BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang ditemukan pada banyak populasi di

dokumen-dokumen yang mirip
minyak mimba pada konsentrasi 32% untuk bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, 16% untuk bakteri Salmonella typhi dan 12,5% terhadap

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

BAB 1 PENDAHULUAN. pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrokistik terus meningkat,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

I. PENDAHULUAN. antara lain: disebabkan oleh penyakit infeksi (28,1 %), penyakit vaskuler

I. PENDAHULUAN. maupun yang berasal dari alam (Karadi dkk., 2011). dibandingkan obat modern (Hastari, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tanaman herbal sebagai alternatif pengganti obat masih sebagian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

menghasilkan minyak atsiri adalah bunga cengkeh yang mengandung eugenol (80-90%), eugenol asetat (2-27%), β- kariofilen (5-12%), metil salisilat,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimanfaatkn untuk pengobatan tradisional (Arief Hariana, 2013).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

mampu menghambat pertumbuhan bakteri.

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu bagian tanaman pepaya yang dapat dimanfaatkan sebagai obat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemanfaatan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat-obatan tradisional khususnya tumbuh-tumbuhan untuk

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. baik bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Tanaman obat

I. PENDAHULUAN. merupakan bentuk pengobatan tertua di dunia. Setiap budaya di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari

dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa yang dilakukan untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif yang

I. PENDAHULUAN. diramu sendiri dan memiliki efek samping merugikan yang lebih kecil

BAB I PENDAHULUAN. adalah bakteri. Penyakit karena bakteri sering terjadi di lingkungan sekitar, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. 2008). Tanaman ini sudah banyak dibudidayakan di berbagai negara dan di

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

Keywords : P. aeruginosa, gentamicin, biofilm, Chronic Supurative Otitis Media

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang

bahan-bahan alami (Nascimento dkk., 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB 1 PENDAHULUAN. Disentri basiler yang berat pada umumnya disebabkan oleh Shigella

BAB I PENDAHULUAN. menyerang masyarakat disebabkan oleh berbagai miroba (Sintia, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 P ENDAHULUAN. irasional dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri yaitu menggunakan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan keanekaragaman hayati dengan bermacam jenis spesies

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti mycobacterium, staphylococcus,

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki banyak sekali khasiat sebagai obat tradisional, dan belum banyak

BAB I PENDAHULUAN. angka yang pasti, juga ikut serta dalam mengkontribusi jumlah kejadian infeksi. tambahan untuk perawatan dan pengobatan pasien.

pertumbuhan dengan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang tampak pada Rf = 0, 67 dengan konsentrasi mulai 3% untuk Escherichia coli dan 2%

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

BAB I PENDAHULUAN. serta pemulihan kesehatan. Hal ini disebabkan karena tanaman banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar dari

BAB I PENDAHULUAN. penyakit periodontitis (Asmawati, 2011). Ciri khas dari keadaan periodontitis yaitu gingiva kehilangan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. S.Thypi. Diperkirakan angka kejadian ini adalah kasus per

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemui pada penderita periodontitis. Pertumbuhan Porphyromonas gingivalis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak dibandingkan dengan Negara maju. Indonesia dengan kasus

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Salah satu kuman penyebab infeksi saluran cerna adalah Shigella, yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan penyebab yang banyak menimbulkan kesakitan

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya dengan berbagai tumbuhan, terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut tidak lepas dari peran mikroorganisme, yang jika

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini penggunaan obat tradisional masih disukai dan diminati oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Denture stomatitis merupakan suatu proses inflamasi pada mukosa mulut

BAB I PENDAHULUAN. Sejak zaman nenek moyang sampai sekarang, masyarakat banyak

BAB I PENDAHULUAN. (kurma). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. makanan (foodborne disease) (Susanna, 2003). Foodborne disease tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi penyebab kematian satu juta orang di negara berkembang terutama terjadi

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh (Sub Direktorat) Subdit Diare,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif golongan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat

antihelmintik, dan lain-lain (Absor, 2006). Komponen aktif yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Propolis adalah campuran dari sejumlah lilin lebah dan resin yang

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan penyakit pada telinga yang merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang ditemukan pada banyak populasi di dunia dan merupakan penyebab meningkatnya morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan. (Depkes, 2010). OMSK aktif tipe benigna merupakan peradangan kronis pada ruang telinga tengah akibat infeksi yang menetap selama lebih dari 2 bulan. Penyakit ini biasa ditemukan pada masyarakat kelas menengah ke bawah di negara-negara berkembang. Prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8%, sedangkan di Provinsi Bali prevalensi OMSK berkisar 3,9 % (Aboet,2007; Depkes, 2010). OMSK di dalam masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair sedangkan untuk masyarakat di Bali dikenal dengan sebutan curek. Kebanyakan penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit biasa yang nantinya akan sembuh sendiri, karena penyakit ini umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali sudah terjadi komplikasi (Helmi, 2005. Dhingra, 2007). Pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyebab OMSK adalah bakteri Gram positif seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes dan Bacillus spp, sedangkan bakteri Gram negatif seperti Enterobacter spp, Pseudomonas aeruginosa dan Proteus spp. Pada penelitian Tutwuri ( 2003 ) dilaporkan bahwa bakteri Gram positif penyebab OMSK yaitu; Staphylococcus aureus 39,4 % dan Bacillus sp 3,03 %, sedangkan bakteri Gram negatif yaitu; Enterobacter spp 22,73 %, Pseudomonas aeruginosa 13,64 % dan Proteus spp 7,58 %. Sedangkan pada penelitian Susmita (2012) didapatkan hasil isolasi bakteri dari penderita

OMSK di India adalah bakteri Gram positif yaitu Staphylococcus aureus 31 % dan Streptococcus pyogenes 2,7 %, sedangkan bakteri Gram negatif yaitu; Pseudomonas aeruginosa 43,2% dan Enterobacter spp 1,3%. Penatalaksanaan OMSK sesuai standar terapi yang ditentukan oleh Departemen Kesehatan RI dilakukan secara berjenjang yaitu penanganan primer atau lini pertama adalah pada tingkat puskesmas dengan menggunakan antibiotika topikal Chloramphenicol 1% tetes telinga dan bila tidak terdapat perbaikan akan dilakukan penanganan ke tingkat sekunder sampai pada tingkat tersier dengan penanganan spesialistik di rumah sakit (Depkes,2010). Permasalahan yang timbul saat ini adalah efektivitas Chloramphenicol 1% mulai berkurang karena resistensi dan efek ototoksik sehingga penggunaannya mulai dibatasi. Menurut penelitian Afolabi (2012) di Nigeria melaporkan sentivitas Chloramphenicol 1 % terhadap bakteri Gram positif seperti Staphylococcus aureus 32 % dan Streptococcus spp 13 %, sedangkan sensitivitas Chloramphenicol 1 % terhadap bakteri Gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa 48 % dan Enterobacter spp 4,5 % Afolabi (2012). Demikian pula mengenai bahan baku obat yang mulai menipis serta harga yang semakin mahal sehingga menyebabkan penanganan OMSK di daerah pedesaan semakin sulit dan penderita akan datang ke pelayanan kesehatan setelah penyakit menjadi lebih berat, sehingga membutuhkan penanganan yang lebih serta biaya yang tidak sedikit, untuk itu penting di pertimbangkan untuk mencari obat alternatif pengganti dengan menggunakan bahan baku yang mudah didapat dan biaya yang murah (WHO, 2005). Pengobatan tradisional yang digunakan oleh masyarakat di Bali dari sejak jaman dahulu dan secara empiris dipercaya bisa digunakan untuk mengobati radang telinga bagian tengah seperti OMSK atau dalam bahasa daerah Bali disebut dengan curek yaitu dengan menggunakan tetes telinga dari getah daun Hoya carnosa, yang lebih dikenal dengan nama

daerah don tebel-tebel yang berarti daunnya tebal atau sering juga disebut dengan don curek. Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa senyawa aktif yang terkandung dalam tanaman daun tebel-tebel (Hoya carnosa) yaitu flavonoid, saponin, Phenolik dan tanin. Pemanfaatan tanaman Hoya sebagai obat bervariasi dari penggunaannya sebagai obat luka gores maupun luka bakar, pembengkakan, bisul, memar, beberapa jenis penyakit kulit yang disebabkan mikroorganisme seperti kudis, gigitan serangga dan sakit perut, namun terhadap penyakit OMSK aktif tipe benigna belum pernah dilakukan. Berdasarkan uji pendahuluan didapatkan bahwa ekstrak daun tebel-tebel (Hoya carnosa) dengan pengencer etanol 96% mampu menghambat pertumbuhan bakteri seperti Staphylococcus aureus pada konsentrasi 10% (diameter daerah hambat 6,38 mm), konsentrasi 20% (diameter daerah hambat 7,38 mm), konsentrasi 40% (diameter daerah hambat 8,25 mm), konsentrasi 80% (diameter daerah hambat 11,5 mm) dan Pseudomonas aeruginosa dengan konsentrasi 40% (diameter daerah hambat 6,38 mm), konsentrasi 80% (diameter daerah hambat 9,5 mm). Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa ekstrak daun tebel-tebel (Hoya carnosa) mampu menghambat bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif namun dengan daya hambat lemah hingga sedang, mengacu pada data antibakteri yang dimiliki tersebut, maka penelitian ini dikembangkan dengan menggunakan ekstrak daun tebel-tebel (Hoya carnosa) dengan konsentrasi yang lebih besar yaitu 80% sampai dengan 100% serta jumlah bakteri Gram positif dan Gram negatif yang lebih banyak. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka diajukan permasalahan dalam penelitian ini antara lain untuk membuktikan efektivitas antibakteri ekstrak daun

tebel-tebel (Hoya carnosa) terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif penyebab OMSK aktif tipe benigna, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut; 1. Apakah ekstrak daun tebel-tebel (Hoya carnosa) mempunyai efek antibakteri (daya hambat) terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif penyebab OMSK aktif tipe benigna pada konsentrasi 80% dan 100%? 2. Apakah efek antibakteri (daya hambat) ekstrak daun tebel-tebel (Hoya carnosa) terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif penyebab OMSK aktif tipe benigna berbeda antara konsentrasi 80% dengan konsentrasi 100%? 3. Apakah efek antibakteri (daya hambat) ekstrak daun tebel-tebel (Hoya carnosa) terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif penyebab OMSK aktif tipe benigna berbeda antara konsentrasi 100% dengan Chloramphenicol 1%? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui adanya efek antibakteri ekstrak daun tebel-tebel (Hoya carnosa) terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif penyebab penyakit OMSK aktif tipe benigna secara in vitro. 1.3.2 Tujuan khusus a. Untuk membuktikan terdapatnya daya hambat ekstrak daun tebel-tebel (Hoya carnosa) terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif penyebab OMSK aktif tipe benigna pada konsentrasi 80% dan 100%. b. Untuk membuktikan adanya perbedaan daya hambat ekstrak daun tebel-tebel (Hoya carnosa) terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif penyebab OMSK aktif tipe benigna pada konsentrasi 80 % dan 100%.

c. Untuk membuktikan adanya perbedaan daya hambat ekstrak daun tebel-tebel (Hoya carnosa) terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif pada konsentrasi 100% dan Chloramphenicol 1%. 1.4 Manfaat Penelitian Apabila hasil penelitian ini dapat membuktikan adanya efek antibakteri dari ekstrak daun tebel-tebel (Hoya carnosa) dapat dilakukan penelitian berkelanjutan yaitu; uji invivo pada binatang coba dan uji klinis beserta efek samping OMSK yang dilakukan pada manusia sehingga ekstrak daun tersebut dapat dimanfaatkan sebagai obat standar dalam penanganan OMSK aktif tipe benigna. Obat dari ekstrak daun tebel-tebel (Hoya carnosa) ini nantinya dapat mengurangi biaya penanganan OMSK, dimana harga obat cenderung lebih murah karena bahan ekstrak yaitu daun tebel-tebel (Hoya carnosa) banyak di temukan sehingga dapat digunakan untuk terapi awal di pusat kesehatan lini pertama, seperti Puskesmas dan dapat ditanggung dalam pembiayaan melalui badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS).