BAB II\ TEORI MAS}LAH}AH. Dilihat dari bentuk lafalnya, kata Mas}lah}ah adalah kata bahasa Arab yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS APLIKASI AKAD MUQAYYADAH OFF BALANCE SHEET PADA KANTOR CABANG BANK MANDIRI SYARIAH SURABAYA

BAB II PEMBAHASAN TENTANG MASLAHAH

MATERI I PENGANTAR USHUL FIQH TIM KADERISASI

BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH

place, product, process, physical evidence

KAIDAH FIQHIYAH. Pendahuluan

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN

UAS Ushul Fiqh dan Qawa id Fiqhiyyah 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV TINJAUAN MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP UTANG PIUTANG PADI PADA LUMBUNG DESA TENGGIRING SAMBENG LAMONGAN

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF KONSEP KEPUASAN SEBAGAI TUJUAN KEGIATAN KONSUMSI MENURUT EKONOMI KONVENSIONAL DAN EKONOMI SYARIAH

KEMASHLAHATAN UMAT DALAM RENCANA PEMBENTUKAN HOLDING BUMN DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BISNIS PULSA DENGAN HARGA DIBAWAH STANDAR

Al Wajibu La Yutraku Illa Liwajibin

BAB II. segi lafadz maupun makna, jamaknya (المصالح) berarti sesuatu yang baik. 2 Kata

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB IV ANALISIS TERHADAP ARISAN DAGING SAPI DI DUSUN GUYANGAN DESA KEMLAGIGEDE KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Sejak datangnya agama Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi,

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad)

Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rachmad Syafei, Ilmu Usul Fiqh, Pustaka Setia, Bandung, 1999, hlm. 283.

Maslahat secara etimologi didefinisikan sebagai upaya mengambil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia

BAB II TEORI MAS}LAH}AH

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PEMBELAAN TERPAKSA YANG MELAMPAUI BATAS MENURUT PASAL 49 KUHP

BAB IV PEMERIKSAAN KESEHATAN PRANIKAH (PREMARITAL CHECK UP) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI SISTEM NOTA KURANG LEBIH (NKL) DI INDOMARET SUKODONO KARANGPOH CABANG GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI REPENAN DALAM WALIMAH NIKAH DI DESA PETIS SARI KEC. DUKUN KAB. GRESIK

Dialah yang telah menciptakan semua apa-apa yang ada dibumi untuk kalian.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI PENETAPAN TARIF JASA ANGKUTAN UMUM BIS ANTAR KOTA/PROVINSI SURABAYA-SEMARANG

BAB IV ANALISIS DATA

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN

BAB III TINJAUAN TENTANG KEDUDUKAN DAN TUGAS LEMBAGA JURU DAMAI DALAM PENYELESAIAN PERKARA SYIQAQ

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An Nawawi

BAB IV TINJAUAN MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP PENERAPAN KANTONG PLASTIK BERBAYAR DI MINIMARKET SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR YANG

BAB IV. A. Pengajuan Pemisahan Harta Bersama Antara Suami dan Isteri Sebagai Syarat Mutlak dalam Izin Poligami

BABI PENDAHULUAN. iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fitrah manusia adalah adanya perasaan saling suka antara lawan

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada hakikatnya Allah menciptakan manusia di dunia ini tidak lain

MAKALAH SUMBER HUKUM DAN AJARAN ISLAM

BAB IV ANALISIS DATA A. Tata Cara Pelaksanaan Sulam Alis di Salon kecantikan Evi Beauty Galery Bandar Lampung

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN DALAM SISTEM NGGADO DI DESA BRANGSONG KECAMATAN BRANGSONG KABUPATEN KENDAL

BAB IV HUKUM HAKIM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM DISPENSASI NIKAH BAGI WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH. Dispensasi Nikah Bagi Wanita Hamil Diluar Nikah

BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH

BAB II KONSEP SADD AZ -Z ARI> AH DALAM METODE ISTINBA<T HUKUM ISLAM. mad}arat. Untuk dapat melakukan perbuatan yang dituju itu disuruh atau

BAB IV ANALISIS PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. prasarana jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DALAM MEKANISME TALANGAN HAJI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DALAM ISLAM, KAJIAN TEORI TENTANG MAQA<S{ID AL-SHARI< AH, DAN MAS{LAH{AH MURSALAH

BAB IV ANALISIS MAṢLAḤAH TENTANG POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA

MAQASHID SYARI AH (SUATU PERBANDINGAN) MARYANI, S. Ag, MHI ABSTRAK

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan tersebut, manusia dalam kehidupan sehari-hari dapat. perjanjian sewa-menyewa dan bentuk hubungan hukum yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicapai dalam segala aspek hidup, termasuk kehakiman, politik,

BAB V PENUTUP. maka penulis dapat menarik kesimpulan mengenai Rekonstruksi Undang-Undang. No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

??????????????????????????????????:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

MAQASID SYARI AH DAN PENGEMBANGAN HUKUM (Analisis Terhadap Beberapa Dalil Hukum)

Lingkungan Mahasiswa

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG SISTEM PENGUPAHAN BERDASARKAN KELEBIHAN TIMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. satu firman-nya yakni Q.S. at-taubah ayat 60 sebagai berikut:

Lahirnya ini disebabkan munculnya perbedaan pendapat

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin

BAB IV PENENTUAN HARGA TEMBAKAU DI PAMEKASAN. 1. Analisis Penentuan Harga Tembakau di Pamekasan

DAFTAR TERJEMAH. No Hal Kutipan Bab Terjemah

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. lapangan,maka dapat diambil kesimpulan bahwa. 1. Mayaoritas Asaatidz Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi ien Ngunut

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

SUMBER AJARAN ISLAM. Erni Kurnianingsih ( ) Nanang Budi Nugroho ( ) Nia Kurniawati ( ) Tarmizi ( )

RISALAH KEDUDUKAN AL- ADAH WA AL- URF DALAM BANGUNAN HUKUM ISLAM

studipemikiranislam.wordpress.com RUANG LINGKUP AJARAN ISLAM

Kedudukan Tauhid Bagi Seorang Muslim

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan. Beberapa kalangan mencurigai islam sebagai faktor penghambat

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Transkripsi:

BAB II\ TEORI MAS}LAH}AH A. Pengertian Mas}lah}ah Dilihat dari bentuk lafalnya, kata Mas}lah}ah adalah kata bahasa Arab yang berbentuk mufrad (tunggal). Sedangkan bentuk jamaknya Mas}@alih. Dilihat dari segi lafalnya, kata Mas}lah}ah seimbang dengan maf alah kata as}-s}alah. 1 Mas}lah}ah secara sederhana diartikan sesuatu yang baik dan dapat diterima oleh akal sehat. Diterima akal, mengandung arti bahwa akal itu dapat mengetahui dengan jelas mengapa begitu. Setiap perintah Allah di jalankan, yaitu untuk mengandung untuk manusia, baik dijelaskan sendiri alasannya oleh Allah atau tidak. 2 Dari segi bahasa kata Mas}lah}ah adalah seperti lafazh al-manfa at baik artinya maupun wazan-nya (timbangan kata), yaitu kalimat mas}dar yang sama artinya dengan kalimat as}-s}alah seperti halnya lafad} al-manfa at artinya sama dengan alnaf u. 3 Bisa juga dikatakan bahwa Mas}lah}ah itu merupakan bentuk tunggal (mufrad) dari kata Mas}@alih. Pengarang Kamus Lisan Al- Arab menjelaskan dua arti, yaitu Mas}lah}ah yang berarti Salah dan Mas}lah}ah yang berarti bentuk tunggal dari Mas}@alih. Semua mengandung arti adanya manfaat baik secara asal maupun melalui semua proses, seperti menghasilkan kenikmatan dan faedah, ataupun 1 Abdul Rahman Dahlan, Ushul Fiqh,( Jakarta: HAMZA, 2010), 304. 2 Mardani, Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 207. 3 Rachmat Syafe I, Ilmu Ushul Fiqih, ( Bandung: Pustaka Setia, 2010), 117.

26 pencegahan dan penjagaan, seperti menjauhi kemud}aratan dan penyakit. Semua itu bisa dikatakan Mas}lah}ah. 4 Berdasarkan pengertian tersebut, pembentukan hukum berdasarkan kemashlahatan ini semata-mata dimaksudkan untuk mencari kemashlahatan manusia. Maksudnya di dalam rangka mencari sesuatu yang menguntungkan, dan menghindari kemudharatan manusia yang bersifat sangat luas. Mas}lahat itu merupakan sesuatu yang berkembang berdasar perkembangan yang selalu ada di setiap lingkungan. Mengenai pembentukan hukum ini, kadang-kadang tampak menguntungkan pada suatu saat, tapi pada saat yang lain justru mendatangkan mud}arat. Begitu pula pada suatu lingkungan terkadang menguntungkan pada lingkungan tertentu, tetapi mud}arat pada lingkungan lain. 5 Oleh syar i telah disyariatkan untuk melaksanakan Mas}lah}ah berdasarkan pembenaran syar i, maka terdapat petunjuk adanya illat hukum yang disyariatkan. Mas}lah}ah, oleh Ulama@ ushul disebut sebagai al Mas}lah}ah Mu tabaroh (Mas}lah}ah yang diakui) oleh syar i. 6 Definisi-definisi yang dikemukakan di atas menunjukan beberapa persamaan, sebagai berikut: 4 Ibid, 117 5 Miftahul Arifin, A. Faishal Haq, Ushul Fiqh: kaidah-kaidah penetapan hukum Islam (Surabaya: Citra Media, 1997), 142-143. 6 Ibid, 143

27 a. Al-Maslahah dalam pengertian syar tidak boleh didasarkan atas keinginan hawa nafsu belaka, tetapi harus berada dalam ruang lingkup tujuan syariat. Dengan kata lain, disyaratkan adanya kaitan antara al-maslahah dan asy-syar b. Pengertian Maslahah mengandung dua unsur, yaitu meraih manfaat dan menghindarkan kemudharatan. Dalam hal ini, definisi yang dibuat al- Khawarizmi sudah secara inklusif mengandung pengertian tersebut. Dari sini Sa id Ramadhan al-buthi berpendapat bahwa syariat tetap berhubungkan dengan akan tetapi untuk menjadi landasan dan tolak ukur dalam menetapkan hukum, Maṣlah}ah tidak bersifat berdiri sendiri. Mas}lah}ah merupakan generalisasi makna yang disimpulkan dari sekumpulan al-ah}kam al juz iyyah yang bersumber dari dalil syar i. Oleh karena itu, secara otomatis maṣlaḥah juga menjadi dalil qahṭ i selama tidak bertentangan dengan dalil qath i lainnya. 7 Berdasarkan pendapat para ulama us}hul fiqh di atas, maka dapat dipahami, bahwa tujuan syariat adalah untuk kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat, dan untuk menghindari mafsadat bagi kehidupan di dunia dan di akhirat. Menurut al-syatibi ada lima tujuan pokok syariat Islam, yaitu dalam rangka melindungi agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Kelima pokok tersebut dinamakan dengan kulliyah al khams atau al-qawaid al-kulliyat. 8 Selanjutnya al-bu ṭi berpendapat bahwa maṣlaḥah diakomodir sebagai dalil hukum atau al- mas}lah}ah al-syar iyyah jika memenuhi 5 (lima) kriteria berikut : a. Termasuk dalam tujuan al-syar i 7 Dahlan, Ushul Fiqh.,317. 8 Mardani, Ushul Fiqh, 337.

28 b. Tidak bertentangan dengan dalil Al-Qur an c. Tidak bertentangan dengan sunnah d. Tidak bertentangan dengan qiyas e. Tidak menyalahi Mas}lah}ah yang lebih tinggi 9 B. Tingkatan Mas}lah}ah Sejauh uraian pengertian Mas}lah}ah menurut peristilahan us}huliyyin di atas, dengan segera dapat diketahui bahwa ada bermacam-macam Mas}lah}ah. Dengan kata lain, ulama us}hul fiqh berpendapat, disamping ada jenis al-maslahah yang diakui syara sebagai Mas}lah}ah yang sebenarnya. Bahwasannya Allah menetapkan berbagai ketentuan syariat dengan tujuan untuk memelihara lima unsur pokok manusia (adh-ḍaru riyyat al-khams), yang biasa juga disebut dengan al-maqashid asy-syar iyyah (tujuan-tujuan syara ). 10 Ditinjau dari segi kaidah umum (qawaid kulliyah) seperti diuraikan di muka, bahwa Mas}lah}ah bertingkat-tingkat. Mas}lah}ah yang bersifat ḍaru riyyah (kemashlahatan primer) mesti lebih dahulu diperhitungkan dari pada Maṣlaḥah ha jiyyah ( sekunder). Sebaliknya, Maṣlaḥah tahsi niyyah ( tersier) di akhirkan dari Maṣlaḥah ḍaru riyyah dan ha jiyyah. 11 yang pertama bersifat utama, sedangkan yang kedua bersifat mendukung yang pertama,sementara yang ketiga bersifat melengkapi yang pertama dan kedua. 9 Ibid.,318. 10 Ibid, 308. 11 Abu Zahrah, Ushul Fiqih, (Jakarta: Juli, 2001),557.

29 a) Mas}lah}ah ḍaru riyyah (primer) Mas}lah}ah ini adalah suatu hal yang urgen bagi kehidupan manusia di dunia maupun akhirat. Apabila mas}lah}ah ini tidak terwujud maka kehidupan di dunia akan timpang, kebahagian akhirat tidak tercapai dan mendapat siksa. ini ialah memelihara maqashid al-syar iah al-kulliyah (tujuan-tujuan dasar syariat) yang mencakup lima hal, yakni hifdz al-din (memelihara agama), hifd al-nafs (perlindungan jiwa), hifd al- aql (perlindungan terhadap akal), hifd al-nasl (pemeliharaan keturunan), hifd al-mal (dan perlindungan atas harta kekayaan). 12 b) Maṣlaḥah ha jiyyah ( sekunder) Merupakan hal-hal yang sangat dibutuhkan sebagai sarana mempermudah dan menghindari kesulitan. Jika ini tidak terwujud, maka manusia akan mengalami kesulitan dan kesempitan tanpa sampai mengakibatkan tidak terwujudnya sama sekali lima tujuan diatas. 13 Untuk mewujudkan dan memelihara dengan taraf semacam ini, maka untuk tujuan pemeliharaan agama, syâri (pemegang otoritas syara, Allah dan Rasul- Nya) mensyariatkan ritual-ritual ibadah, diperbolehkannya melakukan jama dan qashar shalat bagi musafir, perkenan tidak berpuasa ramaḍan bagi wanita hamil dan menyusui serta orang-orang sakit. 14 Untuk tujuan melindungi jiwa syar i memperbolehkan hewan buruan dan makanan-makanan enak. Untuk tujuan memelihara harta kekayaan syar i 12 Rahmat Dahlan, Ushul Fiqh,309. 13 Ibid. 310. 14 Ibid.

30 menggariskan beragam ketentuan tata laksana mu amalah berupa jasa persewaan, bagi hasil, akad pesan dll. Dan untuk memelihara garis keturunan syar i mensyariatkan adanya mas kawin, perceraian dan terpenuhinya syarat saksi dalam hukuman zina. 15 c) Maṣlaḥah tahsi niyyah ( tersier) Merupakan hal-hal yang ketiadaannya tidak sampai menyebabkan kesulitan, hanya saja perwujudannya sesuai dengan dasar melakukan yang pantas dan menjauhi yang tidak layak serta sesuai dengan budi pekerti luhur dan kebiasaan yang baik. 16 Mas}lah}ah ḍaru riyyah merupakan yang bersifat paling utama, Mas}lah}ah ha jiyyah bersifat pendukung dari Mas}lah}ah ḍaru riyyah, sedangkan Mas}lah}ah tahsi niyyah yaitu sebagai pelengkap dari Mas}lah}ah ḍaru riyyah dan Mas}lah}ah ha jiyyah. 17 Pada hakikatnya kelima tujuan pokok di atas, baik kelompok ḍaru riyyah, ha jiyyah dan tahsi niyyah dimaksudkan untuk memelihara atau mewujudkan kelima pokok seperti yang disebutkan di atas, hanya saja peringkat kepentingan satu sama lain. 18 15 Satria Efendi,Ushul Fiqih, 151 16 Efendi,Ushul Fiqih.,311. 17 Ibid. 18 Syafe I, Ilmu Ushul Fiqih,118.

31 Tujuan syar i merupakan sarana untuk mewujudkan satu tujuan yang universal yaitu ibadah dan ma rifat Allah serta riḍa-nya. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur an yaitu: 19 1. QS Adz Dzariyat ayat 56 : Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-ku. 20 2. QS Al-Qashas ayat 77 : Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu(kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. 21 Jumhur ulama mengajukan pendapat bahwa Mas}lah}ah - Mas}lah}ah merupakan hujjah syar iat yang dipakai sebagai pembentukan hukum mengenai 19 Ibid,121 20 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya,862. 21 Ibid.,623.

32 kejadian atau masalah yang hukumnya tidak ada di dalam nash atau ijma atau qiyas atau istihsan, maka disyar iatkan dengan menggunakan Mas}lah}ah. 22 Menurut al-bu ṭi terdapat sebuah kesepakatan diantara para ulama-ulama tafsir, yaitu maksud dari bagian manusia dari dunia tersebut adalah sesuatu yang dimanfaatkan untuk kepentingan akhirat. 23 Artinya : Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami? (QS. Al Mukminun [23]: 115) 24 Ayat ini menunjukkan bahwa penciptaan manusia pasti memiliki tujuan yang sangat mulia. Seandainya tidak ada tujuan dibalik penciptaan manusia setelah perwujudan lima Maqasid tersebut, maka dunia ini akan berjalan lamban dan menjadi sirna, padahal kenikmatan dan siksa di akhirat sangat bergantung pada penerapan Maqasid tersebut. Keadaan yang seperti ini tentu berlawanan dengan sifat Allah Yang Maha Bijaksana. 25 22 A. Faishal Haq, Ushul Fiqh: kaidah-kaidah penetapan hukum Islam, 144. 23 Said Ramaḍan al-bu ṭi,ḍawa biṭal-maṣlaḥah fiy syar iah al-islamiyah.,122. 24 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya,540. 25 Ibid.,123.

33 Ada 2 (dua) macam bentuk pengecualian yang tidak termasuk dalam kategori Mas}lah}ah haqiqiyyah: 26 (a) Sesuatu yang menyalahi 5 (lima) Maqasid secara substansial misalnya berupaya membebaskan diri dari tuntutan ibadah, menghalalkan zina, membunuh jiwa tanpa alasan yang dibenarkan (haqq) dan lain-lain. Hal-hal demikian sekilas dianggap sebagai Mas}lah}ah karena mengandung kenikmatan pada satu sisi, tetapi pada sisi lain sebenarnya lebih tepat dikategorikan sebagai mafsadat. 27 (b) Sesuatu yang secara substansial tidak menyalahi 5 (lima) maqasid tetapi ia dapat merusak ruh atau spirit Maqasid tersebut karena terdapat niat dan tujuan yang tidak baik. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Imam al- Syatibi seseorang yang telah melaksanakan syariat namun tidak sesuai dengan tujuan syar i. Maka sebenarnya ia tidak mengerjakan syariat apapun. 28 Dalam tinjauan pertama telah kita ketahui bahwa seluruh Mas}lah}ah dipandang dari sisi nilainya tersusun secara sistematis dalam lima tingkatan, yaitu perlindungan terhadap agama, perlindungan tehadap jiwa, perlindungan terhadap akal, perlindungan terhadap keturunan dan perlindungan terhadap harta. Mas}lah}ah yang mengandung perlindungan agama didahulukan daripada Mas}lah}ah yang 26 Ibid.,124. 27 Ibid.,115. 28 Ibid.

34 berkaitan dengan perlindungan jiwa, Mas}lah}ah yang mengandung perlindungan jiwa didahulukan dari Mas}lah}ah yang berkaitan dengan perlindungan akal, dan seterusnya. 29 C. Mas}lah}ah sebagai Dalil Hukum Mas}lah}ah dapat disebut juga sebagai dalil hukum yang mengandung arti bahwa Mas}lah}ah menjadi landasan dan tolak ukur dalam penetapan hukum. Dengan kata lain, hukum Mas}lah}ah tertentu ditetapkan sedemikian rupa karena menghendaki agar hukum tersebut ditetapkan pada masalah tersebut. 30 Dalam mengenai dalil hukum Mas}lah}ah ada dua dalil yang menunjukkan kewajiban mengamalkan as-sunnah: a) Pertama, komitmen untuk menjalankan sesuatu yang ditunjukkan oleh as- Sunnah, tidak ada perubahan sampai kapanpun dan dimanapun konteks as- Sunnah itu berada. b) Kedua, komitmen untuk mengikuti langkah dan alasan Rasul dalam strategi dan penjelasan suatu perkara dan upaya menyelesaikan suatu masalah tertentu. 31 Instrumen yang digunakan oleh Rasul untuk melaksanakan hukum-hukum Allah pasti terdapat perbedaan disetiap daerah dan waktu. Komitmen yang dimaksud 29 Zahrah, Ushul Fiqih,249. 30 Rahman, Ushul Fiqh, 315. 31 Ibid.,317.

35 adalah tidak untuk mengenali cabang-cabang dan perincian apa yang telah dilalui oleh rasul melainkan untuk mengikuti dasar-dasar dan langkah umum saja. Oleh karena itu ulama membedakan perbuatan atau tindakan Rasul dalam konteks beliau sebagai imam atau pemimpin negara atau sebagai hakim. 32 Secara garis besar dapat dijelaskan, ulama ushu@liyyi@n membahas persoalan Mas}lah}ah dalam dua pokok bahasan, yaitu; pertama, ketika mereka membahas kajian seputar Mas}lah}ah sebagai illat (motif yang melahirkan hukum) dan kedua, Mas}lah}ah sebagai penetapan hukum. Kajian mengenai illat ini berkaitan dengan pembahasan di seputar masalah qiyas (analogi), yaitu mempersamakan hukum suatu masalah yang tidak ada nashsh-nya dengan hukum maslah yang ada nashsh-nya karena diantara keduanya terdapat kesamaan dari segi illat. 33 Dapat di simpulkan bahwasannya qiyas adalah menganalogikan far kepada asl dalam illat hukum. Unsur qiyas ada 4 (empat) yaitu : 1) Asl adalah perkara yang sudah ada ketentuan hukumnya dalam nash. 2) Far adalah perkara yang belum ada ketentuan hukumnya dalam nash. 3) Hukum asl yang ditetapkan nash. 4) Illat hukum adalah kesesuaian sifat hukum secara akal dan diterima secara syar i. 34 32 Said Ramaḍan, Ḍawa biṭal- maṣlaḥah fiy syar iah al-islamiyah,169. 33 Ibid. 34 Ibid.,218.

36 Berikut adalah syarat-syarat dari illat hukum yaitu : 1) Illat tersebut diakui baik secara syar i melalui nash maupun ijma 2) Illat pada asl harus ada dalam far, baik sama persis atau sejenis. 3) Illat far tidak boleh menjadi pembatal seluruh hukum asl atau sebagainya. 4) Illat tersebut merupakan sifat yang jelas, tetap dan terukur. 35 Dari hal-hal tersebut diatas terlihat bahwa semua syarat terpusat pada satu maksud yaitu penilaian illat yang diakui oleh syar i. Syarat untuk menemukan illat atau Mas}lah}ah yang diakui kekuatan atau kejelasannya menjadi rambu-rambu atas sahnya ijtihad seorang mujtahid dalam perkara yang tidak ada dalam nash. Illat yang dikemukakan mujtahid tidak lantas menjadi sah sebagai landasan hukum syar i melainkan masih membutuhkan dalil-dalil i tibar yang relevan meskipun ia berbedabeda dari segi tingkat kejelasan dan kekuatannya antara satu dengan yang lain. 36 Apabila dua bentuk tersebut berstrata setara, sebagaimana apabila dua bentuk kemaṣlahatan tersebut sama-sama dalam strata ḍaru riyat, sama-sama dalam strata hajiȳyah atau sama-sama dalam strata tahsi niyyah maka kita perlu menengok kepada tingkat nilai maṣlaḥah tersebut. Dalam hal ini, ada dua kemungkinan : 37 1) Jika kedua Mas}lah}ah yang bertentangan berada dalam nilai yang berbeda maka dalam hal ini kita harus mendahulukan Mas}lah}ah yang nilainya lebih tinggi 35 Abdul Rahman, Ushul Fiqh, 316.\ 36 Ibid.,317. 37 Ibid.,251.

37 dari pada Mas}lah}ah yang berada ditingkat bawahnya. Mas}lah}ah perlindungan agama didahulukan dari Mas}lah}ah perlindungan jiwa, Mas}lah}ah perlindungan jiwa didahulukan dari Mas}lah}ah perlindungan akal, dan seterusnya. 38 2) Jika kedua Mas}lah}ah yang bertentangan berada dalam tingkat nilai yang sama. Hal ini, seperti apabila kedua Mas}lah}ah tersebut sama-sama terkait dengan perlindungan hak milik atau sama-sama terkait dengan mas}lah}ah perlindungan akal. Dalam kondisi demikian maka ulama perlu menengok pada tinjauan kedua yaitu tinjauan kadar cakupan kemaṣlah}atan tersebut pada umat. 39 Dalam tinjauan kedua ini, Mas}lah}ah yang berdampak umum didahulukan daripada Mas}lah}ah yang berdampak khusus. 40 Oleh karenanya, hak masyarakat untuk menggunakan air dan rumput ditanah tak bertuan didahulukan daripada hak seseorang untuk memilikinya secara penuh, Mas}lah}ah mempelajari ilmu agama lebih utama dari pada melakukan ibadah sunnah, karena manfaat ilmu tidak hanya secara vertikal tetapi juga secara horizontal, dan Mas}lah}ah melindungi pemikiran masyarakat dari kontaminasi ajaran sesat didahulukan dari pada hak asasi setiap orang untuk untuk menyampaikan pemikiran dan pendapatnya secara bebas tanpa memperhatian dampak negatifnya kepada masyarakat. 41 38 Zahroh Abu Mohammad, Ushul Fiqh,( Jakarta, Rajawali, 2000),hal 279. 39 Ibid.,252. 40 Wahbah al-zuhaili, Ushul al-fiqhi al Islamiyyi (Suria: Dar al-fikr, 1986), vol. 2, cet. 1, hlm. 755 41 Ibid.

38 Selain menggunakan dua tinjauan di atas, dalam menakar skala prioritas Mas}lah}ah diperlukan pula tinjauan bentuk ketiga, yaitu dengan mempertimbangkan kadar potensi terjadinya Mas}lah}ah yang diakibatkan dari sebuah tindakan. Hal ini karena setiap tindakan bisa dinyatakan sebagai Mas}lah}ah atau mafsadat juga berdasarkan akibat yang ditimbulkannya. Jika akibat tindakan itu Mas}lah}ah maka ia juga dinilai Mas}lah}ah dan jika akibat yang ditimbulkan adalah mafsadat maka ia juga dinilai mafsadat. 42 42 Rachmat, Ilmu Ushul Fiqih, 120-121.