BAB III METODE PENELITIAN. keuangan yang diperlukan, data ini diperlukan untuk penganalisisan secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tujuan mendapatkan keuntungan di masa yang akan mendatang. Karena

Analisa Investasi. Analisa Fundamental. Analisa Fundamental. Objek Analisa. Laporan Keuangan 3/19/2015. Analisa Teknikal. Analisa Fundamental

BAB V SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN. mengetahui tingkat keakuratan analisis fundamental dan analisis teknikal,

Ikhtisar Analisis Pasar. oleh Admiral Markets Trading Camp

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan September 2016 Juni 2017.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan 30 Juni 2009 sampai 30 Juni 2014, untuk

Buletin Compiled by

ANALISIS FUNDAMENTAL DENGAN PENDEKATAN PRICE EARNING RATIO

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Ketiga perusahaan tersebut adalah PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Nazir (1988: 30), jenis penelitian secara umum terbagi atas dua jenis,

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Teknikal Pergerakan Harga Saham BHIT

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Hal ini mungkin disebabkan karena tingginya kesadaran penduduk di

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS FUNDAMENTAL UNTUK INVESTASI SAHAM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Harga saham sebagai salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. Saham adalah salah satu instrumen investasi yang dapat memberikan return UKDW

BAB I PENDAHULUAN. ditebak (Fahmi, 2006:14). Oleh karena itu, saham dikenal dengan karakteristik

Session 2: M2: Method - Analisa Teknikal

TEKNIK ANALISA FOREX - 3

Analisis teknikal adalah studi tentang perilaku pasar yang digambarkan melalui grafik, untuk memprediksi kecenderungan (trends) harga dimasa yang

ANALISIS MOMENTUM PADA SAHAM-SAHAM PERBANKAN DI BURSA EFEK INDONESIA PASCA KRISIS. David Sukardi Kodrat

Bab I PENDAHULUAN. ekspansi dengan lingkup ekonomi global seiring perkembangan ekonomi dunia.

BAB I PENDAHULUAN. cukup menjanjikan. Salah satu instrumen keuangan yang diburu investor di pasar

BAB II URAIAN TEORITIS. Parwati (2005) melakukan penelitian yang berjudul: Faktor-Faktor yang

Penilaian Nilai Intrinsik Saham (Valuation)

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang

BAB I PENDAHULUAN. dana ke dalam lembaga investasi dan atau suatu benda dengan harapan

BAB I PENDAHULUAN. merambah dalam dunia perekonomian di Indonesia telah mengubah mind set

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENGARUH NILAI SAHAM BIASA DENGAN PENDEKATAN PRICE EARNING RATIO

BAB II. Tinjauan Pustaka. memberikan tingkat return yang sesuai dengan tingkat return yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebijakan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan adalah UKDW

Fundamental Vs Technikal Psikologi Trading Scalper,Swinger,Investor. Chart Asumsi dalam Technical Analysis Support & Resistance Penentuan Trend

Bab 3 LANDASAN TEORI. modal, yaitu Analisa fundamental dan Analisa Teknikal. Analisa Fundamental adalah studi tentang ekonomi, industri, dan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Pesatnya perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. sarana yang berguna untuk menggalang pengerahan dana jangka panjang dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fakhrudin (2006:6), saham (stock atau share) dapat didefinisikan sebagai tanda

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diperjualbelikan, salah satunya dalam bentuk ekuitas (saham). Pasar

BAB V KESIMPULAN. earning per share, book value per share, dan cash flow per share

ABSTRACT. Keywords: Fundamental Analysis, Dividend Discount Model, Price Earning Ratio, intrinsic value ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

PENILAIAN SAHAM DAN STRATEGI PORTFOLIO SAHAM. Andri Helmi M, SE., MM Manajemen Investasi dan Portofolio

tingkat laba bersih sebelum bunga atau pajak.

ANALISIS FUNDAMENTAL DENGAN PENDEKATAN PRICE EARNING RATIO (PER) UNTUK MENILAI KEWAJARAN HARGA SAHAM DAN KEPUTUSAN INVESTASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Model estimasi..., Andriyatno, FE UI, 2010.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saham juga berarti sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seorang

Nadya Destiyanti Putri

BAB I PENDAHULUAN. suatu Negara dapat dilihat dan diukur melalui berbagai cara, salah satunya dengan

BAB I PENDAHULUAN. pasar modal, para investor perlu melakukan kegiatan untuk menilai atas saham.

ANALISIS TEKNIKAL MODERN MENGGUNAKAN METODE MACD, RSI, SO, DAN BUY AND HOLD UNTUK MENGETAHUI RETURN SAHAM OPTIMAL PADA SEKTOR PERBANKAN LQ 45

Miranti Harwaningrum. Fakutas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. investasi yang produktif guna mengembangkan pertumbuhan jangka panjang.

DAFTAR ISI JUDUL DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR KOSA KATA

1/45 OVERVIEW

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa objek investasi dengan harapan akan mendapatkan keuntungan

PENULISAN ILMIAH TEKNIKAL MODERN DALAM INVESTASI DI PASAR MODAL (STUDI. INTERNATIONAL, Tbk)

Definisi dan asumsi dasar analisa teknikal Tipe grafik dan penggunaannya Konsep indikator dan oscillator

PENERAPAN ANALISIS FUNDAMENTAL UNTUK PENILAIAN KEWAJARAN HARGA SAHAM DAN KEPUTUSAN INVESTASI DENGAN METODE PRICE EARNINGS RATIO

NILAI INTRINSIK DAN NILAI PASAR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dimana pertumbuhan tersebut sejalan dengan era globalisasi ekonomi. Dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah memberikan informasi yang berguna kepada investor, kreditor,

BAB I PENDAHULUAN. suatu persaingan yang semakin tajam antar perusahaan. Dalam

DAFTAR ISI. Danareksa Research Institute Press

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, baik sumber

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pasar modal. Pasar modal merupakan sarana untuk menghimpun

MATERI 10 ANALISIS PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Investasi dapat diartikan sebagai suatu komitmen penempatan

BAB I PENDAHULUAN. luar negeri. Sementara itu bagi investor, pasar modal merupakan wahana untuk

BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. modal. Modal merupakan salah satu faktor terpenting untuk menjalankan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. perlu mengetahui faktor-faktor apa saja yang bisa mempengaruhi return saham yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena pasar modal

BAB II TIMJAUAN PUSTAKA

Rizky Watuseke

BAB I PENDAHULUAN. nilai investasi di masa yang akan datang. (Jones, 2004). Tujuan kegiatan investasi

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan yang memerlukan dana dalam jumlah

Disusun oleh : ARUM DESMAWATI MURNI MUSSALAMAH B

BAB IV PEMBAHASAN. dan diperdagangkan di NYSE dan LSE. Saham Biasa TELKOM juga telah. ditawarkan kepada publik tanpa pencatatan di Jepang.

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

ANALISA TEKNIKAL. Beberapa 'peralatan populer' yang digunakan dalam analisa teknikal adalah : 1. Chart. - Line - Candlesticks.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan ekonomi adalah salah satu aspek penting di dalam suatu negara dalam

ANALISIS PERDAGANGAN SAHAM PT MNC INVESTAMA, TBK (BHIT) DENGAN MENGGUNAKAN METODE STOCHASTIC OSCILLATOR,

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari perusahaan go public semakin

Saham. Bukti kepemilikan Tidak ada waktu jatuh tempo Ada dua macam: Saham biasa Saham preferen

CAKUPAN PEMBAHASAN 1/23

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Saham Pengertian Saham Jenis-Jenis Saham

ANALISIS FUNDAMENTAL DALAM PENILAIAN HARGA SAHAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE DIVIDEND DISCOUNTED MODEL

BAB I PENDAHULUAN. Financial Intermediary, menjadi semakin dibutuhkan dalam perekonomian,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dewasa ini berkembang pesat, terlebih dalam

BAB I PENDAHULUAN. berharga yang berjangka panjang seperti saham, obligasi, waran, dan right

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN A. Objek/subyek Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data keuangan perusahaan dan data pergerakan saham pada perusahaan yang menjadi sampel. Data keuangan digunakan untuk mencari nilai intrinsik dengan rasio keuangan yang diperlukan, data ini diperlukan untuk penganalisisan secara fundamental, sedangkan data pergerakan saham diperlukan untuk penganalisisan teknikal. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang listing di BEI (Bursa Efek Indonesia) pada periode penelitian yaitu 2015, sedangkan sampel penelitian ini adalah perusahaan yang memiliki kelengkapan data yang diperlukan dan memenuhi syarat atau kriteria sampel yang ditentukan oleh peneliti. Pada penelitian ini sampel tidak bisa menggambarkan keadaan populasi karena hasil tiap sampel akan berbeda dengan sampel yang lain. B. Jenis Data Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, melainkan hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala, atau keadaan (Riyanto dkk., 2014: 6). Dalam penelitian ini data yang digunakan sumbernya adalah data sekunder, dimana data sekunder merupakan data yang didapatkan 1

2 secara tidak langsung. Data sekunder ialah data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Kuncoro dalam Dardiri dkk., 2015: 5). C. Teknik Pengambilan Sampel Teknik sampling yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu yang ditentukan oleh peneliti, penentuan sampel ini didasari dengan alasan bahwa agar sampel yang digunakan dapat menghasilkan data yang relevan bila analisis teknikal dan analisis fundamental dilakukan terhadap sampel, selain itu penentuan teknik pengambilan sampel ini bertujuan agar sampel yang digunakan dalam penelitian lebih menggambarkan keadaan populasi. Syarat-syarat yang perlu dipenuhi dalam penetapan kriteria pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Perusahaan yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) dan menerbitkan laporan keuangan secara kuartal selama periode pengamatan yaitu tahun 2015. 2. Sampel yang digunakan harus mewakili salah satu dari nilai intrinsik saham (analisis fundamental) yang terdiri dari 3 kondisi yaitu nilai intrinsik lebih besar dari harga pasar saat ini (undervalued), nilai intrinsik saham lebih kecil dari harga pasar saat ini (overvalued), dan nilai intrinsik saham sama dengan harga pasar saat ini (correctly valued).

3 3. Sampel yang digunakan harus mewakili salah satu dari kondisi saham (analisis teknikal) yang terdiri dari 2 kondisi yaitu open buy, atau open sell. 4. Sampel berasal dari beberapa sektor yang terdapat pada BEI (Bursa Efek Indonesia) D. Teknik Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari BEI (Bursa Efek Indonesia), dan data sekunder tersebut akan dikumpulkan dengan menggunakan teknik dokumentasi. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2010: 422). Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan dokumentasi karena data yang digunakan berasal dari berbagai sumber yang sudah ada seperti berasal dari laporan keuangan, jurnal, buku, dan data grafik, yang kemudian data tersebut di kumpukan, diolah dan dianalisis sehingga menghasilkan data yang dapat di gunakan untuk menarik kesimpulan apakah masalah dari penelitian ini dapat terjawab atau tidak.

4 E. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Dependen. Variabel dependen atau biasa disebut dengan variabel terikat merupakan variabel yang di pengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini merupakan keakuratan dalam memprediksi nilai saham, pengukur keakuratan pada analisis fundamental menggunakan 2 perbandingan yaitu perbedaaan jumala dividen yang dibagikan antara periode 2014 dengan periode 2015, dan perbedaan harga saham antara quartal ke 4 tahun 2014 dengan harga saham pada quartal ke 1 tahun 2015. Sedangkan pengukur keakuratan pada analisis teknikal menggunakan chart lilin. Chart lilin dalam analisis teknikal merupakan pergerakan harga saham yang terdiri dari harga open, high, low, close, serta volume saham. 2. Variabel Independen. Variabel independen atau biasa disebut dengan variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi veriabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Analisis Fundamental. Analisis fundamental merupakan analisis yang digunakan untuk memprediksikan harga saham dimasa yang akan mendatang dengan menggunakan data keuangan perusahaan. Dalam analisis fundamental ini peneliti menggunakan analisis nilai intrinsik dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan Dividend Discount Model (DDM) dan pendekatan Price Earning Ratio (PER). Untuk melihat apakan

5 analisis fundamental dapat memprediksiskan kondisi perusahaan dimasa yang akan mendatang, maka peneliti menggunakan 2 pembanding yaitu jumlah dividen yang diperoleh dalam satu periode, dan harga saham perusahaan pada quartal ke 4 tahun 2014 dengan harga saham pada quartal 1 tahun 2015. Untuk menghasilkan analisis fundamental dengan menggunakan pendekatan Dividend Discount Model (DDM) dan pendekatan Price Earning Ratio (PER), peneliti juga memerlukan beberapa rasio keuangan diantaranya: 1) Return On Equity (ROE). Return On Equity (ROE) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham. Rasio ROE dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: ROE = Sumber: Tandelilin, 2001. 2) Earning Per Share (EPS). Earning per share (EPS) merupakan rasio yang digunakan oleh investor saham untuk menganalisis kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan saham yang dimilikinya. ESP dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: ESP = Sumber: Tandelilin, 2001.

6 3) Dividend Per Share (DPS). Dividend per Share (DPS) merupakan total dividen tunai yang dibagikan kepada pemegang saham dibandingkan dengan jumlah saham yang beredar. DPS dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: DPS = Sumber: Tandelilin, 2010, dalam Hijrah dkk., 2015. 4) Dividend Payout Ratio (DPR). Dividend payout ratio (DPR) merupakan rasio yang melihat bagian earning (pendapatan) yang dibayarkan sebagai dividen kepada investor. DPR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: DPR = x 100% Sumber: Tandelilin, 2010, dalam Hijrah dkk., 2015. 5) Price Earning Ratio (PER). PER melihat harga saham relatif terhadap earning-nya. PER dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: PER = Sumber: Tandelilin, 2001. Setelah beberapa rasio keuangan diperoleh, maka peneliti dapat melanjutkan penelitian dengan mencari nilai intrinsik saham

7 menggunakan pendekatan Dividend Discount Model (DDM) dan pendekatan Price Earning Ratio (PER). a) Pendekatan Dividend Discount Model (DDM). Dividend discount model merupakan pendekatan nilai sekarang dengan mendiskontokan dividen yang dibagikan oleh perusahaan kepada para investor. Dalam pembagian dividen yang dilakukan oleh perusahaan kepada investornya terdiri tiga jenis yaitu. (1) Pembayaran Dividen Tidak Teratur. Dividen yang diberikan kepada investor dengan tidak teratur artinya setiap pembagian dividen tidak memiliki pola yang sama. Untuk menghitung nilai intrinsik saham pada kasus dividen tidak teratur, dapat menggunakan rumus sebagai berikut: P 0 * = Sumber: Hartono, 2015. Keterangan: P 0 * D = Nilai intrinsik saham. = Dividen per periode (D 1 = dividen periode 1, dan seterusnya sampai ). K = Suku bunga diskonto (discount rate) atau tingkat pengembalian yang diharapkan (required rate of return).

8 Tahap-tahap untuk melakukan estimasi nilai intrinsik saham menggunakan pendekatan Dividend Discount Model (DDM) pada model kasus pembayaran dividen tidak teratur sebagai berikut: (a) Menghitung tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan (g). g = ROE X Retention rate Retention rate = 1 Dividend Payout Ration (DPR) Sumber : Tandelilin, 2010, dalam Pratama dkk, 2014. (b) Menghitung estimasi Dividend Per Share (DPS) yang diharapkan. D 1 = D 0 (1 + g) Sumber : Tambunan, 2007, dalam Pratama, dkk, 2014. Keterangan : D 1 = Dividend Per Share (DPS) yang diharapkan. D 0 = Dividend Per Share (DPS) periode lalu. g = Tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan. (c) Menghitung tingkat pengembalian yang diharapkan. k = + g Sumber : Brigham, 2010, dalam Pratama dkk, 2014. Keterangan : k = Tingkat pengembalian yang diharapkan. D 1 = Dividend Per Share (DPS) yang diharapkan.

9 P 0 = Harga saham tahun sebelumnya. g = Tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan. (d) Menghitung nilai intrinsik saham dengan model pembayaran dividen tidak teratur. P 0 * = Sumber: Hartono, 2015. (2) Dividen Konstan Tidak Bertumbuh. Pada pemberian dividen kepada investor dengan dividen konstan tidak bertumbuh artinya dividen yang diberikan tidak mengalami peningkatan sama sekali. Untuk menghitung nilai intrinsik saham pada kasus dividen konstan tidak bertumbuh, dapat menggunakan rumus sebagai berikut: P 0 * = Sumber: Hartono, 2015. Keterangan: P 0 * D K = Nilai intrinsik saham, = Dividen konstan tidak bertumbuh, = Suku bunga diskonto (discount rate) atau tingkat pengembalian yang diharapkan (required rate of return).

10 Tahap-tahap untuk melakukan estimasi nilai intrinsik saham menggunakan pendekatan Dividend Discount Model (DDM) pada model kasus pembayaran dividen konstan tidak bertumbuh sebagai berikut: (a) Menghitung tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan (g). g = ROE X Retention rate Retention rate = 1 Dividend Payout Ration (DPR) Sumber : Tandelilin, 2010, dalam Pratama dkk, 2014. (b) Menghitung estimasi Dividend Per Share (DPS) yang diharapkan. D 1 = D 0 (1 + g) Sumber : Tambunan, 2007, dalam Pratama dkk, 2014. Keterangan : D 1 = Dividend Per Share (DPS) yang diharapkan. D 0 = Dividend Per Share (DPS) periode lalu. g = Tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan. (c) Menghitung tingkat pengembalian yang diharapkan. k = + g Sumber : Brigham, 2010, dalam Pratama dkk, 2014. Keterangan : k = Tingkat pengembalian yang diharapkan. D 1 = Dividend Per Share (DPS) yang diharapkan.

11 P 0 = Harga saham tahun sebelumnya. g = Tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan. (d) Menghitung nilai intrinsik saham dengan model pembayaran dividen konstan tidak bertumbuh. P 0 * = Sumber: Hartono, 2015. (3) Pertumbuhan Dividen Yang Konstan Dividen yang diberikan oleh perusahaan kepada investor dengan cara konstan merupakan pemberian dividen yang setiap periodenya konstan. Pada penelitian ini peneliti menggunakan model pertumbuhan dividen yang konstan sebagai dasar perhitungan dividend discount model (DDM). Untuk menghitung nilai intrinsik saham pada kasus dividen yang konstan, dapat menggunakan rumus sebagai berikut: P 0 * = Sumber: Hartono, 2015. Keterangan : P 0 * D K = Nilai intrinsik saham, = Dividend Per Share (DPS) periode lalu. = suku bunga diskonto (discount rate) atau tingkat pengembalian yang diinginkan (required rate of return). g = Tingkat pertumbuhan dividen.

12 Tahap-tahap untuk melakukan estimasi nilai intrinsik saham menggunakan pendekatan Dividend Discount Model (DDM) pada model kasus pertumbuhan dividen yang konstan sebagai berikut: (a) Menghitung tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan (g). g = ROE X Retention rate Retention rate = 1 Dividend Payout Ration (DPR) Sumber : Tandelilin, 2010, dalam Pratama dkk, 2014. (b) Menghitung estimasi Dividend Per Share (DPS) yang diharapkan. D 1 = D 0 (1 + g) Sumber : Tambunan, 2007, dalam Pratama dkk, 2014. Keterangan : D 1 = Dividend Per Share (DPS) yang diharapkan. D 0 = Dividend Per Share (DPS) periode lalu. g = Tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan. (c) Menghitung tingkat pengembalian yang diharapkan. k = + g Sumber : Brigham, 2010, dalam Pratama, dkk, 2014. Keterangan : k = Tingkat pengembalian yang diharapkan. D 1 = Dividend Per Share (DPS) yang diharapkan.

13 P 0 = Harga saham tahun sebelumnya. g = Tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan. (d) Menghitung nilai intrinsik saham dengan model pertumbuhan dividen yang konstan. P 0 * = Sumber: Hartono, 2015. b) Pendekatan Price Earnings Ratio (PER) Pendekatan price earning ratio (PER) merupakan cara untuk menghitung nilai intrinsik saham dengan menunjukkan rasio dari harga saham terhadap earnings. Ratio ini menunjukkan berapa besar harga saham terhadap kelipatan dari earnings. Untuk menghitung nilai intrinsik saham dengan menggunakan pendekatan Price Earning Ratio (PER) dapat menggunakan rumus sebagai berikut: P 0 * = Estimasi EPS x PER = E 1 x PER Sumber: Tandelilin, 2001.

14 Tahap-tahap untuk melakukan estimasi nilai intrinsik saham menggunakan pendekatan Price Earning Ratio (PER) sebagai berikut: (a) Menghitung tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan (g). g = ROE X Retention rate Retention rate = 1 Dividend Payout Ration (DPR) Sumber : Tandelilin, 2010, dalam Pratama dkk, 2014. (b) Menghitung estimasi Dividend Per Share (DPS) yang diharapkan. D 1 = D 0 (1 + g) Sumber : Tambunan, 2007, dalam Pratama dkk, 2014. Keterangan : D 1 D 0 g = Divident Per Share (DPS) yang diharapkan. = Divident Per Share (DPS) periode lalu. = Tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan. (c) Menghitung tingkat pengembalian yang diharapkan. k = + g Sumber : Brigham, 2010, dalam Pratama dkk, 2014. Keterangan : k D 1 P 0 = Tingkat pengembalian yang diharapkan. = Divident Per Share (DPS) yang diharapkan. = Harga saham tahun sebelumnya.

15 g = Tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan. (d) Menghitung estimasi Earning Per Share (EPS) yang diharapkan. E 1 = E 0 (1 + g) Sumber : Tambunan, 2007, dalam Pratama dkk, 2014. Keterangan : E 1 E 0 g = Earning Per Share (EPS) yang diharapkan. = Earning Per Share (EPS) periode lalu. = Tingkat pertumbuhan dividen yang diharapkan. (e) Menghitung PER. PER = (f) Menghitung nilai intrinsik saham menggunakan pendekatan Price Earning Ratio (PER). P 0 * = Estimasi EPS x PER = E 1 x PER Sumber: Tandelilin, 2001. b. Analisis Teknikal. Analisis teknikal merupakan analisis yang digunakan untuk memprediksikan harga saham dimasa yang akan mendatang dengan melihat pergerakan harga saham. Pada analisis ini peneliti menggunakan indikator sebagai berikut:

16 1) MACD (Moving Average Convergence Divergence). Untuk membaca sinyal dan melihat tren harga saham, MACD (Moving Average Covergence Divergence) memiliki dua garis utama. Garis pertama adalah garis indikator MACD (Moving Average Covergence Divergence) yaitu selisih MA (Moving Average) jangka pendek dan panjang. Kemudian garis kedua adalah garis yang berfungsi memberikan sinyal MA (Moving Average). Pada indikator MACD (Moving Average Covergence Divergence), investor dapat melihat bahwa saham pada perusahaan yang dilakukan analisis menunjukkan pembentukan trend yang dapat digunakan investor sebagai sinyal beli atau sinyal jual. Sinyal beli akan terlihat jika MACD (Moving Average Covergence Divergence) mengalami apa yang sering disebut dengan GC (Golden Cross) yaitu kondisi dimana garis MACD (Moving Average Covergence Divergence) memotong garis sinyal dari bawah sehingga posisi garis MACD (Moving Average Covergence Divergence) akan berada di atas garis sinyal. Sedangkan sinyal jual akan terlihat jika MACD (Moving Average Covergence Divergence) mengalami apa yang sering disebut DC (Death Cross) yaitu kondisi dimana garis MACD (Moving Average Covergence Divergence) memotong garis sinyal dari atas

17 sehingga posisi garis MACD (Moving Average Covergence Divergence) akan berada di bawah garis sinyal. Sumber: Pring, 2001. Gambar 3.1. Contoh pembentukan tren pada indikator MACD. 2) Stochastic. Indikator stochastic akan menunjukkan bahwa saham tersebut berada pada level overbought dan level oversold, level ini dapat digunakan investor sebagai dasar untuk menjual dan membeli saham tersebut. Indikator stochastic terdiri dari 2 garis yaitu garis %K dan garis %D, selain memiliki 2 garis, indikator stochastic juga memiliki nilai yang digunakan sebagai batas dimana harga saham tersebut berada pada kondisi overbought atau oversold, nilai di atas 80 dikategorikan sebagai kondisi overbought, sementara nilai di bawah 20 dikategorikan sebagai kondisi oversold. Namun terdapat beberapa investor yang menggunakan nilai di atas 70 sebagai kondisi overbought, dan nilai di bawah 20 sebagai kondisi oversold.

18 Sumber: Pring, 2001. Gambar 3.2. Garis %K dan %D pada indikator stochastic. Dalam stochastic terdapat dua garis, yatu %K dan garis %D. Kedua garis tersebut akan bergerak dalam skala 0-100. Garis %K merupakan garis yang pergerakannya lebih cepat, sedangkan garis %D merupakan trend utamanya. Untuk mempermudah interpretasi indikator ini, umumnya garis %K digambarkan dengan garis solid, sedangkan %D digambarkan dengan garis titik-titik. Sumber: Pring, 2001. Gambar 3.3. Contoh kondisi divergence pada indikator stochastic. Divergance adalah perbedaan antara harga saham dengan stochastic dalam stochastic divergence sangat jarang terjadi. Positif

19 divergensi dan negatif divergence adalah konsep kunci di balik banyaknya sinyal untuk stochastic serta indikator lainnya. Divergence dapat menjadi peringatan bahwa tren akan berubah atau mengatur membeli atau menjual sinyal. Ada dua jenis divergence yaitu divergence positif dan divergence negatif. Dalam bentuk yang paling dasar, positif divergence terjadi ketika kenaikan indikator dan penurunan keamanan yang mendasarinya. Sedangkan negatif divergence terjadi ketika penurunan indikator dan kenaikan keamanan yang mendasarinya. Sumber: Pring, 2001. Gambar 3.4. Contoh kondisi crossover pada indikator stochastic. Crossovers adalah perpotongan antara kedua garis stochastic yaitu perpotongan garis %K dan %D yang sering disebut sinyal beli atau sinyal jual. Umumnya garis %K memotong garis %D sebelum garis %D berubah arah. Crossovers seperti ini merupakan normal crossovers. Tetapi sinyal stochastic yang paling

20 kuat akan muncul pada saat garis %K memotong garis %D setelah garis %D berubah arah. Dengan demikian garis %K akan memotong garis %D dari sebelah kanan (right hand crossovers). Jika %K memotong %D dari arah bawah keatas maka mengisyaratkan sinyal untuk buy, sedang bila garis %K memotong %D dari arah atas ke bawah mengisyaratkan sinyal untuk sell. Sumber: Pring, 2001. Gambar 3.5. Contoh kondisi the hinge pada indikator stochastic. The hinge adalah adanya perlambatan dalam kedua garis stochastic yang merupakan indikasi adanya pembalikan arah (reversal) pada pola perdagangan berikutnya. Suatu hinge dapat terjadi ketika tren naik maupun tren menurun kehabisan tenaga, sehingga perubahan harga diperkirakan akan segera terjadi.

21 Sumber: Pring, 2001. Gambar 3.6. Contoh kondisi warning pada indikator stochastic. Warning muncul pada saat garis %K mengalami kenaikan dan tiba-tiba turun dengan tajam atau sebaliknya garis %K mengalami penurunan dan tiba-tiba naik dengan tajam. Jika pristiwa ini terjadi dalam grafik stochastic bisa diramalkan akan terjadi pembalikan arah (reversal) dalam satu atau dua hari. Sumber: Pring, 2001. Gambar 3.7. Contoh kondisi %K reaching an extreme pada indikator stochastic. %K reaching an extreme terjadi pada saat kondisi garis %K mencapai level ekstrim, baik 0 maupun 100 atau mendekatinya

22 (umumnya sekitar 20 untuk bawah dan 80 untuk atas) akan terjadi pembalikan arah (reversal). Sumber: Pring, 2001. Gambar 3.8. Contoh kondisi failure pada indikator stochastic. Pada saat market dibawah, failure terjadi jika garis %K memotong garis %D keatas dan berbalik arah kebawah selama beberapa hari tetapi tetap diatas garis %D. Hal ini merupakan suatu tes jika berhasil maka trend baru itu akan terus berlanjut. 3) RSI (Relative Strength Index). Indikator RSI (Relative Strength Index) menunjukkan suatu saham berada pada level overbought dan level oversold yang dapat digunakan investor sebagai dasar untuk menjual dan membeli saham tersebut. Karena pergeseran yang terjadi dalam bull market dan bear market, maka biasanya level 80 menjadi level overbought dalam bull market dan level 20 menjadi level oversold dalam bear market. (Pramono dkk., 2013: 275). Meskipun begitu terdapat investor yang menggunakan 70 sebagai level overbought dan 30 sebagai level oversold.

23 Sumber: Pring, 2001. Gambar 3.9. Contoh kondisi tops and bottoms pada indikator RSI. Puncak dan lembah harga diindikasikan melalui RSI (Relative Strength Index) yang bergerak ke atas area 70 atau turun kebawah area 30. Meskipun begitu terdapat beberapa investor yang lebih menyukai penggunaan 80 sebagai area ekstrim atas atau lebih dikenal dengan istilah overbought dan area 20 sebagai level ekstrim bawah atau oversold. Dalam siklus analisis menggunakan indikator RSI (Relative Strength Index), ketika harga mencapai level dasar, maka RSI (Relative Strength Index) telah memasuki area oversold di bawah level 30, kemudian harga bergerak naik membentuk puncak yang diikuti oleh RSI di atas 70 yaitu area overbought, dan turun kembali membentuk dasar yang ditandai dengan penurunan ke bawah level 30. Siklus RSI (Relative Strength Index) ini akan terus menerus terjadi dalam suatu pergerakan harga saham.

24 Sumber: Pring, 2001. Gambar 3.10. Contoh chart formations pada indikator RSI. Pola harga yang muncul dalam RSI (Relative Strength Index) mungkin tidak dapat diidentifikasikan hanya melalui grafik harga. Terkadang beberapa pola muncul lebih jelas dalam RSI (Relative Strength Index) dibanding pada harga sendiri. Pada gambar diatas memperlihatkan ketika harga bergerak turun maka RSI (Relative Strength Index) membentuk pola bottom, dan ketika harga bergerak naik maka RSI (Relative Strength Index) membentuk pola head and shoulders top. Sumber: Pring, 2001. Gambar 3.11. Contoh kondisi failure swing-rising trend pada indikator RSI.

25 Penggunaan failure swing-rising trend pada RSI (Relative Strength Index) adalah penggunaan yang paling banyak diawasi oleh investor karena kekuatannya yang cukup besar dalam menghasilkan pergerakan pasar. failure swing-rising trend terjadi ketika harga membentuk level tertinggi baru namun tidak diikuti oleh pembentukan level tertinggi baru selanjutnya. Misalnya dalam tren naik seperti dalam gambar diatas, harga membentuk level tertinggi baru namun RSI (Relative Strength Index) mengalami kegagalan membentuk level tertinggi baru selanjutnya. Maksud dari kondisi ini adalah pasar telah kehilangan kekuatan ketika level tertinggi terbaru tersebut dibentuk. Sumber: Pring, 2001. Gambar 3.12. Contoh kondisi failure swing-falling trend pada indikator RSI. Penggunaan failure swing-falling trend pada RSI (Relative Strength Index) adalah penggunaan yang hampir sama dengan failure swing-rising trend yang dilakukan oleh investor karena kekuatannya yang cukup besar dalam menghasilkan pergerakan

26 pasar. Hanya saja failure swing-falling trend terjadi ketika harga membentuk level terendah baru namun tidak diikuti oleh pembentukan level terendah baru selanjutnya. Sebagai contoh dalam tren menurun pada gambar diatas, harga membentuk level terendah baru namun RSI (Relative Strength Index) mengalami kegagalan membentuk level terendah baru selanjutnya. Maksud dari kondisi ini adalah pasar telah kehilangan kekuatan ketika level terendah terbaru tersebut dibentuk. Sumber: Pring, 2001. Gambar 3.13. Contoh kondisi divergences pada indikator RSI. RSI (Relative Strength Index) divergence menunjukkan bahwa momentum saat ini berakhir dan pedagang harus melihat untuk melindungi keuntungan mereka dan siap untuk perdagangan dalam arah yang berlawanan. Penyimpangan arah garis RSI (Relative Strength Index) terhadap pergerakan harga (divergence) dapat digunakan sebagai sinyal beli dan jual.

27 Jika terjadi divergence dengan garis RSI (Relative Strength Index) berada di atas level 70 (overbought), maka menandakan sinyal bearish yang kuat. Sebaliknya, jika terjadi divergence dengan garis RSI (Relative Strength Index) di bawah 30 (oversold), maka menunjukkan sinyal bullish yang kuat. Sinyal RSI (Relative Strength Index) dianggap benar apabila telah menembus level overbought atau oversold yang dimaksud. Sumber: Pring, 2001. Gambar 3.14. Contoh trendlines pada indikator RSI. Dengan garis tren RSI (Relative Strength Index), investor dapat menerima peringatan sebelum terjadinya perubahan tern yang akan datang. Garis tern RSI (Relative Strength Index) terutama berguna pada jangka waktu yang lebih besar.

28 F. Kualitas Data Dalam melakukan penelitian data yang digunakan harus memiliki kualitas yang tinggi, agar hasil dari pengujian terhadap sampel memiliki tingkat ketepatan yang tinggi. Dalam penelitian ini terdapat dua data yang diperlukan yaitu data keuangan yang diperlukan untuk mencari rasio keuangan yang berhubungan dengan perhitungan nilai intrinsik saham atau analisis fundamental, selain itu juga di perlukan data pergerakan harga saham dari sampel yang digunakan untuk memprediksi harga saham dimasa yang akan mendatang dengan menggunakan analisis teknikal. Untuk memperoleh data keuangan yang berkualitas, maka peneliti harus melakukan pengambilan data yang berasal dari sumber yang terpercaya, dan adanya kejelasan data. Sedangkan pada untuk memperoleh data pergerakan harga saham yang berkualitas, maka peneliti juga harus melakukan pengambilan data berasal dari sumber terpercaya, alat yang digunakan dalam proses analisis terpercaya, dan data pergerakan harga saham tersebut harus menggambarkan keadaan dimasa yang akan mendatang. G. Analisis Data Dalam melakukan penelitian ini di perlukan beberapa alat bantu dengan tujuan mempermudah proses penelitian dan menghasilkan data dengan kualitas yang tinggi. Alat bantu dalam penelitian ini adalah aplikasi ChartNexus, aplikasi ini digunakan sebagai alat bantu dalam melakukan analisis teknikal, aplikasi ini diperlukan untuk mengetahui pergerakan harga

29 saham pada sempel yang diuji dengan beberapa indikator teknikal yang digunakan oleh peneliti. Seperti halnya penelitian pada umumnya penelitian ini juga memiliki tahapan-tahapan dalam proses penganalisisan data, tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menghitung variabel fundamental perusahaan secara time series. 2. Menghitung nilai intrinsik saham dengan pendekatan dividend discount model (DDM). 3. Menghitung nilai intrinsik saham dengan pendekatan price earnings ratio (PER). 4. Melakukan analisis teknikal dengan menggunakan indikator MACD (Moving Average Covergen Divergen), Stochastic, dan RSI (Relative Strength Index). 5. Pemprediksian harga saham di masa yang akan mendatang dengan menggunakan pendekatan dividend discount model (DDM) dan pendekatan price earnings ratio (PER). 6. Pemprediksian harga saham di masa yang akan mendatang dengan menggunakan beberapa indikator analisis teknikal (MACD, Stochastic, dan RSI). 7. Membandingkan hasil pemprediksian dengan menggunakan analisis fundamental dan analisis teknikal dengan kondisi harga saham yang sebenarnya. 8. Pengambilan kesimpulan.

30 Pada penelitian ini setiap sampel yang digunakan dapat menghasilkan data yang berbeda-beda, sehingga pada penelitian ini akan menghasilkan beberapa kesimpulan mengenai analisis fundamental dan analisis teknikal dalam memprediksikan harga saham dimasa yang akan mendatang. Berikut ini adalah kemungkinan hasil dari setiap sampel. Analisis Fundamental Sampel Penelitian Dividend Discount Model (DDM) Price Earning Ratio (PER) MACD (Moving Average Covergen Divergen) Jual Tahan Beli Jual Analisis Teknikal RSI (Relative Strength Index) Tahan Stochastic. Beli Gambar 3.15. Kemungkinan Keputusan Yang Dihasilkan Pada Penelitian.