SKRIPSI ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIPSI ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG

SKRIPSI. Oleh : F

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUKURAN DAN ANALISIS GETARAN MEKANIS PADA PROSES PRODUKSI GULA DI STASIUN PUTARAN DAN PEMBANGKIT LISTRIK DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG UTARA, LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN I-1

II. TINJAUAN PUSTAKA

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Tabel 2.1 Tangga Intensitas dari Kebisingan Skala Intensitas Desibels Batas Dengar Tertinggi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengertian Kebisingan. Alat Ukur Kebisingan. Sumber Kebisingan

STUDI GERAK DAN WAKTU DENGAN ANALISIS BIOMEKANIKA PADA PROSES PANEN TEBU DI PG. BUNGAMAYANG, LAMPUNG OLEH: ABDUL MALIK HOSYIYAR ROHMAN F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

- BUNYI DAN KEBISINGAN -

PEMBUATAN ALAT SEKAT PEREDAM KEBISINGAN SEMI PERMANEN DALAM RANGKA UPAYA MENURUNKAN KEBISINGAN (STUDI KASUS CV.RAKABU FURNITURE)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar

Ergonomics. Human. Machine. Work Environment

PENGARUH PAGAR TEMBOK TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA PERUMAHAN JALAN RATULANGI MAKASSAR ABSTRAK

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ( X Print) B-101

BAB I PENDAHULUAN. pemasakan. Kapasitas produksi mencapai 4000 ton per hari. Sound Level Meter dengan 9 titik pengukuran yang berdasarkan European

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

Lingkungan Kerja. Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT.

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012).

Kebisingan KEBISINGAN. Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kebisingan dan Pencahayaan di Kedua Bengkel

PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA

DESAIN ENCLOSURE SEBAGAI PERENCANAAN PENGENDALIAN KEBISINGAN PADA GAS ENGINE STUDI KASUS PT BOC GASES INDONESIA SITI KHOLIFAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari

Syarifuddin *, Muzir Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh, Aceh-Indonesia * Corresponding Author:

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang

ANALISA KEBISINGAN ALAT PRAKTIKUM KOMPRESOR TORAK PADA LABORATORIUM PRESTASI MESIN

BAB I PENDAHULUAN. proses industri dipercepat untuk mendapatkan produksi semaksimal mungkin.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan teknologi disamping dampak positif, tidak jarang

IV. TINJAUAN PUSTAKA A. ERGONOMIKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

BAB II LANDASAN TEORI

Uji Performansi Getaran Mekanis dan Kebisingan Mist Blower Yanmar MK 150-B

ANALISIS KEBISINGAN DAN GETARAN MEKANIS DI DALAM POWER HOUSE PABRIK KELAPA SAWIT PT CONDONG, GARUT, JAWA BARAT NUR KHIKMAWATI

BAB I PENDAHULUAN. makin terangkat ke permukaan, terutama sejak di keluarkannya Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Evaluasi kinerja Akustik dari Ruang Kedap Suara pada Laboratorium Rekayasa Akustik dan Fisika Bangunan Teknik Fisika -ITS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. akibat buatan manusia itu sendiri. Dalam abad modern ini, tanpa disadari manusia

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat

DAMPAK KEBISINGAN VERSUS GANGGUAN PSIKOLOGIS

BAB I PENDAHULUAN. Tekologi modern memberikan hasil yang positif dan juga memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

3.1. Waktu dan Tempat Alat dan Bahan. Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dapat bersumber dari suara kendaraan bermotor, suara mesin-mesin

TINGKAT KEBISINGAN DAN SUHU PADA USAHA STONE CRUSHER PT. X, KABUPATEN PASAMAN BARAT, PROVINSI SUMATERA BARAT

Lobes Herdiman 1, Ade Herman Setiawan 2 Laboratorium Perencanaan & Perancangan Produk (P3) Jurusan Teknik Industri-UNS 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebisingan. Kebisingan dapat dibagi tiga macam kebisingan.

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, kimia, biologi maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

MEMPELAJARI PENGWRUH PEMASANGAN lsillator GETARWM TERMADAP PENURUNAN GETARAN PADA TRAKTOR TANGAM B 185 PR

MEMPELAJARI PENGWRUH PEMASANGAN lsillator GETARWM TERMADAP PENURUNAN GETARAN PADA TRAKTOR TANGAM B 185 PR

BAB I PENDAHULUAN. faktor secara menetap (Tarwaka, dkk., 2004:33). Kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ergonomika

DI PG BUNGAMAYANG MILIK PTPN VII (PERSERO), LAMPUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

PERANCANGAN ISOLASI ENCLOSURE DAN BARRIER UNTUK SISTEM REFINERY PADA PERUSAHAAN MIGAS

ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT. Oleh: VIDY HARYANTI F

KEBISINGAN (NOISE) Dr. Ir. Katharina Oginawati, MS

Pengendalian Bising. Oleh Gede H. Cahyana

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

OPTIMALISASI KINERJA PROTOTIPE MESIN PEMANEN UDANG DAN IKAN BERDASARKAN TINGKAT KEPADATAN TERTENTU. Oleh : RAMLI MANURUNG F

ANALISIS KEBISINGAN RUANG WEAVING UNIT WEAVING B DI PT. DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan. Dalam jangka panjang bunyibunyian

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ditandai dengan semakin banyaknya industri yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan beban tambahan bagi tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara tersebut ikut bergetar (Harnapp dan Noble, 1987). dirasakan sebagai gangguan (Mangunwijaya, 1988).

Dampak kebisingan akibat pembangunan jalan layang

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

DIPLOMA PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING WPK (Minggu 2)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

MODIFIKASI MANIPULATOR TIPE KOORDINAT SILINDER UNTUK ROBOT PEMANEN PERTANIAN DALAM GREENHOUSE

Lampiran 1. Percepatan getaran pada tangan operator

EVALUASI KINERJA DAYA POROS MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN WATER BRAKE DYNAMOMETER YANG SUDAH DIMODIFIKASI

ATENUASI BISING LINGKUNGAN DAN BUKAAN PADA RUANG KELAS SEKOLAH DASAR BERVENTILASI ALAMI DI TEPI JALAN RAYA. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengoperasikan peralatan industri, mempunyai keahlian yang sesuai dengan

ANALISIS DAN PERANCANGAN ALAT UNTUK MEREDUKSI PAPARAN BISING TERHADAP OPERATOR DI PT. KHARISMA CAKRANUSA RUBBER INDUSTRY

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN MODEL FAKTOR ERGONOMI MAKRO TERHADAP PRODUKTIVITAS SISTEM KERJA PADA PABRIK GULA FARRY APRILIANO HASKARI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan

Transkripsi:

SKRIPSI ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG Oleh: BUDI SANTOSO F14104079 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : BUDI SANTOSO F14104079 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGO

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : BUDI SANTOSO F14104079 Dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 1986 Tanggal lulus, Bogor, September 2008 Menyetujui, Dosen Pembimbing Akademik Dr. Ir. Sam Herodian, MS NIP. 131 671 602 Mengetahui, Ketua Departemen Teknik Pertanian Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS NIP. 131 671 603

RIWAYAT HIDUP Penulis, Budi Santoso dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 1986. Penulis merupakan anak ke delapan dari delapan bersaudara dari bapak yang bernama Suratman dan ibu Saliyem. Selama ini penulis telah menjalani pendidikan di SD Negeri 9 Jakarta lulus tahun 1998, SLTP Negeri 59 Jakarta lulus tahun 2001, SLTA Negeri 5 Jakarta lulus tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima di perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian bagian Ergonomika dan Elektronika Pertanian (Ergotron), melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2004 sampai lulus dari Institut Pertanian Bogor tahun 2008. Selama menyelesaikan studi, penulis pernah melakukan praktek lapangan dengan judul Aspek Ergonomika Pada Produksi Industri Gula Di PT. Sweet Indo Lampung, Lampung. Penulis melakukan penelitian dengan judul tugas akhir Analisis Kebisingan Pada Proses Produksi Gula Pada Stasiun Masakan, Putaran (Centrifuge), dan Power House di PG Bungamayang, Lampung.

Budi Santoso, F14104079. Analisis Kebisingan Pada Proses Produksi Gula Pada Stasiun Masakan, Centrifuge, Dan Power House di PG Bungamayang, Lampung. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Sam Herodian, MS. 2008. RINGKASAN Pabrik Gula Bunga Mayang merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam perkebunan tebu pada budidaya lahan kering dan industri gula. Dalam menunjang proses produksinya perusahaan menggunakan masin-mesin dengan daya dan kapasitas besar. Adanya mesin-mesin tesebut, dalam pengoperasiannya melibatkan banyak tenaga kerja seperti pada stasiun masakan dan stasiun putaran dalam proses produksi gula. Mesin-mesin yang bekerja dalam stasiun tesebut menyebabkan kebisingan pada lingkungan kerja. Kebisingan merupakan proses terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki termasuk bunyi yang tidak beraturan dan bunyi yang dikeluarkan oleh transportasi dan industri, sehingga dalam jangka waktu pendek mengakibatkan turunnya produktivitas pekerja. Sedangkan dalam jangka waktu yang panjang akan dapat mengganggu dan membahayakan konsentrasi kerja, merusak alat pendengaran (kesehatan) dan mengurangi efektifitas kerja, sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan mengganggu kenyamanan dalam bekerja. (Wilson, 1989). Adanya kebisingan yang terjadi di lingkungan kerja, maka dipandang perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan aspek K3 dalam industri untuk mengetahui batas waktu maksimal bekerja sesuai dengan standar kebisingan ketenagakerjaan. Oleh karena itu, penulis memutuskan untuk meneliti hal tersebut dengan metode pemetaan kebisingan yang ada di pabrik yang meliputi stasiun masakan, stasiun centrifuge, dan power house. Pemetaan kebisingan ini ditujukan untuk mengetahui pola penyebaran kebisingan yang terjadi serta memberikan alternatif pemecahan masalah kepada perusahaan yang berkaitan dengan aspek keselamatan dan kesehatan kerja. Penelitian ini dilakukan di PG Bungamayang, Lampung. Adapun waktu pelaksanaannya dimulai pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008. Pengukuran kebisingan dilakukan dengan menggunakan alat ukur Krisbow 4 in 1 Multi- Function Environment Meter. Pengolahan data kebisingan dengan membuat peta sebaran kontur menggunakan software golden surfer. Setelah dilakukan penelitian, diketahui bahwa pola penyebaran kebisingan di masing-masing stasiun untuk tiap-tiap shiftnya sebagian besar tidak begitu berbeda. Setelah dilakukan penelitian, diketahui bahwa pola penyebaran kebisingan yang tidak begitu berbeda untuk setiap shiftnya yang terjadi pada stasiun masakan, stasiun centrifuge, dan stasiun power house. Perbedaan pola penyebaran kebisingan ini dipengaruhi oleh besarnya daya mesin, tingkat putaran poros, jenis transmisi (screw atau piston), adanya bagian-bagian mesin yang aus, adanya sambungan antar elemen mesin yang kurang sempurna, aliran steam turbin uap, dan gesekan antara jenis material gula dengan dinding pipa. Intensitas kebisingan yang terjadi di stasiun masakan berkisar antara 81.94 93.80 db(a), stasiun centrifuge berkisar antara 86.04 102.46 db(a), dan stasiun power house berkisar antara 84.43 100 db(a). Dengan tingkat kebisingan yang ada pada masingmasing stasiun, menurut standart MENAKER RI secara aman dan kontinu untuk

berada di stasiun masakan adalah 2 Jam 28.8 Menit, pada stasiun centrifuge adalah 45.24 Menit, dan pada stasiun power house adalah 1 Jam. Untuk mengetahui efek kebisingan secara kualitatif, maka dilakukan pengisian kuesioner oleh para pekerja yang setiap hari bekerja di pabrik. Kuesioner ini digunakan sebagai pembanding antara efek yang ditimbulkan terhadap kesehatan akibat kebisingan secara teoritis dan aktual yang dirasakan oleh pekerja. Berdasarka hasil kuesioner didapatkan gangguan seperti gangguan cara komunikasi dengan persentase tertinggi, gangguan pendengaran, gangguan kenyamanan, gangguan aktivitas, gangguan konsentrasi, dan gangguan penurunan prestasi. Selain itu pekerja pada ketiga stasiun tersebut juga mengalami keluhankeluhan yang antara lain: keluhan penurunan pendengaran dengan persentase tertinggi, mudah lelah, keluhan pusing, lekas marah, mudah tersinggung, sulit tidur dan rasa mual sebagai akibat kebisingan yang diterima secara kontinu. Melihat kondisi kerja di lapangan dan efek yang ditimbulkan terhadap pekerja, maka disarankan kepada perusahaan dan pemerintah untuk melakukan melakukan penelitian lanjutan tentang kebisingan yang terjadi di pabrik, melakukan pengaturan waktu kerja dan istirahat sesuai dengan tingkat kebisingan yang diterima pekerja, memberikan fasilitas yang cukup berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja salah satunya adalah alat pelindung telinga, memberikan bahan peredam kebisingan pada dinding ruangan dan lantai untuk mengurangi intensitas kebisingan yang terjadi terutama untuk stasiun masakan dan stasiun centrifuge yang terdapat banyak pekerja, memberikan program penyuluhan yang lebih intensif kepada pekerja tentang kebisingan dan dampaknya terhadap kesehatan. Sedangkan untuk pekerja pabrik disarankan untuk menggunakan alat pelindung telinga ketika bekerja pada intensitas kebisingan tinggi, segera memeriksakan diri ke dokter jika terdapat gangguan dan keluhan kesehatan akibat kebisingan yang terjadi di lingkungan kerja.

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya. Shalawat dan salam semoga tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Analisis Kebisingan Pada Proses Produksi Gula Pada Stasiun Masakan, Centrifuge, Dan Power House di PG Bungamayang, Lampung. Skripsi ini merupakan tugas akhir dalam penyelesaian program studi S1 pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Sam Herodian, MS., sebagai dosen pembimbing akademik atas bimbingan, kesabaran dan pengarahannya dalam penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Mad Yamin, MT dan Bapak Lamto Widodo, ST. MT., sebagai dosen penguji yang telah meluangkan waktunya menjadi penguji dan telah memberikan masukan dan bimbingan selama penulisan skripsi ini. 3. Bapak Ir. A. Nasulian Arifin, MM (Manajer BUMA), So im (KA Teknik), Nur Ali (KA TUK), Ali Muksin (Sinder Proses), Amin (Sinder Teknik), Taufik Bukhari (Centrifuge), Chomsyah Wahyudi (Power House), dan seluruh pekerja di PG Bungamayang atas bantuannya selama penulis penelitian. 4. Pak Lamto dan Pak Farry atas bimbingannya selama penyusunan skripsi ini. 5. Orang Tua dan keluarga yang telah memberikan do a dan semangatnya. 6. Teman-teman TEP 41 yang telah memberikan do a, dukungan dan semangat, terutama tim penelitian (Malik, Bayu, Ludy, Sukris, Tania, Heru, dan Vidy). 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya sehingga terlaksananya penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu penulis menyampaikan permohonan maaf dan mengharapkan saran serta kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Bogor, September 2008 Penulis i

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penelitian... 2 II. TIJAUAN PUSTAKA... 3 A. Ergonomika... 3 B. Kebisingan (Noise)... 4 C. Pengukuran Kebisingan... 6 D. Pengaruhnya Kebisingan Terhadap Tenaga Kerja... 9 E. Pengendalian Kebisingan... 12 III. METODOLOGI... 15 A. Waktu dan Tempat Penelitian... 15 B. Alat dan Bahan... 15 C. Metode Pengambilan Data... 16 D. Metode Pengolahan Data... 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 21 A. Kebisingan di Stasiun-stasiun... 21 1. Stasiun Masakan... 22 2. Stasiun Putaran... 25 ii

3. Stasiun Power House... 30 B. Nilai Ambang Batas Waktu di Setiap Stasiun... 35 1. Stasiun Masakan... 35 2. Stasiun Putaran... 36 3. Stasiun Power House... 36 C. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja... 38 D. Evaluasi Hasil Kuesioner... 39 C. Upaya Pencegahan Kebisingan dan Pemeliharaan Pendengaran... 43 V. KESIMPULAN DAN SARAN... 53 A. Kesimpulan... 53 B. Saran... 54 DAFTAR PUSTAKA... 55 LAMPIRAN... 57 iii

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tingkat dan Sumber Bunyi pada Skala Kebisingan tertentu... 5 Tabel 2. Jumlah db(a) yang harus ditambahkan ke bunyi terbesar... 8 Tabel 3. Nilai Ambang Batas Lama kerja yang diizinkan dalam sehari... 11 Tabel 4. Beberapa standar nilai ambang batas kebisingan dan lama kerja kontinu yang diperkenankan... 12 Tabel 5. Tingkat reduksi kebisingan dari berbagai bahan material dengan ketebalan tertentu... 14 Tabel 6. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Masakan... 36 Tabel 7. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Putaran... 36 Tabel 8. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Power House... 37 Tabel 9. Besar Reduksi Kebisingan yang diperlukan... 43 Tabel 10. Peredaman kebisingan berbagai jenis pelindung telinga... 45 Tabel 11. APT Jenis Ear Plug berdasarkan reduksi tingkat kebisingan... 46 Tabel 12. APT Jenis Ear Muff berdasarkan reduksi tingkat kebisingan... 47 Tabel 13. APT Jenis Helmet berdasarkan reduksi tingkat kebisingan... 48 iv

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Krisbow 4 in 1 Multi-Function Environment... 15 Gambar 2. Bagan Alur Penelitian... 19 Gambar 3. Layout Stasiun Masakan... 22 Gambar 4. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Pagi... 23 Gambar 5. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Sore... 23 Gambar 6. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Malam... 24 Gambar 7. Layout Stasiun Putaran... 26 Gambar 8. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Pagi... 26 Gambar 9. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Sore... 26 Gambar 10. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Malam... 27 Gambar 11. Layout Kontrol Panel Stasiun Putaran... 29 Gambar 12. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Pagi... 29 Gambar 13. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Sore... 29 Gambar 14. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Malam... 29 Gambar 15. Layout Stasiun Power House... 31 Gambar 16. Kontur Kebisingan Stasiun Power House Shift Pagi... 32 Gambar 17. Kontur Kebisingan Stasiun Power House Shift Sore... 32 Gambar 18. Kontur Kebisingan Stasiun Power House Shift Malam... 33 Gambar 19. Grafik waktu pemaparan pada stasiun masakan, stasiun putaran (centrifuge), dan stasiun power house... 37 Gambar 20. Pengaruh Kebisingan terhadap Pendengaran Pekerja... 40 Gambar 21. Jenis Gangguan Kebisingan terhadap Pekerja... 40 Gambar 22. Jenis Keluhan pada Pekerja akibat Lingkungan Bising... 41 Gambar 23. Pengetahuan Pekerja terhadap Alat Pelindung Telinga... 42 v

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi Unit Usaha Bungamayang... 58 Lampiran 2. Hasil-hasil Pengukuran Stasiun Masakan dan Power House... 59 Lampiran 3. Hasil-hasil Pengukuran Stasiun Putaran dan Kontrol Panel... 61 Lampiran 4. Kuesioner Tenaga Kerja... 63 Lampiran 5. Kuesioner Pengamatan Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja. 67 Lampiran 6. Hasil Kuesioner Tenaga Kerja terhadap Lingkungan Kerja... 68 Lampiran 7. Hasil Kuesioner Tenaga Kerja terhadap Perilaku Kerja... 69 Lampiran 8. Hasil Kuesioner Pengamatan Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja... 70 vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini pembangunan segala bidang di Indonesia terus ditingkatkan, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental. Dengan adanya pembangunan tersebut, memang banyak dirasakan manfaatnya terutama dalam peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan dan lain sebagainya. Pabrik Gula Bungamayang, Lampung merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam perkebunan tebu pada budidaya lahan kering dan industri gula. Dalam menunjang proses produksi guna memenuhi tuntutan peningkatan produktivitas dan penurunan tenaga kerja baik di sektor pertanian maupun di sektor industri, maka pabrik gula Bunga Mayang telah menerapkan sistem mekanisasi pada alat dan mesin pertanian, serta industri pengolahan tebu yang berpotensi dalam mengolah tebu menjadi gula sehingga diharapkan kebutuhan masyarakat akan komoditi gula yang semakin meningkat dapat terpenuhi. Sebagai salah satu perusahaan besar yang begerak dalam perkebunan tebu pada budidaya lahan kering dan industri gula, PG Bunga Mayang menjalankan proses memproduksi gula menggunakan mesin-mesin produksi dalam skala besar. Dengan penerapan mesin produksi tersebut, pekerjaan dengan bahan baku sangat besar dapat meningkatkan kualitas dan kontinuitas produksi serta menambah kenyamanan dan efisiensi dalam bekerja, sehingga hasil yang diperoleh menjadi optimal. Namun pada sisi lain dengan adanya mesin-mesin produksi tersebut tanpa disadari dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi kesehatan manusia dan lingkungannya jika tidak diperhatikan dengan baik dan cermat. Kebisingan mesin-mesin produksi yang digunakan oleh para tenaga kerja secara tidak langsung dapat merugikan kesehatan, menurunkan performansi dan produktifitas tenaga kerja. Kebisingan yang melebihi standar dapat berakibat buruk terhadap manusia, seperti menggangu kenyamanan, penurunan ketajaman pendengaran sampai tuli, terganggunya sistem keseimbangan, gangguan konsentrasi, meningkatkan kadar emosi dan juga dapat mengganggu sistem metabolisme 1

tubuh. Hingga saat ini kebisingan pada kegiatan industri belum banyak diperhatikan terutama industri di Indonesia. Hal ini tercermin dari sedikitnya penelitian-penelitian mengenai kebisingan dan masih kurangnya perhatian pihak pengusaha industri serta kurangnya kesadaran para tenaga kerja akan pengaruh kebisingan di lingkungan pabrik. Salah satu usaha pemerintah melalui Departemen Tenaga kerja, untuk menangani masalah tersebut adalah dengan memasyarakatkan program K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang bertujuan meningkatkan produktivitas. Salah satu unsur yang digalakkan dalam program K3 adalah pengendalian kebisingan pada berbagai bidang industri. Berdasarkan hal tersebut, maka kita perlu mengetahui karakteristik tingkat kebisingan yang dialami tenaga kerja dalam suatu lingkungan kerja serta tinjauannya dari aspek keselamatan dan kesehatan kerja dalam industri perlu dilakukan penelitian dengan pendekatan ergonomika. Aplikasi ilmu ergonomika bertujuan untuk menghasilkan hubungan yang sinergi antara manusia, mesin dan lingkungan kerja dengan tolak ukur keselamatan dan kesehatan kerja sehingga dihasilkan produktifitas kerja yang optimal. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pemecahan masalah yang berarti bagi perusahaan yang bersangkutan dan perusahaan lain pada umumnya yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja selama melakukan proses produksi. Selain itu penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi bagi mahasiswa untuk pemahaman terhadap ergonomika. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisa tingkat dan pola sebaran kebisingan pada proses produksi gula, meliputi stasiun masakan, stasiun putaran dan power house. 2. Mengetahui waktu maksimal berada dalam lingkungan kerja berdasarkan nilai ambang batas kebisingan yang sesuai dengan standar ketenagakerjaan. 3. Memberikan alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3) terutama yang berhubungan dengan kebisingan pada lingkungan kerja. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ergonomika Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ergon berarti kerja dan Nomos berarti aturan atau hukum alam. Menurut Iftikar Z. Sutalaksana, et.al. 1979, ergonomi didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang/pekerja yang ada didalamnya dapat hidup dan bekerja dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan dengan efektif, aman dan nyaman. Menurut Eko Nurmianto, 2004, istilah ergonomi didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/ perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan tempat rekreasi. Dalam ergonomi membutuhkan studi tentang sistem dimana antara manusia, fasilitas kerja dan lingkungan kerja dapat saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonami dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi, misalnya : penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain-lain Menurut Internasional Ergonomics Association (IEA), ergonomika dapat diartikan sebagai disiplin ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara manusia dan elemen lainnya dalam sistem yang berhubungan dengan perancangan, pekerjaan, produk dan lingkungannya untuk mendapatkan kesesuaian antara kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan manusia (Syuaib, 2003). Human Factors (disebut juga Human Engineering) adalah nama lain ergonomika yang biasa digunakan di Amerika Utara dan sebagian Amerika Serikat. Menurut Zander, 1972, menyatakan bahwa kata ergonomika atau human factors adalah serupa, keduanya memfokuskan pada manusia dan hubungannya dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur dan lingkungan yang digunakan pada pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. 3

Pada dasarnya ergonomika memiliki tujuan penting, yaitu pertama adalah untuk menaikkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan, serta aktivitas lain yang dilakukan, termasuk menaikkan kemampuan penggunaan, mengurangi kesalahan dan meningkatkan produktifitas. Kedua adalah untuk menaikkan keinginan tertentu manusia; seperti keselamatan, kenyamanan, penerimaan pengguna, kepuasan kerja dan kualitas kehidupan, sama halnya dengan mengurangi kelelahan dan stress (Fitriyani, 2003). B. Kebisingan (Noise) Bunyi atau suara didefinisikan sebagai serangkaian gelombang yang merambat dari suatu sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan tekanan udara. Kebisingan merupakan terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki termasuk bunyi yang tidak beraturan dan bunyi yang dikeluarkan oleh transportasi dan industri, sehingga dalam jangka waktu yang panjang akan dapat mengganggu dan membahayakan konsentrasi kerja, merusak pendengaran (kesehatan) dan mengurangi efektifitas kerja (Wilson, 1989). Bunyi dikatakan bising apabila mengganggu pembicaraan, membahayakan pendengaran dan mengurangi efektifitas kerja. Pada dasarnya pengaruh kebisingan pada jasmani para pekerja dibagi menjadi 2 golongan (Soemanegara, 1975), yaitu : 1. Tidak mempengaruhi sistem penginderaan tetapi mempengaruhi berupa keluhan samar-samar dan tidak jelas berwujud penyakit. 2. Pengaruh terhadap indera pendengaran baik bersifat sementara maupun bersifat permanen (tetap), terdiri dari: a. Accoustic trauma, yaitu tiap-tiap pelukaan insidental yang merusak sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran disebabkan oleh letupan senjata api, ledakan-ledakan atau suara dahsyat. b. Occuptional deafness, yaitu kehilangan sebagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat permanen pada satu atau kedua telinga yang disebabkan oleh kebisingan atau suara gaduh yang terus menerus di lingkungan kerja. 4

Menurut Suma mur, 1996; jenis kebisingan dalam lingkungan kerja dapat dikategorikan menjadi beberapa hal, antara lain: 1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state, wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin dan lain-lain. 2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit (steasy state, narrow band noise), misalnya gergaji sirkuler, katup gas dan lain-lain. 3. Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya lalu lintas, pesawat terbang di lapangan udara dan lain-lian. 4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), misalnya pukulan tukul, tenbakan bedil atau meriam, ledakan dan lain-lain. 5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan. Tingkat kebisingan dapat diklasifikasikan berdasarkan intensitas yang diukur dengan satuan decibel (db) seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Tingkat dan Sumber Bunyi pada Skala Kebisingan tertentu Tingkat Bising Waktu Kontak (db(a)) Sumber Bunyi Skala Intensitas (Jam) 0 20 Gemerisik daun Suara gemerisik Sangat tenang 2 19 20 40 Perpustakaan Percakapan Tenang 2 15 Radio pelan 40 60 Percakapan keras Rumah gaduh Kantor Sedang 2 11 60 80 Perusahaan Radio keras Keras 2 7 Jalan 80 100 Peluit polisi Jalan raya Pabrik tekstil Pekerjaan Mekanis Sangat keras 2 3 Ruang ketel 100 120 Mesin turbin uap Sangat amat Mesin diesel besar keras 2-1 Kereta bawah tanah > 120 Ledakan bom Mesin jet Menulikan 2-2 Mesin roket Sumber : Suharsono (1991) 5

C. Pengukuran Kebisingan Pengukuran kebisingan biasanya dinyatakan dengan satuan decibel (db). Decibel (db) adalah suatu unit pengukuran kuantitas resultan yang merepresentasikan sejumlah bunyi dan dinyakan secara logaritmik. Sederhananya, skala decibel (db) diperoleh dari 10 kali logaritma (dasar 10) perbandingan tenaga (Wilson, 1989). Satuan tingkat kebisingan (decibel) dalam skala A, yaitu kelas tingkat kebisingan yang sesuai dengan respon telinga normal. Ada dua hal yang menentukan kualitas bunyi, yaitu : a) Frekuensi Frekuensi adalah jumlah gelombang lengkap yang merambat per satuan waktu (cps = cycle per second), dengan satuan Hertz. Bunyi yang dapat diterima telinga manusia biasanya mempunyai batas frekuensi antara 20-20000 Hz. Apabila frekuensi kurang dari 20 Hz maka disebut infrasound dan bila frekuensi lebih dari 20000 Hz maka disebut ultrasound dan tidak dapat didengar oleh telinga mnusia. b) Intensitas Intensitas bunyi diartikan sebagai daya fisik penerapan bunyi. Kuantitas intensitas bunyi tergantung jarak dari kekuatan sumber bunyi yang menyebabkan getaran, semakin besar daya intensitas maka intensitas bunyi semakin tinggi. Intensitas atau arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmik yang disebut decibel (db) dengan membandingkan kekuatan dasar 0.0002 dyne/cm 2 (2x10-5 N/m 2 ) yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz dan tepat menjadi ambang pendengaran manusia dengan telinga normal. Ukuran kebisingan dinyatakan dengan istilah sound pressure level (SPL). Alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan yaitu sound level meter. Alat ini mengukur kebisingan diantara 30 130 db dan dengan frekuensi 20 20000 Hz. Sound level meter ini mengukur perbedaan tekanan yang hasil keluaran dari alat ini adalah dalam decibel (db) dengan menggunakan dasar persamaan (Chanlett, 1979): 6

SPL = 10 log (P/P ref ) 2...(1) dimana: SPL = tingkat tekanan kebisingan (db) P = tekanan suara (N/m 2 ) P ref = tekanan bunyi reference (2x10-5 N/m 2 ) Terdapat 3 skala pengukuran untuk sound level meter : a. Skala pengukuran A: untuk memperlihatkan perbedaan kepekaan yang besar pada frekuensi rendah dan tinggi yang menyerupai reaksi telinga untuk intensitas rendah (35 135 db) b. Skala pengukuran B: digunakan suara dengan kekerasan yang moderat ( > 40 db) tapi sangat jarang digunakan dan mungkin tidak digunakan lagi. c. Skala pengukuran C: digunakan untuk suara yang sangat keras ( > 45 db) yang menghasilkan gambaran respons terhadap bising antara 20 sampai dengan 20000 Hz. Intensitas bising akan semakin berkurang jika jarak dengan sumber bising semakin bertambah. Perambatan atau pengurangan tingkat bising dari sumbernya dinyatakan dengan persamaan: Untuk sumber diam: SL 1 SL 2 = 20 log (r 2 /r 1 )...(2) Untuk sumber bergerak: SL 1 SL 2 = 10 log (r 2 /r 1 )...(3) dimana: SL 1 = intensitas suara sumbu 1 pada jarak r 1 SL 2 = intensitas suara sumbu 2 pada jarak r 2 r 1 r 2 = jarak ke sumber bising yang pertama = jarak ke sumber bising yang kedua Jika jumlah sumber bising lebih dari satu maka pertambahan yang terjadi pada intensitas kebisingan tersebut bisa dijumlahkan secara aljabar dan menggunakan tabel 2. Tekanan suara dari dua sumber bunyi secara aljabar adalah: P 2 /P 2 0 = antilog (SPL/10) = 10 SPL/10...(4) 7

Dengan menggunakan persamaan tekanan suara dua sumber bunyi: (P) 2 r = (P 1 ) 2 r + (P 2 ) 2 r...(5) dimana: r = rata-rata Jika persamaan (1) dimasukkan ke dalam persamaan (3) dan kedua ruas dibagi dengan P 2 0 didapat: (P) 2 2 r /P 0 = (P 1 ) 2 / P 2 0 + (P 2 ) 2 / P 2 0...(6) Apabila terdapat banyak sumber bunyi, maka: (P) 2 r /(P 0 ) 2 = Σ (P 1 ) 2 / P 2 0 = Σ 10 SPL/10...(7) dimana: P 1 = tekanan suara di sumber 1 P 2 = tekanan suara di sumber 2 Resultan dari kedua sumber bising tersebut tidak bisa ditambahkan secara langsung karena skala bising adalah logaritmik sehingga resultan bising dari kedua sumber tersebut tergantung dari perbedaan tingkat kebisingan antara kedua sumber tersebut seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah db(a) yang harus ditambahkan ke bunyi terbesar Perbedaan antar sumber bunyi (db(a)) Sumber : Wilson (1989) Jumlah yang harus ditambahkan (db(a)) 0 3.0 1 2.6 2 2.1 3 1.8 4 1.5 5 1.2 6 1.0 7 0.8 8 0.6 10 0.4 12 0.3 14 0.2 16 0.1 8

D. Pengaruhnya Kebisingan Terhadap Tenaga Kerja Kebisingan yang terjadi dalam pabrik dapat mengganggu kinerja pekerja dan pada taraf yang buruk dapat menyebabkan kehilangan fungsi pendengaran. Pada lingkungan kerja, kebisingan yang terjadi tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pekerja, maka perlu dilakukan perancangan lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Kebisingan dapat meliputi variasi yang luas dari situasi bunyi yang dapat merusak pendengaran. Kebisingan di lingkungan kerja berakibat buruk bagi kesehatan, diantaranya adalah kehilangan pendengaran sementara, merusak pendengaran, gangguan pada susunan syaraf pusat dan organ keseimbangan, serta dapat menurunkan kinerja berupa kurangnya perhatian terhadap pekerjaan, komunikasi dan konsentrasi sehingga terjadi kesalahan-kesalahan dalam bekerja. Menurut Buchari (2007), berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia bising dapat dibagi menjadi 3, antara lain: 1. Bising yang mengganggu (Irritating noise). Intensitasnya tidak terlalu keras, misalnya: suara mendengkur. 2. Bising yang menutupi (Masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena teriakan atau tanda bahaya tenggelam dalam bising sumber lain. 3. Bising yang merusak (Damaging/ Injurious noise). Merupakan bunyi yang intensitasnya melebihi nilai ambang batas kebisingan. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran. Menurut Moriber (1974), kebisingan pada berbagai level intensitas dapat mengakibatkan kerusakan yang bertingkat-tingkat. Kerusakan ini antara lain : a. Jika peningkatan ambang dengar > 80 db(a), menyebabkan kerusakan pendengaran sebagian. b. Jika peningkatan ambang dengar antara 120 125 db(a), menyebabkan gangguan pendengaran sementara. c. Jika peningkatan ambang dengar antara 125 140 db(a), bisa menyebabkan telinga sakit. 9

d. Jika peningkatan ambang pendengaran antara < 150 db(a), menyebabkan kehilangan pendengaran permanen McCornick dan Sanders (1970) menyatakan bahwa secara garis besar, ditinjau penyebabnya, gangguan pendengaran dikelompokkan menjadi 2, yaitu : 1. Gangguan pendengaran akibat kebisingan kontinyu Kebisingan kontinyu menyebabkan gangguan pendengaran sementara yang biasanya bisa sembuh dalam beberapa jam/ hari setelah terkena bising jika terpapar pada selang waktu yang pendek. Akan tetapi dengan tambahan terkena bising, daya penyembuh akan menurun dan terus menurun sehingga mengakibatkan gangguan pendengaran permanen. 2. Gangguan pendengaran akibat kebisingan tidak kontinyu Hal ini bisa disebabkan karena kebisingan yang timbul selang-seling (mesin yang dioperasikan sesaat), impulsif berulang (mesin tempa), dan impulsif (senjata api). Tekanan kebisingan tinggi ini dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang biasanya terjadi dalam jangka waktu yang relatif lama tergantung berapa sering dan intensitas yang ditimbulkan. Menurut Chanlett (1979), menyatakan bahwa selain berdampak pada gangguan pendengaran, terdapat efek kebisingan lainnya, yaitu: a. Gangguan tidur dan istirahat, b. Mempengaruhi kapasitas kerja pekerja, c. Dalam segi fisik, seperti pupil membesar, dan lain-lain d. Dalam segi psikologis, seperti stress, penyakit mental, dan perubahan sikap atau kebiasaan. Berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP- 51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 ditetapkan Nilai Ambang Batas (NAB), antara lain menyebutkan Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika di tempat kerja 85 db(a). Bila kebisingan melebihi NAB maka waktu pemaparan (Exposure Limit) ditetapkan dalam Tabel 3. 10

Tabel 3. Nilai Ambang Batas Lama kerja yang diizinkan dalam sehari Intensitas kebisingan (dba) Lama mendengar per hari 85 8 Jam 88 4 Jam 91 2 Jam 94 1 Jam 97 30 Menit 100 15 Menit 103 7.5 Menit 106 3.75 Menit 109 1.88 Menit 112 0.94 Menit 115 28.12 Detik 118 14.06 Detik 121 7.03 Detik 124 3.52 Detik 127 1.76 Detik 130 0.88 Detik 133 0.44 Detik 136 0.22 Detik 139 0.11 Detik Catatan: Tidak boleh terpapar lebih dari 140 dba, walaupun sesaat Sumber: MENAKER (1999) Untuk melindungi pekerja dari efek kebisingan yang membahayakan, maka sesuai dengan Nilai Ambang Batas (NAB) tentang kebisingan juga telah diatur secara internasional oleh ISO (International Standard Organization) dan OSHA (Occupational Safety and Health Association), serta di Indonesia diatur oleh MENAKER seperti disajikan dalam Tabel 4. 11

Tabel 4. Beberapa standar nilai ambang batas kebisingan dan lama kerja kontinu yang diperkenankan. Intensitas (db) Waktu Kerja ISO OSHA Indonesia (Jam) 85 90 85 8,,, 92 87,5 6 88 95 90 4,,, 97 92,5 3 91 100 95 2 94 105 100 1 97 110 105 0,5 100 115 110 0,25 Sumber (Sudirman, 1992 dalam Wijaya A, 1995) E. Pengendalian Kebisingan Pada lingkungan kerja, kebisingan yang terjadi tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pekerja maupun bagi masyarakat sekitar. Untuk meminimalkan efek kebisingan yang ditimbulkan terhadap kesehatan manusia. Menurut Peterson dalam Tampang (1999), bahwa upaya pengendalian kebisingan diantaranya sebagai berikut : a) Pengendalian keteknikan, yaitu memodifikasi peralatan penyebab kebisingan, modifikasi proses dan modifikasi lingkungan dimana peralatan dan proses tersebut berjalan dengan bahan konstruksi yang tepat. b) Pengendalian sumber kebisingan, yaitu dilakukan dengan subtitusi antar mesin, proses dan meterial terutama penambahan penggunaan spesifikasi kebisingan pada masing-masing peralatan dan mesin lama maupun baru. c) Pengendalian dengan modifikasi lingkungan, bila radiasi kebisingan dari bagian-bagian peralatan tidak dapat dikurangi maka dapat digunakan peredam geteran, rongga resonansi, dan peredam suara (isolator). d) Alat Pelindung Diri, yaitu menggunakan Alat Pelindung Telinga (APT), misalnya sumbat telinga, tutup telinga, dan helmet. Alat-alat tersebut dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 25 db sampai 50 db. 12

Menurut Hutagalung (2007), Permasalahan yang berkaitan dengan kebisingan dapat dikendalikan dengan melakukan pendekatan sistematik dimana sistem perpindahan semua suara dipecah menjadi tiga elemen yaitu sumber suara, jalur transmisi suara, dan penerima akhir. Metode yang umumnya digunakan untuk mengendalikan sumber suara kebisingan antara lain, yaitu menggunakan peralatan dengan tingkat kebisingan rendah, menghilangkan sumber kebisingan, melengkapi alat dengan insulasi, silencer (peredam sumber kebisingan), dan vibration damper (peredam sumber getaran). Jalur transmisi suara juga dapat dimodifikasi agar kebisingan berkurang dengan cara melakukan pengadaan penghalang dan absorpsi oleh peredam. Kebisingan juga dapat dikendalikan dengan memodifikasi elemen penerima akhir, yaitu dengan melakukan improvisasi sistem operasi, improvisasi pola kerja, dan pengunaan alat pelindung pendengaran. Menurut Mc Cormick dan Sanders (1987), terdapat 2 tipe APT, yaitu APT permanen (earmuffs, earplugs dan headphone) dan APT tidak permanen (sumbat telinga seperti kapas kering atau basah dan glassdown). Menurut Sembodo (2004), selain sumbat telinga dan tutup telinga, untuk mengurangi kebisingan ada juga yang menggunakan helm. Jika sumbat telinga mampu mengurangi kebisingan 8 30 db dan tutup telinga 25 40 db, sedangkan helm mampu mengurangi kebisingan 40 50 db. Menurut Wilson (1989), menyatakan bahwa pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan dua alternatif, yaitu: desain mesin atau peralatan dan sistem operasi mesin; dan desain konstruksi bangunan. Desain mesin sebagai sumber utama kebisingan mendapat pertimbangan utama untuk didahulukan. Desain ini meliputi banyak hal tentang komponen-komponen yang sering menimbulkan kebisingan, diantaranya: motor listrik, transmisi gear, pompa, sabuk, puli, poros, cam, bearing, tombol, dan katup. Mesin diesel sebagai penggerak utama kebanyakan mesin industri dan transportasi perlu mendapat perhatian yang lebih karena jika dibandingkan dengan motor bensin dan motor listrik, kebisingan yang dihasilkan motor diesel jauh lebih besar. Hal ini disebabkan oleh besarnya kompresi di ruang bakar sebagai persyaratan agar solar mudah terbakar dan menghasilkan tenaga yang efektif. 13

Pengendalian kebisingan yang terjadi pada lingkungan kerja tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pekerja maupun bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu, perlu dilakukan perancangan lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Kebisingan yang bersumber dari alat dan mesin-mesin tidak mungkin dihilangkan tetapi kebisingan dapat diminimalkan, maka tindakan efektif untuk mengatasi kebisingan antara lain mengurangi pada sumber bisingnya dengan modifikasi mesin dan bangunan dengan bahan konstruksi yang tepat. Desain konstruksi bangunan juga termasuk dalam pengendalian barrier/ penghalang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam konstruksi bangunan misalnya konstruksi tembok, konstruksi dan jenis ubin, konstruksi pintu, jendela, konstruksi ventilasi, konstruksi langit-langit dan genting. Sebagai dasar menentukan konstruksi bangunan, Tabel 5 dibawah ini memuat data tingkat reduksi kebisingan dari berbagai material dengan ketebalan tertentu. Tabel 5. Tingkat reduksi kebisingan dari berbagai bahan material dengan ketebalan tertentu. Tingkat Reduksi Kebisingan (db) Bahan Ketebalan 3 mm 5 mm 10 mm 20 mm 1. Kaca 5 10 7 15 10 20 15 25 2. Baja 10 15 12 20 15 25 22 32 3. Kayu tripleks/lapis 5 9 9 12 10 15 12 20 4. Beton 8 12 10 18 12 20 18 25 5. Fiber glass 9 15 9 14 12 25 20 30 Sumber : Bruel (1984) dalam Sembodo (2004) 14

III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Kegiatan Penelitian ini akan dilaksanakan selama bulan Mei sampai dengan Agustus 2008, di mana kegiatannya meliputi pengukuran tingkat kebisingan di pabrik, penghitungan data yang telah diperoleh, studi pustaka dan analisis hasil perhitungan. 2. Tempat Adapun lokasi penelitian ini akan bertempat di PG Bungamayang milik PTPN VII (Persero), Lampung. Tempat penelitian dikhususkan pada stasiun masakan, stasiun puteran dan power house yang dianggap kritis atau memiliki tingkat kebisingan yang dapat mengganggu maupun membahayakan kenyamanan, keselamatan, dan kesehatan kerja operator. B. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang akan digunakan selama penelitian adalah: 1. Krisbow 4 in 1 Multi-Function Environment Meter, meliputi Sound Level Meter, Relative Humidity Meter, Temperature Meter, dan Light Meter (Krisbow tipe KW06-291) digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan, kelembaban, temperature, dan pencahayaan yang terjadi pada pabrik pengolahan gula. Hasil pengukuran dalam satuan decibel (db), %RH, o C, dan Lux. Gambar 1. Krisbow 4 in 1 Multi-Function Environment 15

2. Meteran digunakan untuk mengukur luasan daerah yang diukur kebisingannya dan mengetahui jarak sumber kebisingan antar titik. 3. Kertas Milimeter Blok untuk memetakan tingkat kebisingan di lapangan. 4. Alat tulis dan komputer untuk pencatatan, penanda dan pengolahan data hasil pengukuran kebisingan di lapangan. C. Metode Pengambilan Data Penelitian ini dapat digolongkan ke dalam penelitian deskriptif. Menurut Koentjaraningrat (1983), penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang memberikan gambaran yang secermat mungkin mangenai suatu keadaan individu, gejala atau kelompok tertentu, dalam hal ini lebih lanjut dianalisis berdasarkan gejala-gejala yang ditimbulkan. 1. Tahap Pendahuluan Pada tahap pendahuluan penelitian dilakukan sebagai percobaan pengambilan data untuk mengetahui kemungkinan permasalahan yang terjadi selama melakukan penelitian. Selain itu, memberikan penjelasan kepada pekerja tentang prosedur dalam pengambilan data. 2. Pengambilan Data di Lapangan Pengambilan data pada awalnya dengan melakukan survei lapangan dalam mengukur intensitas kebisingan di tempat kerja selama hari kerja sehingga dapat menunjukkan intensitas bising dan membantu mengenali setiap tempat dengan kebisingan yang berbahaya. Survei yang dilakukan merupakan survei bising terperinci, sehingga relatif mudah menetapkan lokasi yang memerlukan perhatian khusus. Penelitian lebih terperinci dibuat pada setiap lokasi untuk menetapkan bising yang diterima tenega kerja selama 8 jam kerja. Pengambilan data dilakukan pada masing-masing shift kerja yaitu waktu kerja pagi, sore dan malam. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh waktu kerja dengan tingkat kebisingan yang ditimbulkan dan keluhan yang dialami oleh para pekerja. Lama waktu kerja di pabrik gula Bunga Mayang Lampung adalah 24 jam per hari yang dilakukan selama kurang lebih enam bulan masa kerja produktif. 16

Waktu kerja pada pabrik ini dibagi menjadi 3 shift kerja, pemilihan jadwal pergantian shift kerja (waktu kerja) yaitu shift pertama (pagi hari) dimulai dengan rentang waktu 06.00 14.00 WIB, shift kedua (sore hari) dimulai dengan rentang waktu 14.00 22.00 WIB, dan shift ketiga (malam hari) dimulai dengan rentang wakyu 22.00 06.00 WIB. Pada setiap minggunya ada pergantian shift kerja (shift rotation) berdasarkan giliran shift kerja yang telah dilakukan, misalnya: bagi pekerja yang telah shift pagi akan diganti ke bagian shift malam dengan jeda waktu istirahat 8 jam, bagi pekerja yang telah shift sore akan diganti ke bagian shift pagi dengan jeda waktu istirahat 8 jam, sedangkan pekerja yang telah shift malam akan diganti ke bagian shift sore dengan jeda waktu istirahat 32 jam dan begitu pula selanjutnya. Pengambilan data kebisingan dilakukan dengan mengukur tingkat kebisingan pada stasiun masakan, stasiun putaran (centrifuge) dan power house, serta pengukuran ruang kotrol panel saat mesin produksi gula sedang berlangsung. Pengukuran dilakukan pada titik-titik yang telah ditentukan. Titik-titik pengukuran terutama diambil pada wilayah pabrik atau halaman kerja tempat tenaga kerja mengalami pemaparan kebisingan. Pengukuran dilakukan dengan cara memetakan tingkat kebisingan yang jarak setiap titiknya 1 sampai 2 meter pada setiap stasiunnya sehingga membentuk luasan tertentu. Setiap titik pengukuran yang digunakan harus tegak lurus terhadap titik pengukuran lainnya sehingga jika digambarkan akan terlihat persegi dan pada setiap titik sudutnya merupakan titik pengukurannya. Pada masing-masing titik diukur tingkat kebisingannya dengan mengambil beberapa titik pengukuran, pengukuran sebanyak 10 kali pengulangan di setiap titiknya bagi setiap kondisi pengukuran pada masingmasing shift kerja. Pengukuran kebisngan dilakukan dengan tinggi alat pada saat pengukuran ± 100 cm dari lantai. Kemudian digambarkan peta kontur kebisingan di setiap lokasi yang diukur tingkat kebisngannya. Pengukuran kebisngan pada stasiun masakan, stasiun putaran (centrifuge) dan power house di PG Bungamayang berguna untuk mengetahui intensitas bising pada tempat operator yang bekerja di lokasi pabrik. Data hasil pengukuran tingkat 17

kebisingan tersebut dianalisis dan dibandingkan dengan nilai ambang batas (NAB) kebisingan yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 85 db(a). Bila hasil pengukuran lokasi bervariasi dan tingkat kebisingannya kurang dari 85 db(a), maka dibuat pengukuran setiap ruang kerja serta dicatat tingkat kebisingan minimum dan maksimumnya. Hasil pengukuran kebisingan kurang dari 85 db(a) digambarkan sebagai daerah yang aman bagi tenaga kerja. Sedangkan hasil pengukuran kebisingan yang melebihi batas 85 db(a) digunakan sebagai petunjuk adanya tekanan bising dan menjadi daerah yang kurang aman bagi tenaga kerja, sehingga harus dilakukan pengendalian lebih lanjut. Untuk tenaga kerja dengan pola kerja bervariasi di tempat kerja yang berbeda-beda perlu ditetapkan intensitas bising dan lama tenaga kerja terkena bising. Hal ini dapat diperoleh dari keterangan tenaga kerja dan pengamatan langsung. Selain melakukan survei dan pengukuran terhadap kebisingan di PG Bungamayang, survei penelitian terhadap tenaga kerja juga dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan dan kesehatan pekerja. Kuesioner ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data-data, seperti: identitas, unit kerja, keluhan yang berkaitan dengan gangguan pendengaran, pengetahuan, sikap, dan perilaku tenaga kerja serta kebiasaan memakai alat pelindung telinga. Data tersebut diperoleh bedasarkan hasil kuesioner yang telah diberikan kepada seluruh tenaga. Setelah memperoleh data-data dari hasil kuesioner maka akan diketahui pemahaman tenaga kerja terhadap kebisingan yang ditimbulkan oleh kegiatan industri tesebut. Pemahaman tenaga kerja terhadap kebisingan tersebut kemudian dibandingkan dengan tingkat kebisingan yang terjadi di PG Bungamayang, sehingga diketahui seberapa besar pengaruh kebisingan yang terjadi terhadap kenyamanan dan kesehatan bagi tenaga kerja PG Bungamayang. Tahap kegiatan penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. 18

Mulai Penetapan Lokasi Pengukuran Wawancara dan Kuesioner Pengukuran Kebisingan di Lokasi yang ditetapkan Pemahaman Tenaga Kerja Terhadap Kebisingan Tingkat Kebisingan Kenyamanan dan Kesehatan Tenaga Kerja dan Masyarakat Memenuhi Standar Nilai Ambang Batas Kebisingan NAB Kebisingan sebesar 85 db(a) Tidak Usul Pengendalian Ya Selesai Gambar 2. Bagan Alur Penelitian 19

D. Metoda Pengolahan Data Metoda pengolahan data dilakukan dengan cara: 1. Data pengukuran kebisingan digunakan sebagai input data dalam pembuatan peta kontur kebisingan yang ada pada masing-masing stasiun. 2. Membuat kontur kebisingan menggunakan perangkat lunak Surfer pada masing-masing stasiun. 3. Menganalisa data hasil pengukuran dan pola kontur kebisingan tersebut, kemudian dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 85 db(a) sesuai dengan standart keselamatan dan kesehatan kerja (K3). 4. Menganalisa data hasil kuesioner yang akan menjadi referensi subyektif dari para pekerja yang bersangkutan dalam kaitannya dengan dampak kondisi lingkungan kerja. 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kebisingan di Stasiun-stasiun Pada lingkungan industri, sesuatu yang mengancam pendengaran manusia ialah suara bising yang ditimbulkan oleh suara mesin-mesin pabrik atau suara-suara lain yang ditimbulkan oleh pekerjaan-pekerjaan pada industri tersebut. Pola penyebaran kebisingan yang terjadi pada masing-masing stasiun dari setiap mesin sangat beraneka ragam ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah besarnya daya mesin, tingginya putaran poros, jenis transmisi (screw atau piston), adanya bagian-bagian mesin yang aus, adanya sambungan antar elemen mesin yang kurang sempurna, aliran steam turbin uap, dan gesekan antara jenis material gula dengan dinding pipa. Pengukuran tingkat kebisingan pada pabrik gula tersebut dilakukan pada stasiun masakan, stasiun puteran dan power house. Setelah dilakukan pengukuran pada setiap shift kerja, secara keseluruhan, perbedaan tingkat kebisingan masing-masing shift untuk setiap stasiun tidak terlalu berbeda jauh. Hal ini dikarenakan operasi mesin yang konstan dan kontinu. Perbedaan terjadi pada masing-masing shift untuk setiap stasiun disebabkan oleh pengaruh kebisingan lingkungan. Untuk setiap stasiun tidak memiliki penyekat ruangan antara stasiun yang satu dengan stasiun yang lain sehingga memungkinkan adanya penguatan kebisingan dari luar. Sebagian besar masing-masing stasiun, tingkat kebisingan yang paling tinggi umumya terjadi pada shift pagi, misalnya pada stasiun masakan dan putaran (centrifuge), sedangkan stasiun power house kebisingan tertinggi pada shift malam. Hal ini dikarenakan banyak kegiatan yang dilakukan pada pagi hari, seperti lalu lintas truk angkutan tebu dan traktor pengatur muatan tebu, kegiatan maintenance, dan sebagainya yang dilakukan di sekitar area pabrik, sehingga kebisingan masing-masing pekerjaan ini berpengaruh terhadap tingkat kebisingan yang terjadi di pabrik. Berikut ini beberapa stasiun proses produksi gula di PG Bungamayang yang telah dilakukan pengukuran intensitas kebisingan, antara lain: 21

1. Stasiun Masakan Kegiatan pada stasiun masakan ini adalah setelah melalui proses penguapan, nira kental diberi gas SO 2 (Sufitasi) akan dimasak manggunakan vacuum steam uap dan dikristalkan sehingga menghasilkan gula massecuite, kemudian gula massecuite didinginkan di crystalizer untuk digunakan sebagai bahan baku di stasiun puteran. Pada setiap vacuum pan dioperasikan oleh satu operator yang bertugas mengendalikan dan mengawasi jalannya proses memasak dan pengkristalan gula. Pengambilan data kebisingan dilakukan pada stasiun masakan dikarenakan pada stasiun tersebut terdapat banyaknya operator yang bekerja untuk mengoprasikan vacuum pan. Setiap vacuum pan yang berada di stasiun masakan membutuhkan satu orang pekerja untuk mengendalikan proses masakan dari setiap unit vacuum pan, sehingga dalam satu shift kerja membutuhkan 8 orang pekerja. Lokasi stasiun masakan yang menjadi obyek pengukuran mempunyai dimensi luas ± 40 m x 1.5 m, di mana titik-titik pengukuran dipetakan dalam peta kontur berdimensi 1.5 m x 1.5 m. Berikut ini adalah layout dan kontur dari stasiun masakan: Berikut ini adalah gambar layout dan kontur dari stasiun masakan: S X X T B X X U Continous Pan Calandria X X X X X X Magma Tank D X X VP 7 VP 6 VP 5 VP 4 VP 3 VP 2 VP 1 Keterangan: X = Posisi Pekerja VP = Vacuum Pan Gambar 3. Layout Stasiun Masakan 22

93 db 92 db Magma Tank D 91 db 90 db 89 db 88 db 87 db VP 4 VP 3 VP 2 VP 1 86 db 85 db 84 db 83 db Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m) Gambar 4. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Pagi 82 db Magma Tank D VP 4 VP 3 VP 2 VP 1 Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m) Gambar 5. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Sore 93 db 92 db 92 db 91 db 91 db 90 db 90 db 89 db 89 db 88 db 88 db 87 db 87 db 86 db 86 db 85 db 85 db 84 db 84 db 23

Magma Tank D VP 4 VP 3 VP 2 VP 1 Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m) Gambar 6. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Malam 92 db 91 db 91 db 90 db 90 db 89 db 89 db 88 db 88 db 87 db 87 db 86 db 86 db 85 db 85 db 84 db 84 db 83 db 83 db Tingkat kebisingan pada stasiun masakan termasuk sedang jika dibandingkan dengan stasiun puteran dan power house. Kebisingan di stasiun masakan ini termasuk dalam jenis kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi luas (steady state, wide band noise) pada saat proses masakan berlangsung sekitar ± 3 jam dan pada waktu tertentu kebisingannya dapat menjadi tinggi sekitar ± 15 menit yang disebabkan karena dibukanya katup hampa udara yang melepaskan steam uap untuk memanaskan badan vacuum pan masakan, dan gesekan antara jenis material gula dengan dinding pipa. Sumber kebisingan di stasiun masakan ini selain berasal dari suara yang dihasilkan mesin-mesin yang berada di stasiun masakan itu sendiri, melainkan juga dipengaruhi oleh kebisingan dari stasiun penguapan dan stasiun pemurnian yang berada sebelah barat (kanan) dari stasiun masakan, serta pengaruh kebisingan berasal dari stasiun putaran yang berada di bawah stasiun masakan, sehingga memungkinkan terjadinya penguatan intensitas suara kebisingan yang berasal dari keadaan lingkungan pabrik tersebut. Dari peta kontur di atas dapat dilihat bahwa pola penyebaran kebisingan di stasiun ini untuk setiap shiftnya tidak seragam, sumber kebisingan tertinggi tersebar sesuai dengan sumber bunyi yang terjadi pada 24

saat pengukuran. Pengukuran tingkat kebisingan yang terjadi pada shift pagi berkisar antara 81.94 db(a) sampai dengan 93.80 db(a). Pada shift sore, tingkat kebisingan yang terjadi berkisar antara 83.89 db(a) sampai dengan 91.28 db(a). Sedangkan untuk shift malam, tingkat kebisingan yang terjadi berkisar antara 85.55 db(a) sampai dengan 92.09 db(a). Kebisingan tertinggi terkonsentrasi pada sebelah selatan dekat dengan vacuum pan masakan yang berkisar antara 91.28 db(a) hingga 93.80 db(a) pada radius tertentu dari alat ukur. Kebisingan pada tingkat yang rendah terjadi di sebelah utara stasiun masakan berada dekat mushola dan kursi operator pusat yaitu sekitar 81.94 85.55 db(a). Dari seluruh gambar pada stasiun masakan di atas dapat dilihat bahwa pola penyebaran kebisingan tertinggi terjadi pada shift pagi. Pada saat proses masakan berlangsung jarang terjadi pergerakan pekerja. Para pekerja hanya mengamati jalannya proses masakan dan memeriksa butiran kristal gula hasil masakan pada setiap proses masakan akan selasai di setiap unit puteran. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa kompleks stasiun masakan pabrik tersebut secara umum tingkat kebisingan melebihi 85 db(a) sehingga lokasi tersebut dikategorikan sebagai daerah dengan tekanan bising yang tinggi, tidak memenuhi standar keamanan operasi untuk tenaga manusia yang bekerja selama maksimum 8 jam sehari dan perlu dilakukan pengendalian lebih lanjut terutama terhadap ruang kerja. 2. Stasiun Putaran (Centrifuge) Stasiun putaran merupakan stasiun yang melakukan proses pemisahan gula kristal dengan stroop atau larutannya dan menjadi salah satu bagian stasiun dalam proses pengolahan tebu menjadi gula. Gula yang sudah dalam bentuk kristal akan dipisahkan dengan larutannya dalam sebuah mesin pemutar yang menggunakan prinsip gaya sentrifugal. Dalam stasiun putaran sendiri dibagi menjadi dua bagian yaitu putaran HGF (High Grade Fugal) dan LGF (Low Grade Fugal). Bagian LGF digunakan untuk memproses gula jenis C dan D, sedangkan bagian HGF digunakan untuk memproses gula jenis A, yang nantinya akan menjadi gula produk (SHS). 25

Lokasi stasiun putaran yang menjadi obyek pengukuran mempunyai dimensi luas ± 40 m x 1 m, di mana titik-titik pengukuran dipetakan dalam peta kontur berdimensi 1.5 m x 1 m. Berikut ini adalah layout dan kontur dari stasiun putaran: TSK 3 X HGF TSK 2 Keterangan: X = Posisi Pekerja R = Mesin Rusak TSK 1 R R R X X Daerah Pengukuran Stasiun Putaran X X X G X U Kontrol X S L A X T C U Gambar 7. Layout Stasiun Putaran LGF B X TSK 3 TSK 2 TSK 1 R R R Kontrol Panel Keterangan: Sumbu x dan y menunjukkan jarak (m) Gambar 8. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Pagi 102 db 101 db 100 db 99 db 98 db 97 db 96 db 95 db 94 db 93 db 92 db 91 db 90 db 89 db 88 db 87 db 86 db TSK 3 TSK 2 TSK 1 R R R Kontrol Panel Keterangan: Sumbu x dan y menunjukkan jarak (m) Gambar 9. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Sore 101 db 100 db 99 db 98 db 97 db 96 db 95 db 94 db 93 db 92 db 91 db 90 db 89 db 88 db 87 db 86 db 26

98 db TSK 3 TSK 2 TSK 1 R R R Kontrol Panel Keterangan: Sumbu x dan y menunjukkan jarak (m) Gambar 10. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Malam 97 db 96 db 95 db 94 db 93 db 92 db 91 db 90 db 89 db 88 db 87 db 86 db Pengambilan data kebisingan dilakukan pada stasiun putaran dikarenakan pada stasiun tersebut terdapat banyaknya operator yang bekerja untuk mengoprasikan setiap unit putaran HGF dan LGF. Hampir setiap unit HGF dan LGF yang berada di stasiun putaran membutuhkan satu orang pekerja untuk mengendalikan proses putaran dari unit HGF dan LGF, sehingga dalam satu shift kerja membutuhkan 15 orang pekerja. Tingkat kebisingan pada stasiun putaran termasuk kebisingan yang tinggi dan digolongkan ke dalam jenis kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi luas (steady state, wide band noise) yang disebabkan karena banyaknya putaran poros mesin dengan kecepatan tinggi, suara motor penggerak mesin, jenis transmisi (screw atau piston), gesekan aliran antara jenis material gula dengan dinding tabung mesin puteran, serta adanya sambungan antar elemen mesin yang kurang sempurna dan aus yang dapat menambah beban pada mesin putaran yang cukup berat sehingga menimbulkan suara bising yang cukup tinggi. Selain sumber kebisingan di stasiun puteran ini berasal dari suara yang dihasilkan mesin-mesin yang berada di stasiun puteran tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh kebisingan dari stasiun finishing yang bersumber dari mesin vibrating screen (saringan gula) di sebelah timur stasiun putaran, kebisingan dari stasiun penguapan dan stasiun pemurnian yang berada sebelah barat stasiun putaran, serta pengaruh kebisingan berasal dari stasiun masakan yang berada di atas stasiun putaran, sehingga memungkinkan terjadinya penguatan intensitas suara kebisingan yang berasal dari keadaan lingkungan pabrik tersebut. 27

Dari peta kontur di atas dapat dilihat bahwa pola penyebaran kebisingan di stasiun ini untuk setiap shiftnya cukup seragam, seperti pada daerah mesin putaran bagian HGF terlihat bahwa adanya penyebaran kebisingan yang tingggi dan rapat. Pengukuran tingkat kebisingan yang terjadi pada shift pagi berkisar antara 86.72 db(a) sampai 102.46 db(a). Pada shift sore, tingkat kebisingan yang terjadi berkisar antara 86.38 db(a) sampai 101.96 db(a). Sedangkan pada shift malam, tingkat kebisingan yang terjadi berkisar antara 86.04 db(a) sampai 98.73 db(a). Kebisingan tertinggi terkonsentrasi pada sebelah selatan dekat dengan mesin putaran Broadbent 6 dan 7, dan mesin putaran TSK Centrifugal 3 di unit puteran HGF yang berkisar antara 98.73 102.46 db(a) pada radius tertentu dari alat ukur. Kebisingan pada tingkat yang rendah terjadi di bagian LGF pada sebelah utara stasiun, yaitu sekitar 86.04 86.38 db(a). Dari seluruh gambar pada stasiun masakan di atas dapat dilihat bahwa pola penyebaran kebisingan tertinggi terjadi pada shift pagi. Pada saat proses puteran berlangsung sering terjadi pergerakan pekerja yang harus mengamati setiap jalannya proses putaran dan memeriksa jika terjadi permasalahan pada setiap mesin. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa kompleks stasiun putaran (centrfuge) tersebut secara umum tingkat kebisingan melebihi 85 db(a) sehingga lokasi tersebut dikategorikan sebagai daerah dengan tekanan bising yang tinggi, tidak memenuhi standar keamanan operasi untuk tenaga manusia yang bekerja selama maksimum 8 jam sehari dan perlu dilakukan pengendalian lebih lanjut terutama terhadap ruang kerja. Lokasi pengukuran selanjutnya pada stasiun putaran ini dilakukan di ruangan kontrol panel dengan obyek pengukuran yang memiliki dimensi ukuran ruang ± 14 m x 3 m, di mana titik-titik pengukuran dipetakan dalam peta kontur berdimensi 1.5 m x 1.5 m, hal ini disesuaikan dengan kondisi lapangan yang ada pada bagian kontrol panel. Ruangan kontrol panel yang diukur adalah kontrol panel bagian HGF saja karena panel bagian LGF tidak memerlukan pengawasan yang serius sehingga tidak perlu ada operator yang harus mengawasi terus menerus di kontrol panel tersebut. Berikut adalah layout dan kontur dari ruangan kontrol panel pada stasiun putaran: 28

X SC 3 5 4 3 2 1 Daerah Pengukuran Kontrol Panel X SC 2 8 7 6 SC 1 X Keterangan: X = Posisi Pekerja Gambar 11. Layout Kontrol Panel Stasiun Putaran 78 db 77 db 77 db 1.5 0.0 0.0 1.5 3.0 4.5 6.0 7.5 9.0 10.5 12.0 Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m) Gambar 12. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Pagi 76 db 76 db 75 db 75 db 74 db 74 db 73 db 73 db 72 db 72 db Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m) Gambar 13. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Sore 83 db 83 db 82 db 82 db 81 db 81 db 80 db 80 db 79 db 79 db 78 db 78 db 77 db 77 db 76 db 76 db 75 db 75 db 74 db 74 db Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m) Gambar 14. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Malam 79 db 78 db 78 db 78 db 78 db 78 db 77 db 77 db 77 db 77 db 77 db 76 db 76 db 76 db 76 db 76 db 75 db 75 db 75 db 75 db 75 db 29

Kebisingan pada stasiun ruang kontrol panel ini relatif kecil dibandingkan dengan kondisi di luar, yaitu pada bagian HGF dan LGF dari stasiun putaran. Hal ini disebabkan oleh pada bangunan ruang kontrol panel terbuat dari beton dan pintu dari kaca yang dapat mereduksi kebisingan sehingga mandor pimpinan dan para oprator dapat bekerja lebih aman dan nyaman. Ruang kontrol panel ini terdapat di daerah mesin putaran bagian HGF. Untuk menngetahui letaknya dapat dilihat pada gambar layout dari stasiun putaran pada Gambar 11. Tingkat kebisingan pada ruang kontrol panel ini masih di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) yang diizinkan oleh pemerintah yaitu 85 db(a) untuk selama 8 jam kerja. Pada gambar 10-12 dapat dilihat bahwa letak ruang panel pertama memiliki kontur kebisingan yang tersebar hampir di seluruh lemari kontrol panel dan lemari switch control. Pengukuran tingkat kebisingan yang terjadi pada shift pagi berkisar antara 71.94 db(a) sampai 78.08 db(a). Pada shift sore, tingkat kebisingan yang terjadi berkisar antara 73.76 db(a) sampai dengan 83.90 db(a). Sedangkan untuk shift malam, tingkat kebisingan yang terjadi berkisar antara 74.69 db(a) sampai dengan 78.87 db(a). Dari seluruh gambar pada ruangan kontrol panel di atas dapat dilihat bahwa pola penyebaran kebisingan tertinggi terjadi pada shift sore. Kebisingan tertinggi ruang panel terkonsentrasi lemari kontrol 2, 3, 7, dan pada lemari switch control ketiga yang berkisar antara 78.08 db(a) hingga 83.90 db(a) pada radius tertentu dari alat ukur. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa ruang control panel tersebut secara umum tingkat kebisingan tidak melebihi 85 db(a) sehingga lokasi tersebut dikategorikan sebagai daerah dengan tekanan bising yang rendah dan memenuhi standar keamanan operasi untuk tenaga manusia yang bekerja selama maksimum 8 jam sehari. 3. Stasiun Power House Stasiun power house merupakan salah satu stasiun penghasil sumber tenaga listrik terbesar sekitar 80 % di pabrik. Energi listrik yang dihasilkan dari stasiun power house tersebut menjadi sumber tenaga utama yang digunakan dalam keseluruhan proses produksi gula, sehingga keberadaan 30

dan pengoperasian stasiun ini sangat vital dalam proses produksi. Generator pembangkit menggunakan tenaga penggerak dari turbin uap yang tentu saja digerakkan oleh uap panas yang dihasilkan dari stasiun boiler dengan bahan baku ampas tebu. Oleh karena itu apabila terjadi gangguan pada stasiun ini maka secara otomatis stasiun yang lain juga akan mengalami gangguan akibat suplai energi listrik dari stasiun power house akan berhenti. Pada stasiun power house memiliki tiga buah generator dan dua buah diesel penggerak generator, namun pada saat pengukuran tingkat kebisingan hanya menggunakan dua buah generator yang digerakkan oleh turbin uap, yaitu generator turbin 1 dan 3. Hal ini disebabkan dengan pengoperasian kedua generator tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan tenaga listrik pada proses produksi di dalam pabrik. Pada stasiun power house hanya dijaga oleh dua operator yang bertugas mengoperasikan dan mengawasi jalannya mesin turbin generator. Luas daerah stasiun power house yang menjadi obyek pengukuran adalah ± 20 m 12 m, dan masing-masing titik koordinat pemetaan seluas 2 m 2 m. Berikut ini adalah layout dan kontur kebisingan dari stasiun power house berdasarkan sebaran tingkat kebisingannya: Kontrol Panel Power House T U B S X X Turbin 1 Turbin 2 Turbin 3 Keterangan: X = Posisi Pekerja Gambar 15. Layout Stasiun Power Huose 31

98 db 97 db 96 db 95 db 94 db 93 db 92 db 91 db 90 db 89 db 88 db 87 db Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m) Gambar 16. Kontur kebisingan power house pada shift pagi 86 db 85 db Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m) Gambar 17. Kontur kebisingan power house pada shift sore 98dB 97dB 96dB 95dB 94dB 93dB 92dB 91dB 90dB 89dB 88dB 87dB 86dB 85dB 84dB 32

Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m) Gambar 18. Kontur kebisingan power house pada shift malam 99dB 98dB 97dB 96dB 95dB 94dB 93dB 92dB 91dB 90dB 89dB 88dB 87dB 86dB 85dB 84dB Pada stasiun power house berbeda dengan stasiun sebelumnya, yaitu stasiun masakan dan stasiun putaran. Pengambilan data kebisingan pada power house dilakukan karena pada stasiun tersebut memiliki intensitas kebisingan yang cukup tinggi. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang bertugas untuk untuk mengendalikan operasional pada stasiun power house dalam satu shift kerja hanya membutuhkan 2 orang pekerja. Tingkat kebisingan pada stasiun power house termasuk cukup tinggi dan digolongkan ke dalam jenis kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi luas (steady state, wide band noise). Intensitas kebisingan tertinggi untuk stasiun power house pada shift malam. Hal ini disebabkan karena pada saat kondisi malam hari pabrik membutuhkan energi listrik lebih besar untuk produksi dan penerangan pabrik, sehingga operasional dari turbin generator lebih ditingkatkan kinerjanya. Berdasarkan kondisi tersebut mengakibatkan pada tingginya putaran poros mesin generator, adanya kebocoran sambungan antar pipa saluran steam uap panas dari boiler menuju turbin uap, serta gesekan aliran antara steam uap panas dengan dinding saluran pipa. Sumber kebisingan di stasiun power house ini selain berasal dari suara yang dihasilkan mesin-mesin yang berada di stasiun power house tersebut, melainkan juga dipengaruhi oleh kebisingan dari stasiun gilingan yang 33

berada di sebelah utara dari stasiun power house, dan kebisingan dari stasiun boiler yang berada sebelah barat stasiun power house, sehingga memungkinkan terjadinya penguatan intensitas suara bising yang berasal dari keadaan lingkungan pabrik tersebut. Dari peta kontur di atas dapat dilihat bahwa pola penyebaran kebisingan di stasiun power house untuk setiap shiftnya cukup seragam. Pengukuran tingkat kebisingan yang terjadi pada shift pagi berkisar antara 85.28 db(a) sampai dengan 98.41 db(a). Pada shift sore, tingkat kebisingan yang terjadi berkisar antara 84.85 db(a) sampai dengan 99.52 db(a). Sedangkan untuk shift malam, tingkat kebisingan yang terjadi berkisar antara 84.43 db(a) sampai dengan 100 db(a). Kebisingan tertinggi terkonsentrasi pada sebelah barat dekat dengan mesin turbin generator pertama bagian kiri bawah yang berkisar antara 98.41 db(a) sampai 100 db(a) pada radius tertentu dari alat ukur. Kebisingan pada tingkat yang rendah terjadi pada bagian tempat duduk operator sebelah timur stasiun power house, yaitu sekitar 84.43 db(a) sampai 85.28 db(a). Dari seluruh gambar pada stasiun masakan di atas dapat dilihat bahwa pola penyebaran kebisingan tertinggi terjadi pada shift malam. Pada saat mesin turbin generator beroperasi tidak sering terjadi pergerakan pekerja. Para pekerja hanya mengamati jalannya proses penyaluran energi listrik dan memeriksa sesekali jika terjadi permasalahan pada setiap mesin. Biasanya para pekerja berada di depan unit mesin turbin generator kedua pada titik pengukuran ke-29 dan berada di sebelah kiri mesin turbin generator ketiga di titik pengukuran ke-38. Pada daerah tersebut merupakan tempat yang cukup berbahaya bagi pekerja dalam segi pemajanan kebisingan yang tinggi. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa kompleks stasiun power house tersebut secara umum tingkat kebisingan melebihi 85 db(a) sehingga lokasi tersebut dikategorikan sebagai daerah dengan tekanan bising yang tinggi dan tidak memenuhi standar keamanan operasi untuk tenaga manusia yang bekerja selama maksimum 8 jam sehari dan perlu dilakukan pengendalian lebih lanjut terutama terhadap ruang kerja. 34

B. Nilai Ambang Batas Waktu di Setiap Stasiun Nilai ambang batas (NAB) waktu kontak pada lingkungan bising yang terdapat pada Tabel 4 merupakan waktu kontak maksimum yang diizinkan untuk berada dalam intensitas kebisingan yang bersangkutan. Apabila waktu kontak melebihi batas waktu tersebut, maka akan terjadi gangguan pada alat pendengaran. Semakin tinggi intensitas kebisingan, maka akan semakin sedikit waktu kontak yang diizinkan. Suara dengan tingkat kebisingan tinggi dan nada tinggi dapat mengganggu, terlebih lagi bila datangnya secara terputus-putus dan tiba-tiba. Apalagi jika letak sumber kebisingannya tidak diketahui, maka pengaruhnya akan lebih terasa mengganggu. Ada beberapa standar mengenai berapa waktu yang aman berdasarkan keadaan bising tertentu sesuai dengan intensitas suara yang ada, diantaranya : OSHA (Occupational Safety and Health Association), ISO (International Standard Organization), dan Menaker RI. Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja, Nomor : KEP-51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika di Tempat Kerja, NAB untuk ditetapkan sebesar 85 db(a) untuk lama pemajanan 8 jam kerja. Oleh karena itu lingkungan kerja yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan tersebut, maka harus dilakukan usaha pengendalian dan pencegahan terjadinya gangguan pendengaran terhadap para pekerja. Dari hasil pengukuran yang dilakukan, dapat dilihat bahwa tingkat kebisingan untuk masing-masing stasiun untuk setiap shiftnya relatif sama dan mempunyai pola penyebaran yang hampir sama pula. 1. Stasiun Masakan Kebisingan yang dihasilkan pada area stasiun masakan unit PG Bungamayang ternyata berada di atas nilai ambang batas yang diizinkan. Berdasarkan tingkat kebisingan maksimum yang terjadi di stasiun masakan, maka batas waktu yang diizinkan berada dalam area tersebut secara aman dan kontinu bagi pekerja untuk bekerja tanpa mengalami gangguan menurut standar dari OSHA, Indonesia, dan ISO untuk setiap shiftnya dapat dilihat pada Tabel 6 ini. 35

Tabel 6. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Masakan Shift Kerja/ Hari Standar Shift Pagi Shift Sore Shift Malam OSHA 4 Jam 48 Menit 6 Jam 43.2 Menit 5 Jam 56.4 Menit Indonesia 2 Jam 28.8 Menit 3 Jam 29.28 Menit 3 Jam 9.84 Menit ISO 1 Jam 4.02 Menit 1 Jam 54.42 Menit 1 Jam 38.22 Menit 2. Stasiun Putaran (Centrifuge) Kebisingan yang dihasilkan pada area stasiun putaran unit PG Bungamayang ternyata berada di atas nilai ambang batas yang diizinkan. Berdasarkan tingkat kebisingan maksimum yang terjadi di stasiun putaran, maka batas waktu yang diizinkan berada dalam area tersebut secara aman dan kontinu bagi pekerja untuk bekerja tanpa mengalami gangguan menurut standar dari OSHA, Indonesia, dan ISO untuk setiap shiftnya dapat dilihat pada Tabel 7 ini. Tabel 7. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Putaran Shift Kerja/ Hari Standar Shift Pagi Shift Sore Shift Malam OSHA 1 Jam 30.5 Menit 1 Jam 36.5 Menit 2 Jam 25.4 Menit Indonesia 45.24 Menit 48.24 Menit 1 Jam 15.24 Menit ISO 1.35 Menit 2.6 Menit 21.35 Menit Namun, kebisingan yang dihasilkan pada area ruang kontrol panel di setiap shift kerja berdasarkan standart keamanan OSHA, ISO maupun Indonesia masih berada di bawah nilai ambang batas yang diizinkan, yaitu lebih dari 8 jam kerja sehari. 3. Stasiun Power House Kebisingan yang dihasilkan pada area stasiun power house unit PG Bungamayang ternyata berada di atas nilai ambang batas yang diizinkan. Berdasarkan tingkat kebisingan maksimum yang terjadi di stasiun power house, maka batas waktu yang diizinkan berada dalam area tersebut secara aman dan kontinu bagi pekerja untuk bekerja tanpa mengalami gangguan 36

menurut standar dari OSHA, Indonesia, dan ISO untuk setiap shiftnya dapat dilihat pada Tabel 8 ini. Tabel 8. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Power House Shift Kerja/ Hari Standar Shift Pagi Shift Sore Shift Malam OSHA 2 Jam 31.8 Menit 2 Jam 9.6 Menit 2 Jam Indonesia 1 Jam 43.08 Menit 1 Jam 5.76 Menit 1 Jam ISO 22.95 Menit 17.4 Menit 15 Menit Lama Kerja (Menit) Lama Kerja (Menit) Lama Kerja (Menit) 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 160 140 120 100 80 60 40 20 0 160 140 120 100 80 60 40 20 OSHA MENAKER ISO (a) Stasiun Masakan OSHA MENAKER ISO (b) Stasiun Putaran (Centrifuge) Shift Pagi Shift Sore Shift Malam Shift Pagi Shift Sore Shift Malam Shift Pagi Shift Sore Shift Malam 0 OSHA MENAKER ISO (c) Stasiun Power House Gambar 19. Grafik waktu pemaparan pada stasiun masakan, stasiun putaran (centrifuge), dan stasiun power house 37

C. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja Kebisingan pada lingkungan kerja merupakan faktor penting dalam perancangan pabrik karena kebisingan yang terjadi terus menerus di lingkungan kerja dengan intensitas tinggi tidak sekedar menimbulkan rasa tidak nyaman namun juga dapat menimbulkan efek serius bagi kesehatan manusia. Dalam pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja (1984), menyatakan bahwa kebisingan mempunyai pengaruh terhadap tenaga kerja, mulai dari gangguan ringan berupa gangguan konsentrasi kerja, pengaruh dalam komunikasi dan kenyamanan kerja sampai pada cacat yang berat karena kehilangan daya mendengar (tuli) yang menetap. Kebisingan pada lingkungan pabrik dapat menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga kerja, seperti gangguan komunikasi, gangguan keseimbangan dan efek pada pendengaran, antara lain: 1. Gangguan komunikasi Pada umumnya, sumber bising yang tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau suara yang datangnya tiba-tiba. Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Kebisingan yang mengganggu komunikasi menyebabkan pembicaraan para pekerja harus dilakukan dengan cara berteriak dan bersuara keras dalam berkomunikasi dengan pekerja lain pada suasana kerja yang bising. Gangguan ini bisa menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain karena tidak mendengar syarat atau tanda bahaya; gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan tenaga kerja dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas kerja. Hal ini sejalan dengan Suma mur (1996) bahwa terdapat efek kebisingan yang merugikan daya kerja, yaitu dapat terjadi resiko apabila cara komunikasi harus dilakukan dengan berteriak. Oleh karena pekerja tersebut sudah terbiasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah 38

keluarga juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah. 2. Gangguan keseimbangan Gangguan keseimbangan, misalnya gangguan perhatian, dan konsentrasi, sehingga menyebabkan terjadi kesalahan-kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja. Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan berupa kelelahan, gangguan konsentrasi, mudah tersinggung, kepala pusing atau mual-mual. 3. Gangguan pada pendengaran Kebisingan pada level tertentu dapat menimbulkan gangguan pada pendengaran paling serius adalah dapat menyebabkan ketulian yang bersifat progresif. Pada awalnya gangguan pendengaran bersifat sementara dan akan segera pulih kembali setelah berhenti bekerja pada tempat yang bising. Namun bila bekerja secara terus menerus pada tempat yang bising, maka akan mengakibatkan kehilangan kemampuan pendengaran secara permanen dan tidak akan pulih kembali. D. Evaluasi Hasil Kuesioner Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh kebisingan di lapangan terhadap perkerja yang setiap harinya bekerja pada lingkungan tersebut, sebanyak 18 orang pekerja diminta untuk mengisi kuesioner. Data kuesioner dan tabulasi hasil-hasilnya disajikan pada Lampiran 4-8. Menurut Suma mur (1996), bahwa kebisingan yang cukup tinggi akan memberikan dampak bagi karyawan yang bekerja pada di perusahaan tersebut, seperti gangguan terhadap konsentrasi kerja, gangguan tehadap komunikasi, gangguan terhadap kenyamanan kerja yang berbeda-beda untuk setiap orang dan penurunan daya pendengaran. Dari jawaban yang terkumpul, dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerja di stasiun masakan, stasiun putaran, dan stasiun power house, yaitu gangguan pendengaran akibat kebisingan pernah dialami 77.78 % dan pendengaran normal sebanyak 22.22 % pekerja. 39

Besarnya pengaruh intensitas kebisingan terhadap pendengaran pekerja dapat dilihat pada Gambar 20 ini. Persentase (%) 35 30 25 20 15 10 5 0 22,22 22,22 16,67 1 5,56 33,33 Telinga masih biasa (Normal) Berdenging atau berdesis, Kurang dengar sementara Berdenging dan kurang dengar sementara Ketiga gangguan pendengaran Gambar 20. Pengaruh kebisingan terhadap pendengaran pekerja Selain itu pekerja pada ketiga stasiun di pabrik juga mengalami beberapa gangguan lainnya, seperti pada Gambar 21 ini. 120 Persentase (%) 100 80 60 40 100 83,33 33,33 Komunikasi Aktivitas Kenyamanan Terhadap telinga 20 16,67 16,67 Penurunan prestasi 0 Jenis 1Gangguan Gambar 21. Jenis Gangguan Kebisingan terhadap Pekerja Menurut Sumakmur (1992), bahwa pengaruh tempat kerja yang bising mengakibatkan pekerja menjadi tuli atau gangguan daya dengar baik sementara atau permanen dan dapat mengakibatkan beberapa gangguan, seperti gangguan tidur, kelelahan, gangguan konsentrasi, dan mudah 40

tersinggung. Hal ini didukung oleh data hasil kuesioner sehingga diketahui keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pekerja sebagai akibat waktu pemaparan kebisingan secara kontinu di pabrik, seperti pada Gambar 22 ini. 90 83,33 Persentase (%) 80 70 60 50 40 30 20 10 72,22 50 27,78 33,33 11,11 Terhadap pendengaran Penurunan pendengaran Kelelahan Kepala pusing Lekas marah Mudah tersinggung Sulit tidur Rasa mual 0 Jenis 1Keluhan Gambar 22. Jenis Keluhan pada Pekerja akibat Lingkungan Bising Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pekerja merupakan salah satu dampak kebisingan di tempat kerja yaitu pengaruh kebisingan pada telinga (auditoir) yang akan menyebabkan ketulian dan pengaruh bukan pada pendengaran (non auditoir) antara lain kelelahan, gangguan konsentrasi dan mudah tersinggung. Selain masalah kesehatan yang dikeluhkan oleh para pekerja, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan menyangkut aspek keselamatan kerja, antara lain lama jam bekerja, waktu istirahat, kondisi lingkungan kerja, alat pelindung diri, dan penyuluhan tentang efek kebisingan terhadap kesehatan. Berdasarkan hasil kuesioner, sebanyak (100 %) pekerja menjawab mereka bekerja selama 8 jam dalam setiap shift kerja, (94.44 %) menjawab tidak ada jam istirahat. Dengan tidak adanya waktu istirahat pada waktu kerja yang ditetapkan oleh perusahaan tidak menjadi penghalang bagi pekerja, namun istirahat tetap diadakan di dalam pabrik dengan memanfatkan waktu senggang diantara proses produksi berlangsung. Dan waktu istirahat ini dilakukan dengan cara bergantian dengan teman kerja dalam satu shift kerja sehingga kemungkinan tidak akan mengganggu proses produksi gula. Adanya 41

faktor bising di lingkungan kerja diakui oleh seluruh (100 %) pekerja di ketiga stasiun pabrik. Kebisingan tersebut cukup mengganggu cara komunikasi (berbicara) antara pekerja yang satu dengan lainnya sehingga pembicaraan harus berteriak dalam jarak 1 meter maupun lebih dengan lawan bicaranya. Perilaku yang kurang terhadap penggunaan alat pelindung telinga yang ditujukan oleh sebagian besar pekerja (44.44 %) dengan kondisi yang bising, sehingga akan sangat mudah menyebabkan gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja baik gangguan pendengaran maupun keluhan yang dirasakan oleh tenaga kerja. Alasan dari para pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung telinga adalah karena alat tersebut menggangu aktivitas dalam bekerja, malas, dan menurut hasil kuesioner sebanyak (88.89 %) pekerja menyatakan mereka tidak menggunakan APT dengan alasan belum diberikan dari perusahaan. Tetapi hanya sebagian kecil dari pekerja yang menggunakan APT berjenis sumbat telinga sederhana yang terbuat dari kapas. Sumbat telinga sederhana dengan bahan kapas (acoustic wool) ini mampu mengurangi kebisingan 10 db(a) sampai dengan 15 db(a). Berdasarkan hasil kuesioner sebagian besar pekerja belum mengetahui tentang efek kebisingan dan penjelasan mengenai alat pelindung pendengaran. Hasil kuesioner mengenai pengetahuan pekerja terhadap alat pelindung telinga dapat dilihat pada Gambar 23 ini. 45 40 39,02 Persentase (%) 35 30 25 20 15 31,71 29,27 Tidak mengerti kegunaan APT Belum mengerti cara menggunakan APT Belum mengerti cara memelihara APT 10 5 0 Pengetahuan 1 Pekerja Gambar 23. Pengetahuan Pekerja terhadap Alat Pelindung Telinga 42

Oleh karena itu perlu dilaksanakan program penyuluhan terhadap pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja tentang efek kebisingan dan penjelasan mengenai alat pelindung pendengaran. Program penyuluhan dapat dilakukan oleh para pimpinan, tenaga kesehatan, maupun tim khusus terhadap para pekerja di pabrik. E. Upaya Pencegahan Kebisingan Dan Pemeliharaan Pendengaran Pengendalian kebisingan merupakan suatu hal yang wajib diterapkan dalam suatu pabrik yang menghasilkan kebisingan pada level tertentu. Namun, pengendalian kebisingan tersebut tidak boleh bertentangan dengan prinsipprinsip dasar perancangan pabrik, yaitu faktor kelayakan ekonomi, faktor safety, kemudahan operasi alat, dan kemudahan maintenance. Setelah dilakukan pengukuran kebisingan di lingkungan kerja pabrik, maka diperlukan pengendalian bising yang terjadi pada stasiun masakan, putaran, dan power house. Pengendalian kebisingan pada masing-masing stasiun untuk setiap shift tersebut dilakukan dengan mereduksi kebisingan sampai di bawah nilai ambang bising yang diizinkan. Menurut standar kebisingan yang ditetapkan MENAKER RI, maka tingkat bising yang perlu direduksi sampai batas aman pendengaran pekerja dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Besar Reduksi Kebisingan yang diperlukan Shift Kebisingan (db(a)) Stasiun Kerja Intensitas NAB Reduksi Pagi 93.80 85 8.80 Masakan Sore 91.28 85 6.28 Malam 92.09 85 7.09 Pagi 102.46 85 17.46 Putaran Sore 101.96 85 16.96 Malam 98.73 85 13.73 Pagi 98.41 85 13.41 Power House Sore 99.52 85 14.52 Malam 100.00 85 15.00 43

Jika sifat operasi suatu mesin mengeluarkan bunyi melebihi nilai ambang batas 85 db(a), maka perlu dilakukan pengendalian secara teknis atau kontrol engineering. Kontrol engineering ini ditujukan pada sumber bising dan sebaran kebisingan; misalnya: 1. Pemeliharaan mesin (maintenance) yaitu mengganti, mengencangkan bagian mesin yang longgar, memberi pelumas secara teratur, dan lain-lain. 2. Mengganti mesin bising tinggi ke yang bisingnya kurang. 3. Mengurangi vibrasi atau getaran dengan cara mengurangi tenaga mesin, kecepatan putaran atau isolasi. 4. Mengubah proses kerja misal kompresi diganti dengan pukulan. 5. Mengurangi transmisi bising yang dihasilkan benda padat dengan menggunakan lantai berpegas, menggunakan bahan peredam suara pada dinding dan langit-langit kerja. 6. Mengurangi turbulensi udara dan mengurangi tekanan udara di turbin uap. Penurunan kemampuan mendengar akibat suara bising di lingkungan kerja pada tahap awal biasanya tidak dirasakan secara sementara dan bila telah disadari ada gangguan pendengaran sudah pada tahap ketulian yang menetap dan tidak dapat diperbaiki lagi. Oleh karena itu tindakan yang terpenting adalah melakukan pengendalian kebisingan dan pemeliharaan pendengaran. Salah satunya dengan menggunakan alat pelindung telinga (APT). alat pelindung telinga di tempat kerja yang bising adalah suatu hal yang harus ada dan harus tersedia, hal ini untuk menjaga kesehatan tenaga kerja khususnya kesehatan terhadap pendengaran. Dalam buku Kesehatan dan Keselamatan Kerja (1984), menjelaskan bahwa fungsi alat pelindung telinga adalah menurunkan intensitas kebisingan yang mencapai alat pendengaran. Pengurangan intensitas kebisingan dari alat pelindung telinga ini tergantung dari macamnya, cara pemakaiannya, serta keteraturan penggunaannya dari alat pelindung telinga. Berikut ini berbagai jenis alat pelindung telinga dengan tingkat peredaman kebisingan berdasarkan kisaran frekuensi, seperti Tabel 10. 44

Tabel 10. Peredaman kebisingan berbagai jenis pelindung telinga Reduksi Tingkat Bising *) [db(a)] Jenis Pelindung 125 Hz 250 Hz 500 Hz 1000 Hz 2000 Hz 4000 Hz 8000 Hz Sumbat Kapas 2 (2) 3 (2) 4 (3) 8 (3) 12 (6) 12 (4) 9 (5) Sumbat Kapas 6 Berlilin (7) Sumbat Wol Gelas 7 (4) Sumbat tercetak sesuai telinga ybs. Penutup berperapat busa Penutup berperapat cairan 15 (7) 8 (6) 13 (6) 10 (9) 11 (5) 15 (8) 14 (5) 20 (6) 12 (9) 13 (4) 16 (5) 24 (6) 33 (6) 16 (8) 17 (7) 17 (5) 34 (8) 35 (6) 27 (11) 29 (6) 30 (5) 36 (7) 38 (7) 32 (9) 35 (7) 41 (5) 43 (8) 47 (8) Helm Penerbang 14 17 29 32 48 59 (4) (5) (4) (5) (7) (9) (*) Angka dalam kurung menyatakan penyimpangan (deviasi) 26 (9) 31 (8) 28 (7) 31 (8) 41 (8) 54 (9) Menurut jeninya, alat pelindung telinga terbagi menjadi 3 jenis, yaitu: 1) Sumbat telinga (ear plug), dapat dibuat dari kapas, plastik, karet alami dan sintetis. Pengurangan tekanan bising pada sumbat telinga ini adalah sekitar 8-30 db(a). Namun hal tersebut tergantung pada longgar tidaknya pemasangan sumbat telinga yang menutupi lubang telinga. Daya proteksi alat ini kurang baik untuk tingkat bising di atas 100 db(a), alat tidak dapat dipakai bila ada infeksi pada telinga, penggunaan alat sukar dimonitor karena dari jauh tidak terlihat, harus disediakan berbagai ukuran dan akan mudah hilang karena kecil, serta perlu perawatan untuk menjaga kebersihan alat. Berikut ini beberapa jenis ear plug berdasarkan reduksi tingkat kebisingannya dapat dilihat pada Tabel 11 ini. 45

Tabel 11. APT Jenis Ear Plug berdasarkan reduksi tingkat kebisingan Jenis Ear Plug Reduksi Bising Gambar APT dan Kisaran Harga a. 3M Banded Hearing Protector Ear Plugs 1310 21 db(a) b. Comfort Band TM Hearing Protector Ear Plugs 23 db(a) c. Tri-Seal TM Reusable Silicone Ear Plugs d. Foam Fit TM Disposable Foam Ear Plugs 25 db(a) Rp.12.000,00 / pcs 31 db(a) Rp.10.000,00 / pcs 2) Tutup telinga (ear muff), dapat dipakai pada tekanan bising sampai dengan 110 db(a) karena dapat mengurangi tekanan bising sekitar 25 40 db(a), dapat digunakan walaupun terdapat infeksi pada telinga dan cukup disediakan satu ukuran, tidak mudah hilang serta mudah dimonitor pemakaiannya karena dapat dilihat dari luar. Kerugian alat ini adalah tidak nyaman dalam penggunaan yang lama di lingkungan yang panas dan menggannggu penggunaan alat pelindung diri lainnya. Kombinasi antara tutup telinga dan sumbat telinga dianjurkan penggunaannya untuk tekanan kebisingan antara 120 125 db(a). Berikut ini beberapa jenis ear muff berdasarkan reduksi tingkat kebisingannya dapat dilihat pada Tabel 12 ini. 46

Tabel 12. APT Jenis Ear Muff berdasarkan reduksi tingkat kebisingan Jenis Ear Muff Reduksi Bising Gambar APT dan Kisaran Harga a. Economuff TM Earmuff 20 db(a) Rp.136.160,00 / pcs b. SlimPro TM Plus Muff 23 db(a) Rp.146.280,00 / pcs c. 3M TM Three Position Ear Muff 1427 d. Sound Blocker TM 26 Muff 25 db(a) Rp. 1.096.640,00/pcs 26 db(a) Rp. 367.080,00 / pcs e. Apex TM 30 Muff 30 db(a) Rp. 643.080,00 / pcs 3) Helmet, dapat mengurangi tingkat bising sekitar 40 50 db(a) dan mengurangi masuknya gelombang suara melalui getaran tulang kepala. Kerugian alat ini adalah mahal dan tidak nyaman penggunaannya karena berat dan besar. Berikut ini beberapa jenis helmet berdasarkan reduksi tingkat kebisingannya dapat dilihat pada Tabel 13 ini. 47

Tabel 13. APT Jenis Helmet berdasarkan reduksi tingkat kebisingan Jenis Helmet Reduksi Bising Gambar APT a. SlimPro TM Plus Cap 22 db(a) Models b. Suprano Muff 25 db(a) c. Sound Blocker TM 26 Cap Models 26 db(a) Rp. 803.360,00 / pcs Berdasarkan intensitas kebisingan yang terjadi di PG Bungamayang, maka diperlukan peredaman kebisingan sampai batas aman dan nyaman. Salah satu cara meredam kebisingan yaitu dengan menggunakan alat pelindung telinga. Intensitas kebisingan yang terjadi pada stasiun masakan cukup tinggi, maka penggunaan APT jenis sumbat telinga (ear plug) disarankan bagi pekerja di stasiun masakan mengingat intensitas kebisingan tertinggi dekat pada vacuum pan masakan berkisar antara 91.28 db(a) hingga 93.80 db(a), seperti gambar jenis ear plug yang terdapat pada Tabel 11 memiliki daya reduksi kebisingan antara 21 31 db(a) misalnya Disposable Foam Ear Plugs. Pada stasiun putaran, beberapa pekerja khususnya yang mengoperasikan mesin putaran Broadbent 6 dan 7, dan mesin TSK Centrifugal 3 di unit puteran HGF sangat perlu menggunakan alat pelindung telinga berjenis APT kombinasi antara tutup telinga (ear muff) dan sumbat telinga (ear plug) sangat disarankan mengingat intensitas kebisingan tertinggi pada stasiun putaran mencapai berkisar antara 98.73 db(a) hingga 102.46 db(a), seperti gambar jenis ear plug pada Tabel 11 dan ear muff Tabel 12 memiliki daya reduksi kebisingan antara 21 31 db(a) untuk jenis ear plug misalnya Disposable Foam Ear Plugs dan 20 30 db(a) untuk ear muff misalnya Apex TM 30 Muff. Sedangkan pada stasiun power house sangat disarankan penggunaan APT 48