RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XV/2017 Persyaratan Partai Politik Menjadi Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Indonesia Kerja (PIKA), partai politik berbadan hukum, disahkan dari Menkumham RI. Dalam kepengurusan ini, yang menjabat sebagai Ketua Umum adalah Hartoko Adi Oetomo dan Sekretaris Jenderal adalah Jose Poernomo; Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI), partai politik berbadan hukum, disahkan dari Menkumham RI. Dalam kepengurusan ini, yang menjabat sebagai Ketua Umum adalah Daniel Hutapea; Yang selanjutnya secara bersama-sama disebut sebagai Para Pemohon. Kuasa Hukum: Heriyanto, SH., Idris Sopian Ahmad, SH., SH.I., dkk, Advokat dan Konsultan Hukum yang tergabung pada YANG & PARTNERS Law Firm, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 6 September 2017. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Pasal 173 ayat (2) huruf b, c, d, e, f, dan g, dan Pasal 173 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (selajutnya disebut UU 7/2017). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan: Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi ; 1
2. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945; 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang -Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 4. Pasal 29 ayat (1) huruf a UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 5. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (selajutnya disebut UU 7/2017), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang- Undang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga Negara. ; 2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: 2
a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 3. Bahwa Para Pemohon adalah partai politik berbadan hukum yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena berlakunya Pasal 173 ayat (2) huruf b, c, d, e, f, dan g, dan Pasal 173 ayat (3) UU 7/2017 yang mana ketentuan tersebut menghilangkan kesempatan sekaligus memberatkan dan menyulitkan Para Pemohon menjadi partai peserta Pemilihan Umum. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU 7/2017 yaitu: 1. Pasal 173 ayat (2) huruf b, c, d, e, f, dan g: Partai politik dapat menjadi Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan. b. memiliki kepengurusan di seluruh provinsi; c. memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen), jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; d. memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen), jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan; e. menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat; f. memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/ 1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota; g. mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu; 3
2. Pasal 173 ayat (3): Partai politik yang telah lulus verilikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu: B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 1 ayat (2): Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang- Undang Dasar. 2. Pasal 22E ayat (1): Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. 3. Pasal 27 ayat (1): Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 4. Pasal 28: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang. 5. Pasal 28C ayat (2): Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. 6. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 7. Pasal 28D ayat (3): Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. 4
8. Pasal 28E ayat (3): Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. 9. Pasal 28I ayat (2): Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa menurut Pemohon, pemberlakuan syarat-syarat verifikasi faktual sebagaimana diatur dalam Pasal UU a quo telah mereduksi hakikat dan esensi dari suatu partai politik serta mereduksi hak-haknya untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya melalui kontestasi pemilihan umum; 2. Bahwa seiring dengan perubahan undang-undang terkait persyaratan partai politik untuk mengikuti kontestasi pemilihan umum dari waktu ke waktu, hal ini menunjukkan bila terdapat ketidakpastian hukum dari pembuat Undang- Undang yang tidak memiliki desain mengenai sistem kepartaian sederhana dalam pemilihan umum; 3. Bahwa pembentukan partai politik sebagai implementasi hak-hak warga dalam pemerintahan merupakan hak-hak sosial dan politik yang telah dijamin dalam konstitusi dan Pasal 25 ICCPR, hal demikian menunjukkan bila hak-hak politik dari warga negara tidak dapat dibatasi sepanjang tidak ada pembatasan yang beralasan; 4. Bahwa Pemerintah beranggapan dengan penetapan persyaratan administratif yang berat akan menghasilkan jumlah partai politik yang lebih sedikit dan implikasinya pada penguatan sistem Presidensial. Seyogianya bila UU a quo dimaksudkan untuk menguatkan sistem Presidensial maka seharusnya langkah yang dapat ditempuh adalah menyederhanakan isi parlemen dengan menaikkan parliamentary threshold (PT) sehingga komposisi partai politik di parlemen akan menjadi lebih sederhana; 5
5. Bahwa persyaratan yang mengharuskan adanya kantor tetap kepengurusan di setiap provinsi, di sejumlah kabupaten/kota dan kecamatan hingga tahap akhir Pemilu, disertai keharusan untuk membuat kartu anggota bagi partai politik telah menyebabkan biaya politik yang tinggi dan hal ini memunculkan anggapan bila partai politik yang dapat mengikuti konstestasi pemilihan umum hanya orang-orang yang memiliki dana yang sangat besar; 6. Pemohon yang merupakan wakil dari para pengusaha dan pekerja, merasa kesulitan untuk mencari 1000 orang anggota per kabupaten/kota. Padahal Pemohon berusaha untuk menjadi wadah dalam menyalurkan aspirasi dari anggota untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 173 ayat (2) huruf b, c, d, e, f, dan g, dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat; dan 3. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; 4. Apabila Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya ( ex aequo et bono). 6