BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat

dokumen-dokumen yang mirip
KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN JALAN TERKAIT KESELAMATAN JALAN

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk di Indonesia dewasa ini telah mengalami proses integrasi damai

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang sesuai dengan

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN R.I DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

KESELAMATAN TRANSPORTASI DARAT Disampaikan Dalam Rangka Peringatan Hari Korban Kecelakaan Lalu Lintas Sedunia Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. orang meninggal dunia setiap tahun nya dan lebih dari 50 jt jiwa mengalami luka luka

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tahun ini. Hal itu terbukti dengan adanya bagian khusus yang mengatur

Perlindungan Hukum Sesuai Dengan Undang-undang No.8 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran BAB I PENDAHULUAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM DEKADE AKSI KESELAMATAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUTIR-BUTIR SAMBUTAN MENTERI PERHUBUNGAN PADA ACARA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI TEKNIS BIDANG PERHUBUNGAN DARAT TAHUN 2014 YOGYAKARTA, 14 OKTOBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. yang semula didominasi oleh penyakit infeksi atau menular bergeser ke penyakit non

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

Pengarahan Umum Direktur Jenderal Perhubungan Darat

BUTIR-BUTIR SAMBUTAN MENTERI PERHUBUNGAN PADA ACARA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI TEKNIS BIDANG PERHUBUNGAN DARAT TAHUN 2013 SURABAYA,2 OKTOBER 2013

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.

RINGKASAN EKSEKUTIF I. PENDAHULUAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

DEKADE AKSI KESELAMATAN JALAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Izin penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Kepolisian RI 2011, kecelakaan lalu lintas jalan sepanjang

PELAKSANAAN UJI COBA SISTEM INFORMASI KECELAKAAN LALU LINTAS DI JALAN UNTUK DAERAH BALI DAN SUMATERA BAGIAN UTARA

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya d

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

IV. GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Polresta Bandar Lampung. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) meru pakan merupakan alat

ESTIMASI TINGKAT KECELAKAAN LALU LINTAS NASIONAL DAN 6 PROPINSI DI PULAU JAWA INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

I. PENDAHULUAN. Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan obyek sampai tujuan dengan

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH

KESELAMATAN TRANSPORTASI DARAT Disampaikan dalam rangka Rapat Koordinasi Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Tahun 2013

JUMLAH KENDARAAN BERMOTOR DI INDONESIA (2013) : 104,211 JUTA UNIT JUMLAH SEPEDA MOTOR : 86,253 JUTA UNIT 82,27 %

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala

I. PENDAHULUAN. penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia setiap tahunnya akibat kecelakaan lalu lintas, dengan jutaan lebih

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Yuda Rizky, FKM UI, Universitas Indonesia

I. Permasalahan yang Dihadapi

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM DEKADE AKSI KESELAMATAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

DRS. PETRUS SUMARSONO, MA - JFP MADYA DIREKTORAT TRANSPORTASI. Rakornis Perhubungan Darat 2013 Surabaya, 3 Oktober 2013

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BUTIR-BUTIR SAMBUTAN DIRJEN PERHUBUNGAN DARAT RAPAT KOORDINASI TEKNIS (RAKORNIS) PERHUBUNGAN DARAT SURABAYA, 2 OKTOBER 2013

SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peranan yang sangat

L TA T R B EL E A L KANG

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AMANAT PADA APEL GELAR PASUKAN OPERASI KETUPAT 2014 TANGGAL 21 JULI 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa luput dari masalah hukum yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha. Tahun Mobil Penumpang Bis Truk Sepeda Motor Jumlah

BAB I BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014

IMPLEMENTASI PROGRAM KESELAMATAN JALAN

BUTIR-BUTIR PENGARAHAN DIRJEN PERHUBUNGAN DARAT RAPAT KOORDINASI TEKNIS (RAKORNIS) PERHUBUNGAN DARAT YOGYAKARTA, 6 8 NOVEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran dan Belanja Pendapatan Negara (APBN) memiliki peranan

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berdasarkan pertimbangan Undang-undang nomor 22 tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. kota adalah prasarana transportasi jalan. Transportasi darat merupakan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. pembelian kendaraan bermotor yang tinggi. motor meningkat setiap tahunnya di berbagai daerah.

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

2015, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 5587); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang J

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa dijalan yang melibatkan kendaraan atau pemakai jalan lainnya

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Neg

1/10 UBERLING Pengujian Kendaraan Bermotor Keliling Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor Di Kabupaten Boyolali

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. banyak negara. Terlebih untuk negara-negara berkembang, di mana urusan

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

BAB V PENUTUP. 1. Konsep keamanan nasional dalam RUU Keamanan Nasional pada. dasarnya telah menerapkan konsep keamanan non tradisional.

KORUPSI MASIH SUBUR HUTAN SUMATERA SEMAKIN HANCUR OLEH: KOALISI MASYARAKAT SIPIL SUMATERA

MENUNAIKAN HAK PELAYANAN KESEHATAN NAPI DAN TAHANAN

DRAFT RANCANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR: TAHUN TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN KELAIKAN OPERASI JEMBATAN TIMBANG

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

Dokumen ini merupakan Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan yang disusun berdasarkan amanat Pasal 203 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat mencemaskan. Berdasarkan data BPS 1, dalam satu dekade terakhir jumlah kecelakaan lalu lintas dengan korban jiwa maupun kerugian materi cenderung mengalami peningkatan. Seperti terlihat pada Tabel 1, dalam kurun waktu sepuluh tahun mulai dari tahun 2001 hingga tahun 2010, terjadi peningkatan jumlah kecelakaan lebih lima kali lipat atau sekitar 420% dengan korban jiwa meningkat 109%. Bahkan tahun 2011 terjadi peningkatan luar biasa dari rata-rata tahun sebelumnya. Dari data tahun 2008 hingga 2010, kecelakaan lalu lintas di Indonesia meningkat 5-6% tiap tahun, namun pada tahun 2011 peningkatan menjadi lebih 63%. Tabel 1. Jumlah Kecelakaan, Koban Mati, Luka Berat, Luka Ringan, dan Kerugian Materi yang Diderita Tahun 2001-2011 Tahun Jumlah Kecelakaan Korban Mati Luka Berat Luka Ringan Kerugian Materi (Juta Rp) 2001 12.791 9.522 6.656 9.181 37.617 2002 12.267 8.762 6.012 8.929 41.030 2003 13.399 9.856 6.142 8.694 45.778 2004 17.732 11.204 8.983 12.084 53.044 2005 91.623 16.115 35.891 51.317 51.556 2006 87.020 15.762 33.282 52.310 81.848 2007 49.553 16.955 20.181 46.827 103.289 2008 59.164 20.188 23.440 55.731 131.207 2009 62.960 19.979 23.469 62.936 136.285 2010 66.488 19.873 26.196 63.809 158.259 2011 108.696 31.195 35.285 108.945 217.435 1 http://www.bps.go.id [1]

Kondisi pada tahun 2012 tidak jauh berbeda. Badan Intelijen Nasional (2013) merilis data dari Kepolisian RI bahwa tahun 2012 terjadi kecelakaan lalu lintas sebanyak 109.083 dengan korban meninggal dunia sebanyak 27.441 jiwa. Data tersebut di atas bahkan lebih kecil dari kondisi sebenarnya yang terjadi. Menurut pengajar Keselamatan Transportasi Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI), Tri Tjahjono (Kompas,2012), dalam sebuah penelitian, pernah ada angka yang menyebut 40.000 jiwa tewas karena kecelakaan lalu lintas. Jika diakumulasi dalam waktu lima tahun, jumlahnya mendekati jumlah korban tsunami di Aceh tahun 2004, sebanyak 230.000 jiwa melayang. Sementara itu, data Kepolisian Republik Indonesia menyebutkan sebanyak 60 orang tewas setiap hari akibat kecelakaan sepanjang enam bulan pertama 2011. Angka itu meningkat dibandingkan 56 orang yang tewas setiap hari pada periode sama tahun sebelumnya 2. Begitu banyak nyawa melayang sia-sia di jalan. Kecelakaan lalu lintas telah menjadi mesin pembunuh di Indonesia. Menurut Direktur Keselamatan Angkutan Darat, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan RI, Hotma Simanjuntak, kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh ketiga terbesar di Indonesia setelah HIV/AIDS dan TBC 3. Lebih parahnya lagi dari jumlah tersebut, 67% korban berada pada usia produktif, 22-50 tahun. Bukan hanya korban jiwa, kecelakaan lalu lintas juga menimbulkan cacat fisik, sementara kerugian akibat kecelakaan mencapai Rp 200 triliun setahun! 2 Data Ditlantas Polri dalam berita.yahoo.com tanggal 12 Maret 2012. 3 Ditjen Hubdat Kementerian Perhubungan.10 Mai 2011. Kecelakaan Lalu Lintas Tempati Urutan Tiga Penyebab Kematian. [2]

Belum lagi jika dihitung dampak psikologis dan materi pasca kecelakaan mengingat rata-rata korban kecelakaan pada usia produktif merupakan tulang punggung ekonomi keluarga. Kecelakaan lalu lintas memang tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Masalah tingginya angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas telah menjadi keprihatinan dunia bahkan sejak lama. Organisasi Kesehatan Dunia WHO (2012) mengungkapkan bahwa setiap tahunnya lebih dari 1,2 juta orang di dunia meninggal akibat kecelakaan di jalan, sementara korban luka mencapai antara 20-50 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sekitar 90% kematian terjadi di Negara berpendapatan rendah hingga menengah, yang justru memiliki hampir separuh jumlah kendaraan di dunia. Badan dunia PBB memperkirakan, jika tidak segera diantisipasi dengan tindakan yang efektif, kecelakaan lalu lintas akan segera menduduki peringkat kelima penyebab kematian di dunia, dengan perkiraaan 2,4 juta kematian setiap tahun 4. Sejak tahun 2004 PBB telah mengeluarkan berbagai resolusi disertai rekomendasi aksi untuk keselamatan jalan kepada negara-negara anggotanya serta komunitas internasional. PBB mengharapkan peningkatan kesadaran dan komitmen negara-negara terhadap masalah keselamatan di jalan, dengan political will serta pendanaan yang memadai. Penanganan krisis global ini membutuhkan visi yang ambisius, peningkatan investasi serta kolaborasi antar negara yang lebih baik. Untuk itu, berdasarkan tuntutan Komisi Internasional Keselamatan Jalan 4 UN. A decade of Action For Road Safety [3]

tahun 2009, maka PBB mendeklarasikan program Decade of Action (DoA) 2011-2020 sebagai tindakan nyata disertai kerangka waktu untuk meningkatkan komitmen politik dan sumber daya baik global maupun nasional. Program ini sekaligus menjadi stimulus bagi negara-negara donor untuk melakukan kolaborasi dan investasi pada keselamatan jalan di negara-negara yang berpendapatan rendah dan menengah. Program DoA merekomendasikan panduan tindakan untuk mendorong negaranegara melaksanakan lima pilar, yaitu 1) manajemen keselamatan jalan, 2) infrastruktur, 3) kendaraan berkeselamatan, 4) perilaku pengguna jalan yang berkeselamatan, dan 5) manajemen pasca kecelakaan. Sebagai negara anggota PBB, Indonesia memiliki komitmen yang sama terhadap keselamatan di jalan. Hal ini ditandai dengan pencanangan Aksi Keselamtan Jalan Indonesia dengan pengesahan Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas Angkutan Jalan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 Mei 2011. Sejalan dengan DoA yang dicanangkan PBB, tujuan utama aksi keselamatan jalan Indonesia adalah penurunan jumlah kecelakaan di Indonesia. Pencanangan program nasional ini menunjukkan keseriusan pemerintah Republik Indonesia terhadap keselamatan lalu lintas. Masalah kecelakaan lalu lintas di Indonesia telah menunjukkan angka yang luar biasa, sehingga tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara biasa. Cara-cara extraordinary harus dilakukan, demikian ungkapan dari Kementerian Perhubungan RI. 5 Untuk itu disusunlah Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas Angkutan 5 Gede Pasek Swardika, Kasubdit Manajemen Keselamatan Direktorat Keselamatan Transportasi Darat KemenHub mengungkapkan hal ini dalam suatu perbincangan membahas RUNK LLAJ dengan KBR68H. [4]

Jalan (RUNK LLAJ). Penyusunan RUNK Jalan bertujuan untuk memberikan panduan/pedoman bagi pemangku kebijakan agar dapat merencanakan dan melaksanakan penanganan keselamatan jalan secara terkoordinir dan selaras, dengan menjalankan 5 pilar seperti yang telah ditetapkan oleh PBB. Namun sebagaimana sebuah program, pelaksanaan aksi keselamatan jalan dengan RUNK ini tetap harus mengacu kepada peraturan yang lebih tinggi, terutama peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Keberhasilan pelaksanaan program ini tergantung kepada aturan perundang-undangan yang mendukungnya, dalam hal ini Undang-Undang tentang lalu lintas. Sebagaimana kita ketahui bersama, undang-undang merupakan sebuah produk politik, yang dibentuk melalui proses politik oleh pemerintah melalui lembaga eksekutif dan legislatif. Suatu produk undang-undang merupakan perwujudan dari political will dan komitmen pemerintah dalam menjalankan perannya untuk mencapai tujuan Negara. Sehubungan dengan rencana aksi keselamatan jalan tersebut di atas selayaknya undang-undang yang mengatur tentang lalu lintas di Indonesia sudah sejalan dengan program tersebut, menjadi kebijakan yang komprehensif mengatur tentang pengelolaan lalu lintas, dengan mengakomodir 5 pilar keselamatan yang diajukan PBB. Pada tahun 2009 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menggantikan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1992 sebagai pedoman pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia. Tujuan [5]

penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang diatur di dalam Undang-Udang tersebut antara lain 1) terwujudnya pelayanan lalu lintas yang aman, selamat, tertib dan lancar dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; 2) terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan 3) terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Intinya, dengan dikeluarkannya Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini akan dapat menghasilkan tindakan yang komprehensif oleh Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, Badan Hukum, dan/atau masyarakat, dalam rangka mengurangi angka kecelakaan yang tinggi, bahkan suatu saat nanti diharapkan bisa mencapai angka nol. Konsep kebijakan dalam bentuk tujuan yang dicita-citakan oleh Undang-Undang tersebut cukup ideal untuk mewujudkan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 ini merupakan perbaikan dan pengembangan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992. Hal ini dapat dilihat dari jumlah klausul yang diaturnya, dimana UU No.14/1992 terdiri dari 16 Bab dan 74 pasal, menjadi 22 Bab dan 326 pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 ini. Pengembangan lain yang terlihat signifikan dari Undang-Undang ini adalah pembagian peran dan tanggungjawab yang jelas untuk pelaksana pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang belum diatur pada Undang-Undang sebelumnya. [6]

Permasalahan peran dan tanggungjawab pembina dan penyelenggara lalu lintas memang sangat krusial dan menjadi salah satu kelemahan dalam implementasi undang-undang sebelumnya. Bukan rahasia bahwa pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan selama ini terkendala masalah koordinasi antar instansi terkait oleh karena ego sektoral masing-masing, yang berakibat banyak terjadi tumpang tindih kewenangan dan urusan. Yuniza (2008) menyebutkan bahwa kelemahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 salah satunya adalah masih kurangnya aspek koordinatif antar lembaga terkait sehingga terkesan adanya terjadi tumpang tindih kewenangan dalam pelaksanaan UU LLAJ 6. Sementara untuk permasalahan substantif keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, terutama ketika terjadi kecelakaan lalu lintas, masing-masing instansi terkait terkesan saling lempar tanggungjawab. Hal ini yang berusaha diatasi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dengan mengatur pembagian peran dan tanggung jawab yang jelas antar lembaga pembina dan penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan. Undang-Undang ini juga sudah mengakomodir desentralisasi dan otonomi daerah dengan penyerahan sebagian urusan pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan kepada pemerintah propinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota. Dengan penyerahan sebagian urusan dan kewenangan kepada pemerintah daerah tersebut diharapkan akan lebih mendekatkan aspek pelayanan publik kepada masyarakat, sehingga permasalahan lalu lintas yang dihadapi dapat lebih cepat ditangani dan lebih menyentuh substansi permasalahannya. 6 Laporan Hasil Penelitian Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada 2008. [7]

Selanjutnya, koordinasi penyelenggaran lalu lintas dan angkutan jalan antar lembaga terkait dilakukan oleh Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terdiri atas unsur pembina, penyelenggara, akademisi dan masyarakat. Namun setelah berjalan hampir tiga tahun sejak ditetapkannya Undang-Undang tersebut, permasalahan kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan belum memperlihatkan tanda-tanda penurunan, bahkan masih cenderung meningkat. Data terakhir tahun 2012 menunjukkan, angka kecelakaan selama arus mudik dan balik Lebaran 2012 naik hingga 10,3% dibandingkan tahun lalu. Kecelakaan lalu lintas mencapai 5.233 kasus, dengan korban tercatat sebesar 908 korban meningal dunia atau 16% lebih tinggi dari tahun 2011. Sementara, korban yang mengalami luka berat sebanyak 1.505 orang dan luka ringan 5.139 orang. Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib dan lancar belum menunjukkan hasil yang nyata. Adanya kendala dalam implemetasi kebijakan tersebut menunjukkan belum berjalannya peran pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Pertanyaan yang timbul adalah apakah kendala implementasi tersebut muncul semata akibat belum berjalannya fungsi peran dan tanggung jawab pembina dan penyelenggara sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, atau karena justru Undang-Undang tersebut belum secara komprehensif mengatur pengelolaan lalu lintas dan angkutan jalan dan belum menyentuh substansi permasalahan lalu lintas dan angkutan jalan yang sesungguhnya termasuk peran dan tanggungjawab baik pembina, [8]

penyelenggara, maupun masyarakat? Hal inilah yang ingin dijawab di dalam penelitian ini agar didapat gambaran yang lebih jelas mengenai permasalahan sesungguhnya dari tingginya angka kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan, serta akan dapat menjadi rekomendasi perbaikan kedepannya. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah pokok dari penelitian ini adalah : Mengapa pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan belum mampu mewujudkan keselamatan di jalan? Rumusan masalah pokok tersebut akan dijawab melalui pertanyaan penelitian sebagai berikut : o Bagaimana konsep keselamatan jalan di Indonesia menurut Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009? o Faktor-faktor apa saja yang menghambat implementasi kebijakan pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan? o Bagaimana langkah strategis pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan untuk mewujudkan keselamatan di jalan di Indonesia? [9]

C. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan pertanyaan penelitian tersebut, maka tujuan pokok dari penelitian tesis ini adalah teridentifikasinya konsep kebijakan pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia saat ini sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009, dan teridentifikasinya faktor-faktor yang menghambat implementasi kebijakan pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas tersebut, dan pada akhirnya dapat diketahui langkah strategis pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang mampu mewujudkan keselamatan di jalan. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan dalam pengembangan Ilmu Administrasi Publik terutama berkaitan dengan isi kebijakan dengan mengkaji undang-undang yang telah ditetapkan dilihat melalui perspektif kebijakan publik. Manfaat lainnya adalah agar dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran bagi perumusan kebijakan turunan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang belum tersedia berupa Peraturan Pemerintah dan seterusnya, atau bahkan mungkin perubahan atau revisi terhadap undang-undang yang relatif masih baru tersebut. E. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian tentang konsep kebijakan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu [10]

Lintas dan Angkutan Jalan belum pernah dilakukan. Identifikasi konsep kebijakan dilakukan untuk mengetahui political will pemerintah terhadap pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas yang berkeselamatan, mengidentifikasi kelemahan kebijakan tersebut, sehingga dapat dimunculkan saran perbaikan konsep kebijakan yang lebih strategis dalam mewujudkan keselamatan di jalan. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan lebih mengarah kepada operasionalisasi undang-undang tersebut. Anggarasena (2010) membahas tentang kondisi keselamatan lalu lintas ditinjau dari sisi penegakan hukum yang diatur dalam undang-undang lalu lintas tersebut, mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu lintas, kualitas penegak hukum dan tingkat kepatuhan hukum masyarakat, serta strategi penegakan hukum yang akan mampu meningkatkan keselamatan dan kepatuhan hukum masyarakat. Selanjutnya Laia (2011) mengidentifikasi kendala yang menghambat implementasi undang-undang lalu lintas, mulai dari kurangnya sosialisasi undang-undang kepada masyarakat, hingga banyaknya peraturan pelaksanaan yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan undang-undang tersebut, baik Peraturan Pemerintah, Peraturan Kapolri, sampai Peraturan Daerah, total berjumlah 58 peraturan pelaksana dan teknis yang harus dibuat. Sementara itu, Permana (2011) menitikberatkan pembahasan terhadap inkonsistensi pelaksanaan undang-undang lalu lintas ditinjau dari penerapan pidana denda yang tidak mengacu kepada Pasal 30 KUHP, serta kurangya profesionalisme aparat penegak hukum dan kurangnya penyuluhan hukum terhadap masyarakat. [11]

Selain beberapa penelitian di atas, pernah juga dilakukan kajian terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tersebut yang ditujukan sebagai Judicial Review (Umarjohar, 2011). Materi judicial review membahas pasal demi pasal dari undang-undang tersebut yang diangggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, namun dari hasil persidangan ditetapkan tidak terdapat pasal-pasal yang menyalahi konstitusi, dan materi judicial review ditolak seluruhnya. [12]