I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2003 NOMOR : 6 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 6 TAHUN 2005 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput).

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. hal yang penting dan harus tetap dijaga kestabilannya (Effendi, 2003).

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

BAB 3 TINJAUAN LINGKUNGAN

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

pada akhirnya dapat mengganggu keseimbangan biogeokimia perairan laut terutama di areal sepanjang pantai. Bahkan sejalan dengan berbagai pemanfaatan

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

7. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KOTA MAKASSAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mesin penggerak pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

I. PENDAHULUAN. Sungai merupakan suatu badan perairan tawar yang memiliki karakter air mengalir yang

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati seperti penambangan mineral. Selain itu laut Indonesia pun merupakan media transportasi, perdagangan, pariwisata dan sebagai tempat pembuangan limbah terakhir. Pemanfaatan laut sebagai tempat pembuangan limbah terakhir ini merupakan suatu fenomena yang baru terasa akhir-akhir ini. Pada awalnya limbah yang dihasilkan dari aktivitas manusia yang dibuang ke perairan, tidak menjadi suatu permasalahan karena perairan mempunyai kapasitas asimilasi untuk menampung jumlah limbah tertentu. Walaupun demikian, permasalahan akan serius, karena suatu ekosistem mempunyai kemampuan yang terbatas dalam menampung limbah yang masuk. an air adalah suatu perubahan kualitas fisik, kimia dan biologi air yang tidak diinginkan, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen dan organisme perairan (Odum, 1971). Sumber pencemaran laut dan pantai secara umum berasal dari berbagai kegiatan baik di darat maupun di laut sendiri (Wardoyo, 1981). Namun demikian sumber pencemaran laut dapat berasal dari : a) limbah industri, b) limbah pemukiman, c) limbah pertanian, dan d) limbah alami. Kapasitas asimilasi didefinisikan oleh Quano (1993) sebagai kemampuan air atau sumber air dalam menerima pencemaran limbah tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukannya. Sementara itu konsentrasi dari partikel polutan yang masuk ke perairan akan melalui tiga macam fenomena, yaitu pengenceran (dilution), penyebaran (dispersion) dan reaksi penguraian (decay or reaction) (UNEP, 1993). Pelabuhan Tanjung Priok merupakan bagian integral dari wilayah pesisir Teluk Jakarta. Dengan meningkatnya hubungan dagang antar pulau (nasional) dan internasional, fungsi pelabuhan laut di Indonesia akan semakin penting. Tetapi dalam pemanfaatannya sering terjadi perbedaan kepentingan, karena pelabuhan

2 juga berperan sebagai penerima limbah. Limbah tersebut tidak saja berasal dari kegiatan manusia di kawasan pelabuhan seperti kegiatan industri dan pelayaran, tetapi juga berasal dari sungai-sungai yang bermuara di Pelabuhan Tanjung Priok. an yang terjadi di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok akan mempengaruhi kualitas air di sekitarnya. Pengaruh oseanografi seperti arus, pasang surut dan gelombang dapat menyebarkan bahan pencemar ke luar area pelabuhan. Di wilayah sekitar Pelabuhan Tanjung Priok terdapat berbagai kegiatan seperti perikanan tangkap dan budidaya, kegiatan wisata laut di Kepulauan Seribu dan terdapat pula ekosistem terumbu karang yang merupakan ekosistem khas daerah tropis. Kejadian pencemaran di Pelabuhan Tanjung Priok ini akan terasa pengaruhnya tidak saja di kawasan pelabuhan Tanjung Priok, tetapi akan meluas ke daerah sekitarnya dan akan merugikan ekosistem perairan dan kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas. Tekanan terbesar lahir oleh semakin meningkatnya pencemaran dari berbagai aktivitas ekonomi yang secara langsung atau tidak langsung berkait dengan wilayah perairan pesisir dan lautan. Tingkat pencemaran ini terusmenerus meningkat karena masih dipercayainya fungsi perairan pesisir dan lautan sebagai tempat pembuangan limbah dari berbagai kegiatan manusia. Sekitar 60-85% sumber pencemar perairan pesisir dan laut berasal dari berbagai kegiatan di daratan, dan sisanya berasal dari kegiatan laut itu sendiri (Rajab, 2005). an merupakan masalah kemanusiaan dan masalah masa depan kehidupan manusia. an juga merupakan cermin dari ketidaktepatan pola hubungan antara sistem kemasyarakatan dengan sumberdaya alam dan lingkungan, yang seharusnya diharapkan mampu mempertahankan keberlanjutan sistem penyangga kehidupan. Ketidaktepatan pola hubungan ini lahir sebagai akibat dari ketidakmampuan manusia untuk mengartikulasikan makna kemajuan dan pertumbuhan bagi kehidupan, yang dipercepat oleh strategi pembangunan yang tidak sejalan dengan azas sustainability. Faktor penting pelestarian suatu perairan laut, termasuk pelabuhan adalah kegiatan manusia di sekitarnya dan cara pengelolaan yang dilakukan terhadap perairan tersebut. Meningkatnya aktivitas manusia akan menyebabkan

peningkatan terhadap kegiatan pembangunan, sehingga berdampak pada eksploitasi sumberdaya alam. 3 1.2. Kerangka Pemikiran an pantai merupakan hal yang sangat kompleks. an udara, tanah, dan air mempunyai kaitan yang erat dengan pencemaran pantai karena akhirnya semua bahan pencemar setelah mengalami berbagai proses akhirnya akan tiba di perairan pantai, dan oleh karena itu pencemaran pantai dan pencemaran laut merupakan permasalahan yang sangat kompleks. Banyak unsurunsur kimia yang terdapat dalam air laut yang belum diketahui secara pasti. Demikian juga biologi dari organisme-organisme laut yang sangat beraneka ragam masih belum terungkapkan seluruhnya. Daerah pesisir merupakan daerah pertemuan antara daratan dan lautan, oleh karena itu pesisir menerima pengaruh dari darat maupun dari arah laut yang mungkin dapat mengganggu ekosistem daerah ini (Rajab, 2005). Suatu perairan dikatakan tercemar apabila beban pencemar lebih besar dari kapasitas asimilasi perairan yang diindikasikan oleh tingginya konsentrasi bahan pencemar dibandingkan dengan konsentrasi ambang batas baku mutu yang berlaku. Kondisi ini apabila tidak segera dikelola dengan baik sudah barang tentu akan menimbulkan dampak yang sangat besar pada kondisi ekologi, ekonomi maupun sosial. Dari hasil penelitian tim studi sebelumnya, pencemaran perairan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok berasal dari kegiatan di dalam dan di luar kawasan pelabuhan. Limbah kegiatan tersebut berupa minyak dalam berbagai bentuk, limbah cair beracun, limbah padat domestik maupun kegiatan seperti sampah dan kotoran lainnya (garbage and sewage) serta limbah yang bersifat merugikan (harmful substances). Limbah dari kegiatan di dalam kawasan pelabuhan dapat juga dikelompokkan menjadi dua yaitu yang berasal dari kegiatan di daratan kawasan termasuk kegiatan di pinggir perairan, maupun limbah yang berasal dari kegiatan yang ada di perairan pelabuhan sendiri (PPLH LP IPB, 1994). Hal tersebut memungkinkan terjadinya penurunan kualitas perairan dan semakin hari semakin tinggi dengan semakin tingginya pertumbuhan industri dan ekonomi. Hal

4 ini disebabkan selain karena tidak dapat menghindar dari pencemaran sebagai hasil pembangunan (di mana salah satu fungsi perairan pesisir dan laut memang tempat menerima limbah dari daratan), juga karena pada dasarnya perairan pesisir dan laut memiliki kapasitas asimilasi. Apabila pencemaran itu dibiarkan sampai pada taraf di mana beban pencemar lebih besar nilainya dari kapasitas asimilasi, maka akan fatal akibatnya bagi sistem kehidupan, oleh karena itu salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melalui pengurangan beban pencemaran langsung dari sumber pencemar. Untuk sampai pada kebijakan seperti itu, tentu saja terlebih dahulu perlu diketahui secara kuantitatif berapa sebenarnya nilai beban pencemaran dan kapasitas asimiliasi suatu wilayah perairan. Pengukuran beban limbah pencemaran dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama adalah dengan cara penilaian cepat (rapid pollution assessment) yang dilakukan dengan memanfaatkan data yang ada mengenai sumber-sumber pencemar dan jumlah penduduk, setelah itu dilakukan perhitungan total dari beban pencemaran yang masuk melalui sungai. Cara kedua, dilakukan dengan langsung melakukan pengukuran beban pencemaran pada muara sungai yang masuk ke wilayah perairan pesisir. Untuk menghitung kapasitas asimilasi dilakukan dengan pendekatan hubungan antara kualitas air dan beban limbah. Perumusan strategi kebijakan pengendalian kawasan perairan Pelabuhan Tanjung Priok dapat dilakukan dengan mengetahui nilai beban pencemaran dan kapasitas asimilasi terlebih dahulu, untuk memastikan status kualitas kawasan perairan Pelabuhan Tanjung Priok. Dengan mengetahui status perairan tersebut dapat ditetapkan strategi yang tepat mengenai arah pengelolaannya. Penyusunan strategi pengelolaan kualitas perairan dilakukan dengan pendekatan analisis strengths, weaknesses, opportunities, dan threats (SWOT). Analisis SWOT akan mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengelolaan kualitas perairan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan atau strength (S) dan peluang atau opportunities (O), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan atau weakness (W) dan ancaman atau threats (T) (Rangkuti, 2006). Penggunaan SWOT dimaksudkan untuk mencari formulasi strategi pengelolaan kualitas

5 perairan dalam pengendalian dampak lingkungan yang dapat menurunkan kualitas perairan. Berdasarkan implementasi SWOT, dapat dihimpun persepsi dan preferensi para stakeholder seperti kalangan pemerintah, pihak akademisi, industri, serta masyarakat yang dianggap mengerti tentang dampak lingkungan yang dapat menurunkan kualitas perairan. Kerangka pemikiran secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1. Sumber Jenis Bahan Jumlah Bahan Dinamika Perairan Morfologi Perairan Beban Kualitas Perairan (Konsentrasi Bahan ) Baku Mutu Yang Barlaku Keterangan : KBP = Konsentrasi Bahan KBM = Konsentrasi Baku Mutu Kapasitas Asimilasi Perairan Tanjung Priok Status an Perairan Tanjung Priok KBP>KBM atau KBP<KBM Strategi Pengelolaan Kualitas Kawasan Perairan Tanjung Priok Gambar 1. Kerangka pemikiran analisis beban pencemaran dan kapasitas asimilasi serta strategi pengelolaan kualitas perairan Pelabuhan Tanjung Priok

6 1.3. Perumusan Masalah Perairan Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelimpahan akhir 3 (tiga) sungai, yakni Sungai Sunter, Japat dan Lagoa. Pelabuhan Tanjung Priok, fungsi utamanya sebagai sarana transportasi laut, namun di dalam kawasan Pelabuhan Tanjung Priok terdapat berbagai kegiatan lainnya. Kegiatan tersebut meliputi perkantoran, kegiatan industri, pergudangan dan pemukiman penduduk. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan dunia industri, pertambahan penduduk, dan pemanfaatan sumberdaya yang ada di daratan akan memberikan kontribusi yang besar terhadap beban pencemaran yang masuk melalui ketiga sungai di atas ke perairan pelabuhan. Kualitas air di dalam lingkungan pelabuhan (khususnya perairan di dalam batas dam/breakwater) masih sangat dipengaruhi kualitas air yang masuk dari sungai-sungai yang bermuara di pelabuhan, yaitu: Sungai Kresek (Sunter Baru), Lagoa dan Japat. Secara umum rendahnya kualitas air yang masuk mempunyai nilai amoniak yang tinggi, kecerahan yang sangat rendah, berbau serta tingginya benda terapung. Kualitas air tersebut secara bertahap membaik ke arah tengah perairan akibat tercampurnya air yang berasal dari sungai dan dari lautan (PELINDO II, 2005). Parameter kualitas air yang diteliti berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (PPLH LP IPB, 1994), meliputi parameter fisika: TSS dan suhu, serta parameter kimia: ph, salinitas, oksigen terlarut, BOD 5, COD, Amoniak, detergent, dan logam (besi, tembaga, timbal, dan kadmium). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, nampak bahwa pada umumnya kualitas perairan Pelabuhan Tanjung Priok cenderung mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Menurut Sutjahjo et al, (2005), sampah per kapita penduduk di Jakarta Utara adalah sebesar 2,51 liter per hari, yang terangkut adalah sebesar 2,24 liter per hari. Dan yang tidak terangkut sebesar 0,27 liter per hari, berdasarkan asumsi bahwa sampah yang tidak terangkut akan terbuang melalui sungai, salah satunya melalui ketiga sungai yang bermuara di perairan Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu strategi pengelolaan kualitas perairan yang komprehensif dengan melibatkan semua stakeholder sehingga dapat dirumuskan suatu strategi pengelolaan kualitas perairan yang sesuai dengan

7 permasalahan yang dihadapi. Langkah yang sebaiknya dilakukan untuk sampai pada penentuan strategi pengelolaan perairan yang tepat adalah mengidentifikasi kondisi perairan, yakni dengan mengetahui beban limbah pencemaran yang masuk ke perairan melalui ketiga sungai yang ada dan limbah dari aktivitas pelabuhan itu sendiri, sehingga data dan informasi yang ada dapat dijadikan bahan acuan untuk menyusun strategi pengelolaan kualitas air perairan Pelabuhan Tanjung Priok. 1.4. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi perairan di Tanjung Priok, dan secara khusus penelitian bertujuan untuk: 1. Mengetahui beban pencemar di perairan Pelabuhan Tanjung Priok, ditinjau dari parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis, 2. Mengetahui kapasitas asimilasi di perairan Pelabuhan Tanjung Priok, ditinjau dari parameter fisik-kimia, dan 3. Menyusun strategi pengelolaan kualitas kawasan perairan Pelabuhan Tanjung Priok berdasarkan beban pencemar yang masuk. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam pengelolaan perairan Pelabuhan Tanjung Priok, 2. Sebagai bahan informasi bagi komponen masyarakat yang terlibat langsung pada penggunaan perairan Pelabuhan Tanjung Priok, dan 3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya di perairan Pelabuhan Tanjung Priok.