BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian dan pembahasan yang telah peneliti lakukan maka beberapa kesimpulan dapat dibuat. Pertama, hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa Pemkab Sragen, dalam hal ini Disparbudpor, telah melaksanakan komunikasi intensif terkait Program Pengembangan Kawasan Desa Wisata Pertanian Organik Betisrejo. Komunikasi dilakukan dalam bentuk komunikasi tatap muka dalam kelompok dan komunikasi antar pribadi. Pilihan komunikasi kelompok ini dilakukan secara formal dengan ceramah dan paparan, maupun informal di berbagai kesempatan pertemuan. Aktivitas komunikasi kerap kali menggunakan bantuan peralatan komunikasi. Kedua, Program Pengembangan Desa Wisata Pertanian Organik dirancang sebagai program bottom up dan menekankan pada partisipasi warga, sedangkan Pemkab Sragen bertindak selaku fasilitator. Program desa wisata Betisrejo menyesuaikan dengan kebutuhan nyata masyarakat desa, menyesuaikan cara pelaksanaan pembangunan desa dengan kondisi budaya setempat, baik psikologi, ekonomi, dan sosial serta aspirasi masyarakat desa setempat. Ketiga, masyarakat secara memberikan respon positif terhadap Program Desa Wisata Pertanian Organik Betisrejo. Warga bersedia menerima dan 248
berpartisipasi dalam program. Sejak program ini dicanangkan pada awal tahun 2012 hingga kini, tidak dijumpai gejala penolakan di masyarakat. Simpati, dukungan, dan partisipasi warga ditunjukkan dengan hadir baik secara pribadi maupun utusan kelompok ke dalam forum-forum pertemuan dengan berbagai agenda. Keempat, sejauh ini, kegiatan komunikasi yang dilakukan Pemkab Sragen terkait program Pengembangan Desa Wisata Organik Betisrejo secara umum dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Secara vertikal, komunikasi program antara Pemkab dan warga berbentuk komunikasi kelompok maupun komunikasi antar pribadi. Topik yang sering disampaikan adalah sosialisasi program, pemberian motivasi, kisah sukses perintis desa wisata dari daerah lain, penyampaian informasi baru dan kegiatan konsultatif antara fasilitator/ pendamping terkait hal pertanian, lingkungan hidup, pariwisata, dan kelembagaan masyarakat. Bentuk kongkrit komunikasi kelompok ini dapat dibagi menjadi beberapa tipe: a. Pembinaan: kegiatan ini biasanya menghadirkan narasumber dan berlangsung secara formal. Di dalamnya berlangsung komunikasi tatap muka dalam kelompok kecil berjumlah 20 orang. Audien pada tahap awal program lebih heterogen dan mewakili kelompok-kelompok masyarakat yang ada di Betisrejo. b. Pendampingan: kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan yang dihadapi warga dan memberikan solusinya. Dalam kegiatan pendampingan, kegiatan komunikasi berlangsung dalam situasi 249
informal. Bentuk komunikasi dapat berlangsung secara kelompok maupun antar pribadi. Komunikator, dalam hal ini adalah petugas lapang menjadi sumber rujukan utama dan pertama. 2. Secara horizontal, Disparbudpor menjalin komunikasi dengan lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab Sragen. Komunikasi horizontal ini biasanya berupa forum pertemuan yang dikoodinir oleh Bappeda Sragen (Bidang Ekonomi) menurut norma struktural pemerintahan. Tipe komunikasi berlangsung dalam format komunikasi organisasi pemerintahan. Namun, ketika sudah berada dalam forum koordinasi yang difasilitasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), tipe komunikasi berlangsung dalam format komunikasi kelompok SKPD. Komunikasi juga dilaksanakan dalam penentuan anggaran kegiatan SKPD (sesuai amanat SK Bupati) untuk dialokasikan untuk pengembangan desa wisata di Betisrejo. Komunikasi koordinatif lintas SKPD juga dilakukan melalui berbagai pertemuan dan rapat kerja lainnya. Kelima, kadangkala mengandalkan pada komunikasi kelompok tidak cukup untuk melahirkan persepsi positif dan partisipasi. Komunikasi kelompok efektif untuk menangani wilayah kognitif atau pengetahuan yang bersifat informatif. Namun, untuk membentuk sikap positif terhadap program dan melahirkan partisipasi perlu dilakukan komunikasi antar pribadi. Dengan melakukan pendekatan interpersona secara intensif, maka perubahan sikap (dari pasif mejadi aktif) dapat terjadi dengan cepat. Komunikasi kelompok 250
dalam pertemuan formal secara umum dapat menimbulkan ketertarikan warga pada program, di samping meningkatkan wawasan pengetahuan. Setelah timbul minat maka komunikator harus melakukan komunikasi interpersonal agar perubahan sikap dapat terealisasi. Keenam, petugas lapang/ fasilitator memiliki posisi penting sebagai agen perubahan. Posisinya berada pada titik sentral yang bisa menghubungkan antara dua kepentingan, yakni kepentingan institusi Disparbudpor sebagai sumber penyebaran informasi perubahan, dan kepentingan khalayak warga desa. Agen perubahan menjadi jembatan yang meng-antarai dua kepentingan. Di satu sisi ia membawa informasi dari lembaga yang diwakilinya kepada khalayaknya --warga desa, di sisi lain ia berperan sebagai pembwa aspirasi (umpan balik) dari warga desa kepada Disparbudpor maupun Pemkab Sragen secara umum Ketujuh, tidak terdapat kegiatan komunikasi yang didesain secara sistematis. Pun tidak terdapat perencanaan komunikasi untuk menghasilkan strategi komunikasi program hingga tahap selanjutnya yakni: fase evaluasi strategi komunikasi. Perencanaan komunikasi program ini bahkan tidak ditemukan dokumennya di Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) maupun Rencana Kegiatan Anggaran (RKA)seluruh SKPD terkait, baik di Bappeda, Disparbudpor, BLH, Bapeluh, Dinas Pertanian, Dishutbun, dan lain sebagainya. Kedelapan, secara teknis dan faktual, Pemkab Sragen, dalam hal ini Disparbudpor, telah menerapkan berbagai strategi komunikasi untuk 251
menyampaikan isu-isu strtegis terkait program desa wisata. Namun, strategi komunikasi yang muncul tersebut bukanlah buah dari kegiatan perencanaan komunikasi melainkan bersifat spontan dan instuitif menyesuaikan kondisi saat itu. Kegiatan komunikasi program terkait desa wisata dilaksanakan mengalir begitu saja sesuai kondisi praktis dan tanpa disertai desain komunikasi maupun tujuan terukur dari efek komunikasi yang diharapkan berlangsung pada diri audien. Oleh sebab itu, tidak ditemukan suatu langkah riset komunikasi, perencanaan komunikasi, bentuk dan strategi komunikasi yang dipilih, efek komunikasi yang diharapkan, parameter keberhasilan efek komunikasi, maupun evaluasi komunikasi program. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Perencanaan dan Strategi Komunikasi belum dipandang sebagai kegiatan yang memiliki peran penting dalam menunjang kelancaran Program Pengembangan Desa Wisata Pertanian Organik Betisrejo. Padahal dari perencanaan komunikasi ini dapat diinventarisir: tujuan yang ingin diraih dari berbagai kegiatan komunikasi dalam program pembangunan tersebut; beragam pilihan strategi komunikasi yang dapat diaplikasikan dalam mencapai tujuan tersebut; capaian efek komunikasi yang diharapkan berlangsung pada audiens; pilihan media komunikasi; dan lain sebagainya. 252
B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis Menurut Onong Uchjana Effendy 1986), tujuan dari kegiatan komunikasi perlu dinyatakan secara tegas sebelum komunikasi dilangsungkan. 126 Sebab, menyangkut khalayak sasaran (target audience) yang dalam strategi komunikasi secara makro perlu dibagi-bagi lagi menjadi kelompok sasaran (target groups). Selain itu, Onong juga mengemukakan bahwa dalam menyusun strategi komunikasi, seorang komunikator harus mempertimbangkan sejumlah komponen komunikasi serta faktor pendukung maupun penghambat pada setiap komponen tersebut. Komponen-komponen komunikasi yang perlu diperhitungkan dalam penyusunan strategi komunikasi tersebut antara lain: 127 a. Mengenali Sasaran Komunikasi Kita perlu mengetahui siapa dan karakteristik komunikan sasaran komunikasi. b. Pemilihan media komunikasi: media tulisan/ cetakan, visual, audio, audio-visual. Misalnya: kentongan, pagelaran, kesenian,film, majalah, radio, televisi, surat kabar. c. Pengkajian atas tujuan pesan komunikasi. Mengidentifikasi tujuan dari pesan komunikasi untuk menentukan teknik maupun strategi komunikasi yang akan diambil. Apakah informatif, persuasi, instruksi. Jika tujuan 126 Onong Uchjana Effendy. 1986. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Remadja Karya. Bandung. Hlm. 35. 127 Ibid. Hlm. 40. 253
komunikasi adalah agar komunikan sekadar mengetahui saja maka proses komunikasi dapat dilakukan dengan metode informatif. Jika tujuan komunikasi adalah agar komunikan melakukan tindakan tertentu, maka proses komunikasi dapat dilakukan dengan metode persuasif atau instruktif. d. Peranan komunikator dalam komunikasi. 1. Mampu menjadi sumber daya tarik. 2. Mampu menjadi sumber kepercayaan Penelitian ini menunjukkan bahwa secara teoritis kegiatan komunikasi dalam Program Pengembangan Desa Wisata Pertanian Organik Betisrejo telah memperhitungkan komponen-komponen komunikasi, antara lain: tujuan dari pesan yang dikomunikasikan, pilihan saluran komunikasi dan media yang digunakan, karakteristik sasaran komunikasi. Upaya komunikator tersebut berbuah pada respon positif dan kesediaan berpartisipasi warga ke dalam program. 2. Implikasi Praktis Penelitian ini menunjukkan bahwa untuk dapat membentuk persepsi positif dan mendorong partisipasi warga pada program tidak cukup hanya menggunakan saluran komunikasi kelompok dalam pertemuan formal. Penyuluhan, ceramah, paparan memang dapat dilakukan pada setiap 254
kegiatan pertemuan namun peran terbesar adalah pada aspek informatif untuk meningkatkan pengetahuan. Untuk dapat membentuk sikap positif maupun mendorong partisipasi aktif, penggunaan komunikasi secara persuasif dalam kelompok kecil maupun antar pribadi terbukti efektif. Pendekatan secara intensif akan mempercepat perubahan sikap dari pasif ke aktif, dari persepsi negatif menjadi positif. Teknik komunikasi informatif dapat melahirkan minat dan ketertarikan audien, namun harus segera disusul dengan komunikasi persuasif dalam bentuk kelompok kecil maupun antarpribadi. Tujuannya agar perubahan perilaku audien dapat segera terealisasi sebelum telanjur berbalik pikiran. C. Saran Beberapa saran dapat penulis berikan berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan, antara lain: 1. Penyebar-serapan Program Pengembangan Desa Wisata Pertanian Organik Betisrejo perlu didukung dengan memanfaatkan media massa untuk meningkatkan jangkauan dan mempercepat penyebaran. Radio dan buletin merupakan alternatif media massa yang dapat digunakan. Lebih spesifik lagi adalah membangun radio dan buletin komunitas, keduanya makin mendekatkan program kepada khalayak pedesaan sekaligus ajang pemberdayaan bagi anak muda desa. Buletin komunitas dapat disebarkan 255
di tiap salat jumat, pertemuan kelompok tani, Pokdarwis, pertemuan PKK, dan lain sebagainya. Selain itu dapat pula memanfaatkan media sosial di internet untuk menyeberaserapkan program, mengingat jaringan internet dan telepon seluler pintar telah terjangkau oleh kaum muda Betisrejo. 2. Perencanaan Komunikasi untuk menghasilkan strategi komunikasi perlu dilakukan untuk mendukung tercapainya tujuan program. Dibutuhkan sejenis master plan di bidang komunikasi untuk mengintegrasikan strategi komunikasi dengan program kegiatan dari SKPD secara keseluruhan. Sehingga tercapai akselerasi persepsi dan juga partisipasi warga dalam Pengembangan Kawasan Desa Wisata Pertanian Organik Betisrejo. 3. Upaya menumbuhkan perekonomian wilayah pedesaan dan pengembangan wilayah merupakan pekerjaan yang memerlukan pelibatan sumber daya daerah dalam skala besar. Demikian pula dengan program pengembangan desa wisata, seharusnya ditangani secara khusus oleh suatu tim yang bekerja fokus dengan kejelasan tugas dan target pekerjaan. Tim ini bekerja secara ad-hoc, dan memiliki unit-unit yang semi otonom dalam penyusunan perencanaan dan pengelolaan anggaran. 256