BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Jakarta adalah ibukota negara republik Indonesia yang memiliki luas sekitar 661,52 km 2 (Anonim, 2011). Semakin banyaknya jumlah penduduk maka akan semakin banyak juga permintaan akan rumah tinggal, sekolah, perkantoran, pabrik, gedung usaha, mall, dan lain sebagainya dikota Jakarta. Hal ini yang menyebabkan tingkat kepadatan semakin tinggi, pembangunan dimana mana tanpa memperhatikan lahan terbuka hijau itu sendiri. Gambar 2.1 RTH Jakarta 2.2 Perancangan Struktur Atas Perancangan struktur atas dengan atap taman pastinya beban taman akan sangat mempengaruhi elemen-elemen struktur gedung, SNI 1727:2013 menetapkan beban atap taman minimal sebesar 4,79 kn/m 2. Secara umum perancangan struktur atas terdiri dari tiga elemen struktur, elemen-elemen nya adalah pelat, balok, dan kolom. Pelat adalah elemen struktur yang menerima beban-beban diatasnya dan menyalurkan beban ke balok. II-1
Sedangkan balok adalah elemen struktur yang menerima beban dari pelat dan beban diatasnya lalu menyalurkannya ke kolom. Dan beban yang diterima kolom langsung disalurkan ke pondasi. Untuk mencapai suatu tujuan perencanaan struktur bangunan gedung tersebut, diperlukan suatu acuan atau peraturan sebagai pedoman dasar perancangan gedung dengan atap taman ini. Peraturan-peraturan yang akan diambil untuk menjadi acuan dan berlaku di Indonesia pada saat ini yaitu : 1. SNI 1726:2012 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung. 2. SNI 1727:2013 tentang beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain. 3. SNI 2847:2013 tentang persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung. Perancangan struktur atas ini akan menghasilkan perhitungan berupa dimensi pelat, balok dan kolom beton yang dibutuhkan, besi tulangan yang digunakan dan gambar konstruksi sebagai pedoman pekerjaan dilapangan. Ada beberapa jenis material konstruksi pembentuk struktur bangunan, diantaranya struktur beton bertulang, struktur baja, dan struktur beton prategang. Dalam perancangan struktur atas atap taman ini, perencanaan struktur yang digunakan adalah struktur beton bertulang. II-2
2.3 Elemen Struktur Beton Bertulang 2.3.1 Pelat Lantai Pelat lantai terbuat dari beton bertulang yang dicor ditempat. Struktur bangunan gedung biasanya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merukpakan satu kesatuan terangkai. Pelat juga dipakai untuk atap, dinding, lantai, dan tangga. Petak pelat dibatasi oleh balok induk atau balok anak pada kedua sisi panjang terhadap sisi pendek yang saling tegak lurus dan itu disebut sebagai pelat dua arah, namun apabila perbandingan sisi panjang terhadap sisi pendek yang saling tegak lurus lebih dari dua maka pelat dapat dianggap hanya bekerja sebagai pelat satu arah. Gambar 2.2 Pelat Satu Arah dan Dua Arah Dalam hal ini, perancangan stuktur atas dengan atap taman lebih kepada perencanaan pelat dua arah, karena permodelan struktur yang akan ditinjau yaitu apartemen THE AYOMA hanya terdapat pelat dua arah. II-3
Perhitungan untuk merancang pelat ada dua, yaitu perhitungan pelat dengan tumpuan balok T dan perhitungan pelat dengan tumpuan balok L, dilihat dari letak pelat dan jenis tumpuan baloknya. Gambar 2.3 Lokasi Balok T dan Balok L Gambar 2.4 Bagian Pelat Yang diperhitungkan Perhitungan ini nantinya akan menghasilkan nilai αf. Untuk mencari nilai αf balok L diperlukannya perhitungan mekanika bahan, sedangkan untuk mencari nilai αf balok T diperlukannya perhitungan momen inersia balok T. II-4
Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 13.2.4 yang berbunyi untuk konstruksi monolit atau komposit penuh, suatu balok mencangkup bangian slab pada setiap sisi balok yang membentang dengan jarak yang sama dengan proyeksi balok diatas atau dibawah slab tersebut, yang mana yang lebih besar, tetapi tidak lebih besar dari empat kali tebal slab. Gambar 2.5 Bagian Pelat Dengan Balok T dan L (SNI 2847:2013 Hal 128) Untuk penentuan tebal pelat mengacu pada SNI 2847:2013 pasal 9.5.3.3 yang berbunyi untuk pelat dengan balok yang membentang diantara tumpuan pada semua sisinya, tebal minimumnya, h, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1. Untuk αfm lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0, h tidak boleh kurang dari : = dan tidak boleh kurang dari 125 mm; ln (0,8 + fy 1400 ) 36 + 5β(αfm 0,2) 2. Untuk αfm lebih besar dari 2,0 ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari : dan tidak boleh kurang dari 90 mm; = ln (0,8 + fy 1400 ) 36 + 9β Hal 13) αfm adalah nilai rata-rata αf untuk semua balok pada tepi panel (SNI 2847:2013 II-5
2.3.2 Balok Seperti pada pelat, balok dengan beton bertulang juga memiliki peraturan yang harus dipenuhi. Jarak antara batang tulangan harus cukup lebar agar butir-butir agregat terbesar dapat melawati batang tulangan tersebut. Untuk itu jarak antara batang tulangan diambil sebesar 40 mm baik untuk tulangan atas maupun tulangan bawah dan jarak ini dianggap sebagai nilai minimum. Untuk area yang membebani balok harus membentuk sudut 45 derajat, hal ini sudah ditetapkan dalam SNI 2847:2013 pasal 13.6.8.1 yang berbunyi daerah tributari yang dibatasi oleh garis 45 derajat yang ditarik dari sudut-sudut panel dan garis-garis pusat panel-panel bersebelahan yang sejajar dengan sisi panjangnya. Gambar 2.6 Bagian Yang Membebani Balok (SNI 2847:2013 Hal 136) Ada dua bentuk daerah tributari untuk balok, yaitu daerah tributari yang berbentuk segitiga dan daerah tributari yang berbentuk trapesium. Bentuk-bentuk ini akan terbentuk tergantung dari panjang bentang balok tersebut. II-6
Gambar 2.7 Daerah Beban Pelat Terhadap Balok Untuk bentang satu menerus, h, harus lebih besar dari l/18,5. Lalu untuk bentang dua menerus, h, harus lebih besar dari l/21. Ketentuan ini sudah ditetapkan dalam SNI 2847:2013 pasal 9.5.2.2 Tabel 2.1 Tebal Minimum h. Sumber : SNI 2847:2013 (hal 70) Lalu untuk menentukan ukuran b dan d pada balok, dihitung dengan rumus sebagai berikut : Dimana : Ø = 0,8 bd 2 fc = Mutu Beton (N/mm 2 ) Mu Ø. fc. ω (1 0,59. ω) fy = Tegangan Leleh Baja Tulangan ρ = 0,01 (Nilai Rasio Tulangan) ω = ρ fy fc II-7
2.3.3 Kolom Kolom berfungsi untuk meneruskan beban dari balok dan pelat ke bawah sampai pondasi. Perancangan kolom beton bertulang memerlukan semua data beban dari lantai paling atas hingga lantai paling bawah. Pada perancangan struktur atas dengan atap taman ini, beban atap taman sudah ditetapkan dalam SNI 1727:2013 yaitu sebesar 4,79 kn/m 2. Tabel 2.2 Beban atap digunakan untuk taman atap. Sumber : SNI 1727:2013 (hal 27) Lalu berdasarkan lokasi pembebanan pembagian desain kolom, direncanakan pada tiga daerah, yaitu kolom Tengah, Kolom Pinggir, dan Kolom Sudut. Gambar 2.8 Tiga Lokasi Pembebanan Kolom. II-8
bekerja : Untuk menentukan dimensi kolom yang ekonomis berdasarkan beban Pu yang Dimana : Ag Pu n(fc + fy. ρt) Ag = Luas penampang kolom beton. f c = Mutu beton. Pu = Beban terfaktor. fy = Mutu baja tulangan. n = Konstanta. ρt = Rasio tulangan 0,01. 2.4 Syarat Elemen Struktur Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dari masing-masing elemen struktur gedung, syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu : 1. Kekuatan Struktur harus kuat terhadap gaya-gaya dan beban-beban yang bekerja, seperti beban mati, beban hidup, dan beban gempa. 2. Kekakuan Struktur harus kaku, kekakuan struktur dapat diukur dari besarnya simpangan antar lantai bangunan, semakin kecil simpangan struktur maka bangunan tersebut akan semakin kaku (Smith dan Coull, 1991). 3. Stabilitas Struktur harus mencapai kesetimbangan baik arah vertikal maupun horizontal, sehingga dapat dikatakan aman dan nyaman, terutama dalam menahan beban gempa. II-9
2.5 Pengaruh Gempa Terhadap Struktur Menurut SNI 1726:2012 pasal 4.1.1, gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2 persen. Adapun prosedur analisis struktur akibat gempa yang ditetapkan SNI 1726:2012, berikut tabelnya : Tabel 2.3 Prosedur Analisis Yang Boleh digunakan. Sumber : SNI 1726:2012 (hal 53) Selain itu pengaruh gempa terhadap struktur dipengaruhi oleh Kategori Desain Seismik (KDS). II-10
2.5.1 Kategori Desain Seismik Kategori Desain Seismik (KDS) memiliki enam kategori, yaitu kategori A, kategori B, kategori C, kategori D, kategori E, dan kategori F. kategori A memiliki tingkat risiko kegempaan yang rendah, sedangkan kategori F memiliki tingkat risiko kegempaan yang tinggi. Tabel untuk menentukan Kategori Desain Seismik suatu struktur sudah tertera pada SNI 1726:2012, berikut tabelnya : Tabel 2.4 Kategori Desain Seismik Periode Pendek Sumber : SNI 1726:2012 (hal 24) Tabel 2.5 Kategori Desain Seismik Periode 1 Detik Sumber : SNI 1726:2012 (hal 25) Untuk mencari nilai SDS dan nilai SD1 juga sudah tertera dalam SNI 1726:2012 pasal 6.3 yang berbunyi parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek (SDS) dan pada periode 1 detik (SD1), harus ditentukan melalui perumusan berikut ini : II-11
SDS = 2 3 SMS SD1 = 2 3 SM1 Untuk mencari nilai SMS dan nilai SM1 sudah tertera dalam SNI 1726:2012 pasal 6.2 yang berbunyi parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek (SMS) dan perioda 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut ini : SMS = Fa. SS SM1 = Fv. S1 Untuk mencari koefisien situs Fa dan Fv mengikuti tabel-tabel berikut : Tabel 2.6 Koefisien Situs Fa Sumber : SNI 1726:2012 (hal 22) Tabel 2.7 Koefisien Situs Fv Sumber : SNI 1726:2012 (hal 22) Untuk mencari nilai SS dan nilai S1, dapat diperoleh dari peta gempa yang terdapat pada SNI 1726:2012. Dalam SNI tersebut, nilai SS dan S1 sudah diklasifikasikan berdasarkan kode warnanya. II-12
Gambar 2.9 Nilai SS Pada Peta Gempa (SNI 1726:2012 Hal 134) Gambar 2.10 Nilai S1 Pada Peta Gempa (SNI 1726:2012 Hal 135) SS adalah parameter respon spektra percepatan pada periode pendek dan S1 adalah parameter respon spektra percepatan pada periode 1 detik. Kelas situs pada peta gempa ini adalah SB (Batuan). (KRB). Kategori Desain Seismik (KDS) dipengaruhi oleh Kategori Risiko Bangunan II-13
2.5.2 Kategori Risiko Bangunan Kategori risiko bangunan sudah tertera dalam SNI 1726:2012 pasal 4.1.2 yang berbunyi untuk berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung, pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan I, berikut tabelnya : Tabel 2.8 Kategori dan Risiko Jenis Bangunan Sumber : SNI 1726:2012 (hal 14) II-14
Tabel 2.8 Kategori dan risiko jenis bangunan (lanjutan) Sumber : SNI 1726:2012 (hal 15) Tabel 2.9 Faktor keutamaan gempa I Sumber : SNI 1726:2012 (hal 15) II-15