MODEL KETERPADUAN PEMBELAJARAN SAINS DALAM KURIKULUM 2013

dokumen-dokumen yang mirip
Melihat Lebih Jauh Manfaat Pembelajaran IPA Terpadu Tipe Shared

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

Standards for Science Teacher Preparation

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA SMP PADA TEMA ENERGI DALAM TUBUH MENGGUNAKAN METODE 4S TMD

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MODEL CONNECTED (MODEL 2: HOW TO INTEGRATE THE CURRICULA) Muktar Panjaitan Universitas HKBP Nommensen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dini Herdiani, 2014 Pembelajran Terpadu dalam Kurikulum 2013 di Kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hayyah Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU (IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang tersebut, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

I. PENDAHULUAN. analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

RANCANGAN ALAT UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP N 1 AMBARAWA TAHUN AJARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN TERPADU UNTUK MENGEMBANGKAN KECAKAPAN HIDUP DI ERA GLOBALISASI

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN. pembenahan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hal ini juga dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

A. PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN IPA TERPAD U TIPE INTEGRATED TERHAD AP PENGUASAAN KONSEP D AN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PAD A TOPIK TEKANAN

Hakikat Belajar dan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tsani Fathani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006 menuntut perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PELATIHAN SEBUAH SOLUSI DALAM PEMBELAJARAN IPA TERPADU BAGI DOSEN IPA DI LINGKUNGAN PRODI PGMI. Budiyono Saputro

BAB I PENDAHULUAN. sangat banyak. Tuntutan tersebut diantaranya adalah anak membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP) merumuskan 16

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah

I. PENDAHULUAN. salah satu tujuan pembangunan di bidang pendidikan. antara lain: guru, siswa, sarana prasarana, strategi pembelajaran dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Julia Artati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. optimum hendaknya tetap memperhatikan tiga ranah kemampuan siswa yaitu

Pembelajaran IPA Terpadu Melalui Keterampilan Kerja Ilmiah Untuk Mengembangkan Nilai Karakter. Henry Januar Saputra

MODEL INKUIRI DENGAN TIPE INTEGRATED PADA PEMBELAJARAN IPA DI SMP ARTIKEL. Oleh. Etik Khoirun Nisa NIM

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

Mochammad Maulana Trianggono, M.Pd. Prodi PG PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Jember 2016

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk kehidupan. (KTSP). Sesuai dengan amanat KTSP, model pembelajaran terpadu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

Pembelajaran IPA Terintegrasi di SMP A. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. keahlian atau keterampilan di bidang tertentu. Menurut 21 st. Partnership Learning Framework (BSNP, 2013: 3-4), terdapat enam

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kualitas kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

Transkripsi:

MODEL KETERPADUAN PEMBELAJARAN SAINS DALAM KURIKULUM 2013 Eli Trisnowati Jl. Raya Kalibeber km. 3, Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia elitrisnowati@ymail.com ABSTRAK Kurikulum 2013 memiliki beberapa perubahan, diantaranya terwujud pada proses pembelajaran di sekolah menengah dengan sistem tematik terpadu. Peserta didik cenderung mempelajari sains sebagai produk penghafalan konsep. Akibatnya sains sebagai proses, sikap, dan aplikasi jarang tersentuh dalam pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran sains terpadu di Indonesia terhambat pada kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh guru sains. Oleh karena itu, muncullah beberapa pertanyaan penulis diantaranya: (1) model keterpaduan apakah yang cocok diterapkan pada pembelajaran sains di kurikulum 2013?; (2) bagaimanakah cara meningkatkan kompetensi guru sains terpadu di Indonesia?. Pembelajaran sains di SMP sesuai dengan Permendiknas No. 22 tahun 2006 dilakukan secara terpadu. Kunci dari kegiatan pembelajaran sains terpadu terletak pada kompetensi guru, bagaimana seorang guru mampu mengelola dan mengorganisir kegiatan yang dapat memfasilitasi kegiatan belajar peserta didik. Pembelajaran sains terpadu pada kurikulum 2013 sebaiknya menggunakan salah satu model keterpaduan menurut Fogarty yaitu model shared agar peserta didik mempelajari materi kajian sains secara menyeluruh dan menguasai kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Latar belakang pendidikan guru sains yang masih terpisah-pisah dari masing-masing mata pelajaran sains dapat diatasi dengan adanya team teaching dan pemerintah mengadakan pelatihan atau pendidikan tambahan pada guru sains yang sudah terjun di lapangan. Kata kunci: Guru, Kompetensi, Kurikulum, Pembelajaran, Sains Terpadu PENDAHULUAN Sains merupakan aktivitas manusia yang dicirikan dengan adanya proses berpikir yang terjadi di dalam pikiran siapapun yang terlibat di dalamnya. Kegiatan para ilmuwan yang berkaitan dengan akal, menggambarkan keingintahuan manusia dan keinginan mereka untuk memahami gejala alam. Para ilmuwan memiliki sikap, keyakinan, dan nilai-nilai yang memotivasi untuk memecahkan persoalan-persoalan yang mereka temui di alam. Ilmuwan digerakkan oleh rasa keingintahuan yang sangat besar, imajinasi, dan pemikiran dalam penyelidikan mereka untuk memahami dan menjelaskan fenomena-fenomena alam. Kurikulum sebagai sarana untuk merencanakan dan mengimplementasikan suatu sistem pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan dengan prinsip-prinsip berpusat pada potensi yang mencakup kebutuhan, kepentingan peserta didik dan lingkungannya, keterpaduan dan relevan dengan kebutuhan hidup secara meyeluruh dan berkesinambungan (Siskandar, 2006). Implementasi KTSP tentang keterpaduan dalam pembelajaran lebih lanjut ditekankan dalam kurikulum 2013. Kurikulum 2013 yang saat ini mulai diimplementasikan dalam pendidikan di Indonesia memiliki beberapa perubahan, diantaranya pada pembelajaran sains di sekolah menengah ---( 20 )---

dimana pembelajaran sains di sekolah menengah menggunakan sistem tematik terpadu (Kemdikbud, 2013). Secara rasional implementasi dari kurikulum sains terpadu adalah untuk menunjukkan bagaimana pengetahuan lintas mata pelajaran sains saling berhubungan di alam. Kurikulum sains terpadu berlandaskan pada teori psikologi Gestalt. Fokus teori psikologi Gestalt adalah menyelidiki pembelajar sebagai organisme kajian yang utuh dan menyertakan individu dalam pembelajaran yang bermanfaat dan bermakna. Teori ini mengharapkan kurikulum sains terpadu akan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memadukan pengetahuan dan hasil akhirnya adalah peningkatan kemampuan secara keseluruhan. Akan tetapi, penting untuk mengenali bahwa keterpaduan yang terdapat pada isi dan kurikulum sains terpadu tidak secara otomatis saling terpadu tetapi perlu memfasilitasi asimilasi pengetahuan sehingga individu akan merespon dengan mengolah dan menyalurkan pengetahuan (Esprívalo, 2010: 146). Hakikat sains meliputi empat unsur utama (Puskur, 2007:4), yaitu: (a) sikap; rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar, sains bersifat open ended; (b) proses; prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah. Metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; (c) produk berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; (d) aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari. Keempat unsur itu merupakan ciri sains yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran sains, keempat unsur itu diharapkan muncul sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru. Kecenderungan pembelajaran sains pada masa kini adalah peserta didik lebih banyak mempelajari sains sebagai produk penghafalan konsep, teori, dan hukum. Keadaan ini diperparah oleh pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi dan tes/ujian. Akibatnya sains sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran. Adanya literasi dalam pendidikan memperbaiki kurikulum terpadu. Perubahan menuju perbaikan berawal pada tahun 1930 yang mempengaruhi pendidikan sains, pengorganisasian praktek dalam sains menjadi gagasan yang besar. Sebuah program untuk pembelajaran sains (National Society for the Study of Education, 1932) dan Science for General Education (American Education Fellowship, 1938) menyatakan bahwa kurikulum sains mencakup pengetahuan faktual tentang sains seperti mengikutsertakan peserta didik dalam proses sains. Kurikulum ini menyoroti fokus pembelajaran sains pada konteks lingkungan alam. Fokus pembelajaran sains lintas disiplin ilmu dan mengkaji pengetahuan melalui konteks sosial, alasan sains, dan berpikir kritis. Sains merupakan sebuah pendekatan proses, usaha untuk menghubungkan mata pelajaran sains dengan penekanan pada proses sains. Kemampuan literasi sains peserta didik Indonesia berdasarkan skor ratarata Programe for Internasional Student Assesment (PISA) yaitu: (1) 45,6 (tahun ---( 21 )---

2000); (2) 46,4 (tahun 2003); dan (3) 47,1 (tahun 2006). Kecenderungan prestasi sains menurut skor rata-rata mengalami peningkatan sebesar 0,75 poin per periode. Jika dibandingkan dengan rata-rata internasional, kemampuan literasi sains Indonesia masih di bawah rata-rata dan secara umum kemampuan peserta didik di Indonesia berada pada tahapan terendah skala pengukuran PISA, yaitu bisa menjelaskan konsep sederhana. Berdasarkan dari hasil survey PISA tahun 2009, peringkat Indonesia berada pada peringkat 10 besar terbawah dari 65 negara. Aspek yang diteliti PISA meliputi kemampuan membaca, matematika dan sains. Hasil survey PISA tahun 2009 terhadap Indonesia adalah sebagai berikut, aspek kemampuan membaca (57), matematika (61) dan sains (60). Sedangkan berdasarkan data prestasi sains di TIMSS (Trends in International Mathematics dan Science Study), Indonesia berada diurutan 36 pada tahun 2003 dan diurutan 41 pada tahun 2007. Menurut Fogarty, pembelajaran terpadu dalam arti luas meliputi pembelajaran yang terpadu dalam satu disiplin ilmu, terpadu antar mata pelajaran, serta terpadu dalam dan lintas peserta didik. Pembelajaran terpadu akan memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik karena dalam pembelajaran terpadu peserta didik akan memahami konsep-konsep yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep-konsep lain yang sudah dipahami yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Menurut Trianto (2010: 58), secara umum prinsip-prinsip pembelajaran terpadu dapat diklasifikasikan menjadi: (1) prinsip penggalian tema, dengan beberapa prasyarat diantaranya: tidak terlalu luas, memiliki makna sehingga memberi bekal bagi peserta didik untuk belajar lebih lanjut, disesuaikan dengan perkembangan psikologis peserta didik, peristiwa-peristiwa yang otentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar, relevansi dengan kurikulum, dan ketersediaan belajar; (2) prinsip pengelolaan pembelajaran, dalam proses pembelajaran guru harus mampu menempatkan diri sebagai fasilitator dan mediator. Guru tidak boleh mendominasi pembicaraan dalam proses pembelajaran. Pemberian tanggungjawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerjasama dalam kelompok. Guru juga perlu mengakomodasi ide-ide yang tidak terpikirkan dalam perencanaan; (3) prinsip evaluasi, fokus dari setiap kegiatan adalah evaluasi; (4) prinsip reaksi, guru harus bereaksi terhadap aksi peserta didik dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit melainkan ke suatu kesatuan yang utuh dan bermakna. Guru hendaknya dapat menemukan kiat-kiat untuk memunculkan kepermukaan halhal yang dicapai melalui dampak pengiring. Menurut Knudson (1937), pembelajaran dengan kurikulum terpadu membutuhkan (a) guru yang sangat professional, (b) materi yang luas, dan (c) fasilitas yang mendukung inovasi dan percobaan. Akan tetapi, ketika guru tidak mempunyai latar belakang pendidikan sesuai prayarat yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan kurikulum, ini akan menjadi masalah untuk mengembangkan pengetahuan peserta didik (Palmer, 1991). Pada kenyataannya pembelajaran terpadu bermasalah dengan kemampuan guru dalam hal ini karena sebagian besar guru sekolah menengah memperoleh bekal ---( 22 )---

dasar dari universitas dengan materi sains yang terpisah-pisah. Rendahnya mutu pembelajaran sains Indonesia menuntut dilakukannya pembenahan terhadap proses pembelajaran sains. Pembenahan pendidikan sains tidak cukup menekankan pada produk dan proses, melainkan kesebandingan antara produk, proses, dan sikap sehingga diperlukan model keterpaduan dalam pembelajaran sains di Indonesia. Selain itu juga perlu peningkatan kualitas dan kompetensi guru sains dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran sains dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: tingkat pendidikan, penguasaan bahan ajar, metodologi pengajaran dan literasi teknologi. Berdasarkan pemaparan awal tentang pembelajaran sains di atas, penulis merumuskan dua permasalahan yaitu: (1) model keterpaduan apakah yang cocok diterapkan pada pembelajaran sains di kurikulum 2013?; (2) bagaimanakah cara meningkatkan kompetensi guru sains terpadu di Indonesia?. PEMBAHASAN Pembelajaran sains di SMP sesuai dengan Permendiknas No. 22 tahun 2006 dilakukan secara terpadu karena peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung melalui pembelajaran sains terpadu, sehingga dapat menambah kemampuan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik akan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara utuh, bermakna, dan aktif. Peraturan pemerintah (PP) No 23 tahun 2013 menjelaskan lebih rinci tentang keterpaduan dalam pembelajaran di tingkat sekolah menengah. Keterpaduan tersebut dikemas dalam suatu pembelajaran tematik terpadu. Pembelajaran terpadu penting bagi peserta didik karena memungkinkan peserta didik mengembangkan kemampuan dan keterampilannya dan secara tidak langsung mengajarkan peserta didik tentang belajar bagaimana mempelajari sesuatu. Ada beberapa alasan yang mendasari arti penting pembelajaran terpadu diantaranya: (1) dunia anak adalah dunia nyata, dimana tingkat perkembangan mental anak selalu dimulai dari tahap berfikir nyata; (2) proses pemahaman anak terhadap suatu konsep dalam suatu objek sangat bergantung pada pengetahuan yang sudah dimiliki anak sebelumnya; (3) pembelajaran akan lebih bermakna jika pelajaran yang sudah dipelajarinya dapat bermanfaat untuk mempelajari materi berikutnya; (4) pembelajaran terpadu berpeluang mengembangkan kemampuan diri peserta didik yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor; (5) dapat memperkuat kemampuan yang diperoleh; (6) efisien waktu. Pentingnya pembelajaran sains terpadu didukung dari pendapat Gatewood (1998: 28) bahwa kurikulum terpadu penting untuk dipertimbangkan bagi guru sekolah menengah. Pengajaran di kelas akan banyak mendapatkan kritik. Sebagian besar pengajaran di sekolah menengah masih bersifat mendidik, karakteristik pada ceramah, guru sebagai pemegang diskusi, lembar kerja siswa dan bentuk tugas lainnya, dan kelompok belajar siswa yang homogen. Sebagian besar informasi berasal dari guru dan buku ajar, dengan sedikit aktivitas keterlibatan siswa dan kegiatan inkuiri. Penelitian pada praktek pembelajaran yang baik dan disarankan ---( 23 )---

dari badan kurikulum nasional menyarankan model pengajaran yang berbeda. Sebaiknya lebih menekannya pada percobaan, pembelajaran yang menekankan pada praktek, dan kemampuan berpikir tingkat tinggi melalui diskusi yang aktif, pertanyaan terbuka, dan menggunakan sumber belajar utama dalam menentukan hipotesis dan merefleksikan hasil pemikiran. Perubahan kurikulum 2013 pada SMP selain terletak pada keterpaduan pembelajaran juga terletak pada kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Secara jelas dalam kurikulum 2013, semua jenjang pendidikan harus membekali kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Oleh karena itu, selain keterpaduan pembelajaran antar mata pelajaran, semua kompetensi tersebut harus diajarkan pada peserta didik. Keterpaduan dalam pembelajaran sains dapat dipadukan dengan mata pelajaran lain (rumpun ilmu pengetahuan social) maupun keterpaduan dalam rumpun mata pelajaran sains itu sendiri. Pola keterpaduan dalam pembelajaran sudah sejak lama dirumuskan oleh Fogarty (1991). Fogarty (1991: 3-103) menjelaskan sepuluh pola keterpaduan pembelajaran, diantaranya fragmented, connected, nested, sequenced, shared, webbed, threaded, integrated, immersed, dan networked. Pembelajaran sains terpadu di SMP sebaiknya menggunakan salah satu model keterpaduan menurut Fogarty tersebut yaitu model shared dimana dalam dua mata pelajaran dipadukan dan diambil tiga komponen keterpaduan yang sama. Ketiga keterpaduan tersebut sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik, yaitu kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pengambilan titik tengah keterpaduan berdasarkan kompetensi disesuaikan dengan tuntutan kurikulum 2013, dimana semua pembelajaran di jenjang pendidikan harus mengajarkan ketiga kompetensi tersebut. Setiap mata pelajaran yang akan dipadukan dapat dicari berdasarkan kompetensikompetensi yang saling tumpang tindih. IPA Pengetahuan Sikap Keterampilan IPS Gambar 1. Model keterpaduan shared (diadaptasi dari Fogarty, 1991) Gambar 1. Menunjukkan gambaran keterpaduan model shared dalam pembelajaran IPA (sains) dan IPS. Keterpaduan dari kedua mata pelajaran tersebut dapat diambil garis tengah berdasarkan kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki peserta didik. Guru harus bisa memadukan sesuai dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang saling tumpang tindih antara mata pelajaran yang bersangkutan. Model keterpaduan shared memiliki kelebihan diantaranya peserta didik dapat mempelajari materi dengan lebih mendalam karena siswa mempelajari konten materi dari dua mata pelajaran yang saling tumpang tindih (Fogarty, 1991: 45). Proses pembelajaran sains dengan model keterpaduan shared lebih berpotensi untuk mengimplementasikan konsep pembelajaran bermakna karena pemahaman siswa tidak terpecah-pecah per-mata pelajaran. Selain itu, model keterpaduan ini dapat memfasilitasi siswa dalam mempelajari hakikat dari pembelajaran sains, yaitu sains sebagai produk, proses, dan sikap. ---( 24 )---

Salah satu contoh pembelajaran sains terpadu pernah dilaksanakan oleh Tumisem (2008: 68-74) yaitu melalui penelitian eksperimen dengan materi berbasis lingkungan sekitar sekolah yang diintegrasikan dengan kegiatan hiking. Penelitian ini merupakan kegiatan pengayaan materi yang mengintegrasikan antara kegiatan intrakurikuler dengan kegiatan ekstrakurikuler. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran sains terpadu melalui hiking mampu meningkatkan pemahaman materi pembelajaran di kelas secara komprehensif sebesar 59%. Kegiatan pembelajaran ini juga mampu meningkatkan aktivitas peserta didik, kemampuan berkomunikasi dan penalaran, menulis secara sistematis, rasa tanggungjawab, dan kerja sama. Dalam kegiatan pembelajaran yang ideal, peserta didik diharapkan memperoleh pemahaman konsep atau pengetahuan berdasarkan pengalaman belajar. Objek kajian sains adalah alam. Oleh karena itu, pembelajaran sains terpadu yang dilaksanakan oleh Tumisem adalah baik karena peserta didik langsung terjun ke alam untuk mendapatkan pengalaman belajar secara langsung. Model keterpaduan shared dapat mendukung peserta didik memperoleh pemahaman secara utuh apabila proses pembelajarannya didukung perangkat pembelajaran yang disusun secara tematik. Oleh karena itu, guru harus memiliki kompetensi yang tinggi untuk dapat menyusun perangkat pembelajaran yang menggabungkan kompetensi yang saling tumpang tindih antara dua mata pelajaran sehingga dapat memfasilitasi kegiatan belajar peserta didik. Kunci dari kegiatan pembelajaran sains terpadu terletak pada kompetensi guru, bagaimana seorang guru mampu mengelola dan mengorganisir kegiatan yang menyenangkan sehingga kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan membuat peserta didik merasa tertarik, bermanfaat, dan bermakna bagi peserta didik. Harapan lebih lanjut adalah peserta didik dapat memperoleh pemahaman secara utuh dari kegiatan pembelajaran tersebut. Berdasarkan hasil wawancara Listyawati (2012: 2) pada guru dalam MGMP IPA Kabupaten Kendal, penyebab guru belum dapat membelajarkan peserta didik dalam sains terpadu adalah: (1) latar belakang pendidikan para guru berasal dari bidang keilmuan Fisika, Biologi, Kimia atau non IPA; (2) belum ada perangkat sains terpadu yang mengintegrasikan materi Fisika, Kimia, dan Biologi; (3) keterbatasan waktu dan kemampuan para guru; dan (4) belum berani mencoba sesuatu yang berbeda dengan kebiasaan mereka mengajar selama ini. Guru berperan sebagai perancang kegiatan, sehingga ketika model pembelajaran yang diterapkan adalah model keterpaduan shared maka guru harus mampu menentukan kompetensikompetensi mana yang saling tumpang tindih dari kompetensi dasar dalam dua mata pelajaran yang berbeda. Latar belakang pendidikan guru sains yang masih terpisah-pisah dari masing-masing mata pelajaran sains dapat diatasi dengan adanya team teaching. Adanya team teaching menurut Gatewood (1998: 27) didasari bahwa guru tidak dapat membangun pembelajaran tematik seorang diri karena pembelajaran tematik menghabiskan banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengimplementasikannya. Dilain pihak, guru memiliki waktu yang lebih fleksibel apabila berada dalam team ---( 25 )---

teaching dan dapat menemukan dan mengajarkan banyak hal dari banyak sumber belajar. Guru dalam team dapat mengadakan pembahasan kurikulum secara teratur untuk membahas apa yang mereka butuhkan untuk mengajar sesuai dengan kurikulum sains dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang sudah mereka lakukan. Diskusi guru ini akan menemukan banyak hal yang kreatif sehingga dapat memberikan kontribusi bagi kegiatan pembelajaran dan solusi yang lebih luas, misalnya kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah sehari-hari. Latar belakang pendidikan guru sains yang masih terpisah-pisah dapat juga diatasi oleh pemerintah dengan mengadakan pelatihan atau pendidikan tambahan pada guru sains yang sudah terjun di lapangan. Apabila guru sains memiliki latar belakang pendidikan dari salah satu mata pelajaran sains maka dapat diberikan tambahan pendidikan mata pelajaran sains lainnya yang belum didapatkan secara mendalam sebelumnya. Hal ini dapat menambah kompetensi guru sains dalam konten materi sains itu sendiri. Guru sebagai kunci dalam pembelajaran mengandung pengertian bahwa guru berperan penting dalam merancang kegiatan pembelajaran. Akan tetapi, hal ini bukan berarti bahwa kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan teacher centered. Pelaku utama dalam kegiatan pembelajaran adalah peserta didik karena peserta didik harus memperoleh pemahaman konsep berdasarkan pengalaman belajar yang mereka peroleh sendiri. Seorang guru sains juga harus memperhatikan aspek budaya yang melekat pada peserta didiknya karena pengalaman yang sudah dibentuk peserta didik dipengaruhi oleh budaya lokal yang ada di sekitar mereka sebelum mereka memasuki dunia sekolah formal. Oleh karena itu, guru sains harus mampu mengintegrasikan pembelajaran sains dengan budaya lokal yang melekat pada lingkungan peserta didik. Hal ini juga berawal dari keprihatinan dengan banyaknya budaya Indonesia yang diklaim menjadi milik negara lain. Hal ini menunjukkan kurang pedulinya masyarakat Indonesia terhadap kelestarian kebudayaan Indonesia dan kurang pahamnya generasi muda bangsa ini terhadap kebudayaan Indonesia. Dengan menggunakan model keterpaduan shared maka guru dapat membuat tema yang bisa memayungi beberapa materi sains dan kebudayaan sekitarnya sesuai dengan kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. KESIMPULAN Pembelajaran sains terpadu penting bagi peserta didik karena memungkinkan peserta didik mengembangkan kemampuan dan keterampilannya dan dapat memperoleh pengalaman belajar secara langsung, sehingga dapat menambah kemampuan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Model keterpaduan yang sesuai dengan kurikulum 2013 di SMP adalah model shared. Seorang guru harus memiliki kompetensi yang tinggi untuk dapat menyusun perangkat pembelajaran dan merancang kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi kegiatan belajar peserta didik. Guru sebagai kunci dalam pembelajaran mengandung pengertian bahwa guru berperan penting dalam merancang kegiatan pembelajaran. Pelaku utama dalam kegiatan pembelajaran adalah peserta didik karena peserta didik harus memperoleh ---( 26 )---

pemahaman konsep, sikap sains, dan keterampilan sains berdasarkan pengalaman belajar yang mereka peroleh sendiri. SARAN 1. Pembelajaran sains terpadu pada kurikulum 2013 sebaiknya menggunakan salah satu model keterpaduan shared agar peserta didik mempelajari materi kajian sains dan mata pelajaran lain secara menyeluruh sesuai dengan kompetensi (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) yang harus dimiliki peserta didik sehingga pemahaman peserta didik tidak terpecah. 2. Latar belakang pendidikan guru sains yang masih terpisah-pisah dari masing-masing mata pelajaran sains dapat diatasi dengan adanya team teaching dan pemerintah mengadakan pelatihan atau pendidikan tambahan pada guru sains yang sudah terjun di lapangan. 3. Bagi calon guru sains terpadu sebaiknya berasal dari jenjang pendidikan yang mempunyai jurusan sains terpadu agar kompetensi minimal secagai guru sains terpadu terpenuhi yaitu menguasai konten materi sains secara keseluruhan. 4. Guru diharapkan memiliki kompetensi yang tinggi dan dapat mengintegrasikan budaya lokal ke dalam pembelajaran sains karena pengetahuan harus sesuai dengan pengalaman dan pengalaman yang sudah dibentuk peserta didik dipengaruhi oleh budaya masyarakat sejak sebelum mereka memasuki jenjang sekolah. DAFTAR PUSTAKA Esprívalo Harrell, Pamela. 2010. Teaching an Integrated Science Curriculum: Linking Teacher Knowledge and Teaching Assignments. Issues in Teacher Education. Volume 19, Number 1, Spring 2010. Fogarty, Robin. 1991. How to Integrated The Curicula. USA: inc Palatine Illinois IRI/Skylight Publishing. Gatewood, Tom. 1998. Integrated Curriculum in Today s Middle Schools?. The Education Digest. Volume 63, Number 9. Tersedia: http://www.search.proquest.com [ diakses 24 Oktober 2015] Kemdikbud. 2013. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013.Tersedia: sertifikasi.fkip.uns.ac.id. [diakses 25 Oktober 2015]. Listyawati, Muji. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu di SMP. Journal of Innovative Science Education. Vol 1, Number (1). PISA. 2006. Science Competencies for Tomorrow s World Volume 1-analysis. OECD. [Online]. Tersedia: www.oecd.org/statistics/statlink. [ diakses 24 Oktober 2015]. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Starndar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2013. Peraturan Pemerintah Republi Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Pusat Kurikulum. 2007. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu SMP/Mts. Jakarta: Depdiknas Siskandar. 2006. Perkembangan Pendidikan Di Indonesia. Makalah seminar nasional di sampaikan UNNES tanggal 23 Desember 2006. Tumisem. 2008. Pembelajaran Ipa Terpadu Pada Kegiatan Pramuka Melalui Hiking untuk Meningkatkan Pemahaman Peserta Didik. Jurnal Forum Kependidikan Universitas Sriwijaya, 28(1), 68-74. ---( 27 )---