BAB I PENDAHULUAN. berbagai kelompok budaya khususnya di Jawa (Rakhmawati, 2009: 161).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Latarbelakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. 34, disebutkan pada ayat 1 bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

2015 ORNAMEN MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA

BAB I PENDAHULUAN. serta mudah dipahami oleh orang awam lantaran pendekatan-pendekatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Buku DP3A ini berjudul Penataan Permukiman Lingkungan Masjid Al-

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN. yang sulit dihindari. Bank merupakan lembaga financial intermediary yang

BAB I PENDAHULUAN. yang seluas-luasnya. Sebagai bagian dari arsitektur, mesjid merupakan konfigurasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah atau kota di Indonesia memiliki kesenian dengan ciri

BAB VII RAGAM SIMPUL

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubagus Arief Rachman Fauzi, 2013

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan dalam suatu usaha secara menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Agama Islam di Indonesia merupakan agama terbesar di dunia. Waktu

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan,

BAB I PENDAHULUAN. tauhid, mengubah semua jenis kehidupan yang timpang kearah kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

c. Preferensi Fiqih Dalam Beragama di Demak Dipengaruhi oleh Kondisi Lokal dan Keikutsertaan Pada Ormas Islam d. Budaya Ziarah Makam Wali yang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan pendakwah atau da i kepada khalayak atau mad u. Dakwah yang. diperhatikan oleh para penggerak adalah strategi dakwah.

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ulama di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya telah memainkan

BAB I PENDAHULUAN. Bandung merupakan salah satu kota yang ada di Jawa Barat. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi, terlebih lagi kehidupan manusia. Komunikasi sendiri. karena komunikasi merupakan faktor terpenting dalam kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. sektor perdagangan, sektor perekonomian, dan sektor transportasi. Dari segi. transportasi, sebelum ditemukannya mesin, manusia

BAB IV ANALISIS. A. Faktor-faktor Penghambat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan kebiasaan yang diturunkan oleh leluhur secara turuntemurun

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu animisme dan dinamisme. Setelah itu barulah masuk agama Hindu ke

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

Pendidikan Agama Islam

BAB I PENDAHULUAN. Winda Inayah W L2B

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak ini, Indonesia mempunyai potensi kekayaan yang sangat beraneka

BAB I PENDAHULUAN. ada di Indonesia. Sebagai salah satu unsur keistimewaan DIY, maka pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. kerugian harta benda dan dampak psikologis (IDEP, 2007)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. a. Perkembangan morfologi Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang. Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang berada di bagian pusat kota

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 I d e n t i f i k a s i P e r u b a h a n R u m a h T r a d i s i o n a l D e s a K u r a u, K e c. K o b a

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan geografi sebuah kawasan bukan hanya merupakan. pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Pada dasarnya hunian tidak dapat dilihat sebagai tempat hidup saja

BAB V PENUTUP. masjid yang didirikan di Indonesia. Masjid telah menjadi salah satu bangunan. atau RW, instansi pendidikan, dan instansi pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. etnis Tionghoa sudah terjadi sejak lama. Orang-orang China yang bermukim

2016 LIMBAH KAYU SEBAGAI BAHAN CINDERAMATA SITU LENGKONG PANJALU CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MASJID JABALUL KHOIR PURWODADI SEBAGAI MASJID MODERN

BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan

BAB III METODE PERANCANGAN. Pada perancangan pusat seni tradisi Sunda ini banyak metode yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul

BAB I PENDAHULUAN. cerita yang khas dan tidak lepas dari cerita magis yang sampai saat ini bisa. dirasakan oleh siapapun ketika berada didalamnya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang pasti akan dialami oleh setiap individu atau organisasi. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian DESAIN KAWASAN. WISATA PUSAT KERAJINAN PERAK, KAB. BANTUL, perlu diketahui

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Islam di Indonesia telah meninggalkan budaya yang sangat berharga. Salah satu hasil budaya pada masa Islam adalah pemukiman perkotaan yang membentuk identitas lingkungan masyarakat kota. Karakter tempat-tempat bermukim pada masyarakat muslim mempunyai karakteristik yang unik dari berbagai kelompok budaya khususnya di Jawa (Rakhmawati, 2009: 161). Datangnya para pedagang Gujarat dan Persia menandai awal baru di tanah Jawa yang menjadi Sejarah awal agama Islam masuk ke tanah Jawa. Dan Wali Songo menjadi dominasi masuknya Islam ke Jawa serta menyebabkan berakhirnya era Hindu Buddha. Wali Songo sendiri menjadi salah satu faktor utama penyebaran agama Islam di Indonesia terutama di Pulau Jawa. Wali sendiri pada masa tersebut memiliki arti sebagai ahli agama yang sudah mencapai tingkatan tertentu dan dekat dengan Allah. Ditambah lagi para wali ini sangat dekat dengan istana. Bahkan sudah menjadi penasihat spiritual raja atau sultan. Berdakwah menjadi salah satu cara penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para sunan yang menjadi kunci utama agama Islam masuk ke tanah Jawa. Para wali langsung mendatangi masyarakat dan menyebarkan agama Islam dengan menggabungkan unsur sosial budaya pada dakwah mereka. Mereka 1

2 mengajarkan agama melalui pesan-pesan moral yang sesuai dengan budaya setempat. Selain itu para wali juga mendirikan pesantren. Sejarah awal agama Islam masuk ke tanah Jawa yang dibawa oleh pedagang Arab memberikan perubahan besar dalam sistem kasta di masyarakat. Rakyat jelata dan miskin derajatnya langsung terangkat dan tidak tertindas oleh peraturan istana. Semua masyarakat memiliki nilai dan derajat yang sama. Hal ini yang membuat agama Islam mendapatkan perhatian lebih di kalangan masyarakat di Pulau Jawa. Ciri khas pemukiman masyarakat muslim di Jawa disebut dengan Kampung Kauman. Kampung pada masa Hindia Belanda diartikan sebagai tempat tinggal para masyarakat pribumi. Kauman adalah nama sebuah perkampungan yang terletak di sekitar Masjid Agung. Kampung Kauman sudah tersebar di berbagai kota antara lain di Jawa. Kampung Kauman turut menjadi bagian dari perkembangan sebuah kota yang di dalamnya mempunyai ciri-ciri yang khas dari sebuah permukiman yang dihuni masyarakat Islam. Kampung Kauman merupakan komplek bermukim para kaum ulama dan kerabatnya. Oleh karena itu masyarakat Kauman merupakan masyarakat yang anggotanya mempunyai pertalian darah (Darban, 2000: 1). Masyarakat yang demikian ini terjadi dari keluarga-keluarga. Antar keluarga itu kemudian terjadi pertalian darah, hubungan pertalian darah antar keluarga yang berkumpul pada suatu tempat tertentu, kemudian membentuk masyarakat yang mempunyai karakteristik tertentu.

3 Di Yogyakarta sendiri, Kampung Kauman mempunyai ikatan yang erat dengan birokrasi Keraton Yogyakarta. Lahirnya kampung Kauman dimulai dengan adanya penempatan abdi dalem yang bertugas dalam bidang agama. Para abdi dalem ini ditempatkan di dekat Masjid Agung (Darban, 2000:2). Kauman di Semarang merupakan cikal bakal pertumbuhan kota Semarang. Para santri Ki Ageng Pandan Arang ditempatkan di daerah yang sekarang menajdi Kampung Kauman dengan Masjid berada di daerah Pedamaran (Kartika Yuliana dan Rika Kurniati, 2013: 209). Dapat disimpulkan sejarah Kampung Kauman di beberapa daerah mempunyai hubungan dengan sejarah kota nya. Begitu pula kampung Kauman di kota Purwokerto yang memiliki latar belakang sejarah yang unik. Kota ini merupakan kota yang tidak direncanakan. Bacaan yang tepat untuk nama kota Purwokerto adalah Purwakerta (Priyadi, 2008: 106). Terjadinya bencana angin topan selama 40 hari 40 malam ibu kota Ajibarang dipindahkan ke desa Paguwon pada 6 Oktober 1832. Jauh sebelum itu serta pemerintahan kabupaten Banyumas dipindahkan ke Purwokerto, pusat Purwokerto sendiri sudah ada yang letaknya berada di sebelah selatan Pasar Wage. Berdasarkan ciri kota pedalaman dengan pusat pemerintahan berada di pusat kota dengan simbol alun-alun sebagai pusat kebudayaan yang dikelilingi oleh beberapa bangunan-bangunan fungsi sebagai penunjang kegiatan pemerintahan. Pasar Wage sendiri mulanya merupakan alun-alun. Di sebelah barat alun-alun terdapat masjid dan Kauman lama sebagai salah satu komponen alunalun. Kadipaten saat itu berada di Klenteng Hok Tek Bio sekarang.

4 Berdasarkan sejarah Purwokerto tersebut membawa peneliti ingin meneliti sejarah lahirnya Kampung Kauman Lama Purwokerto yang mempunyai hubungan dengan berdirinya Purwokerto. Terlebih Masjid Kauman Lama dibangun pada tahun 1921. Menarik untuk dikaji lebih lanjut bagaimana Kampung Kauman Lama Purwokerto lahir serta bagaiamana kondisi sosial masyarakat didalamnya. Untuk mengetahui pernyataan tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap Perkembangan Kampung Kauman Lama Purwokerto. B. Rumusan Masalah Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana latar belakang munculnya Kampung Kauman Lama Purwokerto Lor? 2. Bagaimana organisasi Islam di Kampung Kauman Lama Purwokerto Lor? 3. Bagaimana peran organisasi Islam di Kampung Kauman Lama Purwokerto Lor? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui. 1. Latar belakang munculnya Kampung Kauman Lama Purwokerto Lor. 2. Organisasi Islam di Kampung Kauman Lama Purwokerto Lor

5 3. Peran organisasi Islam di Kampung Kauman Lama Purwokerto Lor Peran organisasi Islam di Kampung Kauman Lama Purwokerto Lor. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain 1. Manfaat Teoritis Memperkaya khazanah sejarah lokal khususnya sejarah Banyumas yang berhubungan dengan perubahan sosial suatu masyarakat. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan sebagai salah satu referensi dalam menganalisis tentang perkembangan Kampung Kauman. E. Kajian Pustaka dan Penelitian yang Relevan 1. Kajian Pustaka a. Kampung Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (http://kbbi.web.id/kampung) Kampung adalah kelompok rumah yang merupakan bagian kota (biasanya dihuni orang berpenghasilan rendah). Menurut Turner (dalam Heryati, 2013: 1) kampung merupakan kawasan permukiman kumuh dengan ketersediaan sarana umum buruk atau tidak ada sama sekali, kerap kawasan ini disebut slum atau squater, Kampung merupakan lingkungan tradisional khas Indonesia, ditandai ciri kehidupan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat, sedangkan menurut Hendrianto (dalam Heryati, 2013: 1) perbedaan yang mendasari tipologi

6 permukiman kumuh adalah dari status kepemilikan tanah dan Nilai Ekonomi Lokasi (NEL). Dapat disimpulkan bahwa kampung adalah suatu bentuk pemukiman di wilayah perkotaan yang khas Indonesia dan mempunyai ciri tersendiri. Masyarakat yang mendiami suatu kampung masih membawa sifat dan perilaku kehidupan pedesaan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang kuat. Kondisi fisik dari bangunan yang ditempati mempunyai kerapatan dan tidak tertata dengan jumlah penduduk yang tinggi. Sarana dan prasarana yang tersedia umumnya masih minim seperti air, saluran limbah, dan pembuangan sampah. b. Kauman Masjid mempunyai hubungan interaktif dengan keraton, antara kekuasaan politik dan keagamaan. Keduanya memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat dan umat pendukungnya. Dari hubungan tersebut masing-masing mempunyai tujuan yang sama dan saling memberikan kontribusi. Masjid menjadi tempat dari keraton sebagai pusat kegiatan keagamaan. Orang-orang muslim dan ulama biasanya tinggal disekitar masjid sekaligus untuk mengurusi masjid dan segala hal di dalamnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ali, 1989: 45) Kauman merupakan wilayah yang biasanya di sekitar masjid penduduknya beragama Islam. Masjid dalam tradisi Jawa merupakan rujukan, bagaimana kegiatan religius yang terorganisasi diberi tempat sebagai bagian dari pusat kekuasaan. Di Yogyakarta, disebut Kampung Kauman dikarenakan terdapat pegawai keraton yang khusus mengurusi kegiatan keagamaan Islam yang disebut penghulu

7 keraton. Masyarakat awam menyebut penghulu dengan sebutan kaum sehingga tempat tinggal mereka disebut Kampung Kauman. 2. Penelitian yang Relevan Penelitian mengenai Kampung Kauman sudah banyak dilakukan orang. Ahmad Adaby Darban (2000) dalam bukunya Sejarah Kauman Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah mengkaji Kampung Kauman secara mendetail. Darban merupakan sejarawan yang juga merupakan masyarakat yang tinggal didalam Kampung Kauman Yogyakarta. Apa yang ditulisnya memperlihatkan bagaimana Kauman terbentuk dan tidak dapat dipisahkan dari keberadaan Keraton Yogyakarta. Karakteristik dari masyarakat Kauman juga dijelaskan serta terjadinya perubahan reformasi Islam. Perubahan yang terjadi merupakan perubahan dalam tatanan norma kehidupan masyarakat. Sebelumnya paham Islam yang dianut merupakan Islam tradisional yang bersifat sinkretis. Reformasi Islam dilakukan oleh Ahmad Dahlan yang mendalami agama Islam di Makkah mencoba mengembalikkan ajaran Islam ke sumber aslinya yaitu Al Quran dan As Sunnah. Jurnal arsitektur tahun 2009 karya Ekahayu Rakhmawati, Antariksa, dan Fadly Usman mengkaji Pola Permukiman Kampung Kauman Kota Malang. Kauman sebagai permukiman Islam merupakan suatu usaha untuk menggambarkan pola spasial Kauman sebagai pemukiman Islami berdasarkan peninggalan sejarah Islam di Jawa. Penelitian ini menjelaskan penggambaran karakteristik pola permukiman Kampung Kauman Kota Malang, pola penataan, dan pengaruh pembentukannya.

8 Penelitian ilmiah tahun 2013 tentang Kampung Kauman selanjutnya adalah karya Kartika Yuliana K dan Rika Kurniati dengan judul Upaya Pelestarian Kampung Kauman Semarang Sebagai Kawasan Wisata Budaya. Kauman merupakan salah satu cikal bakal pertumbuhan Kota Semarang. Dahulu kampung Kauman merupakan kampung para santri, kini telah mengalami perubahan menjadi kawasan perdagangan dan jasa dan semakin lama unsur hitoris dari Kauman hilang dan tergantikan oleh unsur modern. Penelitian ini merumuskan pelestarian pada Kampung Kauman Semarang sebagai kawasan wisata budaya. Penelitian lain juga dilakukan oleh Latifah Hayati pada 2008 dalam skripsi nya yang berjudul Peran Aisyiyah Dalam Internalisasi Nilai-Nilai Muhammadiyah di Kampung Kauman Yogyakarta. Dalam skripsinya, Latifah mengungkapkan bahwa Aisyiyah lahir di Kauman Yogyakarta dan memberikan kontribusi yang penting dalam pembentukan masyarakat Kauman. Selain itu, peranan Aisyiyah pada para kader di Kampung Kauman Yogyakarta menanamkan nilai-nilai kemuhammadiyahan kepada anak-anaknya. Penelitian-penelitian diatas hampir semuanya membahas bagaimana Kampung Kauman di suatu daerah terbentuk. Masyakarat yang berada di dalamnya juga terbentuk dari kegiatan-kegiatan yang ada di dalam Kampung Kauman. Penelitian yang akan peneliti lakukan memang sama-sama akan membahas bagaimana Kampung Kauman lahir dan bagaimana masyarakat Kampung Kauman terbentuk, namun, terdapat perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan, yaitu tempat dan objek yang akan diteliti sangatlah berbeda.

9 F. Kerangka Teoretis dan Pendekatan a. Kerangka Teoritis Kota adalah bentuk gabungan manusia yang heterogen yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai apa yang diartikan dengan komunitas (Basundoro, 2012: 15). Banyak kota yang lahir dan berkembang karena fungsinya sebagai pusat pemerintahan. Kota-kota tua di Indonesia seperti Yogyakarta dan Surakarta tumbuh karena tempat ini merupakan ibu kota kerajaan. Pengertian sebagai pusat pemerintahan dapat diperluas sampai pada tingkat yang rendah, seperti pusat pemerintahan desa, kecamatan, atau kabupaten. Kebanyakan kota mempunyai karakteristik yaitu terletak berdekatan dengan pusat pemerintahan kekuasaan tradisional. Kota-kota itu tidak muncul dengan sendirinya, desain dan ukuran-ukuran kota itu bergantung pada pola pengembangan yang dimiliki oleh pemegang otoritas tradisional tersebut. Pola pembentukan di Jawa mengkombinasikan berbagai dimensi baik politik, ekonomi, dan budaya. Hal itu tampak dalam relasi antar variabel dalam keberadaan kota-kota tua itu, mulai dari keraton sebagai sentral kekuasaan yang diimbangi dengan keberadaan masjid (tempat beribadah agama Islam) sebagai lambang pemaknaan religiusitas, alun-alun hingga keberadaan pasar sebagai faktor untuk memobilisasi kehidupan ekonomi masyarakatnya. Sehingga suasana yang terbentukpun otomatis penuh dengan nuansa tradisional dan kental akan kekhasan Jawa. Di Jawa konsep awal tentang kota tercemin dalam konsep Negara dan konsep kuta. Konsep Negara pada zaman Mataram mengacu kepada pusat

10 kekuasaan dimana raja bertempat tinggal. Keraton tempat tinggal raja dan para kerabatnya berada dalam titik lingkaran inti disebut Negara. Di dalam lingkaran Negara bertempat tinggal pula para bangsawan dan abdi dalem keraton. Gedunggedung pemerintahan yang terpenting adalah, masjid agung, dan alun-alun terletak di dalam wilayah Negara (Basundoro, 2012: 27). Dalam konteks yang lebih luas dan kontemporer, kota-kota di Indonesia dapat dilihat menurut statusnya dalam struktur ketatanegaraan dan pemerintah. Dalam banyak kasus kota-kota di Indonesia berkembang karena menjadi pusat pemerintahan, sehingga dalam struktur pemerintah kota kecil biasanya merupakan ibu kota kecamatan atau ibu kota kabupaaten. Contohnya adalah kota Yogyakarta yang dibangun dengan diawali pembangunan benteng keraton dengan penghuni awal adalah sultan, para bangsawan yaitu para staf kerajaan, dan abdi dalem yang merupakan pegawai rendah kerajaan. Mereka merupakan penghuni jeron benteng. Di luar benteng tersebut terdapat pasar gede yang letaknya ada di utara benteng kompeni dan pasar menghadap jalan raya yang menghubungkan alun-alun dengan sebush tugu yang jaraknya sekitar 2 km. Jalan raya tersebut menjadi jalan protokol yaitu jalan Malioboro. Di sepanjang jalan itu pemerintah Belanda menempatkan pertokoan Cina, sehingga kampung di belakangnya dinamakan pecinan. Di sebelah kiri alun-alun dilihat dari depan keraton terdapat Masjid Agung. Masjid ini menjadi rujukan kegiatan religius yang teroganisir diberi tempat sebagai bagian dari pusat kekuasaan. Masyarakat yang berada disekitar Masjid Agung dinamakan masyarakat Kauman. Mereka adalah para abdi dalem

11 yang bertugas menjadi penghulu atau pegawai khusus keraton yang mengurusi masalah keagamaan. Kauman mempunyai tokoh muslim yang kemudian dari sini mereka menyebarkan dakwah Islam kepada masyarakat di bawah kekuasaan Keraton. b. Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologis. Pendekatan Struktural fungsional memandang pada dua asumsi dasar yaitu masyarakat terbentuk atas substruktur-substruktur yang dalam fungsi-fungsi meraka masing-masing, saling bergantung sehingga perubahan-perubahan yang terjadi dalam fungsi satu substruktur, dengan sendirinya akan tercermin pada perubahan-perubahan yang terjadi pada substruktur yang lain pula, karena itu tugas analisis sosiologis adalah menyelidiki mengapa yang satu mempengaruhi yang lain. Kemudian setiap substruktur yang telah mantap, betapapun rawannya ia tampak dari luar berfungsi sebagai penopang aktivitas-aktivitas atau substruktursubstruktur lainnya dalam suatu sistem sosial. G. Metode Penelitian Metode merupakan suatu cara untuk mencapai ilmu pengetahuan. Jika sebuah ilmu tidak mempunyai metode, maka ia tidak layak dikatakan sebagai ilmu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah lisan. Penulisan sejarah lisan sebagai karya alternatif adalah keterpaksaan atau kecelaakaan sejarah sebagai jawaban dari kondisi dan situasi yang terjadi yang disebabkan oleh kurang atau ketidakadaan sumber dokumen. (Priyadi, 2014:40).

12 Adapun langkah-langkah dalam metode sejarah lisan antara lain. 1. Mencari Sumber Sejarah Lisan Dalam penulisan sejarah lisan data yang dicari merupakan kesaksian suara seorang pelaku sejarah. Peneliti melakukan cara yang paling efektif dalam mendapatkan sumber sejarah lisan dengan wawancara. Pencarian informan dilakukan dengan mendatangi kampung Kauman lama Purwokerto Lor yang membawa peneliti kepada Takmir Masjid Wakaf Al Istiqomah. Untuk mengetahui keadaan geografis Purwokerto Lor khususnya kampung Kauman lama, panulis mendatangi kantor kelurahan Purwokerto Lor. Tidak hanya itu peneliti mencari berbagai informan lain dari kalangan budayawan atau sejarawan Banyumas. Dari proses wawancara, rekaman terhadap para informan langsung ditranskripsikan kedalam bentuk teks. Teks lisan yang telah berubah menjadi teks tulisan tidak ada bedanya dengan sumber dokumen. 2. Verifikasi Sumber Sejarah Lisan Jika dalam penulisan sejarah seorang informan didapat karena beliau merupakan seorang pelaku sejarah tentu akan mempermudah dalam penulisan sejarah lisan. Namun dalam penelitian ini, para pelaku sejarah yang hidup masa berdirinya kampung Kauman lama Purwokerto Lor sudah tidak ada, maka informan yang ada hanyalah menceritakan apa yang telah diceritakan kakek-nenek atau sesepuh terdahulu kepada beliau. Agar sumber lisan tersebut kuat maka perlu dilakukan perbandingan dengan informan lain agar menjadi sumber lisan yang akurat. 3. Interpretasi Fakta Sejarah Lisan

13 Langkah menginterpretasikan mentifact yaitu dengan membaca sumber sejarah lisan yang telah ditranskripsikan. Interpretasi mentifact adalah interpelaku dimana pikiran-pikiran seorang pelaku berelasi dengan pikiran pelaku yang lain. Intepretasi sejarah lisan menggunakan teori yang berkaitan dengan metode mensiasati sumber lisan. 4. Historiografi Lisan Penelitian sejarah lisan dalam penelitian ini berkaitan dengan mengungkap perkembangan sejarah desa menjadi sejarah kota. Sejarah desa mempunyai banyak kisah yang terkait dengan aneka ragam persoalan yang dihadapi oleh masyarakat sepanjang sejarah desa itu. Sejarah desa tidak esis dalam bentuk dokumen karena masyrakatnya terbiasa dengan cerita lisan yang sambung menyambung dari generasi ke generasi. Terbentuknya kota sangat jarang yang lahir dengan sendirinya atau sebuah wilayah langsung menjadi kota. Kebanyakan adalah suatu desa yang secara perlahan berubah menjadi kota. Termasuk dengan Kauman Lama yang mulanya merupakan desa kemudian berkembang menjadi kampung karena berada di sekitar pusat pemerintahan, dan menjadi sebuah kota seperti sekarang. Kisah terbentuknya suatu kota sering dilisankan oleh banyak orang tua, yang ketika masih muda telah mengenali wajah kota tempat tinggalnya. Perubahan kota telihat dari perubahan-perubahan sarana transportasi, perumahan, tempat hunian, pasar tradisional, hilangnya lapangan atau alunalun, dan lain sebagainya. Penulisan sejarah lisan tidak mungkin dipisahkan dengan penulisan sejarah kontemporer karena manusia sezaman sebagai

14 pemilik data sejarah lisan masih bisa ditemukan. Untuk menulis sejarah kota maka diperlukan informan yang hidup dan mengalami masa remaja pada saat kota terbentuk. H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini disusun kedalam lima bab, yaitu : Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoretis dan pendekatan, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II berisi tentang Latar Belakang munculnya Kampung Kauman Lama Purwokerto Lor Bab III berisi tentang Organisasi Islam di Kampung Kauman Lama Purwokerto Lor Bab IV berisi tentang Peran Organisasi Islam di Kampung Kauman Lama Purwokerto Lor Bab V Simpulan dan Saran, berisi tentang Kesimpulan dan Saran