahkan untuk dapat. menciptakan sumber yang berkualitas dengan segala aspeknya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah diharapkan mampu. memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif kepada para siswa guna

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan efesien

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

Transkripsi:

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIK A. Tinjauan Pustaka Berdasarkan penelusuran yang peneliti lakukan terhadap hasil kajian penelitian yang ada sebelumnya, ditemukan beberapa hasil peneliti dalam bentuk skripsi dan jurnal yang relevan dengan permasalahan yang peneliti angkat, yaitu : Pertama, skripsi Wiwiet Prasetyanti, Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegidjapranata Semarang dengan judul Perbedaan motivasi berpresatasi di desa dan di kota ditinjau dari kepercayaan diri pada remaja. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi, yang berarti remaja yang memiliki kepercayaan diri tinggi cenderung memiliki motivasi berprestasi yang tinggi pula, sedangkan remaja yang memiliki kepercayaan diri yang rendah cenderung memiliki motivasi berprestasi yang rendah pula. Dari hasil penelitian diatas diketahui bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi, yang berarti remaja yang memiliki kepercayaan diri tinggi cenderung memiliki motivasi berprestasi yang tinggi pula, sedangkan remaja yang memiliki kepercayaan diri yang rendah cenderung memiliki motivasi berprestasi yang rendah pula. Karena penelitian tersebut belum menjelaskan dari segi latar

9 pendidikan, oleh karenanya fokus penelitian ini berdasarkan latar pendidikannya yaitu mahasiswa yang berasal dari Pesantren dan nonpesantren. Kedua, jurnal I Wayan Dwija, Jurusan Ilmu Pendidikan STKIP Agama Hindu Amlapura dengan judul Hubungan Antara Konsep Diri, Motivasi Berprestasi dan Perhatian Orang Tua Dengan Hasil Belajar Sosiologi Pada Siswa Kelas II Sekolah Menengah Atas Unggulan di Kota Amlapura. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri, motivasi berprestasi, perhatian orang tua dan hasil belajar sosioligi, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Ketiga, jurnal Renci, Lucia Rini Sugiarti, Fakultas Psikologi Universitas Khatolik Soegidjapranata dengan judul Dukungan Sosial, Konsep Diri dan Prestasi Belajar Siswa SMP Kristen YSKI Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial dan konsep diri pada siswa mempengaruhi prestasi belajar siswa tersebut. Jika dukungan sosial dan konsep diri siswa ditingkatkan maka prestasi belajar siswa pun dapat mengalami peningkatan. Dari ketiga penelitian diatas semuanya meneliti hubungan konsep diri dan motivasi berprestasi, serta pengaruh latar belakang tempat tinggal. Jadi belum ada penelitian yang meneliti perbedaan konsep diri dan motivasi berprestasi mahasiswa yang memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda.

10 Oleh karenanya akan dilakukan penelitian terkait dengan hal tersebut yang akan dituangkan dalam judul Perbedaan Konsep Diri dan Motivasi Berprestasi Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang Berasal dari Pesantren dan Nonpesantren. B. Kerangka Teoritik 1. Konsep Diri a. Pengertian Konsep Diri Menurut Calhoun dan Acocella (1990) konsep diri adalah gambaran mental individu yang terdiri dari pengetahuannya tentang diri sendiri, pengharapan bagi diri sendiri dan penilaian terhadap diri sendiri. Konsep diri tidak terbentuk secara instan melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup manusia. Konsep diri yang dimiliki manusia tidak terbentuk secara instan melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup manusia. Konsep diri berasal dan berkembang sejalan dengan pertumbuhannya, terutama sebagai akibat dari hubungan individu dengan individu lainnya (Centi, 1993). Menurut Willey (dalam Calhoun & Acocella, 1990), dalam perkembangan konsep diri, yang digunakan sebagai sumber pokok informasi adalah interaksi individu dengan orang lain. Baldwin dan Holmes (dalam Calhoun & Acocella, 1990) juga mengatakan bahwa konsep diri adalah hasil belajar individu melalui hubungannya dengan orang lain. Yang dimaksud

11 orang lain menurut Calhoun dan Acocella (1990) adalah orang tua, kawan sebaya dan masyarakat. Calhoun dan Acocella (1990) mengatakan, dalam perkembangannya, konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Individu tersebut tahu betul siapa dirinya sehingga dirinya menerima segala kelebihan dan kekurangan, evaluasi terhadap dirinya menjadi lebih positif serta mampu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas. Sedangkan konsep diri negatif terbagi menjadi 2 tipe yaitu: 1) pandangan terhadap dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri serta tidak mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. 2) pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan terlalu teratur. b. Aspek-aspek Konsep Diri Pada buku Dariyo (2007: 202-203) menyebutkan ada lima aspek konsep diri yaitu: 1) Aspek Fisiologis Aspek ini berkaitan dengan keadaan fisik individu seperti bentuk muka (tampan, cantik, jelek), warna kulit, kondisi badan (sehat, sakit), penampilan dan sejenisnya

12 2) Aspek Psikologis Aspek psikologis berkaitan kepada segala sesuatu yang berkaitan dengan pribadinya. 3) Aspek psiko-sosiologis Aspek ini menunjukkan kemampuan individu dalam menjalani hubungan dengan lingkungan sosialnya. 4) Aspek Psiko-Spiritual Aspek ini berkaitan mengenai pengamalan dalam menjalankan nilai-nilai ajaran agama 5) Aspek Psikoetika dan Moral Artinya individu memahami dan mengerjakan sesuatu berdasarkan nilai-nilai etika dan moralitas. c. Jenis-jenis Konsep Diri Menurut Calhoun dan Acocella (1990), dalam perkembangannya konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. 1) Konsep Diri Positif Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat

13 bermacam-macam tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemngkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan. 2) Konsep Diri Negatif Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri negatif menjadi dua tipe, yaitu : a) Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau yang dihargai dalam kehidupannya. b) Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras, sehingga menciptakan cita diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.

14 2. Motivasi Berprestasi a. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berprestasi atau achivment motivation menurut Mc Clleland (1987) adalah dorongan dari dalam individu untuk mencapai keberhasilan dalam situasi bersaing berdasarkan suatu keunggulan. Sedangkan menurut Hasibuan (2002) menerangkan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu keinginan untuk mengatasi masalah, mengalahkan suatu tantangan untuk kemajuan dan pertumbuhan. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi adalah dorongan dari dalam diri individu untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan berstandarkan keunggulan tertentu. b. Karakteristik Individu yang memeliki Motivasi Berpretasi Seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi mempunyai karakteristik tertentu. Menurut McClelland dan Winter dalam Suwarsini yang di kutip Mariyanti dan Meinawai (2007: 11-12) dalam jurnal psikologi menyebutkan enam karakteristik individu yang memeiliki motivasi berprestasi tinggi, antara lain: 1) Tanggung Jawab Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan merasa dirinya bertanggungjawab terhadap tugas

15 yang dikerjakan dan akan berusaha sampai berhasil menyelesaikannya. 2) Mempertimbangkan resiko pemilihan tugas Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan mempertimbangkan terlebih dahulu resiko yang akan dihadapinya sebelum memulai suatu pekerjaan dan cenderung lebih menyukai permasalahan yang memeliki kesukaran sedang. 3) Memperhatikan umpan balik Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi sangat menyukai umpan balik sangat berguna sebagai perbaikan bagi hasil kerjanya di masa yang akan dating, Sedangkan individu yang memeliki motivasi berpresatsi rendah tidak menyukai umpan balik karena dengan adanya umpan balik akan memperlihatkan kesalahan-kesalahan yang dilakukannya. 4) Kreatif dan Inovatif Individu yang memeliki motivasi berprestasi yang tinggi akan mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas seefektif dan seefisien mungkin. Berbeda dengan individu yang memiliki motivasi yang berprestasi rendah akan menyukai pekerjaan yang sifatnya rutinitas karena begitu tidak memikirkan cara lain dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. 5) Waktu penyelesaian tugas Individu yang memeiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan berusaha menyelesaikan tugas dalam waktu yang cepatdan tidak suka membuang-buang waktu. Sebaliknya individu yang motivasi berprestasi rendah cenderung menekan waktu lama bahkan sering menunda-nunda. 6) Keinginan menjadi yang terbaik Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi senantiasa menunjukkan hasil kerja yang sebaik-baiknya dengan tujuan agar meraih predikat yang terbaik serta tingkah laku berprestasi rendah menganggap bahwa predikat yang terbaik serta tingkah laku mereka yang berorientasi ke depan.

16 Berbeda dengan motivasi berprestasi rendah menganggap bahwa predikat terbaik bukan merupakan tujuan utama dan hal ini membuat individu tidak berusaha seoptimal mungkin dalam menyelersaikan tugas. Pada penelitian ini yang lebih di tekankan adalah motivasi berprestasi kaitannya dalam prestasi akademik siswa. Dari keenam karakteristik di atas, ada 4 karakteristik yang menunjukkan karakteristik motivasi berprestasi tinggi kaitannya dengan prestasi akademik siswa yaitu pertama, tanggungjawab karena siswa akan selalu berusaha dan bekerja keras untuk menjadi yang terbaik. kedua, Mepertimbangkan resiko pemilihan tugas karena siswa lebih senang dengan hal-hal yang baru dan menantang. Ketiga, Waktu penyelesaian tugas karena semakin cepat waktu yang di gunakan maka memiliki nilai kepuasan tersendiri dalam dirinya. Keempat, Keinginan menjadi yang terbaik adalah motivasi terbesar yang dimiliki siswa untuk unggul dalam prestasi akademik. Sedangkan Sadirman (2000) mengatakan, siswa yang memiliki motivasi yang kuat dalam berprestasi mempunyai ciri sebagai berikut : 1). Adanya keinginan berkompetisi 2). Adanya usaha mencapai hasil yang terbaik 3). Keaktifan individu terhadap kelompok 4). Memiliki respon atau tanggapan terhadap pelajaran 5). Arah dan tujuan yang jelas untuk keberhasilan

17 Dari kedua pendapat di atas menurut peneliti memiliki makna yang sama, dan tidak ada perbedaanya. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi ada dua macam yaitu, faktor internal dan faktor eksternal (Asrori, 2007). Faktor internal adalah yang terdapat pada diri individu, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang dari luar diri individu. Beberapa hal yang termasuk dalam faktor internal diantaranya : 1) Keadaan jasmani Keadaan jasmani dapat bersifat bawaan atau bersifat bukan bawaan. Seperti cacat sejak lahir dan cacat karena kecelakaan. Cacat fisik dapat menyebabkan motivasi seseorang terhambat. 2) Jenis kelamin Penelitian Horner (dalam Gibson dan Donelly, 1996) menunjkan bahwa wanita mempunyai pandangan yang negatif terhadap suatu keberhasilan. 3) Usia

18 Kesadaaran seseorang akan usianya yang semakin bertambah dapat menjadi suatu pendorong untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. 4) Intelegensi Individu dengan taraf kecerdasan yang tinggi diharapkan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, sebaliknya individu yang memiliki taraf kecerdasan yang rendah diperkirakan akan memiliki motivasi berprestasi yang rendah pula. Pietrotesa (dalam Syah, 2003) mengemukakan bahwa intelegensi akan mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang, semakin tinggi tingkat intelegensi seseorang akan semakin tinggi pula motivasi berprestasinya. Faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang diantaranya yaitu: 1) Lingkungan keluarga Lingkungan keluarga yang mempengaruhi motivasi berprestasi diantaranya adalah pola asuh dan tingkat ekonomi keluarga. a) Pola asuh orang tua

19 Menurut penelitian Hadianto pada tahun 1979, motivasi berprestasi ditentukan oleh perilaku orang tua. Kesempatan yang diberikan orang tua kepada anak untuk mengalami situasi yang dapat menunjukan suatu keberhasilan pada diri anak dan dapat menguasai suatu standar keunggulan sangat berperan penting dalam perkembangan motivasi berprestasi. Dengan demikian seorang anak merasa memiliki adanya suatu kompetisi yang dapat memacu perkembangan motivasi berprestasinya. b) Tingkat sosial ekonomi keluarga Tingkat sosial ekonomi keluarga adalah perbedaan satu keluarga dengan keluarga yang lainnya dalam hal ekonomi dan latar belakang sosial. Menurut Mc Clelland (1987) perbedaan tingkat sosial ekonomi ini menunjukan perbedaan yang besar dalam sikap mereka terhadap achievement. 2) Lingkungan Masyarakat Motivasi berprestasi dapat dipengaruhi oleh tempat individu hidup dan bergaul sehari-hari, seperti teman

20 bergaul, kegiatan masyarakat, budaya, tradisi, nilai hidup, dan pola hidup yang dianut masyarakat. Pola asuh yang dikembangkan orang tua dalam mengasuh anaknya juga dipengaruhi oleh pola hidup yang dianut dalam lingkungan. Menurut Padil dan Supriyatno (2010) menerangkan bahwa terbentuknya manusia ideal, sempurna dan sukses tidak terlepas dari peran dan fungsi masyarakat. Melalui lembaga-lembaga masyarakat tersebut terjadi proses pendidikan yang dapat membentuk kepribadian manusia. Lembaga kemasyarakatan memberikan pelayanan secara maksimal berdasarkan fungsinya. 3) Sekolah Menurut Munandier (2001) menerangkan bahwa Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal sebagai tempat belajar siswa. Sekolah mempunyai dua aspek penting, yaitu aspek individu dan aspek sosial. Di satu pihak, pendidikan sekolah bertugas mempengaruhi dan menciptakan kondisi yang memungkinkan perkembangan pribadi anak secara optimal. Di pihak lain, pendidikan sekolah bertugas mendidik anak agar mengabdikan dirinya kepada masyarakat.

21 Di Indonesia khususnya, terdapat 3 lembaga pendidikan, yaitu pesantren, madrasah dan sekolah. Dalam penelitian ini, 3 lembaga tersebut akan peneliti generalisasikan menjadi 2, yaitu pesantren dan nonpesantren, maksudnya adalah bahwa pesantren dan madrasah merupakan lembaga pendidikan yang dilakukan selama 24 jam yang mengharuskan peserta didik untuk tinggal di dalam lembaga pendidikan tersebut, sehingga peneliti sebut sebagai pesantren. Sedangkan untuk sekolah umum, peneliti sebut sebagai nonpesantren karena pendidikan dilakukan kurang dari 24 jam atau 18 jam. C. Kerangka Berpikir Setiap lembaga pendidikan memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan, khususnya pendidikan pada jenjang sekolah menengah atas. Di antara lembaga pendidikan tersebut ada dua model pendidikan yang diterapkan di Indonesia yaitu pesantren dan nonpesantren, pendidikan pesantren adalah model pendidikan 24 jam dilingkungan sekolah dan nonpesantren pendidikan 8 jam di lingkungan sekolah. Dari dua model lembaga pendidikan tersebut tentu ada kelebihan dan kekurangan masing-masing yang akan jadi pertimbangan orang tua dalam memilih pendidikan anak-anak mereka.

22 Mengacu pada teori terkait aspek konsep diri yang telah di sajikan di awal adalah bahwa salah satu aspek yang akan mempengaruhi konsep diri positif seorang individu adalah aspek spiritual dan moral, dengan dua hal tersebut menjadikan pendidikan pesantren lebih baik dalam menanamkan aspek ini kepada peserta didiknya. Peserta didik dari lulusan pesantren akan memiliki aspek spiritual dan moral yang lebih unggul di banding dengan yang non pesantrean, hal ini demikian karena di dalam pesantren selama 24 jam aktivitas peserta didik selalu diawasi dan sudah menjadi keharusan bahwa aspek spiritual dan moral harus melekat dalam diri peserta didik lulusan pesantren, dan juga ada punishmen yang di berikan oleh guru ketika peserta didik tidak menjalankan atau bahkan melanggar aspek spiritual maupun moral. Sedangkan untuk sekolah umum tidak ada penekanan dalam 2 aspek ini, oleh karena itu peserta didik lulusan nonpesantren tidak mendapatkan penekanan dan pengawasan untuk menerapkan aspek spiritual dan moral dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Skripsi Khoirul Bariyyah (2010) menyatakan bahwa konsep diri mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap motivasi berprestasi, yaitu sebesar 20,4 % konsep diri berpengaruh terhadap motivasi berprestasi. Oleh karena itu, ketika konsep diri tinggi maka motivasi berprestasi juga akan tinggi.

23 Dengan sistematika berfikir demikian, maka dapat disimpulkan bahwa Ada Perbedaan Konsep diri dan motivasi berprestasi Mahasiswa PAI UMY yang berasal dari Pesantren dan Nonpesantren. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam gambar di bawah ini. Aspek Spritual Aspek Moral D. Hipotesis Penelitian Konsep Diri Gambar 1.1 Kerangka Berfikir Motivasi Berprestasi Hipotesis merupakan jawaban sementara yang kebenarannya perlu dibuktikan terlebih dahulu. Menurut Suharsimi Arikunto secara keseluruhan hipotesis yaitu kebenaran yang berada di bawah belum tentu benar dan baru bisa diangkat menjadi kebenaran jika telah disertai dengan bukti-bukti (Suharsimi, Arikunto, 2010 : 110). Berdasarkan uraian yang telah diuraikan dalam kerangka teoritik maka dikemukakan hipotesis sementara sebagai berikut : Ada perbedaan konsep diri motivasi berprestasi antara mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren dan non Pesantren (Ha). Kesimpulan ini merupakan kesimpulan sementara yang ditentukan oleh peneliti dan akan dilakukan penelitian guna mengetahui kebenarannya.