LAMPIRAN KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA KHUSUS KEPALA BADAN RESERSE KRIMINAL POLRI SEKRETARIS JENDERAL KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI TENTANG PEMETAAN 10 (SEPULUH) AREA RAWAN KORUPSI TAHUN 2012 NO. SEKTOR INDIKATOR MODUS OPERANDI KETERANGAN 1 2 3 4 5 1. Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Sektor ini akan berkaitan erat dengan tindak pidana suap 1. Pelaku a) Penyelengara Negara (Pengguna Barang); b) Rekanan (Penyedia Barang); dan/atau c) Broker (makelar) b) Fakta Materiil: 1. Perencanaan Proyek Konsultan Perencana biasanya diarahkan untuk membuat Enginer Estimate (EE) yang disesuaikan dengan pagu anggaran proyek yang tersedia. 2. Pelaksanaan Tender/Lelang Proses lelang dilakukan sedemikian rupa untuk memenangkan peserta tender tertentu. 3. Mark Up Nilai Proyek Modus ini terlihat dalam pelaksanaan proyek di lapangan, yaitu harga yang ditetapkan dalam kontrak ternyata jauh lebih tinggi dari harga barang/jasa sesungguhnya.
3. Timbulnya akibat berupa Kerugian Negara dengan akibat Kerugian Keuangan Negara atau perekonomian negara yang ditimbulkan. 4. Pelaksanaan Proyek Tidak sesuai dengan Spesifikasi Teknis Modus ini terlihat dengan dilakukan perbandingan antara spesifikasi teknis barang dengan barang yang nyata diadakan. 5. Proyek Fiktif/duplikasi anggaran. Modus ini terlihat dengan tidak adanya proyek, atau proyeknya ada tetapi pengadaannya terjadi pada dua anggaran yang berbeda. 2. Keuangan dan Perbankan 1. Berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi di Penyedia Jasa Keuangan Perbankan maupun Non Perbankan yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Negara/Daerah 2. Pelaku a) Pihak Penyedia Jasa Keuangan Perbankan maupun non perbankan; b) Debitur/Nasabah c) Penjamin 3. Fakta Formil dan Materiil bidang keuangan/perbankan. 1. Adanya persekongkolan jahat antara Pihak Penyedia Jasa Keuangan Perbankan maupun non Perbankan dengan pihak Debitur/Nasabah dan/atau penjamin 2. Persekongkolan tersebut mendorong dilakukannya tindakan-tindakan yang melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang, terkait: a) Prosedur: Penilaian agunan, kredibilitas dan kapabilitas debitur. b) Pengambilan keputusan atau kebijakan fasilitas kredit/talangan/investasi c) Pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian; atau - Penerapan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di bidang Keuangan dan Perbankan adalah untuk menjangkau Debitur/Nasabah/Penjamin sebagai subyek delik karena subyek delik UU Perbankan hanya pengurus/pegawai perbankan. - Dalam penanganannya berkait erat dengan: a) penerapan asas Systematische Specialiteit; b) Hukum perseroan; c) Kebebasan mengambil kebijakan (fries ermesson) berkaitan dengan keputusan bisnis (bussines judgment)
b) Fakta Materiil: 4. Timbulnya akibat berupa Kerugian Negara 5. Hubungan kausal antara perbuatan dengan akibat kerugian Negara yang ditimbulkan 3. Perpajakan 1. Pelaku a) Penyelenggara Negara (Pegawai Pajak) b) Wajib Pajak (perorangan/badan hukum) c) Broker (makelar) bidang perpajakan. b) Fakta Materiil: d) Pelanggaran terhadap prinsip good and clean corporate governance. 3. Akibatnya terjadi kredit macet dan timbulnya permasalahan dalam eksekusi agunan baik terkait nilai agunan maupun status hukum barang agunan. 4. Penyedia Jasa Keuangan Perbankan maupun Non Perbankan mengalami kerugian -- - timbul kerugian keuangan Negara atau perekonomian negara. 1. Adanya persekongkolan jahat antara Penyelenggara Negara (Pegawai Pajak) dengan pihak Wajib Pajak dan Broker (makelar) 2. Persekongkolan tersebut mendorong dilakukannya tindakan-tindakan yang melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang di bidang perpajakan, terkait: a) Audit di bidang perpajakan b) Penetapan nilai pajak yang harus dibayar c) Prosedur Pengambilan keputusan atau kebijakan pemberian fasilitas di bidang perpajakan. d) Pembayaran PPN yang di Restitusi - Berkait erat dengan tindak pidana suap - Penerapan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di bidang perpajakan adalah untuk menjangkau Penyelenggara Negara (Pegawai Pajak) sebagai subyek delik karena subyek delik UU Pajak hanya Wajib Pajak dan pihak terkait. - Dalam penanganannya berkait erat dengan: a) penerapan asas Systematische Specialiteit; b) Hukum Pajak yang rumit dan cepat berubah; c) Penanganan perkara tindak pidana Korupsi di bidang perpajakan seringkali berbenturan dengan putusan Peradilan Pajak
3. Timbulnya akibat berupa Kerugian Negara, yang terfokus pada hilangnya atau kurangnya pemasukan sektor pajak sebagai hak negara. dengan akibat kerugian keuangan atau perekonomian negara yang ditimbulkan e) Penggelapan Restitusi PPN f) Proses banding administrasi perkara pajak 3. Akibatnya adalah hilangnya atau kurangnya hak negara dari penerimaan negara pada sektor pajak. d) Adanya fasilitas-fasilitas di bidang perpajakan yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian internasional; - Berkait erat dengan tindak pidana suap 4. Minyak dan Gas (migas) 1. Pelaku a) Penyelenggara Negara (Pegawai Pertamina/BP MIGAS/ Kementerian ESDM) b) Penyelenggara eksplorasi, distribusi, perdagangan/niaga MIGAS (perorangan/badan hukum) c) Fakta Formil: bidang migas. d) Fakta Materiil: 1. Adanya persekongkolan jahat antara Penyelenggara Negara (Pegawai Pertamina/BP MIGAS/ Kementerian ESDM) dengan Penyelenggara eksplorasi, distribusi, perdagangan/niaga MIGAS (perorangan/badan hukum). 2. Persekongkolan tersebut mendorong dilakukannya tindakantindakan yang bidang migas, terkait: a) Penetapan Bagi Hasil antara Negara dengan Penyelenggara eksplorasi, distribusi, perdagangan MIGAS (perorangan/badan hukum) b) Cost recovery yang dibebankan terlalu tinggi kepada negara terkait pelaksanaan item-item dalam Kontrak Karya atau Bagi Hasil di sektor Migas (misalnya pada proyek pengolahan limbah sisa eksplorasi MIGAS). - Penerapan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di bidang MIGAS adalah untuk menjangkau Penyelenggara Negara (Pegawai Pertamina/BP MIGAS/ Kementerian ESDM) dan Penyelenggara eksplorasi, distribusi, perdagangan MIGAS yang berijin usaha tetapi terdapat perbuatanperbuatan yang menyebabkan hilang atau kurangnya hak Negara dari sector migas. - Dalam penanganannya berkait erat dengan: a) penerapan asas Systematische Specialiteit; b) Kontrak Karya Asing yang rumit dan cepat berubah;
3. Timbulnya akibat berupa Kerugian Negara, yang terfokus pada hilangnya atau kurangnya pemasukan sektor migas sebagai hak negara. dengan akibat kerugian keuangan atau perekonomian negara yang ditimbulkan 5. BUMN/BUMD 1. Pelaku a) Pengurus BUMN/BUMD (Direksi, Komisaris dan pegawai BUMN/BUMD) b) Pihak lain: Rekanan dalam pengadaan barang dan jasa BUMN/BUMD, dalam kerjasama investasi, dalam penyaluran dana sosial BUMN/BUMD (Corporate Social Responsibility) menyalahgunakan wewenang yang terkait dengan pelaksanaan usaha BUMN/BUMD. c) Cost recovery yang telah dikeluarkan oleh investor dibayar negara dengan minyak sehingga tidak dapat diprediksi cost recovery yang sebenarnya sebagai akibat fluktuasi harga minyak d) Distribusi dan perdagangan migas baik di dalam maupun di luar negeri (misalnya terkait diskriminasi harga migas). 3. Akibatnya adalah hilangnya atau kurangnya hak negara dari penerimaan negara dari sektor migas. 1. Adanya persekongkolan jahat antara Pengurus BUMN/BUMD (Direksi, Komisaris dan pegawai BUMN/BUMD) dengan Pihak lain: Rekanan dalam pengadaan barang dan jasa BUMN/BUMD, dalam kerjasama investasi, dalam penyaluran dana sosial BUMN/BUMD (Corporate Social Responsibility). 2. Persekongkolan tersebut mendorong dilakukannya tindakantindakan yang menyalahgunakan wewenang yang terkait dengan pelaksanaan usaha BUMN/BUMD, antara lain: a) Penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa BUMN/BUMD b) Penyelenggaraan investasi BUMN/BUMD. c) Berkaitan dengan mekanisme pasar perdagangan migas dunia; - Berkait erat dengan tindak pidana suap - Dalam penanganannya berkait erat dengan: a) penerapan asas Systematische Specialiteit; b) Kebebasan mengambil kebijakan Direksi BUMN (fries ermessen); c) Berkaitan dengan keputusan bisnis (bussines judgment);
b) Fakta Materiil: 3. Timbulnya akibat berupa Kerugian Negara. dengan akibat kerugian keuangan atau perekonomian negara yang ditimbulkan c) Penjualan aktiva tetap BUMN/BUMD dengan cara di menurunkan nilai aktiva tetap yang akan dijual d) Pelaksanaan program social BUMN/BUMD (Corporate Social Responsibility) e) Berkaitan Tindak pidana suap; f) Penggelapan barang milik BUMN/BUMD; g) Pemalsuan buku-buku perusahaan BUMN/BUMD yang digunakan untuk pemeriksaan administrasi 3. Akibatnya adalah hilangnya atau kurangnya hak negara di BUMN/BUMD. 6. Kepabeanan dan Cukai 1. Pelaku a) Penyelenggara Negara (Pegawai Bea dan Cukai) b) Pengimpor/pengekspor, Pengusaha Kena Cukai. c) Pihak ketiga terkait e) Fakta Formil: bahwa pelaku melakukan perbuatan bidang kepabeanan dan cukai. 1. Adanya persekongkolan jahat antara Penyelenggara Negara (Pegawai Bea dan Cukai) dengan pihak Pengimpor/pengekspor, Pengusaha Kena Cukai 2. Persekongkolan tersebut mendorong dilakukannya tindakan-tindakan yang melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang di bidang kepabeanan dan cukai, terkait: a) Audit di bidang kepabeanan dan cukai b) Penetapan nilai bea dan cukai yang harus dibayar - Penerapan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di bidang kepabeanan dan cukai adalah untuk menjangkau Penyelenggara Negara (Pegawai Bea dan Cukai) sebagai subyek delik karena subyek delik UU Kepabeanan dan Cukai adalah Pengimpor dan pengekspor serta Pengusaha Kena Cukai - Dalam penanganannya berkait erat dengan:
f) Fakta Materiil: 3. Timbulnya akibat berupa Kerugian Negara, yang terfokus pada hilangnya atau kurangnya pemasukan sektor bea dan cukai sebagai hak negara. dengan akibat kerugian keuangan atau perekonomian negara yang ditimbulkan c) Prosedur Pengambilan keputusan atau kebijakan pemberian fasilitas di bidang bea dan cukai. 3. Akibatnya adalah hilangnya atau kurangnya hak negara dari penerimaan negara dari sektor kepabeanan dan cukai. a) penerapan asas Systematische Specialiteit; b) Hukum Kepabeanan dan cukai yang rumit dan cepat berubah; c) Adanya fasilitas-fasilitas di bidang kepabeanan dan cukai yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian internasional; - Berkait erat dengan tindak pidana suap 7. Penggunaan APBN/APBD dan APBN-P/APBD-P 1. Pelaku a) Penyelengara Negara (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif); b) Rekanan; dan/atau c) Broker (makelar) c) Fakta Formil: 1. Perencanaan APBN/APBD dan APBN-P/APBD-P Persekongkolan antara pihak eksekutif, legislative, rekanan dan broker (makelar) dalam penyusunan dan penetapan APBN/APBD. 2. Penggunaan APBN/APBD dan APBN-P/APBD-P - Terkait bantuan keuangan dan bantuan sosial - Terkait penggelapan belanja pegawai (gaji, honor, uang makan dan lauk pauk) Sektor ini akan berkaitan erat dengan tindak pidana suap.
d) Fakta Materiil: 3. Timbulnya akibat berupa Kerugian Negara dengan akibat kerugian Negara yang ditimbulkan. - Terkait pelaksanaan fiktif atas penggunaan biaya rutin (biaya perjalanan dinas, perawatan kantor, barang habis pakai dan lain-lain) - Terkait penggunaan APBN/ APBD dan APBN-P/APBD-P yang salah peruntukan (penyelenggara negara/ pegawai negeri yang menerima uang negara secara tanpa hak). - Duplikasi anggaran. 8. Sektor Aset Negara / Daerah 1. Pelaku a) Penyelengara Negara (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif); b) Rekanan; dan/atau c) Broker (makelar) b) Fakta Materiil: 1. Pengalihan hak pengelolaan negara atas tanah dan bangunan kepada pihak lain; 2. Penyerobotan aset negara; 3. Penggelapan aset negara berupa aktiva tetap atau surat berharga milik Negara; 4. Menguasai aset negara secara tidak sah. Sektor ini akan berkaitan erat dengan tindak pidana suap.
3. Timbulnya akibat berupa hilangnya aset yang dimiliki Negara. dengan akibat yaitu hilangnya aset negara 9. Pertambangan 1. Pelaku a) Penyelengara Negara (Penerbit Konsesi Tambang); b) Rekanan (Pemegang Konsesi Tambang); dan/atau c) Pelaksana pertambangan dan pihak terkait lainnya bidang pertambangan. b) Fakta Materiil: 3. Timbulnya akibat berupa hilangnya atau kurangnya hak Negara dari sector pertambangan. dengan hilangnya atau kurangnya hak Negara dari sektor pertambangan. 1. Adanya persekongkolan jahat antara Penyelenggara Negara (Penerbit Konsesi Tambang) dengan Pemegang Konsesi Tambang dan/atau Pelaksana eksplorasi dan eksploitasi tambang 2. Persekongkolan tersebut mendorong dilakukannya tindakantindakan yang bidang pertambangan, terkait: a) Penepatan Bagi Hasil antara Negara dengan Penyelenggara eksplorasi, distribusi, perdagangan hasil penambangan (perorangan/badan hukum) b) Proses penerbitan perijinan pertambangan yang tidak sesuai prosedur c) Cost recovery yang dibebankan kepada negara terkait pelaksanaan item-item dalam Kontrak Karya atau Bagi Hasil di sektor Tambang (misalnya pada proyek pengolahan limbah sisa eksplorasi Tambang). - Penerapan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di bidang Pertambangan adalah untuk menjangkau Penyelenggara Negara (Penerbit Konsesi Tambang) dan Penyelenggara eksplorasi, distribusi, perdagangan Tambang yang berijin usaha tetapi terdapat perbuatanperbuatan yang menyebabkan hilang atau kurangnya hak Negara dari sektor pertambangan - Dalam penanganannya berkait erat dengan: a) penerapan asas Systematische Specialiteit; b) Kontrak Karya Asing yang rumit dan cepat berubah; c) Berkaitan dengan mekanisme pasar perdagangan tambang dunia; - Berkait erat dengan tindak pidana suap
10. Pelayanan Umum 1. Pelaku a) Penyelengara Negara di bidang pelayanan umum antara lain pelayanan SIM, STNK, BPKB, KIR, Jembatan Timbang, IMB, Ijin Gangguan, E-KTP, Sertifikasi Tanah, Pelayanan Haji, Pemasyarakatan, Keimigrasian (KITAS, KITAP, PASPOR), Perindustrian (Kalibrasi, Sertifikasi SNI), MUI (Sertifikasi Halal), Kominfo (Ijin jasa penyelengaraan telekomunikasi), Kemenkumham (Ijin penerbitan pendirian perseroan, Naturalisasi), Depnaker (Ijin tenaga kerja asing, BNP2TKI, PJTKI) dan lain-lain b) Pengguna Layanan, dalam hal terjadi tindak pidana suap 2. Korban Pengguna Layanan dipaksa memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu (delik d) Distribusi dan perdagangan tambang baik di dalam maupun di luar negeri (misalnya terkait diskriminasi harga hasil tambang). 3. Akibatnya adalah hilangnya atau kurangnya hak negara dari penerimaan negara dari sektor tambang. 1. Tindak Pidana Penyuapan. - Adanya persekongkolan antara penyelenggara layanan dan pengguna layanan. - Penyelenggara layanan menyalahi prosedur dalam menerbitkan ijin atau rekomendasi kepada pengguna layanan. - Pengguna Layanan menyadari bahwa dirinya tidak layak untuk mendapatkan ijin atau rekemondasi dari Penyelenggara Layanan. - Penyelenggara Layanan menerima sesuatu atau janji dari Pengguna Layanan, sementara Pengguna Layanan memberikan sesuatu atau janji kepada Penyelenggara Layanan. 2. Tindak Pidana Pemerasan - Penyelenggara layanan memaksa Pengguna Layanan untuk dipaksa memberikan -
pemerasan) sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu. - Pengguna Layanan karena 3. Fakta Formil dan Materiil menyalahgunakan wewenang/kekuasaan di bidang pelayanan umum. b) Fakta Materiil: membutuhkan ijin/rekomendasi dari Penyelenggara Layanan menuruti kehendak penyelenggara layanan. - Prosedur serta persyaratan dalam pemberian layanan telah ditempuh secara benar. Selain Peta 10 (sepuluh) area rawan korupsi tersebut diatas, PARA PIHAK tetap memiliki keleluasaan untuk memberikan fokus perhatian terhadap prioritas penanganan tindak pidana korupsi sesuai dengan kebijakan kelembagaannya. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA KHUSUS KEPALA BADAN RESERSE KRIMINAL POLRI SEKRETARIS JENDERAL KPK D. ANDHI NIRWANTO SUTARMAN KOMJEN POL BAMBANG S. PRATOMOSUNU