BAB I. PENDAHULUAN. spesies dilindungi atau untuk mendukung biodiversitas, tidak terlepas dari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I. PENDAHULUAN. spesies dilindungi atau untuk mendukung biodiversitas, tidak terlepas dari"

Transkripsi

1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajemen populasi satwaliar, untuk mendukung pemanenan, konservasi spesies dilindungi atau untuk mendukung biodiversitas, tidak terlepas dari manajemen habitat. Manajemen habitat, memerlukan pengetahuan mengenai kebutuhan suatu spesies. Kebutuhan spesies, dapat dinilai dengan melakukan penelitian mengenai penggunaan habitat. Hasil penelitian penggunaan habitat dapat digunakan untuk menduga bagaimana seleksi dan preferensi satwa tersebut di habitatnya (Garshelis, 2000). Seleksi sumberdaya oleh satwaliar bisa menjadi informasi penting untuk mengetahui hubungan antara alam dengan satwaliar dan cara suatu jenis satwaliar menemukan kebutuhannya untuk bertahan hidup (Manly, et al., 2002). Jenis makanan yang dikonsumsi, maupun variasi habitat yang didiami satwa tersebut merupakan hal utama dalam meneliti ekologi satwa, yaitu bagaimana satwa tersebut menggunakan lingkungannya (Johnson, 1980). Ketika menggunakan lingkungannya, satwaliar akan menyeleksi sumberdaya yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumberdaya yang memiliki kualitas tinggi akan diseleksi lebih banyak dibandingkan dengan yang memiliki kualitas rendah. Meskipun demikian, seleksi terhadap sumberdaya tidak semata-mata berdasarkan ketersediaan atau kelimpahannya saja. Ada banyak faktor yang bisa memengaruhi seleksi sumberdaya. Faktorfaktor tersebut antara lain kepadatan populasi, kompetisi dengan spesies lain, seleksi alam, komposisi kimia dan tekstur tumbuhan pakan, hereditas, predasi, ukuran patch dan jarak antar patch (Manly et al, 2002). Faktor-faktor ini bisa 1

2 menjadi alasan, mengapa sumberdaya tertentu diseleksi atau dihindari. Tetapi, hal ini sulit untuk diukur. Penelitian mengenai seleksi habitat oleh satwaliar secara kuantitatif, biasanya dilakukan dengan membandingkan antara habitat yang digunakan oleh satwa dengan habitat yang tersedia. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk mengambil kebijakan dalam menjaga kelestarian populasi satwa yang bersangkutan maupun manajemen habitat satwa tersebut. Penelitian mengenai adanya seleksi terhadap suatu sumberdaya, berdasarkan ketersediaan atau kelimpahannya, juga dapat menjadi awal bagi penelitian seleksi sumberdaya yang melibatkan faktor-faktor lainnya yang lebih mendalam. Penentuan sumberdaya yang diseleksi oleh suatu jenis satwaliar merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Jenis satwa yang akan diteliti adalah lutung jawa (Trachypithecus auratus) dengan lokasi Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Dipilihnya lutung jawa dalam penelitian ini disebabkan, satwa ini merupakan salah satu primata yang penting dalam rantai ekologi di kawasan TNGM. Lutung jawa termasuk primata dari sub famili Colobinae, yang merupakan pemakan dedaunan. Diet alami lutung jawa terdiri dari daun muda, buah dan bunga (Nijboer, 2006). Lutung jawa juga mengonsumsi biji maupun buah meskipun dengan persentase yang sedikit. Primata ini mengonsumsi sebanyak 22,4 % makanan berupa buah dan biji, serta 7,1 % berupa biji (Norconk et al., 1998). Dengan perilaku seperti ini, lutung jawa memungkinkan untuk memberikan dampak ekologi penting pada pola regenerasi hutan dan keragaman spesies pohon di habitatnya (Lambert dan Garber, 1998). 2

3 Mekanisme lutung dalam memengaruhi pola regenerasi hutan dan keragaman spesies pohon di habitatnya adalah dengan berperan sebagai seed disperser (Supriatna dan Wahyono, 2000), meskipun ada kecenderungan satwa ini juga berperan sebagai seed predator (Lambert dan Garber, 1998). Primata memang terbukti dapat menurunkan produksi benih, tetapi juga dapat meningkatkan penyebaran benih dan membantu perkecambahan (Norconk et al., 1998). Selain alasan ekologis, pemilihan jenis lutung jawa dalam penelitian ini dikarenakan, satwa ini termasuk jenis primata yang dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 733/ Kpts-II/ Sementara menurut CITES, lutung jawa termasuk dalam daftar Appendix II, yang perdagangannya dibatasi. Primata ini juga digolongkan dalam status rentan (vulnerable) oleh IUCN. Kecenderungan populasi spesies ini adalah semakin berkurang karena penangkapan untuk hewan peliharaan, perburuan dan hilangnya habitat (IUCN, 2012). Pemilihan TNGM sebagai lokasi penelitian dikarenakan, kawasan ini mewakili habitat lutung jawa yang tersisa. Pulau Jawa sebagai habitat alami satwa ini (Nijboer, 2006), kini kondisinya cukup memprihatinkan akibat deforestasi hebat (Smiet, 1990). Padahal sebelumnya, kawasan ini pernah tertutup oleh hutan hujan tropis yang sangat bagus (Nijman, 2002). Akibat deforestasi ini, penutupan hutan di Pulau Jawa hanya tinggal 7,6%, yang meliputi 54% hutan pegunungan, 19% hutan perbukitan dan hanya 2% hutan dataran rendah (Smiet, 1990). Selain hilangnya habitat dan degradasi habitat lutung jawa, dipilihnya TNGM dalam penelitian ini adalah karena kawasan ini memiliki ekosistem yang 3

4 unik, yaitu berupa pegunungan vulkano paling aktif di Pulau Jawa (Dove, 2008). Sejarah mencatat bahwa sedikitnya telah terjadi 13 erupsi besar dengan banyak korban jiwa sejak tahun Berdasarkan hal tersebut, seleksi habitat lutung jawa di TNGM sangat penting dilakukan untuk mengetahui habitat yang dipilih satwa ini untuk bertahan dalam situasi yang sewaktu-waktu menjadi ekstrim Perumusan Masalah Lutung jawa merupakan salah satu primata yang memiliki peran ekologis penting di kawasan TNGM. Satwa ini merupakan pemakan daun, bunga dan buah, yang dengan sifat ini, dia bisa turut serta dalam memencarkan beraneka jenis vegetasi di TNGM (Supriatna dan Wahyono, 2000). Lutung jawa merupakan satwa yang statusnya dilindungi (Anonim, 1999). Menurut IUCN, statusnya adalah rentan (vulnerable), sedangkan menurut CITES, satwa ini dikategorikan dalam Appendix II, dimana perdagangannya dibatasi (IUCN, 2012). Lutung jawa hanya berada di tapak-tapak yang relatif kecil dan areanya terbatas, meliputi Pulau Jawa, Bali dan Lombok pada berbagai tipe hutan (Nijman, 2000). Spesies ini dapat hidup di berbagai variasi tipe hutan, seperti hutan mangrove, hutan rawa air tawar, hutan dataran rendah dan hutan perbukitan, hutan gugur, hutan pegunungan hingga ketinggian mdpl, serta di beberapa hutan tanaman (Nijman dan van Balen, 1998). Meskipun dapat beradaptasi pada banyak tipe hutan, perhatian terhadap satwa ini sangat diperlukan. Terlebih, kecenderungan ukuran populasi satwa ini adalah mengalami penurunan (IUCN, 2012). Penurunan ukuran populasi lutung jawa disebabkan oleh hilangnya habitat dan degradasi habitat untuk area pertanian 4

5 dan pemukiman, diburu untuk makanan dan peliharaan, serta fragmentasi habitat yang menyebabkan populasinya menjadi terisolasi. Di TNGM sendiri, lutung jawa harus beradaptasi dalam kondisi habitat yang sewaktu-waktu tidak bersahabat, yaitu bila terjadi erupsi. Karenanya, diperlukan data dan informasi mengenai karakteristik populasi, seleksi habitat di level homerange dan penggunaan microsite oleh lutung jawa di kawasan TNGM. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk mengambil langkah-langkah kebijakan dalam menjaga kelestarian populasi dan manajemen habitat satwa yang bersangkutan. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, perlu dilakukan perumusan masalah. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah: faktor-faktor biotik dan abiotik apa saja yang menentukan pemilihan habitat lutung jawa di TNGM? Sedangkan permasalahan yang diturunkan dari permasalahan utama yaitu: 1. Bagaimana karakteristik habitat yang dipilih lutung jawa di level home range? 2. Bagaimana karakteristik habitat yang dipilih lutung jawa di level microsite? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor biotik dan abiotik yang menentukan pemilihan habitat lutung jawa di TNGM. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui karakteristik habitat yang dipilih lutung jawa di level home range. 2. Mengetahui karakteristik habitat yang dipilih lutung jawa di level microsite. 5

6 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai komponen habitat (biotik dan abiotik) di TNGM yang memengaruhi kehadiran lutung jawa Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain: 1. Memberikan data dan informasi mengenai habitat yang disukai maupun kurang disukai lutung jawa di TNGM. 2. Sebagai masukan terkait habitat improvement, misalnya berupa penanaman jenis tumbuhan pakan, pengaturan jumlah dan jarak pengunjung di habitat lutung jawa maupun penambahan luas kawasan yang diperuntukkan sebagai habitat lutung jawa untuk menjaga kelestarian satwa tersebut di TNGM Penelitian Lain yang Terkait Penelitian mengenai lutung jawa sudah pernah dilakukan, diantaranya dilakukan oleh Nursal (2001) mengenai aktivitas harian lutung jawa di TN Gunung Gede Pangrango. Penelitian lainnya dilakukan oleh Febriyanti (2008) tentang karakteristik cover lutung jawa di TN Bromo Tengger Semeru, serta Fuadi (2008) tentang perbandingan perilaku lutung jawa di PPS Petungsewu dan SM Dataran Tinggi Hyang. Penelitian mengenai seleksi habitat lutung jawa di TNGM belum pernah dilakukan sebelumnya. Rincian penelitian lain yang terkait dengan lutung jawa maupun seleksi habitat, disajikan di Tabel 1. 6

7 Tabel 1. Penelitian yang terkait dengan tema penelitian. No Nama dan judul penelitian Tahun Metode penelitian Hasil penelitian Keterangan 1 Kool, K.M./ Food Selection by The Silver Leaf Monkey, Trachypithecus auratus sondaicus, in relation to plant Chemistry Oecologia, Volume 90, Number 4 2 Kool, K.M./ The Diet and Feeding behavior of Silver Leaf Monkey (Trachypithecus auratus sondaicus) in Indonesia 3 Nijman, V/ Geographic Distribution of Ebony Leaf Monkey Trachypithecus auratus (E. Geoffroy Saint- Hilaire,1812) (Mammalia: Primates: Cercopithecidae) 1992 Sampel buah dan daun yang dimakan lutung, dianalisis kandungan nitrogen, acid detergent fibre (ADF), pepsin cellulace digestibility (CDIG), condensed tannin (CT), total phenolic (TP), kapasitas protein precipitation (PP) lalu dibandingkan dengan daun dan buah yang tidak dimakan 1993 Membandingkan diet dan perilaku makan kelompok lutung di hutan tanaman dan di hutan alam sekunder Mendata penyebaran lutung jawa di Pulau Jawa, Bali dan Lombok Kandungan kimia jenis yang dimakan/ tidak dimakan, tidak berbeda nyata. Tapi, lutung cenderung memilih daun/ buah yang rendah serat dan mudah dicerna (rata-rata CDIG lebih tinggi dan ADF lebih rendah). Tingkat CT, TP dan PP lebih tinggi pada buah yang dimakan dibandingkan yang tidak dimakan, tapi lebih rendah pada daun yang dimakan dibanding yang tidak dimakan. Lutung cenderung memakan daun muda, bunga dan buah (jika tersedia). Makanan pokok lutung di hutan tanaman adalah daun jati yang masih muda, sedang makanan lutung di hutan alam sekunder lebih bervariasi (jenis yang sering dimakan adalah Moraceae). Lutung jawa berada di berbagai tipe hutan, termasuk hutan mangrove, hutan pantai, hutan rawa air tawar, hutan hujan dataran rendah, hutan perbukitan, hutan menggugurkan daun, hutan pegunungan ( mdpl) dan di hutan tanaman (jati, rasamala, akasia) International Journal of Primatology 14: Zoology, 69 (3) (2000) 7

8 No Nama dan judul penelitian 4 Nursal W.I./ Aktivitas Harian Lutung Jawa (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) di Pos Selabintana Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat 5 Nijboer, Joeke/ Fibre Intake and Faeces Quality in Leaf Eating Primates. 6 Febriyanti, N.S/ Studi Karakteristik Cover Lutung Jawa (Trachypithecus Auratus Geoffroy 1812) di Blok Ireng-Ireng Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Jawa Timur 7 Fuadi, D.Z./ Perbandingan Aktivitas Harian Lutung Jawa (Trachyphitecus auratus) di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Petungsewu dan Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Hyang Tahun Metode penelitian Hasil penelitian Keterangan 2001 Focal animal sampling, statistika deskriptif, chisquared 2006 Mengeksplorasi fisiologi langur (fungsi penccernaan), melakukan kajian terhadap jenis bahan makanan langur di penangkaran (meneliti kandungan NDF, natural detergent fiber dan ADF, acid detergent fiber 2008 Focal animal Sampling, Analisis regresi logistik Alokasi waktu berdasarkan periode harian yaitu, pagi ( WIB), siang ( WIB) dan sore ( ). aktivitas makan dan berpindah sangat menonjol di pagi dan sore hari. Aktovitas istirahat dan sosial sangat menonjol di siang hari Feses langur lebih padat dan memiliki bentuk yang lebih baik jika diberi makanan yang mengandung serat kasar dan selulosa Pohon yang digunakan sebagai cover memiliki rata-rata ketinggian m, diameter cm dan luas tajuk m² Scan sample, chi-squared Terdapat perbedaan aktifitas di PPS Petungsewu dan SM Dataran Tinggi Hyang (dari pola makan, lamanya waktu makan dan aktivitas lainnya) Skripsi Fakultas Kehutanan IPB Tesis, Universiteit Utrecht Skripsi, Fakultas Kehutanan IPB Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang 8

9 1.6. Kerangka Pemikiran Seleksi habitat oleh lutung jawa di TNGM merupakan informasi penting untuk mengetahui hubungan antara lutung jawa dengan habitatnya dan bagaimana lutung jawa bisa menemukan kebutuhannya untuk bertahan hidup. Habitat yang dipilih satwa tersebut merupakan hal utama dalam penelitian ekologi lutung jawa. Secara sistematik, penelitian mengenai seleksi habitat oleh lutung jawa di TNGM dituangkan dalam kerangka pemikiran di Gambar 1. 9

10 Seleksi habitat lutung jawa Kenyataan dan fenomena: 1. Lutung jawa merupakan salah satu primata yang penting dalam proses ekologi di TNGM 2. TNGM merupakan habitat lutung jawa yang memiliki kondisi ekosistem yang unik 3. Informasi mengenai karakteristik populasi dan seleksi habitat oleh lutung jawa di TNGM sangat penting untuk manajemen populasi dan habitat satwa tersebut Aksioma: 1. Seleksi habitat bisa dicirikan dengan tingginya fitness dan kepadatan populasi. 2. Seleksi habitat disebabkan oleh preferensi habitat. 3. Preferensi habitat dapat diamati dari pola penggunaan lingkungan yang terpisah-pisah, patchy dan sumberdaya yang bervariasi Pertanyaan penelitian: Faktor-faktor biotik dan abiotik apa saja yang menentukan pemilihan habitat oleh lutung jawa di TNGM? Tujuan: untuk mengetahui faktor-faktor biotik dan abiotik yang menentukan pemilihan habitat oleh lutung jawa di TNGM Kebutuhan Data: Seleksi habitat level homerange: 1. Proporsi luas tipe habitat dibandingkan luas keseluruhan habitat 2. Frekuensi penggunaan habitat 3. Kepadatan lutung di tiap habitat 4. Kondisi umum habitat yang dipilih lutung jawa Seleksi habitat level microsite: 1. Komponen biotik: jumlah tumbuhan tk. pohon dan tiang, jumlah tumbuhan pakan tk. pohon dan tiang, LBDS, persentase penutupan tajuk. 2. Komponen abiotik: ketinggian tempat, kelerengan, jarak dari sungai, jarak dari gangguan. Analisis Data: Metode Neu (1974), Chi-square Regresi logistik Indeks Seleksi Habitat Model peluang pemilihan sumberdaya Kesimpulan dan Saran Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian seleksi habitat lutung jawa di TNGM. 10

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah tropis dan mempunyai hutan hujan tropis yang cukup luas. Hutan hujan tropis mempunyai keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap berbagai tipe habitat. Berdasarkan aspek lokasi, macan tutul mampu hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan burung pemangsa (raptor) memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem. Posisinya sebagai pemangsa tingkat puncak (top predator) dalam ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketiga di dunia setelah Brazil dan Zaire (FAO, 1991). Hutan tropis ini merupakan

I. PENDAHULUAN. ketiga di dunia setelah Brazil dan Zaire (FAO, 1991). Hutan tropis ini merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara tropis dan kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara dua benua dan dua samudera, Indonesia memiliki hutan tropis terluas ketiga di dunia setelah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan di Sumatera Utara memiliki luas sekitar 3.742.120 ha atau sekitar 52,20% dari seluruh luas provinsi, luasan kawasan hutan ini sesuai dengan yang termaktub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Joja (Presbytis potenziani) adalah salah satu primata endemik Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang unik dan isolasinya di Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rekrekan (Presbytis comata fredericae Sody, 1930) merupakan salah satu primata endemik Pulau Jawa yang keberadaannya kian terancam. Primata yang terdistribusi di bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Owa Jawa atau Javan gibbon (Hylobates moloch) merupakan jenis primata endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999). Dalam daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tanaman cenderung identik dengan tanaman yang seragam dan seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, yang memiliki peran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang (tersebar di Pulau Sumatera), Nycticebus javanicus (tersebar di Pulau Jawa), dan Nycticebus

Lebih terperinci

1 ; 2 ;

1 ;  2 ; SELEKSI HABITAT LUTUNG JAWA (Trachypithecus auratus E. Geoffroy Saint- Hilaire, 1812) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI ) (Habitat Selection f Javan Langur Trachypithecus auratus E. Geoffroy Saint-Hilaire,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang ketersediaannya paling tinggi. Teori mencari makan optimal atau Optimal Foraging Theory (Schoener, 1986;

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996) PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki luas sekitar Ha yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. memiliki luas sekitar Ha yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lereng selatan Gunung Merapi meliputi Taman Nasional Gunung Merapi merupakan salah satu kawasan konservasi yang ada di Yogyakarta. Kawasan ini memiliki luas sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Syzygium merupakan marga dari suku Myrtaceae (jambu-jambuan) yang memiliki jumlah spesies yang sangat banyak. Tercatat kurang lebih 1200 spesies Syzygium yang tumbuh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 1 No. 1. September 2013 (17 22)

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 1 No. 1. September 2013 (17 22) STUDI PERILAKU MAKAN DAN ANALISIS VEGETASI PAKAN LUTUNG JAWA (Trachypithecus auratus) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI (STUDY ON FEEDING BEHAVIOR AND FOOD SOURCE VEGETATION ANALYSIS OF JAVA MONKEY (Trachypithecus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunitas burung merupakan salah satu komponen biotik ekosistem yang berperan dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian alam. Peran tersebut dapat tercermin dari posisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 40 spesies primata dari 195 spesies jumlah primata yang ada di dunia. Owa Jawa merupakan salah satu dari 21 jenis primata endemik yang dimiliki

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan taman nasional yang ditunjuk berdasarkan SK Menhut No 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan praktek model agroforestri yang mempunyai fungsi ekonomi dan ekologi, akhir-akhir ini menjadi perhatian khusus. Banyak kawasan hutan yang beralih fungsi

Lebih terperinci

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) merupakan salah satu dari delapan jenis Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di Cagaralam Dua

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bambu merupakan salah satu taksa yang sangat beragam dan mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Bambu termasuk ke dalam anak suku Bambusoideae dalam suku Poaceae. Terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) merupakan kadal besar dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Keberadaan pakan, tempat bersarang merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan spesies burung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan karunia dari Allah SWT yang harus dikelola dengan bijaksana, sebab sumber daya alam memiliki keterbatasan penggunaannya. Sumberdaya alam

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung proses-proses ekologis di dalam ekosistem. Kerusakan hutan dan aktivitas manusia yang semakin meningkat

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Lembaga konservasi dunia yaitu IUCN (International

Lebih terperinci

KEBUTUHAN NUTRISI ANOA (Bubalus spp.) [The Nutritional Requirement of Anoa (Bubalus spp.)]

KEBUTUHAN NUTRISI ANOA (Bubalus spp.) [The Nutritional Requirement of Anoa (Bubalus spp.)] Media Konservasi Vol. VII, No. 2, Juni 2001 : 75-80 KEBUTUHAN NUTRISI ANOA (Bubalus spp.) [The Nutritional Requirement of Anoa (Bubalus spp.)] ABDUL HARIS MUSTARI DAN BURHANUDDIN MASY'UD Staf Pengajar

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan paling tinggi di dunia. Keanekaragaman tumbuhan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan paling tinggi di dunia. Keanekaragaman tumbuhan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman tumbuhan paling tinggi di dunia. Keanekaragaman tumbuhan merupakan keanekaragaman spesies tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan

Lebih terperinci

Konservasi Biodiversitas Indonesia

Konservasi Biodiversitas Indonesia Konservasi Biodiversitas Indonesia Dr. Luchman Hakim Bahan Kuliah PS S2 Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan dan Pembangunan Program Pasca Sarjana Univesitas Brawijaya Posisi Indonesia dalam dunia 1 2 3 4

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor migas yang sangat potensial dan mempunyai andil besar dalam membangun perekonomian yang saat

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk 122 VI. PEMBAHASAN UMUM Perluasan TNGH (40.000 ha) menjadi TNGHS (113.357 ha) terjadi atas dasar perkembangan kondisi kawasan disekitar TNGH, terutama kawasan hutan lindung Gunung Salak dan Gunung Endut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3).

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3). III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3). B. Alat dan Objek Penelitian

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Morfologi Umum Primata Secara keseluruhan primata sudah mengalami spesialisasi untuk hidup di pohon. Menurut J.R. Napier dan P.H. Napier (1967), klasifikasi ilmiah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam termasuk cagar alam dan suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, dan taman

Lebih terperinci

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA Pencapaian tujuan kelestarian jenis elang Jawa, kelestarian habitatnya serta interaksi keduanya sangat ditentukan oleh adanya peraturan perundangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hayati memiliki potensi menjadi sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. hayati memiliki potensi menjadi sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keanekaragaman hayati di suatu negara memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Keanekaragaman hayati merupakan sumber penghidupan dan kelangsungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Luas kawasan hutan di Indonesia saat ini mencapai 120,35 juta ha. Tujuh belas persen

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran Satwaliar Kelompok Mamalia Kawasan Gunung Parakasak memiliki luas mencapai 1.252 ha, namun areal yang berhutan hanya tersisa < 1%. Areal hutan di Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

Pola Aktivitas Harian Lutung (Presbytis cristata, Raffles 1821) di Hutan Sekitar Kampus Pinang Masak, Universitas Jambi

Pola Aktivitas Harian Lutung (Presbytis cristata, Raffles 1821) di Hutan Sekitar Kampus Pinang Masak, Universitas Jambi Subagyo et.al., Pola aktivitas Harian Lutung... Pola Aktivitas Harian Lutung (Presbytis cristata, Raffles 1821) di Hutan Sekitar Kampus Pinang Masak, Universitas Jambi Daily Activiy of Silvered Leaf Monkey

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU MAKAN LUTUNG JAWA Trachypithecus auratus DI KAWASAN PANCURAN 7 BATURADEN GUNUNG SLAMET JAWA TENGAH

TINGKAH LAKU MAKAN LUTUNG JAWA Trachypithecus auratus DI KAWASAN PANCURAN 7 BATURADEN GUNUNG SLAMET JAWA TENGAH TINGKAH LAKU MAKAN LUTUNG JAWA Trachypithecus auratus DI KAWASAN PANCURAN 7 BATURADEN GUNUNG SLAMET JAWA TENGAH DWI ELIANA, ERIE KOLYA NASUTION, INDARMAWAN Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di stasiun penelitian Yayasan Ekosistem Lestari Hutan Lindung Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci