BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Sehingga petugas penyuluhan kesehatan harus menguasai ilmu komunikasi juga harus menguasai pemahaman yang lengkap tentang pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk., (1997) mengatakan bahwa pendidikan kesehatan merupakan alat untuk merubah perilaku dan kombinasi dari berbagai pengalaman belajar seseorang untuk memberikan fasilitas/sarana menuju perilaku sehat. Metode yang digunakan dalam pendidikan kesehatan didasarkan pada tujuan yang akan dicapai dari pendidikan kesehatan tersebut. Tujuan pendidikan kesehatan, menyangkut tiga hal, yaitu peningkatan pengetahuan (knowledge), perubahan sikap (attitude), dan ketrampilan atau tingkah laku (practice), yang berhubungan dengan masalah kesehatan masyarakat (Depkes RI, 1997). Menurut Sarwono (1997), pendidikan kesehatan merupakan proses mendidik individu/masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah kesehatan yang dihadapi. Beragam teknik pendidikan meliputi ceramah, seminar, diskusi, lokakarya, simulasi, pameran, demonstransi, perlombaan, kunjungan lapangan dan tutorial.
Pendidikan kesehatan tentang HIV/AIDS bagi remaja sangat penting dilakukan karena angka kejadian HIV/AIDS di belahan dunia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius, ini terlihat dari penyebaran penyakit yang sangat cepat tanpa mengenal batas negara dan masyarakat di dunia. Saat ini di seluruh dunia, setiap harinya sekitar 2000 anak-anak usia 15 tahun ke bawah terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke bayinya, sekitar 1.400 anak-anak usia dibawah 15 tahun meninggal akibat AIDS, sementara sekitar 6.000 orang dalam usia produktif antara 15-24 tahun terinfeksi HIV. Di Indonesia, hingga tahun 2008 masih terdapat kesenjangan yang sangat besar antara jumlah kasus yang dilaporkan dengan estimasi yang dilakukan oleh pemerintah. Ini menunjukkan masih banyak jumlah kasus yang belum diindentifikasi dan membutuhkan penanganan. ( Supriyatno, 2009) Saat ini perkembangan epidemic HIV di Indonesia termasuk tercepat di Asia. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa sub populasi beresiko tinggi (dengan prevalens lebih besar 5 %), yaitu pengguna NAPZA suntik, wanita penjaja seks (WPS), dan waria. Situasi demikian menunjukkan bahwa pada umumnya Indonesia berada pada tahap concentrated epidemic. Dari beberapa tempat sentinel, pada tahun 2006, prevalens HIV berkisar 21%-52% pada penasun, 1%-22% pada WPS, dan 3%-17%) pada waria. Sejak tanun 2000 prevalensi HIV mulai konstan di atas 5% pada beberapa sub-populasi berisiko tinggi tertentu. Tanah Papua (Provinsi Papua Dan Iran Jaya Barat), keadaan yang meningkat ini ternyata menular melalui hubungan sesksual beresiko kepada masyarakat umum (dengan prevalens lebih besar
dari 1%). Situasi di Tanah Papua menunjukkan tahapan telah mencapai generalized epidemic (Supriyatno, 2009). Berdasarkan laporan rutin Depkes RI, laju peningkatan kasus baru AIDS yang semakin cepat terutama dalam 3 tahun terakhir. Hal ini terlihat dari jumlah kasus baru AIDS dalam 3 tahun terakhir lebih dari 3 kali lipat dibanding jumlah yang pernah dilaporkan pada 15 tahun pertama epidemic AIDS di Indonesia. Dari jumlah kumulatif 16.110 kasus AIDS yang dilaporkan pada Desember 2008, sekitar 74,9% adalah laki-laki, 24,6% adalah perempuan. Berdasarkan cara penularan dilaporkan 48% pada heteroseksual dan 42,3% pada pengguna napza suntik. Kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (50,82%), disusul pada kelompok umur 30-39 tahun (29,36%) (Supriyatno, 2009). Selanjutnya data HIV/AIDS sampai Juni tahun 2008 menyebutkan kelompok masyarakat yang paling tinggi faktor resiko penularan adalah pada usia produktif, yaitu pada penggunaan IUD (6.237 kasus), heteroseksual (5.438 kasus), hommoseksual dan biseksual (482 kasus), transmisi perinatal (228 kasus), dari transfusi darah (10 kasus) dan tanpa diketahui 291 kasus. Secara kumulatif pengidap HIV dan kasus AIDS di Indonesia sejak bulan Januari sampai dengan Juni 2008 berjumlah 18.963 yang terdiri dari Secara kumulatif pengidap HIV dan kasus AIDS di Indonesia sejak bulan Januari sampai dengan Juni 2008 berjumlah 18.963 yang terdiri dari 6.277 kasus HIV dan 12.686 kasus AIDS, dengan jumlah angka kematian 2.479 (Depkes RI, 2008). Dilihat dari penyebaran kasus HIV/AIDS di Indonesia, tercatat hampir semua provinsi telah melaporkan adanya kasus HIV/AIDS. Kasus
terbesar terdapat di 10 Provinsi, masing-masing DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kepulauan Riau dan Sumatera Barat (KPAN, 2010). Berdasarkan data Komisi penanggulangan AIDS Nasional Daerah Sumatera Utara yang bersumber dari Dinas Kesehatan provinsi Sumatera Utara 2010, disebutkan jumlah penderita AIDS mulai tahun 1994 sampai bulan April 2009 sebanyak 872 kasus dimana Kabupaten Deli Serdang terbanyak kedua setelah Medan sebesar 66 kasus. Jumlah Penderita HIV (+) di Sumatera Utara mulai Tahun 1992 sampai bulan April 2009 sebanyak 808 kasus, dimana Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah terbanyak kedua setelah Medan sebesar 76 kasus. (KPAN, 2010). Peningkatan kasus tersebut menuntut adanya upaya-upaya yang nyata untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS di kalangan masyarakat terutama para pekerja seks komersial. Ditinjau dari distribusi umur penderita AIDS pada tahun 2009 memperlihatkan tingginya presentase jumlah usia muda dan jumlah usia anak. Penderita dari golongan umur 20-29 tahun mencapai 54,77% dan bila digabung dengan golongan sampai 49 tahun, maka angka menjadi 89,37%. sementara presentase anak 5 tahun kebawah mencapai1,22% dan diperkiraka pada tahun 2006 sebanyak 4360 anak tertular HIV dan separuhnya telah meninggal dunia. Diperkirakan pada akhir tahun 2015 akan terjadi penularan HIV secara kumulatif pada lebih dari 38.500 anak yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HIV (KPAN, 2010).
Kaum remaja (Adolescent) merupakan titik rawan dalam penyebaran HIV/ AIDS, disebabkan antara lain dari sikap mereka permissive terhadap hubungan seksual. Perilaku seksual dikalangan remaja telah banyak mendapat sorotan sejak dekade 1980 an, baik dalam penulisan media dipopuler maupun studi-studi penelitian ilmiah (Sarlito, 2010). Pengendalian HIV/AIDS di sektor kesehatan adalah pelayanan kesehatan baik swasta maupun publik yang terorganisir termasuk di antaranya adalah promosi kesehatan, pemcegahan dan diagnostik, memberikan kemudahan untuk pengobatan, perawatan, dan dukungan terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) serta mengintegrasikannnya ke dalam sistem kesehatan yang telah tersedia. Selain itu meningkatkan kemampuan petugas dan isntitusi kesehatan dalam pengendalian HIV/AIDS termasuk pelatihan, pengorgasisasian, serta penerapan prosedur kewaspadaan universal dalam setiap tindakan medis di semua fasilitas kesehatan. (Supriyatno, 2009) Strategi pencegahan HIV/AIDS yang dipergunakan oleh pemerintah selama ini, menurut Bantari (2005) menggunakan pendekatan yang disebut rumus ABCD. Rumus tersebut mengandung pemahaman sebagai berikut : A untuk Abstinence (pantang hubungan seks sebelum menikah), B untuk Be Faithful (berhubungan seks hanya dengan satu pasangan atau tidak berganti-ganti pasangan), C untuk Use condom (penggunaan kondom secara continue bila melakukan hubungan sekssual), D untuk No Drugs (tidak menggunakan narkoba). Bila respons yang masih terbatas seperti kondisi saat ini dengan cakupan program yang rendah berlangsung terus,
maka hasil pemodelan infeksi HIV mengindikasikan tingkat penularan akan terus meningkat di Indonesia. Diperkirakan akan ada sekitar 400.0000 orang terinfeksi HIV pada tahun 2010. Promosi kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode dan media yang disesuaikan dengan sasaran. Cara efektif dalam pendekatan kelompok adalah dengan metode ceramah. Pada metode ceramah dapat terjadi proses perubahan perilaku kearah yang diharapkan melalui peran aktif sasaran dan saling tukar pengalaman sesama sasaran (Notoatmodjo, 2007). Metode ceramah merupakan salah satu metode mengajar yang paling banyak digunakan dalam proses belajar mengajar metode ceramah ini dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik secara langsung atau dengan cara lisan penggunaan metode ini sifatnya sangat praktis dan efisien bagi pemberian pengajaran yang bahannya banyak dan mempunyai banyak peserta didik. Metode ceramah yang disertai dengan berbagai aktivitas interaktif untuk mendukung proses pembelajaran agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan mudah dan jelas. Pembelajaran ceramah interaktif cenderung lebih menitik beratkan kepada komunikasi dua arah antara pemberi pesan dengan penerima pesan. Pembelajaran interaktif dapat menggunakan sistem tanya jawab, diskusi kelompok, dan permainan. (Bantari, 2005) Peer group (PG) dipandang sebagai sarana diseminasi dan saluran komunikasi yang tepat bagi kalangan remaja dengan menggunakan remaja itu sendiri sebagai bagian dari kelompok sasaran. Dalam pendekatan ini, remaja diasumsikan lebih
mudah menerima informasi tentang HIV/AIDS (penggunaan NAPZA) dari teman kelompoknya, dibanding bila mendapatkan penyuluhan dari orang-orang dewasa, seperti guru dan orang tua. Peer group dilakukan dalam bentuk dialog diantara dua pihak yang setara, sehingga penyampaian informasi yang bersifat terbuka dan sangat personal seperti pengetahuan tentang seks, aktifitas seksual, HIV/AIDS dan lain-lain, dapat disampaikan lebih baik daripada melalui cara formal oleh seorang penyuluh atau pendidik dari luar kelompok remaja. Peer group dilakukan dengan maksud menimbulkan efek perubahan pada pengetahuan, sikap, keyakinan dan perilaku di level individual. (Bantari, 2005) Berkaitan dengan remaja, program Peer group umumnya mengambil sasaran di kalangan murid-murid sekolah lanjutan (SMP dan SLTA). Remaja perlu diarahkan dan dicegah sejak dini agar tidak termasuk ke dalam sub populasi rawan HIV/AIDS. Program program tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa pengetahuan dan pemahaman remaja tentang hubungan seksual dan HIV/AIDS umumnya sering kali tidak tepat atau tidak lengkap sehingga membutuhkan prosedur peningkatan dan pengetahuan dan pemahaman. Bantari (2005), melakukan penelitian Peer Education di kalangan siswa SLTA di wilayah Depok, Jawa barat. Penelitian bertujuan melihat perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS diantara siswa yang diberikan pendidikan kelompok sebaya dan yang tidak mengikuti program tersebut (kelompok control). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pendidikan kelompok sebaya memiliki pengaruh terhadap pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS.
Sesuai dengan kebijaksanaan pendidikan tinggi dalam penanggulangan HIV/AIDS, pendidikan sebaya merupakan salah satu pelaksanaan pendidikan pencegahan HIV/AIDS yang dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler (Depdikbud,1997). Hal ini mengacu pada pengalaman negara-negara lain, pendidikan paling efektif dalam pencegahan HIV/AIDS adalah melalui pendidikan sebaya. Melalui pendidikan sebaya kaum muda diperguruan tinggi dapat mengembangkan pesan maupun memilih media yang lebih tepat sehingga informasi yang diterima dapat dimengerti oleh sesama mereka. (Juliandi, 2005) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chotimah Anggraini, tentang penerapan metode peer group dalam meningkatkan pengetahuan tentang HIV AIDS pada remaja bahwa rata-rata pengetahuan remaja sebelum penerapan metode peer group adalah 51.8803, rata-rata pengetahuan setelah penerapan peer group adala 77.0794.Hasil yang diperoleh yaitu nilai signifikan pada pengetahuan remaja sebelum dan setelah penerapan metode peer group dengan nilai p value 0,0001. Dari hasil penelitian Juliandi, (2005) diperoleh kesimpulan bahwa pendidikan sebaya lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam HIV AIDS di, pendidikan teman sebaya efektif dalam meningkatkan sikap mahasiswa dalam hal HIV/AIDS di, dan akses mahasiswa dalam mendapakan informasi mengenai HIV/AIDS dari pendidikan teman sebaya. Hasil survey yang dilakukan di SMAN 1 Lumban Julu, di mana lokasinya dekat dengan tempat prostitusi yang ada di daerah wisata prapat yang memiliki risiko
tinggi untuk terjangkit penyakit menular seksual atau HIV/AIDS. Oleh sebab itu, para remaja perlu diberikan informasi, berupa ceramah interaktif dan peer group tentang HIV/AIDS dengan tujuan mereka dapat mencegah dan mengatasi terjadinya penyakit HIV/AIDS tersebut. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan memberikan informasi penyuluhan dengan metode ceramah interaktif dan peer group. Metode ceramah dapat digunakan pada sasaran dengan tingkat pendidikan rendah maupun tinggi. Pada waktu pemberian informasi dilakukan sasaran bisa berpartisipasi secara aktif dan memberikan umpan balik terhadap materi yang diberikan. Metode Peer Group (Kelompok teman sebaya) mempermudah untuk mengadopsi kebiasaankebiasaan sikap, gagasan, keyakinan, nilai dan pola tingkah laku dalam bermasyarakat. 1.2 Permasalahan Dengan memperhatikan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah belum pernah dilakukan penelitian tentang efektifitas penyampaian informasi HIV/AIDS melalui peer group dan metode ceramah interaktif terhadap pengetahuan dan sikap siswa SMAN 1 di Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir Tahun 2013. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektifitas penyampaian informasi HIV/AIDS melalui peer group dan metode ceramah interaktif terhadap
pengetahuan dan sikap siswa SMAN 1 Lumban Julu Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir Tahun 2013. 1.4 Hipotesis Penelitian Ada perbedaan efektifitas penyampaian informasi HIV/AIDS melalui Peer Group dan metode ceramah interaktif terhadap pengetahuan dan sikap siswa SMAN 1 Lumban Julu Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Pendidikan Memberikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa tentang HIV/AIDS di SMAN 1 Lumban Julu Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir. 2. Bagi Guru Diharapkan menghasilkan informasi tentang HIV/AIDS untuk disampaikan kepada siswa SMA N 1 Lumban Julu Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir. 3. Bagi Responden Untuk menambah wawasan dan pengetahuan siswa SMAN 1 Lumban Julu sehingga berupaya menghindari perilaku beresiko terjadinya HIV/AIDS.
4. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat mengaplikasikan dan mensosialisasikan informasi tentang HIV/AIDS sesuai dengan hasil penelitian.