I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

BAB II. PERJANJIAN KINERJA

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 4 P E T E R N A K A N

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. Sumber :

I. PENDAHULUAN. Biro Pusat Statistik (1997) dan Biro Analisis dan Pengembangan. Statistik (1999) menunjukkan bahwa Standar Nasional kebutuhan protein

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena

ANALISIS KARAKTERISTIK PETERNAK AYAM BROILER SEBAGAI PLASMA KEMITRAAN POLA INTI PLASMA DI KOTA DEPOK SKRIPSI ARIO PRIAMBODO H

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

KATA PENGANTAR. Dukungan Data yang akurat dan tepat waktu sangat diperlukan. dan telah dilaksanakan serta merupakan indikator kinerja pembangunan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI. Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI

PENDAHULUAN. ( Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

I. PENDAHULUAN. dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan

Statistik (1999) menunjukkan bahwa Standar Nasional kebutuhan protein. hewani belum terpenuhi, dan status gizi masyarakat yang masih

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

FORMULASI PERHITUNGAN CAPAIAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN LAMONGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF

I. PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN. peternak sebelumnya dari pembangunan jangka panjang. Pemerintah telah

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

I. PENDAHULUAN. mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut (Putra et. al., 2015). Usaha

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN, PERJANJIAN KINERJA, PENGUKURAN KINERJA, INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. pangan dan gizi serta menambah pendapatan (kesejahteraan) masyarakat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

III KERANGKA PEMIKIRAN

BUKU SAKU DATA PETERNAKAN DAN PERIKANAN 2014

PENGUKURAN KINERJA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR CAPAIAN TUJUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

I.PENDAHULUAN kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

PENDAHULUAN. Tabel 1. Konsumsi Telur dan Daging Broiler pada Beberapa Negara ASEAN Tahun 2009

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

Transkripsi:

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub sektor ini bisa memberikan nilai tambah bagi pertanian Indonesia. Kontribusi sub sektor peternakan terhadap pertanian Indonesia ditentukan oleh seberapa jauh kemampuan kita untuk mengembangkan usaha peternakan tersebut agar mempunyai prospek yang baik di pasaran. Terkait dengan hal tersebut, maka sub sektor peternakan yang ingin di bangun di masa depan adalah yang mempunyai peranan besar bagi sektor pertanian Indonesia, karena dapat meningkatkan dan memperbaiki perekonomian dalam negeri yaitu sebagai sumber pendapatan, menyediakan lapangan kerja, dan meningkatkan nilai tambah dalam sektor hasil peternakan. Pembangunan sub sektor peternakan dalam bidang ekonomi dapat dilihat dari tiga tahun terakhir telah berhasil memberikan kontribusi PDB yang terus melonjak secara konsisten, dilihat dari tiap tahunya khususnya pada tahun 2006 hingga 2008 dan pertumbuhan PDB peternakan pada tahun 2008 sebesar 3,89 persen dapat melebihi tingkat pertumbuhan tanaman perkebunan dan kehutanan (Tabel 1). Tabel 1. Pertumbuhan PDB Subsektor Peternakan di Indonesia atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2009 Kelompok Komoditi Nilai PDB (Persen) 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tanaman Bahan 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03 Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 Kehutanan 1,28-1,47-2,85-1,10-0,39-0,37 Perikanan 5,56 5,87 6,90 5,39 4,81 5,05 Sumber : BPS (2010)

Pendekatan melalui peningkatan sektor peternakan merupakan salah satu pendekatan yang dapat diandalkan bagi pembangunan pertanian, hal ini dapat dibuktikan tidak hanya dengan laju pertumbuhan PDB melainkan dengan adanya peran sektor peternakan khususnya dalam penyediaan bahan pangan protein hewani. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya makanan bergizi seiring dengan meningkatnya pengetahuan, taraf hidup, dan pendapatan sehingga mendorong meningkatnya kebutuhan akan protein hewani. Hal tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya konsumsi protein hewani pada dua tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi protein hewani disukung dengan kontribusi dari peningkatan Konsumsi daging yang cukup besar pada masyarakat Indonesia. Konsumsi daging pada masyarakat Indonesia mengalami peningkatan sebesar tujuh persen pada tahun 2005, pada tahun 2006-2007 mengalami peningkatan sebesar empat persen, pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar tiga persen, sedangkan pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar delapan persen. Hal tersebut dapat terjadi karena salah satu sub sektor peternakan khususnya pada sub sektor peternakan unggas mengalami wabah penyakit avian influenza di Indonesia pada akhir 2008 dan awal 2009 (Tabel 2). Tabel 2. Rata-Rata Konsumsi Daging, Telur dan Susu di Indonesia Tahun 2004-2009 Tahun Konsumsi Daging Perkembangan (%) Konsumsi Telur dan Susu Perkembangan (%) 2004 2,54-2,38-2005 2,61 7 2,71 33 2006 2,65 4 2,51-20 2007 2,69 4 3,23 72 2008 2,72 3 3,05-18 2009 2,64-8 2,96-9 Sumber : BPS (2010) 2

Salah satu keberhasilan dari peningkatan tingkat konsumsi daging pada masyarakat Indonesia adalah kontribusi dari subsektor peternakan unggas pada dasarnya peternakan unggas mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan, baik dalam skala besar maupun kecil. Pembangunan peternakan unggas di indonesia dapat dilihat dari perkembangan jumlah populasinya. Berdasarkan data statistik bahwa jumlah populasi usahaternak ayam broiler dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, yaitu tahun 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009 masing-masing berjumlah 811.189 ekor, 830.527 ekor, 891.659 ekor, 902.052 ekor, 991.281 ekor, dan 1.249.953 ekor dengan persentase rata-rata 9,3 persen. Perkembangan usahaternak ayam broiler berkembang di berbagai propinsi di Indonesia, salah satunya adalah propinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu propinsi dari propinsi yang menghasilkan populasi ayam broiler terbesar di Indonesia (Tabel 3 dan Tabel 4). Tabel 3. Populasi Sub Sektor Peternakan di Indonesia Tahun 2005-2010 (000 ekor) Jenis Peternakan Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sapi Potong 10.569 10.875 11.515 12.257 12.760 13.633 Sapi Perah 361 369 374 458 475 495 Kerbau 2.128 2.167 2.086 1.931 1.933 2.005 Kuda 387 398 401 393 399 409 Kambing 13.409 13.790 14470 15.147 15.815 16.821 Domba 8.327 8.980 9.514 9.605 10.199 10.932 Babi 6.801 6.218 6.711 6.338 6.975 7.212 Ayam Buras 278.954 291.085 272.251 243.423 294.964 268.957 Ayam Ras Petelur 84.790 100.202 111.489 107.955 99.768 102.841 Ayam Ras Pedaging 811.189 830.527 891.659 902.052 991.281 1.249.952 Itik 32.402 32.481 35.867 38.840 42.318 45.292 Sumber : BPS (2010) 3

Daerah asal pemasukan usahaternak ayam broiler di Jawa Barat berasal dari Sukabumi, Bogor, Cianjur, Karawang, Cikampek, dan Depok. Daerah pemasarannya meliputi Bogor, Depok, Bekasi dan Sukabumi (dalam daerah Jawa Barat) sedangkan pemasaran keluar propinsi Jawa Barat yaitu meliputi Banten, Lampung, Palembang dan DKI Jakarta. Perkembangan populasi usahaternak ayam broiler di Jawa Barat tidak terlepas dari permasalahan yang menjadi dilema bagi peternak dan sulit dipecahkan oleh peternak yaitu aspek pasar, permodalan, teknologi dan penyediaan sarana produksi yang tidak seimbang dengan harga jual produksi, sehingga membuat peternak takut mengambil risiko untuk mengembangkan usahaternak ayam broiler dengan skala produksi lebih besar. Tabel 4. Populasi Ayam Broiler Menurut Propinsi Tahun 2005-2010 Propinsi Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jawa Barat 328. 015 335.680 343.954 369.121 417.373 455.258 Jawa Timur 162.781 166.036 119.525 182.375 140.006 55.634 Jawa Tengah 50.356 50.575 61.258 65.314 54.643 58.351 Sumatra Utara 38.045 51.219 42.763 51.615 42.891 43.063 DI Yogyakarta 17.326 18.192 25.360 25.613 5.128 5.276 Sumber : BPS (2010) Berdasarkan potensi dari subsektor peternakan unggas khususnya usahaternak ayam broiler dan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh peternak maka diperlukan terbentuknya kerjasama dalam agribisnis peternakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Kerjasama tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk kemitraan antara perusahaan inti dengan peternak-peternak kecil, hal ini tidak saja bertujuan untuk meningkatkan pendapatan peternak tetapi bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan daging ayam broiler dalam dimensi jumlah, kualitas, waktu, dan keterjangkauan. Dalam hal ini pemerintah telah melakukan peranya dalam pemberdayaan masyarakat melalui 4

pola kemitraan PIR (perusahaan inti rakyat) dengan sentra perkembangan peternakan unggas khususnya pada peternakan ayam broiler yang saat ini berada di Jawa Barat (Direktorat Jenderal Peternakan, 2001 dalam Binaukm, 2010). Pemberdayaan masyarakat melalui pola kemitraan PIR dengan sentra perkembangan peternakan unggas khususnya pada peternakan ayam broiler yang saat ini berada di Jawa Barat sudah memberikan nilai tambah bagi peternak ayam broiler, salah satunya adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan dan memperluas kesempatan kerja di berbagai wilayah di Provinsi Jawa Barat, termasuk juga di Kota Depok. Nilai tambah dari adanya pola kemitraan PIR di Kota Depok dapat dilihat dari perkembangan populasi ayam broiler dan hasil produksi ayam broiler di Kota Depok. Dilihat dari dua tahun terakhir perkembangan populasi ayam broiler pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 mengalami peningkatan dengan rata-rata persentase sebesar tujuh persen sedangkan pada tahun 2008 populasi ayam broiler mengalami peningkatan yang cukup besar dengan persentase sebesar 34 persen. Sedangkan pada tahun 2009 populasi ayam broiler mengalami penurunan menjadi 677.482 dengan persentase sebesar 6 persen. Pada tahun 2010 perkembangan populasi ayam broiler kembali mengalami peningkatan menjadi 1.559.451 ekor. Populasi ternak ayam ras pedaging atau broiler dapat dilihat pada Tabel 5. Selain itu dilihat dari produksi ayam broiler di Kota Depok mengalami perkembangan pada tahun 2007 produksi ayam broiler mampu menghasilkan 3.996.750 Kg dan pada tahun 2008 mengalami peningkatan menjadi 4.621.630 Kg dengan persentase sebesar 15 persen. Peningkatan populasi ayam broiler dan hasil produksi ayam broiler Sedangkan pada tahun 2009 produksi ayam broiler mengalami penurunan menjadi 3.197.400 Kg dengan persentase sebesar 30 persen. Produksi daging, susu dan telur di Kota Depok dapat dilihat pada Tabel 6. 5

Tabel 5. Populasi Ternak Ayam Ras Pedaging atau Broiler Menurut Kecamatan di Kota Depok (ekor) Tahun 2005-2010 Kecamatan Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sawangan 178.954 191.085 200.000 705.449 299.438 750.957 Pancoran Mas 84.790 90.202 65.489 141.090 68.044 190.130 Sukmajaya 45.342 53.527 80.000 548.682 103.700 249.952 Cimanggis 32.402 32.481 50.000 313.533 151.000 292.500 Beji - - - 50.162 16.700 32.400 Limo 8.700 9.560 10.000 62.707 38.600 43.512 Kota Depok 350.188 376.855 405.000 1.821.626 677.482 1.559.451 Sumber : BPS Kota Depok (2010) Tabel 6. Produksi Daging, Susu dan Telur di Kota Depok Tahun 2007-2009 Jenis Produksi Satuan Tahun 2007 2008 2009 Daging Daging Sapi Daging Kerbau Daging Kambing Daging Domba Daging Ayam Ras Petelur Daging Ayam Broiler Daging Ayam Kampung Daging Itik Kg 1.982.882 63.261 66.690 90.450 166.400 3.996.750 199.837 18.250 2.776.851,32 493,90 61.253,61 74.315,52 21,90 4.621.630 1.728 15.002 6.367.124,80 104.766,50 157.915,20 63.935 0,00 3.197.400 4.083,20 66.167,20 Susu Liter 2.660.850 2.359.500,00 2.556.588,00 Telur Telur Ayam Ras Petelur Telur Ayam Kampung Telur Itik Butir 423.050.847 9.705.058 1.470.585 28.800.000 5.870.916 2.240.316 44.917.875 646.163 699.504 Sumber : BPS Kota Depok (2010) 6

Fluktuatif naik turunya populasi ayam broiler dan hasil produksi ayam broiler di Kota Depok dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya masa pemeliharaan ayam broiler yang cukup singkat antara lima sampai enam minggu, teknologi yang mudah di adopsi dan minat masyarakat yang cukup tinggi terhadap usahaternak ayam broiler, dan adanya wabah flu burung yang terjadi di akhir 2008 dan di awal 2009. Dilihat dari adanya penurunan dari tingkat populasi ayam broiler dan hasil produksi ayam broiler pada tahun 2009 di Kota Depok tidak mempengaruhi partisipasi masyarakat Kota Depok terhadap usahaternak ayam broiler, usahaternak ayam broiler terus diminati oleh masyarakat Kota Depok baik dengan usaha mandiri maupun kemitraan. 1.2 Perumusan Masalah Kemitraan agribisnis dapat diartikan sebagai jalinan kerjasama dua atau lebih pelaku agribisnis yang saling menguntunkan. Tujuan yang ingin dicapai melalui kemitraan adalah meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, serta memperluas kesempatan kerja. Kemitraan diharapkan menjadi solusi untuk merangsang tumbuhnya agribisnis peternakan terutama mengatasi masalah peternak yang kurang dalam hal permodalan, teknologi, pasar dan manajemen. Kasus kemitraan yang terjadi dalam usaha ayam broiler adalah kerjasama yang terjadi antara perusahaan inti dan peternak. Peranan perusahaan cukup besar terutama dalam menyediakan sarana produksi dan menampung hasil, melihat biaya yang dikeluarkan untuk usahaternak ayam sangat besar. Manfaat atau keuntungan diharapkan dirasakan oleh kedua belah pihak yang bermitra, namun tak jarang manfaat atau keuntungan tersebut hanya dirasakan oleh satu pihak saja, biasanya pihak perusahaan. Masalah yang terkadang dijumpai adalah hubungan kemitraan yang tidak saling menguntungkan, hal ini terjadi karena perusahaan memiliki posisi yang lebih kuat dibandingkan dengan peternak dalam hal permodalan, teknologi, pasar, dan manajemen sehingga peternak seolah-olah dijadikan pekerja oleh perusahaan inti persoalan lainnya bagi peternak plasma adalah pengalaman selama mengikuti kemitraan tidak selalu memperoleh pelayanan yang memuaskan. Peternak tidak mempunyai 7

kekuatan tawar dalam hal penetapan harga kontrak, dalam penyediaan DOC, sering bermasalah dengan kualitas DOC yang kurang baik namun peternak hanya bisa menerima meskipun begitu, perkembangan hubungan kemitraan terus meningkat. Tabel 7. Kemitraan Usahaternak Ayam Broiler di Kota Depok Tahun 2005-2010 Tahun Jumlah Perusahaan Mitra Jumlah Peternak Plasma Jumlah Peternak Mandiri 2005 4 155 53 2006 4 165 59 2007 5 172 152 2008 5 321 294 2009 6 355 315 2010 7 548 445 Sumber : Dinas Peternakan Kota Depok (Diolah) Berdasarkan data Laporan Tahunan Dinas Peternakan Kota Depok, hubungan kemitraan di Kota Depok mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 2,44 persen Keberhasilan kemitraan tidak hanya terhenti pada partisipasi atau keikutsertaan peternak plasma ayam broiler dalam memelihara ternak saja, tetapi ke dalam bentuk partisipasi yang lebih luas baik dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, monitoring maupun sampai memanfaatkan hasilnya. Keberhasilan kemitraan usahaternak ayam broiler antara peternak plasma ayam broiler dan perusahaan inti terbentuk oleh adanya dukungan dari beberapa faktor-faktor yang menentukan peternak ayam broiler untuk melakukan kemitraan. Faktor-faktor tersebut diantaranya karakteristik peternak ayam broiler dalam melakukan kemitraan dan beberapa alasan peternak ayam broiler melakukan kemitraan seperti jaminan pemasaran, kemudian karena tersedia DOC, saprodi, produktivitas yang tinggi, adanya petugas pendamping dan karena adanya keikutsertaan peternak lain dalam melakukan kemitraan ( Purnaningsih, 2007). 8

Hal ini yang mendorong untuk mengkaji lebih dalam tentang karakteristik peternak ayam broiler dalam melakukan kemitraan dan pelaksanaan kemitraan khususnya kemitraan antara peternak dengan perusahaan inti yang dilihat dari adanya tingkat partisipasi masyarakat Kota Depok yang cukup besar dengan diringin munculnya wabah penyakit avian influenza pada tahun 2009. Partisipasi diartikan tidak hanya menyumbang tenaga, tetapi partisipasi harus diartikan yang lebih luas, yaitu harus menyangkut taraf perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan. Mengingat begitu pentingnya karakteristik peternak ayam broiler sebagai plasma kemitraa di Kota Depok maka sangatlah perlu untuk mengetahui karakteristik apa yang paling dominan yang mempengaruhi berjalannya kemitraan di Kota Depok antara peternak plasma ayam broiler dengan perusahaan inti. Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan di atas, maka beberapa permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1) Bagaimana karakteristik peternak mitra di Kota Depok dalam melakukan kemitraan? 2) Bagaimana gambaran pelaksanaan kemitraan antara peternak plasma dengan perusahaan inti di Kota Depok? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah : 1) Mengetahui karakteristik peternak mitra di Kota Depok dalam melakukan kemitraan 3) Mengetahui gambaran pelaksanaan kemitraan antara peternak plasma dengan perusahaan inti di Kota Depok 9

1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki beberapa manfaat antara lain : 1) Informasi ilmiah yang sangat berharga untuk pengembangan kemitraan di daerah lain 2) Bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi para pelaku kemitraan dalam rangka menyempurnakan kinerja pelaksanaan yang telah berlangsung 3) Bahan masukan bagi instansi terkait yang berhubungan dengan pengembangan kemitraan di masa yang akan dating 10