KORELASI ANTARA STATUS GIZI (INDEKS MASSA TUBUH DAN HEMOGLOBIN) DENGAN DAYA TAHAN KARDIORESPIRASI ATLET PENCAK SILAT KOTA BEKASI Aridhotul Haqiyah 1 Universitas Islam 45 Bekasi Ary_haqiyah@yahoo.co.id Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi (hubungan) antara status gizi, dalam hal ini adalah indeks massa tubuh atau body mass index dan hemoglobin dengan salah satu komponen kebugaran, yaitu daya tahan kardiorespirasi pada atlet pencak silat Kota Bekasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik korelasional, yang dimaksudkan untuk mengumpulkan data, mengidentifikasi masalah- masalah yang sekarang dan menganalisa data. Dasar penelitian ini adalah cross sectional dimana penelitian ini dilakukan pada satu periode tertentu, serta sampel hanya diukur satu kali. Instrumen penelitian atau alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penghitungan indeks massa tubuh dengan rumus {IMT = BB (kg)/tb² (m)}, pengukuran kadar hemoglobin dalam darah dengan menggunakan kertas dan skala hemoglobin dan pengukuran daya tahan kardiorespirasi menggunakan tes lari 2,4 Km. Populasi dalam penelitian ini adalah 20 atlet pencak silat dilingkup Ikatan Pencak Silat (IPSI) Kota Bekasi yang sekaligus dijadikan sebagai sampel penelitian. Hasil penelitian menyatakan sebagai berikut: (1) terdapat korelasi yang signifikan dan searah dengan angka korelasi positif sebesar 0.86 (kategori tinggi), antara status gizi (indeks massa tubuh) dengan daya tahan kardiorespirasi atlet pencak silat kota bekasi, (2) terdapat korelasi yang signifikan dan searah dengan angka korelasi negatif sebesar -0.86 dan berada pada kategori tinggi, antara status gizi (hemoglobin) dengan daya tahan kardiorespirasi atlet pencak silat kota bekasi, dan (3) terdapat korelasi yang signifikan dan searah dengan angka korelasi positif sebesar 0.57 dan berada pada kategori cukup, antara status gizi (indeks massa tubuh dan hemoglobin) dengan daya tahan kardiorespirasi atlet pencak silat Kota Bekasi. Kata Kunci: Indeks Massa Tubuh, Hemoglobin, Daya Tahan Kardiorespirasi, Atlet Pencak Silat Kota Bekasi. Perkembangan di bidang olahraga berdampak pada kemajuan prestasi atlet-atlet olahraga dari berbagai cabang olahraga baik di tingkat cabang, daerah, nasional, maupun internasional. Dalam hal ini pengurus organisasi baik ditingkat terrendah sampai di tingkat pusat sangat berperan, karena dalam organisasi sangat memungkinkan untuk dilakukan pembinaan dan penyusunan program latihan. 1 Aridhotul Haqiyah: Dosen PJKR FKIP Universitas Islam 45 Bekasi. 123
Keanekaragaman budaya di Indonesia telah memberikan nilai tambah yang positif bagi Negara Indonesia di mata internasional. Salah satu budaya yang dapat dibanggakan adalah seni bela diri pencak silat yang merupakan hasil olah gerak serta olah rasa masyarakat Indonesia yang dengan segala kelebihannya dapat menciptakan seni bela diri yang sangat unik. Olahraga pencak silat merupakan salah satu olahraga bela diri yang sedang berkembang yang perlu mendapatkan pembinaan dan selanjutnya dikembangkan menjadi olahraga prestasi yang lebih populer. Olahraga pencak silat sudah lama dikenal di Indonesia sebagai seni bela diri yang banyak peminatnya dari segala lapisan masyarakat baik pria maupun wanita tanpa batasan usia dan telah tersebar ke seluruh dunia sehingga banyak kejuaraan kejuaraan yang digelar disertai dengan peraturan pertandingan yang sifatnya melindungi resiko cedera yang sangat fatal dari para pesilat, dan nomor pertandingannya pun dipisahkan antara atlet putra dan putri berdasarkan berat badan. Adapun nomor pertandingan pencak silat dibagi menjadi dua kategori yaitu kategori tanding dan kategori seni (Tunggal, Ganda, Regu). Dalam usaha mempersiapkan atlet pencak silat dan untuk menghadapi suatu pertandingan, arah pembinaannya ditekankan pada faktor kondisi fisik, teknik, taktik dan mental. Dengan kata lain seorang atlet harus dibekali dengan keterampilan motorik, kondisi fisiologis dan kesiapan aspek psikologis. Khusus pada nomor tanding, atlet akan berhadapan langsung dengan lawan sehingga atlet harus siap apabila terpukul atau tertendang walaupun ada peralatan pertandingan yang akan melindungi atlet pada saat bertanding berupa body protector (pelindung badan), gentle cup (pelindung kemaluan) pada laki-laki. Pada nomor ini resiko cedera lebih besar dibandingkan dengan nomor seni yang hanya menampilkan rangkaian jurus. Oleh karena itu, faktor fisiologis (kondisi fisik) menjadi sangat penting, karena pada olahraga pencak silat kategori tanding harus menyelesaikan 3 ronde atau 9 menit pada setiap partai. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa atlet pencak silat harus memiliki kondisi fisik yang bagus saat menghadapi pertandingan. Komponen kondisi fisik yang ditekankan disini adalah komponen kebugaran jasmani berupa daya tahan kardiorespirasi. Aktivitas jasmani yang dilakukan dengan betul dan teratur dapat meningkatkan kebugaran jasmani seseorang. Definisi dari kebugaran jasmani adalah 124
kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas pekerjaannya sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang serta untuk keperluan yang mendadak. Nurhasan (2007: 12) mengatakan: Kebugaran jasmani adalah kesanggupan dan kemampuan tubuh melakukan pekerjaan dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kebugaran jasmani adalah kualitas seseorang untuk melakukan aktivitas sesuai dengan pekerjaannya secara optimal tanpa menimbulkan problem kesehatan dan kelelahan berlebihan. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh untuk bekerja secara efisien tanpa timbul kelelahan yang berarti yang ditandai oleh kemampuan mengkonsumsi oksigen secara maksimum melalui tes daya tahan kardiorespirasi, yaitu tes lari 2,4 Km. Daya tahan kardiorespirasi adalah kesanggupan jantung dan paru serta pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan latihan untuk mengambil oksigen dan mendistribusikannya ke jaringan yang aktif untuk digunakan pada proses metabolisme tubuh. Ambilan oksigen maksimal (VO 2 max) merupakan parameter fisiologis yang sangat objektif untuk mengukur daya tahan kardiorespirasi. Oksigen yang diserap oleh darah di paru-paru harus diangkut ke jaringan agar dapat digunakan oleh sel-sel. Oksigen di dalam darah terdapat dalam dua bentuk, yaitu larut secara fisik, dan terikat secara kimiawi ke Hemoglobin (Hb). Daya tahan kardiorespirasi erat kaitannya dengan sistem aerobik, karena aerobik sendiri adalah variasi latihan yang menstimulasi aktivitas jantung dan paru-paru dalam periode waktu tertentu untuk memberikan perubahan yang bermanfaat bagi tubuh. Badriah DL (2009: 34) mengatakan: Daya tahan menyatakan keadaan yang menekankan pada kapasitas melakukan kerja secara terus menerus dalam suasana aerobik, oleh karena itu kemampuan daya tahan kardiorespirasi seseorang dapat dinilai dari kapasitas aerobiknya. Kapasitas aerobik adalah kemampuan untuk melakukan kerja menggunakan energi yang ada dengan keberadaan oksigen. Kapasitas aerobik pada individu menggambarkan kemampuan untuk mengambil O 2 secara maksimal (VO 2 max). 125
Selain memiliki derajat kebugaran jasmani (daya tahan kardiorespirasi) yang baik, indikator yang perlu diketahui adalah derajat kesehatan seseorang. Derajat kesehatan (status gizi) seseorang dapat dilihat dari pengukuran antropometri tubuh untuk menentukan komposisi tubuh atau berat badan ideal. Seseorang dikatakan mempunyai ukuran yang ideal apabila bentuk tubuhnya tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk dan terlihat serasi antara berat dan tinggi badannya demikian juga seseorang yang kelebihan berat badan akan sering merasa kehabisan nafas, badan terasa berat, sering merasa kepanasan atau gerah, sering sakit pada bagian pinggang, pinggul, paha dan lutut. Hal ini merupakan suatu peringatan bahwa seseorang harus sadar dan harus melakukan pengaturan makan serta latihan fisik yang cukup dan sesuai agar tetap sehat dan bugar. Komponen lain adalah status gizi yang juga sangat erat kaitannya dengan daya tahan kardiorespirasi adalah hemoglobin. Kekurangan hemoglobin dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang di transfer ke sel tubuh dan otak sehingga menimbulkan gejala letih, lesu dan cepat lelah. Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin mengetahui korelasi antara status gizi (indeks massa tubuh dan hemoglobin) dengan daya tahan kardiorespirasi atlet pencak silat Kota Bekasi, sehingga diharapkan dapat lebih meningkatkan prestasi pencak silat Kota Bekasi. Hakikat Pencak Silat Olahraga pencak silat merupakan olahraga bela diri asli Indonesia yang sedang berkembang dan sangat perlu mendapat pembinaan agar menjadi olahraga prestasi yang lebih populer di dunia Internasional. Di Indonesia terdapat dua istilah dasar, yaitu pencak dan silat. Istilah pencak biasanya digunakan oleh masyarakat yang mendiami pulau Jawa khususnya Jawa Barat, sedangkan silat atau bersilat sering digunakan oleh masyarakat yang berada di pulau Sumatera. Menurut Notosoejitno (1997: 35) dalam Pendekatan Keterampilan Taktis dalam Pembelajaran Pencak Silat, Direktorat Jendral Olahraga Depdiknas pencak silat adalah gerak bela diri tingkat tinggi yang disertai dengan perasaan sehingga merupakan penguasaan gerak efektif dan terkendali serta sering dipergunakan dalam latihan sabung atau pertandingan. Dalam arti yang khusus, 126
pencak silat merupakan mental spiritual yang lebih banyak menitik beratkan pada pembentukan sikap dan watak kepribadian seorang pesilat. Aspek mental spiritual yang dikembangkan melalui pencak silat antara lain: (1) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, (2) tenggang rasa, percaya diri, dan disiplin, (3) mencintai bangsa dan tanah air, (4) rasa persaudaraan, pengendalian diri, dan tanggung jawab sosial, dan (5) solidaritas sosial, mengejar kemajuan, serta membela kejujuran, kebenaran, dan keadilan (M. Saleh, 1991: 17). Olahraga pencak silat telah tersebar ke seluruh dunia sehingga banyak kejuaraan kejuaraan yang digelar disertai dengan peraturan pertandingan yang sifatnya melindungi resiko cedera yang sangat fatal dari para pesilat, dan nomor pertandingannya pun dipisahkan antara atlet putra dan putri berdasarkan berat badan. Adapun nomor pertandingan pencak silat dibagi menjadi dua kategori yaitu kategori tanding dan kategori seni (Tunggal, Ganda, Regu). Khusus pada nomor tanding, atlet akan berhadapan langsung dengan lawan sehingga atlet harus siap apabila terpukul atau tertendang walaupun ada peralatan pertandingan yang akan melindungi atlet pada saat bertanding berupa body protector (pelindung badan), gentle cup (pelindung kemaluan) pada laki-laki. Pada nomor ini resiko cedera lebih besar dibandingkan dengan nomor seni yang hanya menampilkan rangkaian jurus. Oleh karena itu, faktor fisiologis (kondisi fisik) menjadi sangat penting, karena pada olahraga pencak silat kategori tanding harus menyelesaikan 3 ronde atau 9 menit pada setiap partai. Dalam usaha mempersiapkan atlet pencak silat dan untuk menghadapi suatu pertandingan, arah pembinaannya ditekankan pada faktor kondisi fisik, teknik, taktik dan mental. Dengan kata lain seorang atlet harus dibekali dengan keterampilan motorik, kondisi fisiologis dan kesiapan aspek psikologis. Indeks Massa Tubuh Status gizi adalah keadaan tubuh dari hasil proses penggunaan makanan dimana proses tersebut meliputi intake (masukan), digestin (dicerna), absorbtion (penyerapan), transport (angkut), stroge (cadangan) dan metabolisme. Agar tubuh selalu dapat oksigen dalam jumlah cukup satu cara yang dikerjakan adalah melakukan aktifitas fisik seperti olahraga secara teratur Pengukuran status gizi dalam Antropometri berat badan (indeks massa tubuh) dan kadar hemoglobin merupakan suatu ukuran yang paling banyak 127
digunakan untuk member gambaran komposisi lemak tubuh, pertumbuhan massa jaringan dan darah (hemoglobin). Indeks massa tubuh (IMT) adalah rasio standar berat terhadap tinggi, dan sering digunakan sebagai indikator kesehatan umum. IMT dihitung dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Angka IMT antara 18,5 dan 24,9 dianggap normal untuk kebanyakan orang dewasa. IMT yang lebih tinggi mungkin mengindikasikan kelebihan berat badan atau obesitas (kamus kesehatan). Rumus yang digunakan untuk mengukur indeks massa tubuh adalah: IMT = BB/TB². Metode ini bisa memperkirakan lemak tubuh, tetapi tidak dapat diartikan sebagai persentase yang pasti dari lemak tubuh. Metode ini sangat berguna untuk memperkirakan berat badan seseorang yang ideal dari hasil perbandingan dari berat badan dan tinggi badannya. Tabel 1. Pedoman Praktis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa (Sumber: Giriwijoyo, dkk; 2007: 265) Kategori Keterangan Wanita Pria BB Kurang IMT = < 90% <18,9 <20,2 BB Ideal IMT = 100% 21 22,5 BB Normal IMT = 90 110% 18,9 23,1 20,2 24,7 BB Lebih IMT = 110 120% 23,1 25,2 24,7 27,0 Gemuk/Obes IMT =m>120% >25,2 > 27 Hemoglobin Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan Fe sebagai penyebab warna sel darah merah, yang berfungsi untuk mengangkut oksigen (O 2 ) ke dalam jaringan dan mengambil gas CO 2 dari jaringan ke paru paru. Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut 100 persen (Evelyn, 2009 dalam http://jurnal.unimus.ac.id). 128
Tabel 2. Batas Kadar Hemoglobin (Sumber: WHO dalam Wikipedia) Kelompok Usia Bayi baru lahir Umur 1 minggu Umur 1 bulan Anak anak Lelaki dewasa Perempuan dewasa Lelaki tua Perempuan tua Hb (gr/100ml) 17-22 gram/dl 15-20 gram/dl 11-15 gram/dl 11-13 gram/dl 14-18 gram/dl 12-16 gram/dl 12.4-14.9 gram/dl 11.7-13.8 gram/dl Dalam penetapan kadar Hb dengan metode yang dijelaskan di atas, keseluruhan metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk memilih metode yang digunakan tergantung pertimbangan, diantaranya tujuan dan keperluan penetapan kadar Hb, pertimbangan biaya, serta situasi dan kondisi di lapangan. (Sihadi dan Purawisastra, 1995 dalam http://jurnal.unimus.ac.id). Hakikat Daya Tahan Kardiorespirasi Dalam dunia olahraga dan kesehatan dikenal suatu istilah untuk menggambarkan tentang kesanggupan atau kemampuan fisik terhadap suatu beban atau tugas fisik tanpa mengalami kelelahan yang berarti yaitu kebugaran jasmani/kesegaran jasmani/kesamaptaan jasmani (physical fitness). Physical merupakan kata sifat yang berarti jasmaniah. Sedangkan fitness merupakan kata benda yang berarti kemampuan dan kecocokan. (Echols dan Shadily, 1993:244;428). Nurhasan (2007: 12) mengatakan: Kebugaran jasmani adalah kesanggupan dan kemampuan tubuh melakukan pekerjaan dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Kesimpulan yang dapat penulis kemukakan bahwa kebugaran jasmani merupakan gambaran tentang kemampuan fungsional dari alat-alat tubuh. Hal ini didasarkan pada hasil yang dicapai, seperti contoh: orang yang lemah tetapi sehat (statis) dengan melatih fisiknya maka ia akan menjadi orang yang lebih sehat (dinamis). Sebaliknya orang yang cacat jasmaniah tidak akan mungkin dapat diperbaiki dengan 129
melatih fisiknya. Oleh karena itu untuk mengetahui tingkat kebugaran jasmani seseorang sebaiknya melalui pengukuran terhadap unsur atau komponen kebugaran jasmani. Daya tahan kardiorespirasi adalah kesanggupan sistem jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan kerja dalam mengambil oksigen dan menyalurkannya ke jaringan yang aktif sehingga dapat digunakan pada proses metabolisme tubuh. Daya tahan kardiorespirasi disebut juga aerobic capacity atau aerobic pre-dominant energy system, pengertiannya sering disamakan dengan daya tahan aerobic. Badriah DL (2009: 34) mengatakan: Daya tahan menyatakan keadaan yang menekankan pada kapasitas melakukan kerja secara terus menerus dalam suasana aerobic dan dalam laboratorium pengukuran tingkat kebugaran jasmani dengan cara mengukur ambilan maksimum oksigen per menit (VO 2 max). Lebih lanjut lagi, Badriah DL (2009: 34) menjelaskan bahwa pengukuran kemampuan ambilan oksigen maksimal per menit dilapangan dapat dilakukan dengan menggunakan tes Balke yaitu lari atau jalan cepat secara kontinyu dalam waktu 15 menit atau tes lari 2,4 Km atau 12 menit atau 1.600 meter. Cara pengukuran kebugaran jasmani lainnya dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya: berjalan, berlari, sepeda, mendayung pada ergometer, atau melakukan batere tes (rangkaian tes) yang memungkinkan diukurnya seluruh komponen yang membentuk kebugaran jasmani tersebut. Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mengukur daya tahan kardiorespirasi, dapat menggunakan dua metode yaitu metode langsung (laboratorium) dan metode tidak langsung (tes di lapangan). Untuk mengukur daya tahan kadioresprasi, penulis memilih menggunakan tes lari 2,4 Km. Depdiknas (2003: 39) mengatakan: Tujuan tes lari 2,4 km (protocol cooper) adalah mengukur kemampuan dan kesanggupan kerja fisik seseorang. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode ini bertujuan untuk mengukur waktu tempuh yang diperlukan untuk lari sejauh 2,4 km. Adapun tabel norma klasifikasi kesegaran jasmani untuk tes lari 2,4 Km adalah sebagai berikut: 130
Tabel 3. Penilaian Tes Lari 2,4 Km Laki-Laki (Sumber: Cooper 1982 dalam Depdiknas, 2003: 41) Katagori Sangat kurang Kurang Sedang Baik Baik sekali Baik sekali dan terlatih Kelompok Umur dalam Tahun 13 19 20 29 30 39 40 49 50 59 60 ke atas > 15,31 > - 16,01 > - 16,31 > - 17,31 > - 19,01 > - 20,00 12,11-15,30 14,01-16,00 14,64-16,30 15,36-17,30 17,01-19,00 19,01-20,00 10,49-12,10 12,01-14,00 12,31-14,45 13,01-15-35 14,31-17,00 16,16-19,00 09,41-09,48 10,46-12,00 11,01-12,30 11,31-13,00 12,31-14,30 14,15-16,15 08,37-09,40 09,45-10,45 10,00-11,00 10,30-11,30 11,00-12,30 11,15-13,59 < - 08,37 < - 09,45 < - 10,00 < - 10,30 < - 11,00 < - 11,15 Tabel 4. Penilaian Tes Lari 2,4 Km Perempuan (Sumber: Cooper 1982 dalam Depdiknas, 2003: 41) Katagori Sangat kurang Kurang Sedang Baik Baik sekali Baik sekali dan terlatih Kelompok Umur dalam Tahun 13 19 20 29 30 39 40 49 50 59 60 ke atas > 18,31 > - 19,01 > - 19,31 > - 20,01 > - 20,31 > - 21,01 16,55-18,30 18,31-19,00 19,01-19,30 19,31-20,00 20,01-20,30 20,31-21,00 14,31-16,54 15,55-18,30 16,31-19,00 17,31-19,30 19,01-20,00 19,31-20,30 12,30-14,30 13,31-15,54 14,31-16,30 15,56-17,00 16,31-19,00 17,31-19,30 11,50-12,29 12,30-13,30 13,00-14,30 13,45-15,55 14,30-16,30 16,30-17,30 < -11,50 < - 12,30 < - 13,00 < - 13,45 < - 14,30 < - 16,30 Menurut Badriah DL (2009: 34-35), Daya tahan kardiorespirasi dipengaruhi beberapa factor antara lain sebagai berikut. Keturunan (genetik). Hal ini didasarkan pada hasil penelitian, bahwa kemampuan ambilan oksigen maksimal per menit dipengaruhi oleh faktor keturunan (genetik). khususnya jenis serabut otot dan kadar Hb. Serabut otot dominan untuk mewujudkan kerja daya tahan adalah jenis otot slow twitch fiber ( jenis serabut otot lambat atau jenis serabut otot merah). Dikatakan serabut otot merah atau tipe otot 131
lambat, karena filamen-filamen pada otot jenis ini berwarna merah karena banyaknya pembuluh kapiler yang memberikan suplay darah dan nutrisi untuk kerja otot tersebut. Semakin banyak pembuluh kapiler yang mensuplay otot tersebut akan semakin lama kemampuan kontraksinya. Usia. Mulai anak-anak sampai sekitar usia 20 tahun, daya tahan kardiorespirasi meningkat dan mencapai maksimal pada usia 20 30 tahun. Pada orang yang terlatih, penurunan daya tahan kardiorespirasi setelah usia 30 tahun hanya menurun sekitar 20-30%. Jenis Kelamin. Sampai pada usia pubertas tidak terdapat perbedaan antara lakilaki dan wanita dan setelah itu, wanita lebih rendah sekitar 15-20% dari laki-laki. Perbedaan ini terletak pada maximal muscular power yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan, jumlah hemoglobin, kapasitas paru, dan sekresi hormon testoteron. Aktivitas Fisik. Istirahat di tempat tidur selama 3 minggu akan menurunkan daya tahan kardiorespirasi sebanyak 17-27%. Efek latihan aerobik selama 8 minggu akan meningkatkan sebanyak 62% dari keadaan istirahat atau sekitar 18% bila tidak melakukan istirahat. METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan suatu peristiwa pada saat ini. Berkenaan dengan masalah penelitian ini, yaitu hubungan status gizi (indeks massa tubuh dan hemoglobin) dengan daya tahan kardiorespirasi atlet pencak silat Kota Bekasi, maka teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah teknik korelasional. Dasar penelitian ini adalah cross sectional dimana penelitian ini dilakukan pada satu periode tertentu, serta sampel hanya diukur satu kali. Hermawan (2005: 87) dalam www.respository.upi mengatakan: penelitian cross sectional adalah suatu penelitian yang datanya dikumpulkan sekaligus, merupakan hasil sekali bidik (one snaphoot) pada satu saat tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah atlet pencak silat Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Kota Bekasi yang rutin mengikuti latihan berjumlah 20 atlet. Dalam 132
hal ini sampel diperoleh dengan cara ditetapkan oleh penulis karena merupakan atlet yang rutin berlatih, bersedia untuk mengikuti tes lari 2,4 Km serta diukur indeks massa tubuh dan hemoglobinnya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes daya tahan kardiorespirasi dengan menggunakan tes lari 2,4 Km, penghitungan indeks massa tubuh menggunakan rumus IMT serta pengukuran kadar hemoglobin menggunakan kertas Hb skala Harenz. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, penulis mengambil sampel dari keseluruhan populasi sebanyak 20 atlet dengan kualifikasi atlet yang rutin berlatih. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut: Tabel 5. Daftar Sampel Penelitian No testi TES 1 (IMT) TES 2 (Hb) TES 3 (Lari 2,4 Km) Jenis Kelamin Usia 1 29 14 13.2 Laki-Laki 24 2 27 12 13.15 Perempuan 18 3 25 14 12.14 Laki- Laki 23 4 25 14 12.25 Perempuan 18 5 24 12 12.59 Perempuan 22 6 23 14 13.17 Perempuan 25 7 23 16 9.32 Perempuan 20 8 23 14 9.57 Perempuan 18 9 22 16 10 Laki-Laki 24 10 22 16 10.15 Perempuan 26 11 21 14 10.47 Perempuan 18 12 21 16 10.54 Laki-Laki 18 13 21 16 9.43 Laki-Laki 19 14 21 16 9.43 Perempuan 21 15 20 16 9.3 Perempuan 21 16 20 16 9.34 Laki-Laki 18 133
17 20 18 9.1 Laki-Laki 19 18 20 18 8.45 Laki-Laki 23 19 19 18 8.3 Laki-Laki 23 20 19 18 8.23 Laki-Laki 17 Adapun hasil klasifikasinya dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini: Tabel 6. Hasil Pengamatan dan Klasifikasi Variabel Indeks Massa TubuhHemoglobin dan Daya Tahan Kardiorespirasi No testi Kategori IMT Hb DTK 1 Gemuk/Obes Normal Sedang 2 BB Lebih Normal Sedang 3 BB Normal Normal Baik Sekali 4 BB Normal Normal Sedang 5 BB Normal Normal Baik 6 BB Normal Normal Baik Sekali 7 BB Normal Normal Baik Sekali 8 BB Normal Normal Terlatih 9 BB Kurang Normal Terlatih 10 BB Kurang Normal Terlatih 11 Gemuk/Obes Normal Baik 12 BB Lebih Normal Baik Sekali 13 BB Lebih Normal Baik Sekali 14 BB Normal Normal Baik Sekali 15 BB Normal Normal Terlatih 16 BB Normal Normal Terlatih 17 BB Normal Normal Terlatih 18 BB Ideal Normal Terlatih 19 BB Ideal Normal Terlatih 20 BB Ideal Normal Terlatih 134
Untuk hasil penghitungan dan pengukuran nilai rata-rata, dan simpangan baku dari variabel penelitian, yaitu: indeks massa tubuh, kadar hemoglobin dan daya tahan kardiorespirasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 7. Hasil Penghitungan Dan Pengukuran Status Gizi (Indeks Massa Tubuh dan Hemoglobin) dengan Daya Tahan Kardiorespirasi Komponen X S Jumlah Indeks Massa Tubuh 22.5 2.67 445 Hemoglobin (gram/dl) 10.41 1.85 308 Daya Tahan Kardiorespirasi 15.40 1.71 208.13 Untuk lebih jelasnya, keseluruhan hasil uji normalitas data penelitian (indeks massa tubuh, hemoglobin dan daya tahan kardiorespirasi) dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini: Tabel 8. Hasil Uji Normalitas (Lilliefors) Variabel L hitung L tabel Keterangan Indeks Massa Tubuh 0.180 0.190 Normal Hemoglobin 0.176 0.190 Normal Daya Tahan Kardiorespirasi 0.188 0.190 Normal Berdasarkan tabel 7 tersebut di atas dapat diketahui bahwa nilai L tabel untuk penghitungan indeks massa tubuh, pengukuran hemoglobin dan tes daya tahan kardiorespirasi dari daftar = 0.190 pada dk = 20 dan taraf signifikansi = 0.05. Sedangkan nilai L hitung data indeks massa tubuh = 0.180, nilai L hitung pengukuran kadar hemoglobin = 0.176 dan nilai L hitung tes daya tahan kardiorespirasi = 0.188. Kriteria pengujiannya adalah: tolak hipotesis nol jika L o yang diperoleh dari data pengamatan melebihi L dari daftar tabel. Berdasarkan hasil penghitungan di atas menunjukkan harga mutlak terbesar dari L hitung = 0.188. Karena Lo = 0.188 < L 0.05 = 0.190, maka Ho diterima dan populasi berdistribusi normal. Setelah diketahui bahwa distribusi data adalah normal, maka 135
pengujian hipotesis menggunakan pengujian parametrik, dalam hal ini menggunakan uji t dan dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 9. Hasil Uji Signifikansi Koefisien Korelasi antara Status Gizi (Indeks Massa Tubuh) dengan Daya Tahan Kardiorespirasi Koefisien Korelasi (r xy ) t hitung t tabel ( =0,05, dk = 18) Signifikansi 0.86 9.01 2.10 Signifikan Tabel tersebut di atas menunjukan bahwa nilai t-hitung = 9.01 yang lebih besar dari t-tabel = 2.10 pada dk = 18 dan taraf nyata = 0.05. Hal ini berarti hipotesis nol (H 0 ) ditolak dan hipotesis penelitian (H a ) diterima sehingga hasil korelasi yang diperoleh menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara status gizi (indeks massa tubuh) dengan daya tahan kardiorespirasi. Hal ini berarti hasil penghitungan indeks massa tubuh dapat dijadikan prediksi untuk mengetahui kapasitas aerobik atau daya tahan kardiorespirasi sampel penelitian. Koefisien determinasi antara status gizi (indeks massa tubuh) dengan daya tahan kardiorespirasi adalah (r xy ) 2 x 100 = (0.86) 2 x 100 = 74.37 %. Hal ini berarti bahwa 74.37 % daya tahan kardiorespirasi dapat dilihat dari penghitungan status gizi (indeks massa tubuh) seseorang. Berdasarkan hasil penghitungan tinggi-rendah, kuatlemah atau besar kecilnya suatu korelasi dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya suatu angka (koefisien) yang disebut angka indeks korelasi atau coefficient of correlation. Jadi angka indeks korelasi adalah sebuah angka yang dapat dijadikan petunjuk untuk mengetahui seberapa besar kekuatan korelasi diantara variabel yang yang diselidiki korelasinya. Untuk memberikan interprestasi terhadap kuatnya korelasi maka digunakan pedoman sebagai berikut: Tabel 10. Klasifikasi Koefisien Korelasi Tes (Sumber: Nur Hasan, 2007: 335) r = 0,00 : Tidak ada hubungan r = ± 0,01 - ± 0,20 : Rendah r = ± 0,21 - ± 0,50 : Sedang 136
r = ± 0,51 - ± 0,70 : Cukup r = ± 0,71 - ± 0,90 : Tinggi r = ± 1,90 - ± 1,00 : Sempurna Dari hasil penghitungan korelasi antara status gizi (indeks massa tubuh) dengan daya tahan kardiorespirasi diperoleh angka korelasi sebesar 0.86 dan berada pada kategori tinggi. Artinya, apabila angka variabel indeks massa tubuh mengalami kenaikan atau penurunan akan diikuti pula dengan kenaikan atau penurunan angka pada variabel daya tahan kardiorespirasi. Selanjutnya, hasil uji signifikasi koefisien korelasi antara pengukuran status gizi (hemoglobin) dengan daya tahan kardiorespirasi dapat dilihat pada tabel 10 di bawah ini: Tabel 11. Hasil Uji Signifikansi Koefisien Korelasi antara Status Gizi (Hemoglobin) dengan Daya Tahan Kardiorespirasi Koefisien Korelasi (r xy ) t hitung t tabel ( =0,05, dk = 18) Signifikansi -0.86-8.96 2.10 Signifikan Dengan demikian diperoleh nilai t-hitung = -8.96 yang lebih besar dari t-tabel = 2.10 pada dk = 18 dan taraf nyata = 0.05. Hal ini berarti hipotesis nol (H 0 ) ditolak dan hipotesis penelitian (H a ) diterima sehingga hasil korelasi yang diperoleh menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status gizi (hemoglobin) dengan daya tahan kardiorespirasi. Hal ini berarti hasil tes hemoglobin dapat dijadikan prediksi untuk mengetahui daya tahan kardiorespirasi. Koefisien determinasi antara status gizi (hemoglobin) dengan daya tahan kardiorespirasi adalah (r xy ) 2 x 100 = (0.86) 2 x 100 = 74.14 %. Hal ini berarti bahwa 74.14 % daya tahan kardiorespirasi atlet di tentukan oleh kadar hemoglobin dalam darah. Berdasarkan penghitungan koefisien korelasi antara status gizi (hemoglobin) dengan daya tahan kardiorespirasi diperoleh angka -0.86, dan berada pada kategori tinggi. Artinya, semakin tinggi angka kadar hemoglobin atlet, maka semakin rendah atau semakin cepat waktu yang dibutuhkan atlet untuk menyelesaikan lari 2.4 Km, dan 137
mengindikasikan semakin tingginya daya tahan kardiorespirasi atlet pecak silat Kota Bekasi. Selanjutnya, untuk mengetahui hasil uji signifikasi ketiga variabel penelitian, maka digunakan uji signifikasi koefisien korelasi ganda (multiple correlation) antara penghitungan status gizi (indeks massa tubuh dan hemoglobin) dengan daya tahan kardiorespirasi. Adapun hasil penghitungannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 12. Hasil Uji Signifikansi Koefisien Korelasi Ganda antara Status Gizi (Indeks Massa Tubuh Dan Hemoglobin) Dengan Daya Tahan Kardiorespirasi Koefisien Korelasi F hitung F tabel Signifikansi 0.57 4.17 3.59 Signifikan Dengan taraf nyata ( ) = 0.05 dan dk = (k=2, n- k- 1 =17) maka diperoleh F tabel = F (1- )(dk pembilang, dk penyebut) = F (1-0,05)(2, 17) = 3.59. Bila dibandingkan, maka nilai F hitung = 4.17 lebih besar dari nilai F tabel = 3.59 sehingga hipotesis ditolak (korelasi signifikan). Kesimpulannya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel (X 1 ) status gizi (indeks massa tubuh) dan variabel (X 2 ) status gizi (hemoglobin) secara bersama-sama dengan variabel (Y) yaitu daya tahan kardiorespirasi. Dengan demikian diperoleh nilai F hitung = 4.17 dan F tabel dengan dk pembilang 2, dan dk penyebut 17 dengan 0.05 sebesar 3.59. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa derajat hubungan ketiga variabel tersebut sebesar 0.57 adalah signifikan dan berada pada kategori cukup. Berdasarkan uji signifikansi (keberartian) koefisien korelasi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa koefisien korelasi antara indeks massa tubuh dan hemoglobin dengan daya tahan kardiorespirasi adalah signifikan. Koefisien determinasinya adalah (Ry 12 ) 2 x 100 = (0.57) 2 x 100 = 32.92 %. Hal ini berarti bahwa 32.92 % daya tahan kardiorespirasi ditentukan oleh indeks massa tubuh dan hemoglobin. Artinya, apabila angka variabel indeks massa tubuh dan hemoglobin mengalami kenaikan atau penurunan akan diikuti pula dengan kenaikan atau penurunan pada angka variabel daya tahan kardiorespirasi. 138
SIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, maka kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) terdapat korelasi yang signifikan dan searah dengan angka korelasi positif sebesar 0.86 (kategori tinggi) antara status gizi (indeks massa tubuh) dengan daya tahan kardiorespirasi atlet pencak silat Kota Bekasi, (2) terdapat korelasi yang signifikan dan searah dengan angka korelasi negatif sebesar - 0.86 dan berada pada kategori tinggi, antara status gizi (hemoglobin) dengan daya tahan kardiorespirasi atlet pencak silat Kota Bekasi, dan (3) terdapat korelasi yang signifikan dan searah dengan angka korelasi positif sebesar 0.57 dan berada pada kategori cukup, antara status gizi (indeks massa tubuh dan hemoglobin) dengan daya tahan kardiorespirasi atlet pencak silat Kota Bekasi. DAFTAR PUSTAKA Badriah DL. (2009). Fisiologi Olahraga Edisi II. Bandun: Multazam. Depdiknas. (2003). Ketahuilah Tingkat Kesegaran Jasmani Anda. Jakarta: Depdiknas Pusat Pengembangan Kualitas Jamani. Giriwijoyo, dkk. (2007). Ilmu Kesehatan Olahrga (Sport Medicine). Bandung: FPOK UPI Bandung. Harsono. (1988). Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta: CV. Tambak. Kimball, dkk. (1983). Biologi edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Muhammad, Memet. (2009). Diktat Statistik Pendidikan. FKIP Unisma Bekasi.. (2009). Materi Perkuliahan Statistik 2 (statistik inferensial). FKIP Unisma Bekasi Mutohir, dkk. (2007). Sport Development Index. Jakarta: Bessindo Primalaras. M. Saleh. (1991). Olahraga pencak silat. Bandung: FPOK IKIP. Nurhasan. (2007). Tes dan Pengukuran Olahraga. Bandung: FPOK UPI. Sucipto. (2001). Pendekatan Keterampilan Taktis dalam Pembelajaran Pencak Silat. Direktorat Jendral Olahraga Depdiknas. 139
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. T. Ariyadi dkk. 2012. Perbedaan Hasil Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Metode Cyanmeth Langsung dan Tidak Langsung. (online) dimuat didalam (http://jurnal.unimus.ac.id). 140