BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout. menjadi sinis tentang karier mereka. Penjelasan umum tentang. pergaulan dan merasa berprestasi rendah.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai profesi yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari

BAB I PENDAHULUAN. Lebih dari 35 tahun yang lalu burnout menjadi isu yang. menarik ketika para peneliti Maslach dan Freudenberger mulai

BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Di era global seperti saat ini, sumber daya manusia (SDM) sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat, terutama di kota-kota besar. Banyaknya jumlah rumah sakit tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. dukungan sosial dari atasan dengan burnout pada paramedis keperawatan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN BURNOUT PADA KARYAWAN CV. INA KARYA JAYA KLATEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu hardiness dan burnout.

BAB I PENDAHULUAN. persaingan kerja yang sehat dan tidak sehat. Adanya persaingan kerja yang

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. semua rumah sakit, salah satunya Rumah Sakit Umum Daerah Soreang. jabatan dilakukan pada bulan Maret tahun 1999.

BAB 1 PENDAHULUAN. Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada

BAB II LANDASAN TEORITIS. tahun 1973 (Farber, 1991; Widiyanti, Yulianto & Purba, 2007). Burnout. dengan kebutuhan dan harapan (Rizka, 2013).

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Burnout. namun tokoh yang dianggap sebagai penemu dan penggagas istilah burnout

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family

BAB 1 PENDAHULUAN. perawat adalah salah satu yang memberikan peranan penting dalam. menjalankan tugas sebagai perawat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap

I.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sehingga, perawat sebagai profesi dibidang pelayanan sosial rentan

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peran besar dalam pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout. staf yang melayani masyarakat, pada tahun 1974, burnout merupakan representasi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan tuntutan perkembangan eksternal organisasi (Rochmanadji, 2009).

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. berakibat buruk terhadap kemampuan individu untuk berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Banyak orang yang menginginkan untuk bekerja. Namun, tak jarang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori yang mendukung penelitian ini adalah role theory (teori peran) yang

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II KAJIAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN EKSTROVERT INTROVERT DENGAN BURNOUT PADA PERAWAT

BAB I PENDAHULUAN. pengelola, pendidik, dan peneliti (Asmadi, 2008). Perawat sebagai pelaksana layanan keperawatan (care provider) harus

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyebabkan semakin banyak tuntutan yang dihadapi oleh sekolah-sekolah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Seseorang cenderung bekerja dengan penuh semangat apabila memperoleh kepuasan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan yang memadai sangat dibutuhkan. Di Indonesia, puskesmas dan rumah

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN SOLOPOS NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjanjian (Hasibuan, 2007). Sedangkan menurut kamus besar bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiri untuk menangani kegawatan yang mengancam jiwa, sebelum dokter

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawabnya di rumah sakit perawat harus dihadapkan pada pekerjaan yang

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. Burnout pada guru telah didefinisikan sebagai respon terhadap kesulitan

BAB I PENDAHULUAN. (Sumber: diakses pada 25/04/2014 pukul WIB)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aspek fisik maupun emosional. Keluhan tersebut akan menimbulkan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. Nightingale pada tahun 1859 menyatakan bahwa hospital should no harm the patients

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana salah satu upaya yang dilakukan oleh rumah sakit adalah mendukung rujukan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, tindakan medis, dan diagnostik serta upaya rehabilitas

BAB I PENDAHULUAN. terakhir ini diketahui bahwa terdapatnya kecendrungan masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan dunia kerja, tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja ( job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penunjang. Menurut Para Ahli Rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

PROFIL BURNOUT GURU SMP DI KECAMATAN CIRACAS JAKARTA TIMUR BERDASARKAN FAKTOR DEMOGRAFI DAN LINGKUNGAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. Banyak pekerjaan atau profesi yang sebenarnya bertujuan membangun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres. pada tahun 1930 yang mendefiniskan stres sebagai reaksi organisme dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta )

Studi Deskriptif Mengenai Burnout pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Bandung

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN PRESTASI KERJA PADA KARYAWAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut merupakan proses yang diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terampil maka dalam proses perencanaan tujuan tersebut akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

Pada era globalisasi saat ini, teknologi kesehatan berkembang semakin pesat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BAB III METODE PENELITIAN. yang menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) yang dioleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Komitmen organisasional menurut Rivai (2006:67) dapat diartikan sebagai identifikasi,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan negara dititikberatkan pada sektor perpajakan, pemenuhan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ulet, meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

1. Bagaimana gambaran burnout pada anggota. 2. Mengapa terjadi burnout pada anggota polisi. 3. Bagaimana dampak burnout pada anggota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout Pada Pegawai. Maslach (dalam Cherniss, 1980), mendefinisikan burnout yaitu hilangnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI KOPING PADA PENDERITA PASCA STROKE

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Burnout A. Burnout Menurut Davis dan Newstrom (1985) pemadaman (burnout) adalah situasi dimana karyawan menderita kelelahan kronis, kebosanan, depresi, dan menarik diri dari pekerjaan. Pekerja yang padam lebih gampang mengeluh, menyalahkan orang lain bila ada masalah, lekas marah, dan menjadi sinis tentang karier mereka. Penjelasan umum tentang pemadaman adalah bahwa sumber energi seseorang telah dikuras oleh stres yang berlebihan dan berkepanjangan. Karakteristik utama dari pemadaman ( burnout) adalah kelelahan emosional, menarik diri dari pergaulan dan merasa berprestasi rendah. Burnout adalah suatu proses psikologis yang di bawa oleh stres pekerjaan yang tidak terlepaskan, menghasilkan kelelahan emosi, perubahan kepribadian, dan perasaan penurunan pencapaian (Ivancevich, 2006). Selanjutnya Siagian (2009) burnout merupakan suatu kondisi mental dan emosional serta kelelahan fisik karena stres yang berlanjut dan tidak teratasi. 10

11 Dari pengertian burnout para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa burnout adalah serangkaian gejala-gejala seperti adanya kelelahan fisik, mental dan emosional sehingga berdampak negatif yang timbul akibat stres berkepanjangan. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Burnout Faktor faktor yang mempengaruhi Burnout terdiri dari lima faktor (Schaufeli dan Buunk, 2003). Sebagai berikut : a. Banyaknya tuntutan pekerjaan (quantitative job demands) Pekerja yang mengalami kelebihan pekerjaan dan tekanan waktu berakibat pada kelelahan emosional. Tuntutan pekerjaan dapat dijelaskan seperti jumlah jam kerja, intensitas kontak langsung dengan penerima layanan, beban kasus penerima layanan dan rumitnya permasalahan yang dihadapi penerima layanan. b. Permasalahan peran (role problems) Konflik peran dan ambiguitas peran sering berhubungan dengan terjadinya burnout. Role conflict terjadi ketika tuntutan pekerjaan dalam waktu bersamaan tidak dapat dipertemukan. Sedangkan role ambiguity terjadi ketika pekerja memiliki peran ganda yang harus dilakukan secara bersamaan dalam pekerjaannya. Serta pekerja kurang memiliki informasi untuk setiap peran yang harus dilaksanakan sehingga timbul ambigu pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya.

12 c. Kurangnya dukungan sosial (lack of social support) Dukungan sosial berfungsi menahan dampak stressors. Pekerja yang menerima banyak dukungan sosial akan lebih mampu untuk menanggulangi tuntutan pekerjaan. Sumber dukungan sosial dapat diperoleh dari atasan, rekan kerja, teman, komunitas, keluarga, peer dan team. d. Kurangnya aktivitas regulasi diri (lack of self-regulatory activity) Aktivitas regulasi diri berperan bagi pekerja dalam mencapai tujuan pekerjaannya. Kurangnya aktivitas regulasi diri ini menyebabkan pekerja mengalami burnout. Bagi pekerja aktivitas regulasi diri ini terlihat seperti sikap otonom yang dimiliki pekerja terhadap pekerjaannya, pekerja terlibat dalam proses pembuatan keputusan terkait pekerjaannya, dan pekerja mendapatkan feedback yang membangun atas pekerjaan yang telah dilakukan. e. Berhubungan dengan tuntutan klien (client-related demands) Kondisi pekerjaan pada sektor human service yang tidak dielakkan adalah tingginya interaksi dengan klien yang bermasalah, frekuensi kontak dengan klien dalam kondisi kronis atau sakit parah, klien dalam kondisi kritis atau kematian klien menyebabkan pekerja terlibat secara emosional dalam menghadapi klien tersebut. Dalam jangka waktu lama kondisi ini dapat menjadi penyebab pekerja mengalami burnout.

13 Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi burnout adalah banyaknya tuntutan pekerjaan, permasalahan peran, kurangnya dukungan sosial, kurangnya aktivitas regulasi diri, dan berhubungan dengan tuntutan klien. 3. Dimensi-Dimensi Burnout Menurut Maslach dan Jackson (1981) burnout dapat dikategorikan dalam 3 dimensi, yaitu: a. Kelelahan emosional (Emotional Exhaustion) Berkurangnya energi secara emosidan perasaan untuk menghadapisituasi akibat banyaknya tuntutan atau beban kerja yang diajukan padadirinya yang kemudian menguras sumbersumber emosional yang ada.ketika mengalami exhaustion, mereka akan merasakan energinya seperti terkuras habis danada perasaan kosong yang tidak dapat diatasi lagi. b. Depersonalisasi Berkembangnya sikap negatif terhadap penerima layanan, tidak berperasaan, sinis, memperlakukan klien secara impersonal, berkurangnya antusiasme dalam tugas dan mengurangi keterlibatannya dengan pasien.

14 c. Penurunan pencapaian prestasi ( Reduced Personal accomplishment) Kecenderungan penilaian negatif atas kegagalan pekerjaan sendiri, prestasinya dirasa tidak cukup dan merasa kekurangan profesionalisme diri. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan dimensi-dimensi burnout meliputi kelelahan emosional ( Emotional Exhaustion), depersonalisasi ( depersonalization), dan penurunan pada pencapaian prestasi (Reduced Personal accomplishment). 4. Dampak-Dampak Burnout Schaufeli dan Buunk (2003) mengelompokkan dampak burnout menjadi lima kategori utama yaitu : a. Manifestasi afektif Individu yang terkena burnout terlihat murung, sedih dan memiliki perasaan depresi. Pada aspek afektif secara umum dapat diamati dampaknya seperti semangat yang rendah, suasana hati sedih dan murung yang lebih dominan. Individu mengalami kelelahan emosional karena sangat banyak energi yang digunakan dalam jangka waktu yang lama. Individu menjadi cepat marah, sensitif, berperilaku bermusuhan dan curiga, tidak hanya terhadap penerima layanan, namun juga terhadap rekan kerja dan atasan.

15 b. Manifestasi kognitif Berupa perasaan tidak berdaya, putus asa dan tidak bertenaga. Setelah ketidakberhasilannya dalam pekerjaan, individu merasa kehilangan arti pekerjaan. Terjadi penurunan keterlibatan pelayanan klien dan terjadi perubahan hubungan yang awalnya penuh empati, perhatian, dan pemahaman, berubah menjadi sinis, persepsi dehumanisasi terhadap penerima layanan yang ditandai dengan sikap negatif, pesimis, dan stereotyping. Pada level organisasi, pekerja yang menderita burnout merasa tidak ada penghargaan diri dari atasan maupun rekan kerja. Ia merasa kehilangan perhatian dari organisasi, lebih suka mengkritik, tidak percaya pada manajemen, rekan kerja dan atasa. Kepuasan kerja dan komitmen kerja menurun serta munculnya intens meninggalkan pekerjaan. c. Manifestasi fisik Timbulnya keluhan psikosomatis seperti kelelahan fisik yang kronis, kelemahan fisik ( weakness) dan low energy yang dialami oleh pekerja. Dalam beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kelelahan emosional dan depersonalization memiliki hubungan dengan frekuensi sakit berat seperti serangan jantung yang dialami oleh pekerja yang mengalami burnout.

16 d. Manifestasi perilaku Dampak burnout pada perilaku yang merugikan bagi organisasi adalah ketidakhadiran di tempat kerja, berganti pekerjaan dan prestasi kerja yang rendah. Secara individual dampak perilakunya adalah menarik diri dari pekerjaan yang dilakukannya. e. Manifestasi motivasi Menghilangnya motivasi intrinsik pada individu seperti hilangnya semangat, antusiasme, ketertarikan dan idealism. Sebaliknya muncul kekecewaan, ketidakpuasan dan menarik diri. Kondisi nyata dari individu pekerja yang mengalami burnout adalah menurunnya keterlibatan dengan penerima layanan. Maslach (dalam Ema, 2004) mengungkapkan burnout berdampak bagi individu, orang lain, dan organisasi. a. Dampak pada individu terlihat adanya gangguan fisik seperti sulit tidur, rentan terhadap penyakit, munculnya gangguan psikosomatik, maupun gangguan psikologis yang meliputi penilaian yang buruk terhadap dirisendiri yang dapat mengarah pada terjadinya depresi. b. Dampak burnout yang dialami individu terhadap orang lain dirasakan oleh penerima pelayanan dan keluarga. c. Selanjutnya dampak burnout bagi organisasi adalah meningkatnya frekuensi tidak masuk kerja, berhenti dari pekerjaan atau job

17 turnover, sehingga kemudian berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi kerja dalam organisasi (Cherniss dalam Ema, 2004). Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan dampakdampak burnout meliputi manifestasi afektif, manifestasi kognitif, manifestasi fisik, manifestasi perilaku, manifestasi motivasi yang dampaknya bisa dialami oleh diri sendiri, orang lain atau penerima layanan dan juga berdampak buruk pada instansi atau organisasi. B. Dukungan Sosial dari Atasan 1. Pengertian Dukungan Sosial dari Atasan Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan atau non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Menurut Sarafino (dalam Smet, 1994) dukungan sosial secara operasional mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan akan kepedulian, atau membantu orang menerima dari orang-orang atau kelompok-kelompok lain. Dukungan sosial berhubungan langsung dengan burnout (Parasuraman dalam Andarika, 2004). Menurut Sarafino (2002) istilah

18 dukungan sosial secara umum digunakan untuk mengacu pada penerimaan rasa aman, peduli, penghargaan atau bantuan yang diterima seseorang dari orang lain atau kelompok. Gibson (dalam Andarika, 2004) mengartikan dukungan sosial sebagai kesenangan, bantuan yang diterima seseorang melalui hubungan formal dan informal dengan yang lain atau kelompok. Selanjutnya menurut Taylor (2008) menyebutkan dukungan sosial merupakan persepsi atau pengalaman bahwa seseorang diperdulikan oleh orang lain, dihormati dan dihargai, sebagai bagian dari jaringan sosial yang memiliki kewajiban untuk saling membantu. Sumber dukungan sosial dapat diperoleh dari atasan, rekan kerja, teman, komunitas, keluarga, peer dan team (Schaufeli dan Buunk 2003). Dukungan sosial secara khusus di tempat kerja bersumber dari dukungan atasan dan rekan kerja yang terjadi melalui interaksi sosial di tempat kerja (Taylor, 2008). Berdasarkan pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial dari atasan adalah bantuan atau dorongan-dorongan yang diterima dari orang lain yang memberi rasa aman, membuat merasa dihormati, dihargai dan memberi efek positif dan mediator menyelesaikan masalah dalam menjalani kehidupan dilingkungan kerjanya.

19 2. Dimensi-Dimensi Dukungan Sosial House (dalam Smet, 1994) menyebutkan ada empat macam dimensi dukungan sosial yang diterima oleh individu, yaitu: a. Dukungan emosional Dukungan ini mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu sehingga individu tersebut merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan. Dukungan ini meliputi perilaku seperti memberikan perhatian atau afeksi serta bersedia mendengarkan keluh kesah orang lain. b. Dukungan penghargaan (appraisal) Terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang tersebut, dorongan untuk maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang tersebut dengan orang lain. Pemberian dukungan ini membantu individu untuk melihat segi-segi positif yang ada dalam dirinya dibandingkan dengan keadaan orang lain. Dukungan ini berfungsi untuk menambah penghargaan diri, membentuk kepercayaan diri dan kemampuan serta merasa dihargai dan berguna saat individu mengalami tekanan. c. Dukungan instrumental Mengacu pada penyediaan barang dan jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah secara praktis dalam pekerjaan. Dukungan ini meliputi bantuan secara langsung sesuai dengan

20 yang dibutuhkan oleh seseorang. Bantuan tersebut dapat berupa bantuan seperti memberi pinjaman barang atau uang dan berupa pertolongan dengan pekerjaan pada waktu mengalami masalah dalam pekerjaan. d. Dukungan informasional Dukungan yang diberikan dengan cara memberikan informasi kepada individu. Dukungan informasi ini mencakup pemberian nasihat, petunjuk, saran atau umpan balik yang diperoleh dari orang lain sehingga individu dapat membatasi masalahnya dan mencoba mencari jalan keluar untuk memecahkan masalahnya. Informasi yang diberikan oleh orang-orang terdekat seperti atasan diharapkan mampu membuat paramedis keperawatan lebih termotivasi dalam bekerja, khususnya dalam mencapai keberhasilan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan dimensi-dimensi dukungan sosial meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasi sehingga orang yang menerima dukungan-dukungan ini merasa aman, merasa dihargai dan merasa diperhatikan.

21 C. Paramedis Keperawatan Paramedis adalah profesi medis. Paramedis dapat melakukan pertolongan pertama sebelum ditangani lebih lanjut oleh dokter ahli (Sugiarto, 1999). Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan berbasis ilmu dan kiat keperawatan, yang berbentuk bio-psiko-sosio-spiritual komprehensif yang ditujukan bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit, yang mencakup keseluruhan proses kehidupan manusia. Paramedis keperawatan adalah seseorang yang mampu melakukan pekerjaan perawatan yaitu memberi pertolongan dengan dilandasi keahlian kepada penderita-penderita yang mengalami gangguan fisik dan gangguan kejiwaan (Bouwhuizen, 1993). Paramedis keperawatan memiliki tanggung jawab dan kewenangan untuk mengambil langkah-langkah keperawatan yang diperlukan sesuai dengan standar keperawatan. Paramedis keperawatan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan keperawatan dari yang sederhana sampai yang kompleks kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat. Tanggung jawab paramedis keperawatan yaitu membantu apapun yang pasien butuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (misalnya kenyamanan fisik dan rasa aman ketika dalam mendapatkan pengobatan atau dalam pemantauan. Paramedis keperawatan harus mengetahui kebutuhan pasien untuk membantu memenuhinya. Paramedis keperawatan harus mengetahui benar peran profesionalnya, aktivitas perawat profesional yaitu tindakan yang dilakukan

22 secara bebas dan bertanggung jawab guna mencapai tujuan dalam membantu pasien. Menurut UU Tahun 1964 No. 18 tentang wajib kerja tenaga para medis Pasal 1 (dalam Azwary, 2013) tenaga paramedis dimaksu d tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah, antara lain : Bidan, Perawat Umum, Perawat Gigi, Petugas Gizi, Sanitarian, Sarjana Farmasi dan Sarjana Kesehatan Masyarakat. D. Kerangka Berpikir Manusia dalam kehidupannya akan selalu menemui berbagai macam hal baik ringan maupun berat. Agar dapat hidup dengan baik dilingkungan pekerjaannya, individu harus mampu melakukan penyesuaian diri terhadap tuntutan yang dihadapi. Kegagalan individu dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan pekerjaannya akan membuat mereka berada dalam situasi yang menekan, yang umumnya dikenal sebagai stres kerja. Tidak jarang situasi stres kerja ini dianggap hal kecil saja dan tidak berarti, tetapi bagi banyak orang situasi tersebut begitu sangat terasa dan berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama. Seseorang yang memiliki kemampuan kerja yang rendah rentan mengalami tekanan karena tidak mampu memenuhi tuntutan pekerjaannya. Menurut Rulin ( dalam Prestiana dan Purbandini, 2004)stres kerja terjadi karena adanya tuntutan pekerjaan yang tidak seimbang dengan kemampuan

23 individu. Seseorang dapat mengalami tekanan tersebut dilingkungan manapun salah satunya dilingkungan pekerjaan. Di Rumah Sakit, paramedis keperawatan setiap harinya melakukan pekerjaan yang monoton dan rutin. Lingkungan kerja paramedis keperawatan mengharuskan untuk selalu berhadapan langsung dengan kesengsaraan orang lain, seperti penyakit dan kematian. Dimana kondisi ini cenderung menyebabkan munculnya emosi-emosi yang tidak dikehendaki seperti takut, muak, marah yang pada akhirnya menimbulkan stres akibat pekerjaannya. Sebagai profesi yang berhubungan langsung dengan penerima layanan, paramedis keperawatan yang mengalami stres kerja berkepanjangan dan tidak diatasi dapat menimbulkan suatu keadaan yang disebut burnout. Burnout merupakan sindrom yang berisikan gejala kelelahan fisik, emosional, mental dengan perasaan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri akibat dari stres kerja yang berkepanjangan. Paramedis keperawatan yang mengalami gejalagejala burnoutakan memberikan dampak pada mereka sendiri, orang lain sebagai penerima layanan dan organisasi (Maslach dalam Ema, 2004). Faktor lingkungan kerja merupakan faktor utama penyebab burnout. Pada dasarnya banyak faktor yang mempengaruhi burnout, salah satunya adalah kurangnya dukungan sosial (Schaufeli dan Buunk, 2003). Dukungan sosial merupakan bantuan yang diberikan oleh seseorang sehingga memberikan efek yang positif bagi orang yang menerimanya. Dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis kepada individu yang

24 menerimanya. Individu yang memiliki dukungan sosial akan merasa nyaman, diperhatikan, dihargai atau terbantu oleh orang lain disekitarnya. (Farber dan Cherniss dalam Labiib, 2013). Sarafino (2002) menyatakan dukungan sosial adalah suatu dorongan yang dirasakan, penghargaan, dan kepedulian yang diberikan oleh orang-orang yang berada di sekeliling individu sehingga dukungan yang dirasakan akan sangat penting. Dari pengertian tersebut, dapat diketahui sumber utama dukungan sosial adalah dari orang-orang yang berada di sekeliling individu, dalam hal ini adalah atasan. Paramedis keperawatan yang mendapat dukungan sosial dari atasan akan cenderung untuk tidak mengalami burnout, berbeda dengan mereka yang mendapat dukungan sosial rendah.dukungan sosial yang tinggi juga akan menyebabkan individu semakin mengembangkan gaya hidup yang baik dan sehat. Dukungan sosial terdiri atas empat dimensi (House dalam Smet, 1994). Pertama dukungan emosional, kehadiran atasan yang memberikan dukungan berupa empati, perhatian dan kepedulian ketika paramedis keperawatan merasa marah, kesal, atau jenuh ketika melakukan pekerjaan merawat dan melayani pasien membuat paramedis keperawatan merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan dan dapat mengurangi burnout yang dialami paramedis keperawatan tersebut. Kedua adalah dukungan penghargaan dapat berupa persetujuan dari atasan terhadap ide yang diajukan dan perbandingan positif dengan orang lain. Adanya dukungan ini, membuat paramedis keperawatan merasa dihargai dan membantu untuk melihat segi-segi positif yang ada

25 dalam dirinya dan akan mengurangi perasaan ketidakberhargaan atau reduced personal accomplisment. Dimensi dukungan sosial yang ketiga adalah dukungan informasi, ketika paramedis keperawatan menghadapi masalah dilingkungan pekerjaan, adanya saran atau nasehat yang diberikan atasan dapat membatasi masalahnya, mencoba mencari jalan keluar untuk memecahkan masalahnya dan dapat mengurangi burnout yang dialami paramedis keperawatan. Informasi yang diberikan atasan akan mampu membuat paramedis keperawatan lebih termotivasi dalam bekerja, khususnya dalam mencapai keberhasilan. Keempat adalah dukungan instrumental atau konkrit, biasanya muncul dalam bentuk bantuan nyata terhadap kebutuhan paramedis keperawatan digunakan untuk memecahkan masalah secara praktis dalam pekerjaan seperti ketika seorang paramedis keperawatan harus merawat dan melayani pasien dalam jumlah yang cukup banyak. Dengan adanya atasan yang membantu merawat dan melayani pasien-pasien, hal tersebut dapat mengurangi burnout yang dialami paramedis keperawatan. Hasil penelitianterdahulu menyatakan dukungan sosial dari para atasan berpengaruh positif terhadap kesehatan fisik dan kesehatan mental para perawat (Britton dalam Andarika, 2004). Hasil penelitian oleh Purba, Yulianto dan Widyanti (2007) bahwa dukungan sosial memiliki hubungan negatif yang cukup tinggi dengan burnout, artinya semakin tinggi dukungan sosial maka burnout yang dialami semakin rendah. Dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial memiliki sumbangan yang dominan untuk mengurangi level burnout.

26 Selanjutnya penelitian Labiib (2013) menyatakan ada hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat burnout.adanya dukungan yang diperoleh membuat paramedis keperawatan memiliki keyakinan dan motivasi yang tinggi bahwa mampu untuk menyelesaikan tugas tersulit sekalipun. Mereka mampu untuk mengontrol ancaman maupun peristiwa yang menimbulkan gejala burnout baik datang dari dalam diri maupun dari lingkungan. Sehingga mereka merasa ada sandaran disaat mereka membutuhkan pertolongan untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Sebaliknya, paramedis keperawatan yang tidak menerima dukungan dari atasan dalam pekerjaannya cenderung mudah merasa cemas, mengalami kebingungan, merasa tidak mempunyai sandaran untuk mengadukan permasalahannya dan mudah menyerah dalam menghadapi hambatan. Keadaan demikian tentu akan berdampak negatif pada paramedis keperawatan. Akibatnya mereka tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik sehingga rentan mengalami burnout. Ketiadaan dukungan sosial dari atasan mengakibatkan timbulnya burnout (Rasyid dan Farhati dalam Andarika, 2004). Hal ini menjelaskan bahwa dukungan sosial dari atasan mampu mencegah dan sangat penting untuk mengurangi level burnout yang dialami oleh paramedis keperawatan. Dengan adanya dukungan sosial dari atasan diharapkan paramedis keperawatan akanmerasa nyaman, diperhatikan, dihargai dan tekanan-tekanan yang ada tidak hanya dihadapi oleh dirinya sendiri tetapi ada atasan yang membantunya.

27 E. Hipotesis Terdapat hubungandukungan sosial dari atasan dengan burnout pada paramedis keperawatan RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Semakin tinggi dukungan sosial dari atasan maka burnout yang dialami akan semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial dari atasan maka burnout yang dialami paramedis keperawatan akan semakin tinggi.