Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 1: ISBN:

dokumen-dokumen yang mirip
JARAK JELAJAH HARIAN DAN AKTIVITAS PERGERAKAN BEKANTAN (Nasalis larvatus Wurmb) DI PULAU BAKUT, KABUPATEN BARITO KUALA

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur

STRUKTUR POPULASI BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI PULAU CURIAK KABUPATEN BARITO KUALA KALIMANTAN SELATAN

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

Pola Aktivitas Harian Lutung (Presbytis cristata, Raffles 1821) di Hutan Sekitar Kampus Pinang Masak, Universitas Jambi

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

BAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. spesies dilindungi atau untuk mendukung biodiversitas, tidak terlepas dari

PERILAKU DAN PAKAN LUTUNG KELABU (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI HUTAN MANGROVE KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

UKURAN KELOMPOK MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HUTAN DESA CUGUNG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAJABASA LAMPUNG SELATAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

TINGKAH LAKU HARIAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATU ANGUS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar

KEANEKARAGAMAN JENIS PRIMATA DIURNAL DI DALAM AREAL IUPHHK-HT PT. BINA SILVA NUSA KECAMATAN BATU AMPAR KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Mulawarman 2. PT. Pertamina EP Asset 5 Sangasanga 3

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

PERILAKU MAKAN DAN JENIS PAKAN ORANGUTAN(Pongo pygmaeus) DI YAYASAN INTERNATIONAL ANIMAL RESCUE INDONESIA (YIARI) KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

Struktur Kelompok dan Penyebaran Bekantan (Nasalis larvatus Wrumb.) dikuala Samboja, Kalimantan Timur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

KEANEKARAGAMAN MAMALIA DI DESA NIPAH PANJANG KECAMATAN BATU AMPAR KABUPATEN KUBU RAYA KALIMANTAN BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

STUDI JENIS TUMBUHAN PAKAN KELASI (Presbitis rubicunda) PADA KAWASAN HUTAN WISATA BANING KABUPATEN SINTANG

POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel :

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 1 No. 1. September 2013 (17 22)

DAFTAR PUSTAKA. Alikodra, S. H Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK SUMBERBATU, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SUATU CATATAN BARU HABITAT KERA HIDUNG PANJANG ( Nasalis larvatus) DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN SELATAN INDONESIA. Oleh. M.

OWA KELAWAT (Hylobates muelleri) SEBAGAI OBYEK WISATA PRIMATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK BEKOL, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK MANTING, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

065 PERILAKU SEKSUAL MONYET EKOR PANJANG (Mncncn fascic~lnris) Di BUM1 PERUMAHAN PRAMUKA CIBUBUR, JAKARTA LILA MULYATI

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

PEMANFAATAN HABITAT OLEH MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI KAMPUS IPB DARMAGA

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. ketiga di dunia setelah Brazil dan Zaire (FAO, 1991). Hutan tropis ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Distribusi dan status populasi -- Owa (Hylobates albibarbis) merupakan

BAB III METODE PENELITIAN

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sam Ratulangi 2) Alumni Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sam Ratulangi * korespodensi:

Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

TINGKAH LAKU MAKAN LUTUNG JAWA Trachypithecus auratus DI KAWASAN PANCURAN 7 BATURADEN GUNUNG SLAMET JAWA TENGAH

Aktivitas Makan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Hutan Nepa Kabupaten Sampang Madura

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEBUTUHAN NUTRISI ANOA (Bubalus spp.) [The Nutritional Requirement of Anoa (Bubalus spp.)]

PENGGUNAAN POHON TIDUR MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HUTAN LINDUNG ANGKE KAPUK DAN EKOWISATA MANGROVE PANTAI INDAH KAPUK JAKARTA

Konservasi Biodiversitas Indonesia

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut

Rahmi Fitri 1)*), Rizaldi 1), Wilson Novarino 2) Abstract

Analisis Populasi Kalawet (Hylobates agilis albibarbis) di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

PERILAKU HARIAN SIAMANG (Symphalangus syndactylus) di BALI ZOO PARK, DESA BATUAN, GIANYAR, BALI

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

Transkripsi:

AKTIVITAS MAKAN DAN JENIS PAKAN BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI PULAU BAKUT KABUPATEN BARITO KUALA Feeding Activity and Diet of Proboscis Monkey (Nasalis larvatus) in Bakut Island, Barito Kuala Regency Zainudin 1 *, Amalia Rezeki 2 1 Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas Indonesia) Universitas Lambung Mangkurat, Jalan Brigjen H. Hasan Basri, Banjarmasin 2 Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Jalan Brigjen H. Hasan Basri, Banjarmasin * Surel korespondensi: prof.primatologi@gmail.com Abstract. Primates are very selective in choosing suitable habitat. Proboscis monkey (Nasalis larvatus) is classified into family Colobinae and comonly eaten leaves. Feeding activity and food plant species of proboscis monkey at Bakut Island are a source of information for the rehabilitation programs. The method used was the focal animal sampling. Samples were observed in male and female adult individuals in the group of Alfa. The results showed that the feeding activity of proboscis monkey had regularity pattern in three periods; those were morning, daytime, and afternoon. Food plants identified were 9 species. Keywords: feeding activity, food, proboscis monkey 1. PENDAHULUAN Setiap organisme mempunyai karakteristik tersendiri, telebih dalam hal keperluan akan makanan. Menurut Sukarsono (2009), terdapat dua kelompok hewan berdasarkan tingkat adaptasi terhadap pakan, yaitu hewan generalis (mengkonsumsi berbagai jenis pakan) dan foraging specialist (selektif terhadap pakan). Primata merupakan salah satu organisme dengan keperluan pakan khusus. Aktivitas makan primata, erat kaitannya dengan kualitas pakan, seperti tinggi rendahnya kadar selulosa yang dapat dicerna hingga kandungan senyawa tertentu dalam pakannya (Harrison, 1986). Bekantan adalah salah satu jenis primata yang selektif terhadap pakan. Menurut Bismark (2009), anggota sub-famili colobinae mempunyai sistem pencernaan dengan teknik fermentasi, layaknya pencernaan hewan memamah biak (sistem pencernaan polygastric). Sembilan puluh persen pakan bekantan adalah tumbuhan dan bagianbagiannya, sedangkan sisanya adalah serangga (Supriatna & Wahyono, 2000). Bismark (2009) berpendapat bahwa komposisi dan jenis pakan bekantan pada setiap tipe habitat berbeda-beda. Aktivitas makan oleh bekantan akan terus berlangsung selama waktu beraktivitas, termasuk ketika dilakukan aktivitas pergerakan. Matsuda et. al (2009) berpendapat bahwa dalam sehari 92% waktu beraktivitas bekantan dipergunakan untuk aktivitas makan. Alikodra (1997) menyebutkan bahwa aktivitas makan bekantan di hutan riparian meningkat pada pukul 06.00-10.00, dan pada sore hari meningkat pada pukul 14.00-15.00 serta pukul 17.00-18.00. Sementara bekantan di hutan mangrove mengalami peningkatan aktivitas makan pada pukul 06.30, 08.30, 10.30, 12.30, dan 15.30 (Bismark (2009). Bervariasinya waktu pemuncakan aktivitas serta jenis pakan pada setiap habitat, merupakan dasar pertimbangan pelaksanaan penelitian ini. Faktor-faktor tersebut erat kainnya dengan perlunya pengetahuan akan aktivitas makan dan pakan yang dikonsumsi oleh suatu jenis primata tertentu, khususnya dalam hal ini bekantan guna menunjang kelestariannya di alam (Atmoko, 2012). Sebagai satwa maskot dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, satwa dengan status endagered oleh IUCN dan Apendiks I oleh CITES. Informasi mengenai karakteristik bekantan terlebih dari segi karakteristik beraktivitas dan jenis pakan merupakan sumber informasi yang sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan program rehabilitasi bekantan dan menjauhkannya dari jurang kepunahan. 2. METODE Studi mengenai aktivitas makan dan jenis pakan bekantan dilakukan selama 5 hari berturutturut di Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Bakut 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 99

Kabupaten Barito Kuala. Kelompok alfa dengan anggota sebanyak ±23 individu merupakan kelompok sampel yang. Studi mengenai aktivitas makan dan jenis pakan diamati dengan menggunakan metode focal animal sampling. Fachrul (2012) berpendapat bahwa metode tersebut umum digunakan untuk mengamati pola aktivitas primata, seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dengan fokus pada satu objek utama, misal pejantan dominan pemimpin kelompok. Menurut Altman (1974), pengamatan dengan metode tersebut dapat dilakukan pada satu hingga dua individu anggota kelompok sampel. Oleh sebab itu, pengamatan aktivitas makan bekantan difokuskan pada dua individu, yaitu jantan dan betina dewasa, sehingga hasil yang didapat bersifat representatif menggambarkan keseluruhan aktivitas pergerakan kelompok. Pengamatan dengan mengikuti pergerakan kelompok alfa. Setiap aktivitas sampel yang telah ditentukan dan berkaitan dengan aktivitas makan maupun jenis pakannya didokumentasikan secara terperinci. Pendokumentasian dilakukan dengan bantuan kamera DSLR D7000 dengan sfesifikasi lensa Tamron sp70-300 mm f/4-56, kompas untuk menentukan koordinat dan peta wilayah penelitian (Gambar 1). Setiap data yang telah dikumpulkan ditulis dengan jelas dan terperinci. Gambar 1. Denah kawasan TWA Pulau Bakut Pengamatan dilakukan dari jam 06.00-18.00 WITA, dengan periode pengamatan sebagai berikut: a. Periode pengamatan pagi (06.00-10.00 WITA), b. Periode pengamatan siang (10.00-14.00 WITA), dan c. Periode pengamatan sore (14.00-18.00 WITA). Setiap periode pengamatan dengan interval waktu 10 menit. Pada interval tersebut dilakukan pengamatan seksama dan cermat terhadap kriteria aktivitas oleh individu sampel. Kriteria dari aktivitas makan yang diamati mengacu pada Alikodra et.al (2015), meliputi: kegiatan mengambil, memegang, memetik, membawa, memasukkan makanan ke mulut, dan mengunyahnya. Data mengenai jenis pakan yang dikonsumsi bekantan dikumpulkan bersamaan dengan data aktivitas makan dan dilengkapi dengan dokumentasi berupa foto pengamatan dan sampel bagian tumbuhan atau hewan yang menjadi pakan, untuk kemudian dilakukan identifikasi terhadap jenis pakan tersebut. Hasil dianalisa secara deskriptif. Data aktivitas makan bekantan akan dianalisa dan diolah menjadi persentase aktivitas harian, dengan mengadopsi rumus persentase aktivitas harian oleh Wirdateti et.al (2009), sebagai berikut: Keterangan: A = Rata-rata aktivitas yang diamati dalam perlakuan B = Total semua, aktivitas yang diamati 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 100

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Aktivitas Makan Aktivitas makan bekantan terjadi sepanjang saat. Pada beberapa waktu aktivitas tersebut dilakukan bersamaan dengan aktivitas lain seperti aktivitas pergerakan dan istirahat. Aktivitas makan mengalami pemuncakan aktivitas pada beberapa waktu pengamatan. Pemuncakan aktivitas makan individu jantan terjadi pada jam 06.00, 07.00, 09.00, 14.00, dan 15.00, sedangkan aktivitas makan individu betina mengalami puncak aktivitas pada jam 06.00, 07.00, 14.00, dan 15.00 (Gambar 2). Gambar 2. Persentase aktivitas makan individu jantan dan betina bekantan Data di atas menunjukkan bahwa pemuncakan aktivitas terjadi pada setiap periode pengamatan. Hal tersebut mengindikasikan waktu dimanfaatkan secara intensif untuk aktivitas makan. Pola aktivitas yang ditunjukkan oleh Gambar 2 mengindikasikan terjadinya pola keteraturan aktivitas individu jantan dan betina, terlebih pada periode pagi dan periode sore hari. Data di atas menunjukkan bahwa pemuncakan aktivitas terjadi pada setiap periode pengamatan. Hal tersebut mengindikasikan waktu dimanfaatkan secara intensif untuk aktivitas makan. Pola aktivitas yang ditunjukkan oleh Gambar 2 mengindikasikan terjadinya pola keteraturan aktivitas individu jantan dan betina, terlebih pada periode pagi dan periode sore hari. Aktivitas makan adalah aktivitas yang dilakukan pertama kali oleh bekantan. Aktivitas makan mencakup 92% dari total aktivitas harian bekantan (Matsuda et. al, 2009). Bismark (2009) menyatakan bahwa sebaran pakan yang merata memungkinkan untuk terus berlangsungnya aktivitas makan. Hasil pengamatan menunjukkan pada setiap periode terjadi pemuncakan aktivitas. Alikodra (1997) meneliti bekantan di hutan riparian yang memperlihatkan puncak aktivitas terjadi pada pukul 06.00-10.00, 14.00-15.00, dan 17.00-18.00. Rentang waktu pemuncakan aktivitas makan tersebut serupa dengan waktu terjadinya pemuncakan aktivitas makan bekantan di Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Bakut. Bekantan di hutan mangrove mengalami peningkatan aktivitas makan pada pukul 06.30, 08.30, 10.30, 12.30, dan 15.30 (Bismark, 2009). Jarak watu yang lebih singkat dan fluktuasi aktivitas makan bekantan yang lebih sering disebabkan oleh beragamnya vegetasi yang dapat dimanfaatkan bekantan sebagai pakan (Alikodra et. al, 2015). Keadaan habitat yang menghasilkan sedikit jumlah pakan berdampak pada seringnya aktivitas makan dilakukan meski dalam proporsi yang lebih kecil. Hal tersebut juga berimplikasi pada meluasnya daerah jelajah guna mencari sumber keberadaan pakan yang lebih melimpah. Penelitian dilakukan pada saat musim kemarau berlangsung. Sehingga keadaan pakan di lokasi penelitian mengalami keterbatasan. Akibatnya bekantan selalu mengunjungi pohon atau tempat yang sama dalam sehari. Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan sumber pakan untuk beregenerasi dan menghasilkan bagian pucuk berbanding terbalik dengan fluktuasi kunjungan bekantan pada sumber pakan tersebut. Alikodra et. al (2015) berpendapat bahwa proporsi waktu aktivitas makan bekantan dipengaruhi oleh faktor banyak sedikitnya jumlah pakan yang dikonsumsi oleh bekantan. Pada Gambar 2, khusunya pada jam 09.00 dan 12.00 WITA, persentase aktivitas makan jantan dan betina mengalami pola yang cukup berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh jenis kelamin dan ukuran tubuh setiap individu yang berkaitan dengan pemenuhan jumlah energi untuk beraktivitas. Milton (1981) menyatakan bahwa pemilihan pakan pada primata berkaitan erat dengan proporsi ukuran tubuh dan anatomi pencernaannya. Bekantan individu jantan dewasa memerlukan asupan pakan yang lebih banyak, untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuhnya yang besar dalam menyediakan ekstra energi untuk menjaga kelompoknya. Pola keteraturan aktivitas individu jantan dan betina menunjukkan bahwa bekantan jantan dan betina mempunyai pola aktivitas makan, proporsi pemanfaatan waktu untuk aktivitas makan yang tidak jauh berbeda. Perbedaan pada segi persentase sebanyak 1-6% pada setiap waktu pengamatan sejatinya dipengaruhi oleh jumlah asupan pakan yang harus dipenuhinya dalam tujuan pemenuhan keperluan energi yang berbanding lurus dengan proporsi tubuh masing-masing individu. 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 101

Gambar 3 menunjukkan perbandingan persentase aktivitas makan antara individu jantan dan betina pada setiap periode pengamatan. Aktivitas makan bekantan paling tinggi terjadi pada pagi hari, dan menurun pada siang hingga sore hari. Tingginya persentase aktivitas makan pada pagi hari dikarenakan selama beristirahat pada malam hari bekantan tidak melakukan aktivitas makan melainkan melakukan aktivitas istirahat. Asupan energi akan berkurang ketika beristirahat di malam hari, sebab energi yang diperoleh dioptimalkan untuk mencerna makanan. Menurut Bismark (1986), aktivitas istirahat bagi primata folivora digunakan untuk mengerahkan energi guna memperlancar proses fermentasi dalam pencernaan makanan. Oleh sebab itu, aktivitas pertama ketika bekantan mulai bangun dari tidur adalah makan yang guna mengisi kembali cadangan energi yang habis terpakai ketika beristirahat. Gambar 3. Perbandingan persentase aktivitas makan individu jantan dan betina pada setiap periode pengamatan Penurunan persentase aktivitas pada periode siang dan sore hari terjadi sebagai dampak dari peningkatan aktivitas istirahat baik untuk menghindari kondisi ektrem di lingkungan atau memang untuk diperuntukkan pada aktivitas istirahat menjelang malam hari. Alikodra et. al (2015) berpendapat pada periode siang hari sesuai dengan kondisi lingkungan. Menurut Alikodra (1997), bekantan mulai mencari pohon tempat tidur pada pukul 17.00, bekantan memilih pohon tidur yang sekaligus mampu menyediakan pakan bagi mereka. Dalam hal ini aktivitas makan mengalami penurunan persentase, akan tetapi tetap dilakukan meski dalam proporsi yang lebih sedikit. 3.2 Jenis Pakan Berdasarkan jenis pakannya, primata digolongkan menjadi primata frugivora (primata yang dominan memakan buah) dan folivora (dominan memakan daun) (Milton & May, 1976). Suku Hylobatidae termasuk tipe frugivora, sedangkan anak suku Colobinae seperti bekantan tergolong dalam tipe folivora (Bismark, 2009). Bekantan di TWA Pulau Bakut mengkonsumsi 9 jenis tumbuhan (Tabel 1). Tabel 1. Jenis pakan bekantan di Pulau Bakut Yang dimakan No. Nama umum Nama ilmiah Da Bu Bg Pc KB 1 Rambai laut Sonneratia caseolaris - 2 Kokosan monyet Aglaia cucullata - - - 3 Beringin Ficus microcarpa - - - - 4 Piai Acrostichum aureum - - - - 5 Waru Hibiscus tiliaceus - - - 6 Kirinyuh Eupatorium odoratum - - - 7 Bunga telang Centrosema molle - - - - 8 Putri malu besar Mimosa invisa - - - - 9 Buas-buas Premna foetida - - - Keterangan: Da = daun; Bu = buah; Bg = bunga; Pc = pucuk; KB = kulit batang Bagian dari pakan yang paling banyak dikonsumsi adalah daun muda atau pucuk. Penelitian mengenai jenis pakan bekantan di Pulau Bakut terdahulu, menunjukkan bahwa bekantan mengkonsumsi 25 spesies tumbuhan pakan yang 4 di antaranya ditemukan kembali dalam penelitian ini sebagai pakan bekantan. Komposisi pakan bekantan pada setiap habitat berbeda-beda. Pada habitat hutan mangrove bekantan lebih banyak mengkonsumsi daun, bunga dan buah, sementara bagian seperti kulit pohon dikonsumsi dengan jumlah yang paling sedikit (Bismark, 2009). Aktivitas makan yang intensif dilakukan oleh bekantan tidak dapat dilepaskan dari jenis, jumlah, dan keragaman pakan yang dikonsumsinya. Wheatley (1982) berpendapat bahwa kebutuhan akan kalori primata arboreal adalah dua kali lipat ukuran tubuhnya. Oleh karenanya bekantan selalu terlihat makan disela aktivitas lainnya. Selain proporsi ukuran tubuh, keadaan musim juga dapat meningkatkan proporsi aktivitas makan primata. Hanya & Bernard (2013), melaporkan bahwa spesies primata seperti lutung merah dapat meningkat aktivitas makannya sebanyak 18 kali lipat dari aktivitas makan pada hari-hari normal apabila terjadi musim buah, dan kembali menurun jika musim buah telah usai. Pada Tabel 1 dapat dilihat bagian yang paling disukai untuk dimakan adalah bagian pucuk atau daun muda. Pada beberapa haitat berbeda, juga diketahui bahwa bagian tersebut adalah bagian dengan persentase terbesar sebagai bagian yang dikonsumsi (Bismark, 2009). Menurut Garber (1987), ini adalah strategi primata dengan sistem 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 102

pencernaan polygastrict dalam menghindari agen antibiotik yang terkandung dalam bagian yang telah tua, seperti buah yang telah masak. Kebanyakan hewan dengan sistem pencernaan fermentasi, juga akan menghindari pakan dengan kadar selulosa yang tinggi dan pakan yang mempunyai kandungan senyawa metabolik sekunder seperti tanin, karena dapat berakibat fatal (kematian). Dari 9 spesies tumbuhan pakan bekantan di Pulau Bakut, beberapa di antaranya merupakan tumbuhan yang mengandung senyawa tanin. Seperti rambai laut (Sonneratia caseolaris) dari famili Rizophoraceae dan kokosan monyet dari famili Maliaceae (Dasuki, 1994). Kedua spesies tumbuhan tersebut seringkali dikonsumsi bekantan di Pulau Bakut. Bennet (1983) menyebutkan bahwa hal itu dapat terjadi karena pada pencernaan bekantan terdapat bakteri yang dapat menetralisir pengaruh tanin. 4. SIMPULAN Aktivitas makan dilakukan secara intensif dan dipengaruhi oleh, ketersediaan sumber pakan, faktor lingkungan, dan proporsi ukuran tubuh. Aktivitas makan menunjukkan pola keteraturan pada tiga periode pengamatan, terlebih pada periode pagi dan sore hari. Aktivitas makan individu jantan meningkat pada pukul 06.00, 07.00, 09.00, 14.00, dan 15.00 (WITA), sedangkan betina pada pukul 06.00, 07.00, 14.00, dan 15.00 (WITA). Aktivitas makan paling tinggi dilkuakan pada periode pagi hari. Bekantan di TWA Pulau Bakut mengkonsumsi 9 jenis tumbuhan sebagai pakan, dengan bagian pucuk atau daun muda sebagai bagian pavorit untuk dikonsumsi. 5. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini di dukung oleh Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Universitas Lambung Mangkurat, Sahabat Bekantan Indonesia dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Selatan. Kami sangat berterimkasih atas dukungan yang telah diberikan oleh rekan kami di Biodiversitas ULM, SBI dan BKSDA Kalsel. Berbagai macam bantuan dan sumbangsih ilmu serta sarana prasana data penunjang yang sangat membantu dalam penelitian, meski hasil penelitian ini masih jauh dari apa yang diinginkan. Kami juga sangat berterimakasih kepada bapak Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M. Si., M. Sc., dan bapak Ferry F. Hoesain, MBA selaku pembina Sahabat Bekantan Indonesia serta bapak Zainal Abidin, SE. selaku Ketua Divisi Evakuasi Satwa SBI atas saran, masukan, kritik, dan sumbangsih berupa dokumentasi penelitian yang sangat membantu meningkatkan kualitas naskah ini. 6. DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H.S. (1997). Population and behavior of Proboscis Monkey (Nasalis larvatus) in Samboja Koala, East Kalimantan. Media Konservasi 5(2):67-72. Alikodra, H.S., Efransyah & Bismark, M. (2015). Bekantan Perjuangan Melawan Kepunahan. Bogor: IPB Press. Altman, J. (1974). Observational study of behavior sampling methods. Behavior 69:227-265. Atmoko, T. (2012). Bekantan Kuala Sambojo Bertahan dalam Keterbatasan. Balikpapan: Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam. Bennett, E.L. (1983). The banded langur: ecology of a colobine in West Malaysian rain-forest. Dissertation. Cambridge: University of Cambridge. Bismark, M. (1986). Perilaku Bekantan (Nasalis larvatus) dalam Memanfaatkan Lingkungan Hutan Bakau di Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur, Disertasi. Bogor: Progam Pascasarjana IPB. Bismark, M. (2009). Biologi Konservasi Bekantan (Nasalis larvatus). Bogor: Pusat Penelitian dan pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Dasuki, U.A. (1994). Bahan Kuliah dan Penuntun Praktikum Sistematik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB Press. Fachrul, M.F. (2012). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara. Garber, P.A. (1987). Foraging strategies among living primates. Annual review of Anthropology, 16, 339-364. Hanya, G. & Bernard, H. (2013). Fungsional Responce of to Fruiting Secionality by a Primate Seed Predator, Read Leaf Monkey (Presbytis rubicunda). Tropical Ecologi 54 (3): 383-395. Harrison, M.J.S. (1986). Feeding ecology of black colobus, Colobus satanas, in central Gabon. Primate Ecology and Conservation, Cambridge University Press, Cambridge, 31-37. Matsuda, I., Tuuga, A. & Higashi, S. (2009). The feeding ecology and acticyity budget of Proboscis Monkey. American Journal of Primatology 71:478-492. Milton, K. (1981). Food choice and digestive strategies of two sympatric primate species. American Naturalist, 496-505. Milton, K., & May, M. L. (1976). Body weight, diet and home range area in primates. Nature, 259(5543), 459-462. Sukarsono. (2009). Pengantar Ekologi Hewan Konsep, Perilaku, Psikologi dan Komunikasi. Malang: UMM Press. 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 103

Supriatna, J. & Wahyono, E.H. (2000). Panduan Lapangan Primata Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Wheatley B.P. (1982). Energetics of foraging in Macaca fascicularis and Pongo pygmaeus and selective advantage of large body size in the orangutan. Primate. 23 (3): 348-363. Wirdateti, Pratiwi, A.N., Diapari, D. & Anita, S. Tjakradidjaja. (2009). Perilaku harian lutung (Trachypithecus cristata, Raffles 1821) di penangkaran pusat penyelamatan satwa Gadog, Ciawi, Bogor. Zoo Indonesia 2009. 18(1):33-40. ----- 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat 104