Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling

dokumen-dokumen yang mirip
RENCANA TINDAK PENGELOLAAN DAS CITARUM

Implementasi dan Koordinasi Antar Lembaga Kegiatan RHL Dalam Rangka Penggulangan Banjir dan Tanah Longsor di Sub DAS Solo Bagian Hulu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PAPARAN PEMBANGUNAN SUMUR RESAPAN DAN LUBANG RESAPAN BIOPORI TAHUN PROVINSI DKI JAKARTA

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan penelitian dari Nippon Koei (2007), Bendungan Serbaguna

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

PENGATURAN BENTUK LERENG DAN PERLAKUAN REKLAMASI. Perlakuan Konservasi Tanah (Reklamasi) Guludan. bangku. Guludan - Teras Kredit

Bab V Analisa dan Diskusi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Aspek Perubahan Lahan terhadap Kondisi Tata Air Sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

Pengendalian Erosi dan Sedimentasi

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

PENDAHULUAN Latar Belakang

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2002 TENTANG

Topik : TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Rapat Konsolidasi Koordinator RPPI Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Hotel Permata, Bogor 26 Mei 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kelembagaan. Ket. Kegiatan (Klpk) (KK) Tahun LUMAJANG Hutan Rakyat

PENGURANGAN RESIKO BANJIR IBUKOTA DENGAN PENGEMBANGAN DAM PARIT DI DAS CILIWUNG HULU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM,

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR

SASARAN DAN INDIKATOR PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG TAHUN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Konservasi lahan Konservasi lahan adalah usaha pemanfaatan lahan dalam usahatani dengan memperhatikan kelas kemampuannya dan dengan menerapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. (catchment area) yang berperan menyimpan air untuk kelangsungan hidup

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

RAKORNIS Badan Litbang dan Inovasi Balikpapan, Juni 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

%$be PEWGARUH EROSl DAN SEDIMENTASI TERHADAP UMUR WADUK SAGULONG

%$be PEWGARUH EROSl DAN SEDIMENTASI TERHADAP UMUR WADUK SAGULONG

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

MODUL KULIAH DASAR ILMU TANAH KAJIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR. Sumihar Hutapea

DAFTAR PUSTAKA BUKU LITERATUR TESIS DAN PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prasarana pengairan seperti waduk. Sejumlah besar waduk di Indonesia saat ini

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4

KONSERVASI LAHAN KAWASAN KABUPATEN SUMBA TIMUR

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.

Transkripsi:

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling Oleh : Idung Risdiyanto Permasalahan utama DTA Waduk Saguling adalah tingkat sedimentasi, limpasan permukaan yang tinggi dan kondisi neraca air DAS yang defisit. Sesuai dengan analisis kondisi pada bagian sebelumnya, maka perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat menurunkan dan mengendalikan sedimentasi dan limpasan permukaan sehingga kualitas DTA Waduk Saguling dapat ditingkatkan. Berdasarkan permasalahan dan analisis kondisi DTA Waduk Saguling, maka strategi dan pendekatan rehabilitasi yang digunakan dikelompokkan menjadi tiga bagian yang terdiri dari kegiatan vegetatif, sipil teknis berbasis lahan dan sipil teknis berbasis alur sungai. Penjelasan terhadap ketiga jenis kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: a. Kegiatan vegetatif; merupakan suatu bentuk kegiatan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah melalui media tanaman (vegetasi) sehingga jumlah air yang menjadi limpasan permukaan akan berkurang sampai dengan jumlah yang diinginkan. Kegiatan ini dapat dilakukan jika tersedia lahan yang masih sesuai untuk dilakukan penanaman. Termasuk dalam jenis kegiatan ini adalah penanaman vegetasi tetap, penghijauan, agroforestry dan strip rumput, dan penghijauan di kanan-kiri sungai. b. Kegiatan sipil teknis berbasis lahan; merupakan kegiatan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah dan menampung air hujan di atas permukaan tanah sebelum menjadi limpasan permukaan yang masuk ke dalam aliran/sungai melalui bangunan-bangunan sipil teknis. Kegiatan ini dilakukan ditujukan untuk meresapkan air hujan sampai dengan jumlah yang telah ditentukan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pembuatan rorak di kawasan pemukiman, pembuatan teras gulud, parit buntu/rorak, biopori dan embung. c. Kegiatan sipil teknis berbasis alur sungai di ordo sungai di bagian hulu; merupakan kegiatan untuk menahan/ menampung air di badan air untuk waktu tertentu sehingga sedimen dan air mempunyai waktu untuk meresap, dan mengatur kebutuhan air sesuai dengan kebutuhan air untuk kebutuhan masyarakat dengan cara membuat bendung, gully plug, dam penahan, dan dam pengendali. Selain menahan/ menampung air, kegiatan ini juga dapat memperpanjang waktu tempuh aliran sehingga dapat menurunkan debit puncak dari suatu sungai sehingga air tidak sampai dalam waktu yang bersamaan ke tempat di bagian hilir. Ketiga kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut merupakan suatu bentuk kegiatan yang saling berurutan dengan logika sebagai berikut: jika kegiatan vegetasi sudah tidak mampu lagi menurunkan debit limpasan sampai dengan tingkat yang diinginkan, maka akan diterapkan kegiatan sipil teknis berbasis lahan sehingga prioritas di lahan-lahan kritis harus ada upaya kegiatan sipil teknis. Selanjutnya jika debit limpasan tidak dapat diresapkan atau ditahan di lahan maka kegiatan sipil teknis berbasis alur sungai di ordo sungai pertama, diterapkan untuk mengurangi debit puncak dari aliran. Ketiga jenis kegiatan tersebut harus disertai dengan kegiatan yang bersifat non-fisik yang mencakup aspek kelembagaan, penyuluhan, pemberdayaan dan pelibatan masyarakat dalam pelaksanaan dan pembiyaannya. Penetapan lokasi areal berbagai bentuk rehabilitasi lahan seperti kegiatan vegetasi tetap, penghijauan, agroforestry, teras gulud, strip rumput, rorak, dam penahan, dam pengendali, gully

plug, dan embung dilakukan melalui identifikasi lokasi yang memungkinkan dengan mengacu pada Pedoman Teknis Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/GERHAN) yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan tahun 2007. Penetapan areal prioritas Areal prioritas ditetapkan berdasarkan kondisi lahan yang terkait dengan nilai limpasan permukaan, neraca air dan tingkat erosi lahan. Masing-masing peubah atau nilai tersebut diberikan nilai bobot yang sama untuk setiap unit luas lahan yang sama (900 m2), kemudian diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu lahan dengan prioritas segera dilakukan penanganan, potensial prioritas dan tidak prioritas. Hasil dari klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa sekitar 49.1% luas lahan DTA Saguling mempunyai kategori untuk diprioritakan segera dikelola guna menurunkan limpasan permukaan, menekan erosi dan memperbaiki neraca airnya (Tabel 1). Sedangkan lahan dengan potensial prioritas untuk ditangani adalah 48.8% dan yang tidak prioritas adalah 2.1%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lahan di DTA waduk Saguling dapat disebutkan sebagai tidak sehat dari segi pengelolaan DAS. Menurut subdas-subdas yang ada, wilayah yang mempunyai lebih dari 50% luas lahannya harus segera ditangani adalah subdas Ciwidey (71.1%), DTA Saguling Selatan (58.9%), Citarum hulu (54.9%) dan Cisangkuy (54.7%). Sedangkan subdas lainnya berkisar antara 29%-42%. Dengan demikian, subdas-subdas prioritas dapat ditetapkan berdasarkan luas lahan yang harus segera ditangani yang secara berurutan adalah sebagai berikut : Ciwidey, DTA Saguling Selatan, Citarum Hulu, Cisangkuy, DTA Saguing Utara, Cikapundung-Cipamokolan, Cikeruh dan Citarik. Tabel 1 menunjukkan luas dan prosentase lahan menurut prioritas penanganan, sedangkan Gambar 1 menunjukkan sebaran wilayah menurut prioritasnya. Tabel 1. Luas dan prosentase lahan menurut prioritas penanganan di DTA Waduk Saguling Prioritas Potensial Prioritas Tidak Prioritas Nama luas (ha) (ha) (%) (ha) (%) (ha) (%) 1 Cikapundung-Cipamokolan 30,442.2 12,784.4 42.0 17,656.8 58.0 1.1 0.0 2 Cikeruh 18,641.3 7,002.5 37.6 11,609.2 62.3 29.6 0.2 3 Cisangkuy 34,092.1 18,660.7 54.7 15,130.6 44.4 300.8 0.9 4 Citarik 21,816.5 6,479.6 29.7 15,260.1 69.9 76.8 0.4 5 Citarum Hulu 37,745.2 20,736.2 54.9 16,942.2 44.9 66.8 0.2 6 Ciwidey 22,138.9 15,732.9 71.1 6,378.5 28.8 27.5 0.1 7 Waduk Saguling Selatan 32,540.9 19,167.1 58.9 12,678.6 39.0 695.2 2.1 8 Waduk Saguling Utara 27,959.6 11,764.7 42.1 16,011.0 57.3 183.9 0.7 9 Tubuh Air (Waduk) 3,380.1 - - 3,380.1 100.0 Jumlah 228,757.0 112,328.1 49.1 111,667.0 48.8 4,761.9 2.1

Gambar 1. Sebaran wilayah prioritas penanganan Kegiatan Vegetasi Kegiatan ini merupakan suatu bentuk kegiatan untuk meresapkan air hujan kedalam tanah melalui media tanaman (vegetasi) sehingga jumlah air yang menjadi limpasan permukaan akan berkurang sampai dengan jumlah yang diinginkan. Selain mengurangi limpaasn permukaan, pemilihan jenis tanaman dan penetapan lokasi yang yang tepat akan dapat mengurangi erosi lahan. Kegiatan ini dapat dilakukan jika tersedia lahan yang masih sesuai untuk dilakukan penanaman. Termasuk dalam jenis kegiatan ini adalah penanaman vegetasi tetap, penghijauan, agroforestry dan strip rumput. Kegiatan vegetasi dilakukan di wilayah-wilayah yang telah ditetapkan sebagai wilayah prioritas dengan tutupan lahan adalah tegalan, lahan terbuka, semak belukar dan kebun/perkebunan. Jumlah luas arahan kegiatan vegetasi untuk seluruh DTA Waduk Saguling adalah 77,275.1 ha atau sekitar 33.8% luas total. Luas tersebut adalah luas arahan dan belum dilakukan optimasi terhadap kebutuhan untuk mengurangi atau menenkan limpasan permukaan dan erosi, sehingga luas arahan ini dapat disebut juga sebagai luas potensial untuk kegiatan vegetasi. Untuk subdas yang mempunyai lokasi potensial untuk kegiatan vegetasi adalah DTA Saguling Selatan dan Citarum hulu. Sedangkan berdasarkan prosentase terhadap luas subdasnya, maka DTA Saguling Selatan dan Ciwidey mempunyai prosentase terbesar yaitu 43.5% dan 40%. Tabel 2 menunjukkan luas arahan kegiatan vegetasi dan proporsi terhadap luas subdasnya, sedangkan Gambar 2 menunjukkan sebaran wilayah arahan kegiatan vegetasi di DTA Waduk Saguling.

Tabel 2. Luas arahan kegiatan vegetasi dan proporsi terhadap luas subdasnya luas subdas luas arahan vegetasi (ha) (ha) (%) 1 Cikapundung-Cipamokolan 30,442.2 10,095.9 33.2 2 Cikeruh 18,641.3 5,339.2 28.6 3 Cisangkuy 34,092.1 11,409.7 33.5 4 Citarik 21,816.5 5,262.6 24.1 5 Citarum Hulu 37,745.2 12,885.8 34.1 6 Ciwidey 22,138.9 8,855.3 40.0 7 Waduk Saguling Selatan 32,540.9 14,169.3 43.5 8 Waduk Saguling Utara 27,959.6 9,243.6 33.1 9 Tubuh Air (Waduk) 3,380.1 13.7 0.4 Jumlah 228,757.0 77,275.1 33.8 Gambar 2. Sebaran wilayah arahan kegiatan vegetasi di DTA Waduk Saguling Kegiatan Sipil Teknis Berbasis Lahan Kegiatan sipil teknis berbasis lahan di DTA Waduk Saguling dapat dikelompokkan menjadi dua bagian berdasarkan jenis tutupan lahannya. Jenis pertama adalah lahan-lahan dengan tutupan lahan seperti tegalan, lahan terbuka, kebun/perkebunan dan semak belukar jenis kegiatan sipil teknis berbasis lahan adalah rorak atau parit buntu. Sedangkan untuk jenis kedua adalah tutupan lahan terbangun dengan kegiatan sipil teknisnya adalah sumur resapan. Untuk jenis pertama, arahan lokasi kegiatan adalah lahan-lahan yang telah diarahkan untuk kegiatan vegetasi (Tabel 2 dan Gambar 2). Untuk jenis kedua arahan lokasi dapat dilihat pada

Gambar 3 dan Tabel 3.Luas arahan kegiatan sumur resapan untuk seluruh DTA Waduk Saguling adalah 37503.9 ha atau sekitar 16.4% yang seluruhnya terletak di jenis tutupan lahan terbangun. yang mempunyai luas arahan kegiatan sumur resapan yang terluas adalah subdas Cikapundung-Cipamokolan dan DTA Saguling Utara. Tabel 3. Luas arahan kegiatan sumur resapan di DTA Waduk Saguling Luas arahan sumur resapan Nama luas (ha) (ha) (%) 1 Cikapundung-Cipamokolan 30,442.2 10,731.8 35.3 2 Cikeruh 18,641.3 3,029.8 16.3 3 Cisangkuy 34,092.1 2,424.2 7.1 4 Citarik 21,816.5 2,850.3 13.1 5 Citarum Hulu 37,745.2 4,336.3 11.5 6 Ciwidey 22,138.9 1,455.2 6.6 7 Waduk Saguling Selatan 32,540.9 5,236.2 16.1 8 Waduk Saguling Utara 27,959.6 7,440.2 26.6 9 Tubuh Air (Waduk) 3,380.1 0.0 Jumlah 228,757.0 37,503.9 16.4 Gambar 3. Sebaran lokasi arahan kegiatan sumur resapan

Kegiatan Sipil Teknis Berbasis Alur a. Dam Pengendali Dam pengendali (Dpi) merupakan struktur bangunan yang ditujukan untuk mengendalikan aliran air sehingga erosi dan sedimentasi dapat ditekan. Selain itu, pada awal-awal pengoperasiannya Dpi juga mempunyai fungsi sebagai tempat parkir air sementara sampai dengan daya tampungnya terisi oleh sedimen. Oleh karena itu, jika dilakukan pemeliharaan secara rutin dengan melakukan pengerukan sedimen yang tertahan oleh Dpi, maka fungsi sebagai tempat parkir air sementara akan terpenuhi. Namun demikian, pada saat ini sumberdaya untuk melakukan pengerukan tersebut dipandang tidak efisien jika dibandingkan dengan pembuatan Dpi yang baru. Secara umum lokasi Dpi ditentukan oleh faktor-faktor berikut ini : - Lahan kritis dan potensial kritis - Sedimentasi dan erosi sangat tinggi - Struktur tanah stabil (badan bendung) - Luas DTA 100-250 ha - Tinggi badan bendung 8 meter - Kemiringan rata-rata daerah tangkapan 15-35 % Berdasarkan pada faktor-faktor tersebut, kemudian dikembangkan model spasial penentuan lokasi Dpi. Pengembangan dan penggunaan model spasial dilakukan guna mendapatkan keluaran sebagai berikut: - Lokasi dan alur yang berpotensi untuk Dpi - Daerah tangkapan Dpi - Pendugaan jumlah erosi tanah (ton/tahun) di daerah tangkapan Dpi - Pendugaan jumlah sedimen yang dihasilkan daerah tangkapan Dpi dan ditampung oleh Dpi - Perbandingan dan efektifitas Dpi untuk menampung sedimen dalam suatu DAS Secara sederhana, model spasial yang dikembangkan untuk mendapatkan keluaran tersebut digambarkan oleh skema pada Gambar 4

Gambar 4. Skema Model Spasial Penentuan Lokasi Dpi Hasil model spasial penentuan lokasi DPI di DTA Waduk Saguling didapatkan 280 titik atau lokasi yang sesuai untuk dibangun DPI dengan luas daerah tangkapannya adalah 45,057.2 ha. Setiap lokasi DPI mempunyai luas daerah tangkapan yang berbeda-beda, namun masih dalam kisaran 100-250 ha. Jumlah tanah yang tererosi dari seluruh luas daerah tangkapan tersebut adalah 28.1 juta ton/tahun. Dengan menggunakan konstanta sebesar 0.85 dari total erosi akan mengendap di sepanjang aliran dan tertahan di DPI serta sisanya 0.15 material yang melayang dan melewati outlet DPI, maka secara keseluruhan dari DPI tersebut akan mampu mengendalikan atau menahan erosi sebesar 23.9 juta ton/tahun. Tabel 4 menunjukkan jumlah lokasi DPI dan jumlah erosi yang dapat dikendalikannya, sedangkan Gambar 4 menunjukkan sebaran lokasi DPI di wilayah DTA Waduk Saguling. Jumlah lokasi DPI yang terbanyak berada di subdas Ciwidey yaitu 51 lokasi, kemudian Citarum Hulu 49 lokasi, DTA Saguling Selatan 47 lokasi dan Cisangkuy 43 lokasi. Sedangkan jumlah erosi yang dapat dikendalikan paling banyak dengan pembangunan DPI tersebut adalah Citarum hulu yaitu sebesar 5,8 juta ton/tahun. Guna mengetahui efektifitas DPI dalam menanggulangi sedimen yang ada di waduk saguling akan dijelaskan pada bagian lain setelah penjelasan tentang dam penahan (DPN)

Tabel 4. Jumlah lokasi DPI dan jumlah erosi yang dapat dikendalikannya Erosi (ton/tahun) luas DTA DPI jumlah DPI Nama luas (ha) (ha) total DTA DPI dikendalikan DPI 1 Cikapundung-Cipamokolan 30,442.2 23 3,277.8 2,765,365 2,350,560 2 Cikeruh 18,641.3 15 2,438.1 845,268 718,478 3 Cisangkuy 34,092.1 43 6,194.2 3,308,619 2,812,326 4 Citarik 21,816.5 26 4,264.7 3,040,475 2,584,404 5 Citarum Hulu 37,745.2 49 8,701.5 6,937,672 5,897,021 6 Ciwidey 22,138.9 51 8,494.6 5,047,149 4,290,077 7 Waduk Saguling Selatan 32,540.9 47 7,606.1 3,107,924 2,641,735 8 Waduk Saguling Utara 27,959.6 26 4,080.2 3,061,671 2,602,420 9 Tubuh Air (Waduk) 3,380.1 Jumlah 228,757.0 280 45,057.2 28,114,143 23,897,022 Gambar 4. Sebaran lokasi potensial untuk DPI di wilayah DTA Waduk Saguling b. Dam Penahan Dam penahan (DPN) merupakan struktur bangunan yang ditujukan untuk mengurangi erosi pada parit atau selokan dengan menghambat kecepatan aliran air dan tanah terendapkan pada tempat tersebut. Secara umum lokasi DPN ditentukan oleh faktor-faktor berikut ini : - lahan kritis dan potensial kritis - sedimentasi dan erosi sangat tinggi - struktur tanah stabil - luas daerah tangkapan airnya 10-30 Ha - kemiringan lereng daerah tangkapan 15-35 % Seperti halnya penetapan lokasi DPI, pada penetapan DPN juga digunakan pendekatan model spasial yang serupa dengan perbedaan pada kriteria atau faktor-faktor penentunya.

Jumlah keseluruhan lokasi yang potensial untuk DPN di DTA Waduk Saguling adalah 2292 titik/lokasi dengan luas total daerah tangkapan adalah 40143 ha. Dengan menggunakan nila konstanta yang sama dengan DPI, maka jumlah erosi yang dapat dikendalikan oleh DPN tersebut adalah 20.5 juta ton/tahun. Jumlah lokasi DPN yang terbanyak berada di subdas-subda bagian Selatan dan Timur seperti DTA Saguling Selatan, Ciwidey, Citarum hulu dan Cisangkuy. Tabel 5 menunjukkan jumlah, luas dan erosi yang dapat dikendalikan di masing-masing subdas DTA Waduk Saguling, sedangkan Gambar 5 menunjukkan sebaran lokasinya. Tabel 5. Jumlah, luas dan erosi yang dapat dikendalikan di masing-masing subdas DTA Waduk Saguling Erosi (ton/tahun) luas DTA DPN jumlah DPN Nama luas (ha) (ha) total DTA DPN dikendalikan DPN 1 Cikapundung-Cipamokolan 30,442.2 181 3,177.4 2,850,936 2,423,296 2 Cikeruh 18,641.3 131 2,252.8 897,885 763,202 3 Cisangkuy 34,092.1 321 5,552.5 3,135,540 2,665,209 4 Citarik 21,816.5 222 3,965.5 2,624,767 2,231,052 5 Citarum Hulu 37,745.2 367 6,483.6 4,538,985 3,858,137 6 Ciwidey 22,138.9 341 6,254.5 3,491,683 2,967,931 7 Waduk Saguling Selatan 32,540.9 481 8,293.5 3,478,670 2,956,870 8 Waduk Saguling Utara 27,959.6 248 4,163.4 3,042,720 2,586,312 9 Tubuh Air (Waduk) 3,380.1 0 Jumlah 228,757.0 2292 40,143.0 24,061,186 20,452,008 Gambar 5. Sebaran lokasi potensial untuk DPN di DTA Waduk Saguling

Efektifitas DPI dan DPN Pembuatan DPI dan DPN di DTA Waduk Saguling berfungsi untuk mengendalikan dan mengurangi tingkat sedimentasi di waduk Saguling. Dari hasil simulasi model diketahui bahwa jika tanpa DPI dan DPN, maka jumlah hasil sedimen yang sampai di outlet masing-masing subdas atau ke badan air waduk saguling adalah 8.5 juta ton/tahun, dan hasil sedimen yang sampai di outlet waduk saguling adalah 4.8 juta ton/tahun. Simulasi efektifitas DPI menghasilkan jumlah erosi yang dapat ditahan oleh DPI adalah 23.9 juta ton/tahun. Dengan menahan erosi tersebut, maka DPI telah menurunkan hasil sedimen di outlet setiap subdas rata-rata sampai dengan 21.4% dan menurunkan hasil sedimen di outlet DTA Waduk saguling sampai dengan 21.3%. Dengan demikian, hasil sedimen yang masuk ke badan air waduk saguling dapat dikurangi menjadi 6.7 juta ton/tahun dan yang sampai di outlet waduk saguling menjadi 3.8 juta ton/tahun atau turun sekitar 1 juta ton/tahun. Tabel 6 menunjukkan hasil simulasi perhitungan efektifitas 280 unit DPI yang dibangun di DTA Waduk Saguling. Tabel 6. Efektitifitas DPI untuk mengendalikan erosi dan mengurangi hasilsedimen di DTA Waduk Saguling Erosi (ton/tahun) SDR (%) Hasil Sedimen (ton/tahun) Nama luas (ha) Total ditahan DPI Sisa non DPI dengan DPI 1 Cikapundung-Cipamokolan 30,442.2 13,698,610 2,350,560 11,348,050 7.5 1,023,347 847,750 2 Cikeruh 18,641.3 6,659,086 718,478 5,940,608 8.5 569,293 507,870 3 Cisangkuy 34,092.1 18,403,774 2,812,326 15,591,448 7.2 1,332,692 1,129,040 4 Citarik 21,816.5 9,441,560 2,584,404 6,857,156 8.2 773,001 561,410 5 Citarum Hulu 37,745.2 24,930,983 5,897,021 19,033,962 7.0 1,755,517 1,340,278 6 Ciwidey 22,138.9 12,556,520 4,290,077 8,266,443 8.2 1,023,891 674,067 8 Waduk Saguling Selatan 32,540.9 15,443,496 2,641,735 12,801,761 7.3 1,132,739 938,975 9 Waduk Saguling Utara 27,959.6 11,212,448 2,602,420 8,610,028 7.6 857,446 658,432 7 Tubuh Air (Waduk) 3,380.1 - - - - (masuk ke badan air waduk) 8,467,926 6,657,821 Di outlet waduk saguling 228,757.0 112,346,477 88,449,455 4.3 4,839,627 3,810,199 Simulasi dengan pembuatan 2292 unit DPN di DTA Waduk Saguling menunjukkan dapat menahan dan mengendalikan erosi sampai dengan 20.5 juta ton/tahun. Dengan mengendalikan erosi sampai dengan jumlah tersebut, maka jumlah erosi dapat dikurangi menjadi 91.9 juta ton/tahun dari 112.3 juta ton/tahun. Sedangkan hasil sedimen yang sampai di outlet untuk seluruh subdas dapat diturunkan menjadi 6.9 juta ton/tahun atau turun sebesar 18.3%, dan hasil sedimen yang sampai outlet waduk saguling dapat diturunkan menjadi 3.95 juta ton/tahun atau turun 18.2%. Tabel 7 menunjukkan hasil simulasi perhitungan efektifitas 2292 unit DPN yang dibangun di DTA Waduk Saguling Tabel 7. Efektitifitas DPN untuk mengendalikan erosi dan mengurangi hasilsedimen di DTA Waduk Saguling Erosi (ton/tahun) Hasil Sedimen (ton/tahun) SDR (%) Nama luas (ha) Total ditahan DPN Sisa non DPN dengan DPN 1 Cikapundung-Cipamokolan 30,442.2 13,698,610 2,423,296 11,275,314 7.5 1,023,347 842,316 2 Cikeruh 18,641.3 6,659,086 763,202 5,895,884 8.5 569,293 504,046 3 Cisangkuy 34,092.1 18,403,774 2,665,209 15,738,565 7.2 1,332,692 1,139,693 4 Citarik 21,816.5 9,441,560 2,231,052 7,210,508 8.2 773,001 590,340 5 Citarum Hulu 37,745.2 24,930,983 3,858,137 21,072,846 7.0 1,755,517 1,483,846 6 Ciwidey 22,138.9 12,556,520 2,967,931 9,588,589 8.2 1,023,891 781,878 8 Waduk Saguling Selatan 32,540.9 15,443,496 2,956,870 12,486,627 7.3 1,132,739 915,861 9 Waduk Saguling Utara 27,959.6 11,212,448 2,586,312 8,626,136 7.6 857,446 659,664 7 Tubuh Air (Waduk) 3,380.1 - - - - (masuk ke badan air waduk) 8,467,926 6,917,644 Di outlet waduk saguling 228,757.0 112,346,477 91,894,469 4.3 4,839,627 3,958,602

Jika dilakukan simulasi dengan menggabungkan DPI dan DPN, maka jumlah erosi dapat dikurangi menjadi 68 juta ton/tahun. Pengurangan jumlah erosi tersebut akan menyebabkan penurunan sedimen yang sampai di badan air waduk saguling sampai dengan 39.7% atau turun menjadi 5.1 juta ton/tahun dari 8.5 juta ton/tahun. Sedangkan hasil sedimen yang sampai di outlet waduk Saguling menjadi 2.9 juta ton/tahun dari 4.8 juta ton/tahun atau sekitar 39.5%. Tabel 8 menunjukkan efektifitas DPI dan DPN dalam mengurangi erosi dan sedimentasi di DTA Waduk Saguling. Tabel 8. Efektitifitas DPI dan DPN untuk mengendalikan erosi dan mengurangi hasilsedimen di DTA Waduk Saguling Erosi (ton/tahun) Hasil Sedimen (ton/tahun) ditahan SDR (%) dengan Nama luas (ha) Total Sisa non DPI+DPN DPI+DPN DPI+DPN 1 Cikapundung-Cipamokolan 30,442.2 13,698,610 4,773,856 8,924,754 7.5 1,023,347 666,719 2 Cikeruh 18,641.3 6,659,086 1,481,680 5,177,406 8.5 569,293 442,623 3 Cisangkuy 34,092.1 18,403,774 5,477,535 12,926,239 7.2 1,332,692 936,041 4 Citarik 21,816.5 9,441,560 4,815,456 4,626,104 8.2 773,001 378,749 5 Citarum Hulu 37,745.2 24,930,983 9,755,158 15,175,825 7.0 1,755,517 1,068,607 6 Ciwidey 22,138.9 12,556,520 7,258,007 5,298,513 8.2 1,023,891 432,054 8 Waduk Saguling Selatan 32,540.9 15,443,496 5,598,605 9,844,891 7.3 1,132,739 722,096 9 Waduk Saguling Utara 27,959.6 11,212,448 5,188,732 6,023,716 7.6 857,446 460,650 7 Tubuh Air (Waduk) 3,380.1 - - - - (masuk ke badan air waduk) 8,467,926 5,107,539 Di outlet waduk saguling 228,757.0 112,346,477 67,997,447 4.3 4,839,627 2,929,173