I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit infeksi bakteri yang sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat bakteri pada jaringan pendukung gigi. Terdapat dua tipe penyakit periodontal ini yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis meliputi inflamasi yang terbatas pada margin gingiva, yang sering ditemukan dan bersifat reversible. Periodontitis kronis ditandai oleh inflamasi pada jaringan pendukung gigi, yang memicu terjadinya migrasi junctional epithelium ke arah apikal sepanjang permukaan akar gigi dan kerusakan lebih lanjut dari ligament periodontal serta tulang alveolar (Bidault, 2007). Menurut Bidault dkk. (2007), terdapat lebih dari 500 spesies bakteri yang terdapat di dalam plak subgingiva. Beberapa dari spesies bakteri yang terdapat dalam lapisan biofilm subgingiva ini merupakan penyebab utama dari penyakit periodontal dengan adanya pengaruh faktor lokal dan sistemik. Akumulasi dan proliferasi dari bakteri yang terdapat di dalam poket periodontal merupakan tahap awal dari onset dan progesivitas penyakit periodontal. Infeksi polimikroba yang melibatkan bakteri ini disebut sebagai periodontal pathogen, yang kebanyakan merupakan bakteri gram negatif anaerob. Spesies spesies bakteri tersebut antara lain Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Porphyromonas gingivalis, Tannerella forsythia, Treponema denticola, Fusobacterium nucleatum, Prevotella ingtermedia, Prevotella nigrescens, Campylobacter rectus, Eikenella corrodens and Peptostreptococcus micros. Bakteri-bakteri tersebut memproduksi faktor- 1
faktor virulensi yang memungkinkan untuk berkolonisasi di dalam subgingiva, memicu terjadinya mekanisme pertahanan tubuh dan menyebabkan kerusakan jaringan periodontal. Spesies bakteri yang berkolonisasi di dalam sulkus gingiva ini harus bisa melekat dengan kuat supaya tidak terlepas oleh aliran cairan di dalam sulkus gingiva ini. Sulkus gingiva dan poket periodontal selalu basah oleh cairan sulkus gingiva, yang mengalir dari dasar poket (Nisengard dkk., 2006) Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskuler yang paling sering ditemukan dan mempengaruhi lebih dari 50 juta warga Amerika, serta kebanyakan tidak terdiagnosis yang memerlukan deteksi dan pengontrolan yang lebih baik. Semua pelayan kesehatan, termasuk dokter gigi, perlu mendeteksi dan mengantisipasi masalah hipertensi ini. Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan gigi, dokter gigi harus memiliki pengetahuan tentang hipertensi khususnya dalam hal mendeteksi dan perawatannya (Mealey dkk. 2006),. Bakteri patogen dalam mulut dan mediator inflamasi C-reaktif protein (CRP), fibrinogen dan leukosit dari lesi periodontal secara intermitten mencapai pembuluh darah menginduksi chronic low-level bacteriemia dan reaktan inflamasi sistemik yaitu CRP, antibodi sistemik yang semua ini dapat menimbulkan suatu rangkaian patogenik antara penyakit periodontal dan penyakit jantung (Saini dkk., 2010). C-reaktive protein (CRP) ini merupakan suatu plasma protein fase akut yang terdapat pada plasma manusia sehat yang kadarnya meningkat selama inflamasi akut dan kronis (Fay, 2010). Selain itu juga nilai CRP cenderung meningkat pada perkembangan hipertensi (Smith dkk., 2005). 2
Perawatan periodontal bertujuan untuk mengeliminasi penyakit dan mengembalikan keadaan jaringan periodontium dalam keadaan sehat, yang meliputi kenyamanan, fungsi, dan estetik yang dapat dipertahankan baik oleh pasien itu sendiri maupun dokter gigi. Tujuan perawatan pada gingivitis dan periodontitis adalah mengontrol bakteri sebagai faktor lokal dan meminimalkan pengaruh sistemik sebagai bentuk perawatan penyakit periodontal non bedah. Perawatan periodontal non bedah juga bertujuan menciptakan kondisi lingkungan yang konduktif untuk kesehatan jaringan periodontal dan menurunkan keparahan penyakit. Tindakan periodontal non bedah meliputi pemeliharaan kebersihan mulut, Scaling dan Root planing (SRP) dan pemberian antibiotik untuk mencegah, menghentikan serta mengeliminasi penyakit periodontal yang merupakan intial phase therapy (Plemons & Eden, 2004). Scaling adalah prosedur menghilangkan plak dan kalkulus supra dan subgingiva. Bila plak dan kalkulus ini terletak pada permukaan email yang teratur, scaling saja cukup untuk mengeluarkan plak dan kalkulus dari permukaan email ini sampai permukaannya menjadi bersih dan halus. Plak dan kalkulus yang terdapat pada permukaan akar, seringkali masuk ke dalam sementum. Pada kalkulus subgingiva terdapat bakteri-bakteri dan endotoxin, oleh karena itu harus dihilangkan. Bila dentin terbuka, bakteri bisa masuk ke dalam tubuli dentin. Prosedur penghilangan sisa kalkulus dan sementum pada akar gigi sehingga permukaannya menjadi halus, bersih dan licin dinamakan root planing (Pattison & Pattison, 2006). 3
Scaling dan root planing (SRP) telah lama diketahui sangat efektif dalam perawatan penyakit periodontal (Plemons & Eden, 2004). Scaling dan root planing ini mengakibatkan berkurangnya mikroorganisme subgingiva secara dramatis dan menghasilkan perubahan komposisi bakteri pada plak subgingiva dari bakteri gram negatif anaerob menjadi bakteri fakultatif gram positif yang biasa ditemukan pada kondisi periodontal yang sehat. Setelah dilakukan tindakan SRP terjadi pengurangan Spirochaeta, motile rods dan putative pathogen seperti Actinobacillus actinomycetemcomitans, Porphyromonas gingivalis dan Prevotella intermedia. Adanya perubahan mikrobiota ini disertai dengan pengurangan atau eliminasi inflamasi secara klinis (Pattison & Pattison, 2006) tetapi menurut Slots (2004) penyakit periodontal akibat inflamasi memerlukan pemakaian antibiotik dalam perawatannya. Konsep ini berdasarkan pemikiran bahwa mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit periodontal dan antibiotik dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen tersebut. Antibiotik adalah substansi organik yang muncul secara alami atau sintetik, yang dalam konsentrasi rendah dapat menghambat dan atau membunuh mikroorganisme tertentu. Pemakaian antibiotik diperlukan bagi pasien yang tidak berhasil dengan perawatan SRP serta pada pasien dengan penyakit periodontal akibat penyakit sistemik sebagai profilaksis pada tindakan periodontal non bedah (Pattison & Pattison, 2006 ). Ciprofloksasin merupakan generasi kedua derivat fluroquinolon aktif dengan jangkauan yang luas pada bakteri gram negatif dan gram positif fakultatif patogen periodontal (Ahmed, 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Tozum 4
dkk., (2004) antibiotik ciprofloksasin yang diberikan secara sistemik, kadar ciprofloksasin mencapai konsentrasi 4-8 kali lebih tinggi dalam cairan sulkus gingiva daripada serum darah dan antibiotik ini efektif memasuki jaringan lunak yang mengalami penyakit periodontal sehingga ciprofloksasin merupakan drug of choice untuk periodontitis. Amoksisilin merupakan salah satu golongan penisilin, selain ampisilin, karbenisilin, dan lain-lain. Absorpsi amoksisilin di saluran cerna jauh lebih baik daripada ampisilin. Dengan dosis per oral yang sama, amoksisilin mencapai kadar dalam darah yang tingginya kira-kira 2 kali lebih tinggi daripada yang dicapai ampisilin, sedang masa paruh kedua obat ini hampir sama (Istiantoro & Gan, 2001). Amoksisilin merupakan penisilin semisintetik yang mempunyai efek antiinfeksi berspektrum luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif (Jolkovsky & Cianco, 2006). Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesa dinding sel mikroba. Akibat adanya tekanan osmotik yang lebih tinggi di dalam sel kuman dari pada di luar sel, maka kerusakan dinding sel ini akan menyebabkan lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman yang peka (Setiabudy & Gan, 2001). Penisilin merupakan suatu compound beta lactam yang bersifat bakterisidal yang dapat menghambat sintesa dinding sel bakteri. Tanpa adanya dinding sel ini, maka bakteri tersebut tidak bisa bertahan hidup. Amoksisilin juga merupakan salah satu antibiotik yang tidak begitu toksik (Kinane, 2004). 5
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan suatu permasalahan penelitian yaitu apakah ada perbedaan efektivitas antara pemberian ciprofloksasin dan amoksisilin setelah SRP pada peridontitis kronis penderita hipertensi dengan parameter kadar CRP dan tekanan darah? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perbedaan efektivitas antara pemberian ciprofloksasin dan amoksisilin setelah SRP pada peridontitis kronis penderita hipertensi dengan parameter kadar CRP dan tekanan darah. D. Manfaat Penelitian 1. Perkembangan ilmu pengetahuan : Adanya pilihan antibiotik yang efektif dan lebih aman dalam perawatan periodontal pada penderita hipertensi. 2. Klinisi : memberi informasi ilmiah perawatan penyakit periodontal pada pasien hipertensi. 6