BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, perkawinan merupakan kehidupan yang berpijak pada rasa cinta dan kasih sayang, dan masing-masing suami-istri memainkan peran pentingnya untuk saling mengisi, saling memahami, merasakan ketenangan, ketentraman dan kehidupan yang baik. (Syaikh Hassan Ayyub 2005:245) Sayyid Sabiq (1987:5) menyatakan pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan dan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan pernikahan.. Seorang muslim dalam membangun rumah tangga, harus mempunyai tujuan dalam pernikahannya. Tujuan pernikahan seperti dikemukakan oleh H Sulaiman Rasjid (2004:401) sebagai berikut : 1. Untuk hidup dalam pergaulan yang sempurna 2. Suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur rumah tangga dan keturunan 3. Sebagai suatu tali yang amat teguh guna memperkokoh tali persaudaraan antara kaum kerabat laki-laki (suami) dengan kaum kerabat perempuan (istri) sehingga pertalian itu akan menjadi suatu jalan yang membawa satu kaum (golongan) untuk tolong-menolong dengan kaum yang lainnya. Namun, dalam perkawinan tidak selamanya suami istri sejalan, sepemikiran dan sehati karena bulir-bulir cinta dan kasih sayang di hati salah seorang suami-istri atau keduanya kering, dan hal itu menimbulkan rasa benci, 1
perpecahan sengketa, intrik dan permusuhan dan klimaksnya dapat menimbulkan kesalahpahaman dan ketidakcocokan sehingga berujung pada perselisihan yang pada akhirnya berbuah perceraian. Menurut H Sulaiman Rasjid (2004:401) apabila pergaulan kedua suami istri tidak dapat mencapai tujuan tersebut, maka hal itu akan mengakibatkan berpisahnya dua keluarga. Karena tidak adanya kesepakatan antara suami istri, maka dengan keadilan Allah SWT dibukakan- NYA suatu jalan keluar dari segala kesukaran itu, yakni pintu perceraian. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dijelaskan mengenai perceraian, tertera didalam pasal 39 ayat 1 yang berbunyi: Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Namun, hukum talak itu makruh adanya, berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW, berikut ini : Dari Ibnu Umar, ia berkata bahwa Rasulullah SAW, telah bersabda sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak. (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah) Umumnya masyarakat berpandangan bahwa sengketa hanya bisa diselesaikan melalui jalur peradilan karena jalur peradilan dianggap oleh sebagian masyarakat merupakan satu-satunya cara untuk menyelesaikan sengketa padahal banyak cara yang bisa ditempuh dalam menyelesaikan sengketa salah satunya melalui mediasi. Alternatif penyelesaian melalui mediasi ini telah lama dikenal dan digunakan masyarakat tradisional dalam menyelesaikan sengketa dikedua belah pihak yang berselisih. Untuk meminimalisir atau mencegah terjadinya 2
perceraian hukum islam memerintahkan menyelesaikan konflik setiap perkara dengan jalan perdamaian. Sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur an surat Al-Hujurat ayat (9) yang mengemukakan bahwa : Dan jika ada dua golongan dari orang-orang beriman bertengkar (berperang) maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, kepada perintah Allah; Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (Q.S Al- Hujurat : 9) Dalam menyelesaikan atau menyidangkan kasus perceraian yang diajukan ke Pengadilan Agama, hal pertama yang harus dilakukan oleh seorang hakim adalah mengusahakan perdamaian diantara para pihak. Hal itu pula ditegaskan kembali dalam pasal 82 ayat 1 dan 4. Pasal 82 ayat 1 menyebutkan bahwa : Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua pihak. Kemudian pasal 82 ayat 4 menyebutkan bahwa : Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan. Perdamaian dalam kasus perceraian mempunyai nilai luhur tersendiri, dengan tercapainya perdamaian antara suami dan istri dalam sengketa perceraian bukan keutuhan rumah tangga saja yang diselamatkan, tetapi juga pemeliharaan anak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. (Evi Sofiah 2004: 120) Dengan memperhatikan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai peranan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam upaya menekan kecenderungan naiknya angka 3
perceraian. Lokasi penelitian bertempat Departemen Agama dan Kecamatan Batununggal Kota Bandung, hal ini dapat dilihat berdasarkan kondisi yang riil terlihat dalam laporan angka perceraian yang tinggi pada tahun 2005 sampai tahun 2007 faktor penyebab tingginya perceraian yang pertama adalah tidak ada tanggung jawab dari suami maupun istri yang kedua tidak ada keharmonisan, yang ketiga krisis akhlak (Sumber: catatan di Pengadilan Agama Bandung). Melalui Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) inilah (suatu lembaga konsultasi yang resmi) dimana lembaga tersebut merupakan bagian dari Departemen Agama yang berperan sebagai badan pembinaan dan penasihat dalam perkawinan, khususnya bagi masyarakat yang akan menikah (pra nikah) atau pasangan suami istri yang sedang dalam proses perceraian baik cerai gugat maupun cerai talak. Adapun tujuan dari lembaga tersebut adalah membina calon pengantin sebelum pernikahan (pra nikah) dan memberi nasihat pada pasangan suami istri dengan mencari solusi yang tepat bagi para pihak dalam kasus cerai talak maupun cerai gugat. Menurut Lili Rasjidi, (1983:38) tujuannya adalah sebagai sebuah organisasi masyarakat yang bergerak dibidang usaha mengurangi perceraian, mempertinggi nilai perkawinan dengan jalan memberikan nasihat bagi mereka yang mengalami krisis dengan mempertinggi nilai perkawinan dan terwujudnya rumah tangga sejahtera, bahagia menurut tuntutan Islam. Untuk mencapai tujuan tersebut BP-4 mempunyai usaha-usaha sebagai berikut: 1. Memberikan nasehat dan penerangan tentang soal-soal nikah, talak, cerai dan rujuk kepada yang akan melakukannya serta khalayak ramai 2. Mengurangi terjadinya perceraian dan poligami 4
3. Memberikan bantuan dalam menyelesaikan kesulitan-kesulitan perkawinan dan perselisihan rumah tangga menurut hukum agama 4. Menerbitkan buku-buku atau brosur-brosur dan menyelenggarakan kursus-kursus, penataran, diskusi, seminar, dan sebagainya 5. Bekerjasama dengan instansi atau lembaga-lembaga yang bersamaan tujuannya didalam dan luar negeri 6. Lain-lain usaha yang dianggap bermanfaat Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) sebagai mediator, tidak memaksakan penyelesaian atau mengambil kesimpulan yang mengikat tetapi lebih memberdayakan para pihak untuk menentukan solusi apa yang mereka inginkan. Mediator mendorong dan memfasilitasi dialog, membantu para pihak mengklarifikasi kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka, menyiapkan panduan, membantu para pihak dalam meluruskan perbedaanperbedaan pandangan dan bekerja untuk suatu yang dapat diterima para pihak dalam penyelesaian yang mengikat. Memperhatikan tujuan maupun usaha-usaha yang dilakukan oleh BP-4 ternyata kedudukan BP-4 mempunyai posisi penting bahkan posisi tersebut akan bertambah penting seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan jaman dimana penghargaan terhadap perkawinan terus-menerus merosot akibat gaya hidup bebas. Hidup bersama, kebebasan bercinta, kebebasan kawin cerai yang mulai tampil dimasyarakat merupakan suatu tantangan yang sangat berat bagi BP-4 untuk menanggulanginya. Adalah tugas Badan Penasihatan Pembinaan Dan Pelestarian Perkawinan (BP 4) untuk memberikan suatu penerangan secara luas bahwa lembaga perkawinan adalah perwujudan paling sempurna untuk mengejar kebahagiaan dan kesejahteraan bagi manusia. 5
Dengan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut yang dirumuskan dengan judul PERANAN (TUGAS POKOK DAN FUNGSI) BADAN PENASIHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) DALAM UPAYA MENEKAN KECENDERUNGAN NAIKNYA ANGKA PERCERAIAN (STUDI DESKRIPTIF DI KECAMATAN BATUNUNGGAL KOTA BANDUNG) B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah pokok dari penelitian ini adalah : Bagaimanakah peranan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam upaya menekan kecenderungan naiknya angka perceraian? Untuk memudahkan penganalisaan hasil penelitian maka masalah pokok diatas, penulis akan membagi kedalam sub-sub pokok masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kinerja Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam upaya menekan kecenderungan naiknya angka perceraian? 2. Kesulitan apa yang dihadapi oleh Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam upaya menekan kecenderungan naiknya angka perceraian? 3. Bagaimana upaya Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam upaya menekan kecenderungan naiknya angka perceraian? 6
C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Secara umum tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui peranan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam upaya menekan kecenderungan naiknya angka perceraian 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan : 1. Kinerja Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam upaya menekan kecenderungan naiknya angka perceraian 2. Kesulitan yang dihadapi oleh Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam upaya menekan kecenderungan naiknya angka perceraian 3. Upaya Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4 dalam upaya menekan kecenderungan naiknya angka perceraian) D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan memberikan manfaat penulis dan bagi masyarakat pada umumnya tentang 7
peranan badan penasihatan pembinaan dan pelestarian perkawinan (BP4) dalam upaya menekan kecenderungan naiknya angka perceraian.. 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan yang positif kepada masyarakat tentang peranan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam upaya menekan kecenderungan naiknya angka perceraian. Sehingga jika masyarakat yang ingin menyelesaikan konflik setiap perkara dapat dilakukan dengan jalan damai. Sebagai masukkan bagi Departemen Agama untuk merealisasikan fungsi peran Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam upaya menekan kecenderungan naiknya angka perceraian. E. Definisi Operasional Agar tidak terjadi salah pengertian dan untuk memperoleh kesatuan arti dalam pengertian judul penelitian, perlu kiranya diberikan penjelasan mengenai istilah yang digunakan dalam judul penelitian tersebut. Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah : 1. Peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan (kamus besar bahasa Indonesia). 8
Pengertian lain dari peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa. 2. Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) adalah lembaga yang berada di Departemen Agama yang berperan sebagai mediator bagi para pihak yang akan bercerai. 3. Perceraian menurut bahasa Arab adalah melepaskan ikatan. Yang dimaksud disini adalah melepaskan ikatan pernikahan. (H. Sulaiman Rasjid 2004:401). Menurut Syaikh Hasaan Ayyub (2005:247) cerai adalah melepaskan ikatan pernikahan. Su adah (2005: 214) menyatakan bahwa perceraian merupakan cerai hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat dari kegagalan mereka menjalani obligasi peran mereka masingmasing. Dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup berpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku. F. Pendekatan dan Metode penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang peranan Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam upaya menekan kecenderungan naiknya angka perceraian. Untuk menunjang pencapaian tujuan tersebut pendekatan yang dinilai relevan dan cocok digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang akan menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis. 9
Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2002: 3), ialah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Sedangkan menurut Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2004:4) penelitian kualitatif adalah : Tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Dalam penelitian kualitatif itu, yang menjadi instrument penelitian atau alat penelitian utama adalah peneliti sendiri dengan dibantu oleh pedoman wawancara dan pedoman observasi. penelitian kualitatif pada hakekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya (S. Nasution, 1991: 5) Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif karena penelitian ini ditujukan untuk mengumpulkan informasi aktual secara terperinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktik-praktik yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi, menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. Dalam metode ini peneliti bertindak sebagai pengamat, hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatat dalam buku observasi. (Jalaluddin Rakhmat 1984 : 34-35) 10
G. Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan metode penelitian tersebut, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: a. Observasi Suatu pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra (Arikunto, 2002:133). dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap suatu kondisi lapangan untuk memperoleh data yang diperlukan. Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana yang dilihat oleh sebagai subjek penelitian, serta memungkinkan pembentukan pengetahuan bersama, baik dari pihak peneliti maupun dari subjek penelitian. Menurut Lexy J. Moleong, (1997:126) b. Wawancara Yaitu komunikasi langsung antara peneliti dengan responden yang diarahkan pada masalah yang diteliti. Dilakukan oleh penulis secara langsung kepada responden yang merupakan subjek penelitian seperti Kepala Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Batununggal Kota Bandung dan pihak yang akan menikah atau pihak yang akan bercerai yang dimaksudkan untuk memperoleh data bagi peneliti. 11
c. Studi Literatur Yaitu mempelajari dan mengkaji buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang diteliti untuk memperoleh bahan dan sumber yang bersifat teoritis. d. Studi Dokumentasi Dengan mempelajari dan meneliti catatan-catatan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, laporan perkara tahunan mengenai perceraian dan dokumen lain yang relevan dengan penelitian. H. LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian Adapun yang dijadikan lokasi dalam penelitian ini ialah Departemen Agama Bandung di bagian Urais Islam tempat Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dilaksanakan untuk menyelesaikan kasus perceraian secara baik-baik. 2. Subjek Penelitian Sedangkan yang menjadi subjek penelitian lebih ditekankan pada subjek data yang dapat memberikan informasi untuk tujuan penelitian. Yang dimaksud subjek penelitian itu sendiri menurut S. Nasution (1996:32) ialah: Sumber yang 12
dapat memberikan informasi, dipilih secara purposive dan bertalian dengan purpose atau tujuan tertentu. Adapun yang menjadi subjek penelitian yang peneliti jadikan sumber data adalah sebagai berikut: 1. Kepala Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) di Departemen Agama Kota Bandung 2. Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Batununggal Kota Bandung 3. Pihak yang akan menikah dan yang akan bercerai di Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) di Kecamatan Batununggal Kota Bandung Dengan demikian penulis menganggap bahwa subjek diatas dapat memberikan informasi data yang diperlukan dalam penelitian ini tetapi tidak menutup kemungkinan didapatnya data-data selain dari sumber data yang telah ditetapkan di atas, selama data tersebut dapat menunjang keberhasilan penyelidikan dalam penelitian ini. 13