BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sering ditemukan. Lebih dari 25% perempuan akan mengalami ISK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan judul Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH RAWAT INAP DI RSU PANDAN ARANG BOYOLALI TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. wanita 54,5% lebih banyak dari laki-laki. Namun pada neonatus, ISK lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

membunuh menghambat pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Saifudin, 2008). Infeksi Luka Operasi (ILO) memberikan dampak medik berupa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangunkusumo Jakarta Sectio caesarea pada tahun 1981 sebesar 15,35%

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. kemih yang disertai adanya kolonisasi bakteri di dalam urine (bakteriuria).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Pustaka

Kriteria Diagnosis Berdasaran IDSA/ESCMID :

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan untuk melihat profil dan evaluasi penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. kemih. Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada pria maupun wanita semua umur,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. Gejala penyerta dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, demam,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

UNIVERSITAS INDONESIA

Oleh: Sri Adi Sumiwi PENGGUNAAN OBAT RASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.

BAB I PENDAHULUAN. sepsis terbanyak setelah infeksi saluran nafas (Mangatas, 2004). Sedangkan

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA BANGSAL PENYAKIT DALAM DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh seorang Kepala yang disebut Direktur Utama. Peningkatan Kesehatan lainnya serta Melaksanakan Upaya Rujukan.

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

LARASITA RAKHMI UTARI K

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Morgan, 2003). Bakteriuria asimtomatik di definisikan sebagai kultur

BAB I PENDAHULUAN. bermain toddler (1-2,5 tahun), pra-sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan diagnosa penyakit diare di bangsal rawat inap RSUD Dr. Moewardi tahun

INFEKSI SALURAN KEMIH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis

BAB I Pendahuluan UKDW. penyebab keempat dari disabilitas pada usia muda (Gofir, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif. berbentuk batang. Enterobacter sp.

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak

BAB I PENDAHULUAN. Antibiotik merupakan salah satu pilihan terapi yang banyak digunakan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih merupakan salah satu infeksi dalam praktik klinik yang sering ditemukan. Lebih dari 25% perempuan akan mengalami ISK paling tidak satu kejadian semasa hidupnya. Kebanyakan kasus ISK tidak menimbulkan masalah yang serius atau berat, dalam artian tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan suatu kerusakan yang bersifat irreversible. Namun berbeda jika ISK terjadi pada ginjal, risiko kerusakan akan menjadi irreversible dan akan terjadi peningkatan risiko bakteriuria (Hvidberg dkk, 2000). 1. Definisi ISK Infeksi saluran kemih adalah keadaan klinis akibat adanya mikroorganisme dalam urin dan berpotensi untuk invasi ke saluran kemih bagian atas, menginvasi mukosa pelvis ginjal, dan meluas ke dalam jaringan interstisial ginjal. Urin mengandung mikroorganisme walaupun dalam keadaan yang normal, umumnya sekitar 102 hingga 104 bakteri/ml urin. Pasien didiagnosis ISK bila urinnya mengandung lebih dari 105 bakteri/ml (Coyle dan Prince, 2005). 6

7 2. Etiologi Bakteri adalah penyebab infeksi saluran kemih terbanyak. Infeksi juga dapat disebabkan oleh mikroorganisme lain seperti jamur, virus, klamidia, parasit, dan mikobakterium, namun angka kejadiannya sangat jarang ditemukan. Pemeriksaan biakan air kemih menunjukkan penyebab tersering ISK adalah bakteri aerob gram negatif yang biasa ditemukan di saluran pencernaan (Enterobacteriaceae) dan jarang disebabkan oleh bakteri anaerob (Samirah dkk, 2006). Pertahanan tubuh yang lemah atau adanya masalah immunocompremise menyebabkan bakteri dari rektum, vagina, perineum (daerah sekitar vagina), dan dari pasangan (hubungan seksual) dapat dengan mudah masuk ke saluran kemih. Bakteri tersebut kemudian berkembangbiak di saluran kemih, kandung kemih, dan bisa sampai ke ginjal (Purnomo, 2003). Sukandar (2006) berpendapat bahwa terdapat dua jenis bakteriuria, yaitu simtomatik dan asimtomatik. Bakteriuria simtomatik didefinisikan sebagai kultur urin positif disertai keluhan, sedangkan bakteriuria asimtomatik didefinisikan sebagai kultur urin positif tanpa keluhan. ISK disebabkan oleh berbagai macam bakteri diantaranya E. coli, Proteus, Klebsiella, Citrobacter, Pseudomanas aeroginosa, Providensiac, Acinetobacter, Staphylococcus, Saprophyticus, dan Enterococus faecali. Secara umum, sekitar 90% ISK disebabkan oleh E.coli.

8 3. Patofisiologi Coyle dan Prince (2005) menyeatakan bahwa pada umumnya mikroorganisme dapat masuk ke dalam saluran kemih melalui jalur ascending dan descending. a. Ascending Ascending merupakan cara masuk mikroorganisme yang paling sering terjadi. Mikroorganisme tersebut masuk melalui uretra. Aktivitas seksual, kontrol kemih yang buruk (biasanya pada manula), dan penggunaan toilet yang buruk (tidak bersih) menjadi salah satu faktor masuknya mikroorganisme ke tubuh manusia. Saluran uretra yang pendek menjadi salah satu alasan mengapa angka kejadian ISK pada wanita jauh lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Pengosongan kandung kemih yang tidak lancar (menunda buang air kecil) atau tidak sempurnanya proses pembuangan urin dapat menyebabkan bakteri yang berada di saluran kemih tidak dapat terbuang secara sempurna. Bakteri yang tidak dapat dikeluarkan ini kemudian dapat berkembang biak kembali dengan cepat. b. Descending (Hematogenesis) Mikroorganisme masuk melalui sistem limfatik yang menghubungkan kandung kemih dan ginjal, selanjutnya bisa menyebar dengan perluasan langsung dari flora usus ke dalam kandung kemih.

9 Sukandar (2006) menyebutkan bahwa terdapat faktor pasien sebagai penyebab ISK yaitu: a. Faktor predisposisi pencetus infeksi saluran kemih Kolonisasi bakteri di saluran kemih yang dipengaruhi oleh faktor bakteri dan status saluran kemih pasien. Kolonisasi bakteri sering kambuh bila sudah terdapat kelainan pada struktur anatomi saluran kemih. b. Status imunologi pasien Berdasarkan penelitian, status sekretor dan golongan darah mempunyai pengaruh/kontribusi untuk kepekaan yang kuat terhadap infeksi saluran kemih. Penelitian lain juga melaporkan bahwa sekresi IgA urin meningkat dan diduga mempunyai peranan penting untuk kepekaan terhadap infeksi saluran kemih rekuren. 4. Klasifikasi ISK Klasifikasi ISK berdasarkan anatominya dibagi menjadi dua macam, yaitu ISK bagian atas dan ISK bagian bawah. ISK bagian atas terdiri atas pielonefritis yaitu infeksi yang melibatkan ginjal sedangkan ISK bagian bawah terdiri atas uretritis (uretra), sistisis (kandung kemih), dan prostatitis (kelenjar prostat) (Coyle dan Prince, 2005). Nofrianty (2009) menyatakan bahwa dari segi klinik ISK dibagi menjadi 2 macam yaitu: a. Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi (simple/uncomplicated urinary tract infection).

10 ISK tanpa komplikasi ini terjadi apabila tidak ditemukan faktor penyulit dan gangguan struktur maupun fungsi dari saluran kemih. b. Infeksi saluran kemih terkomplikasi (complicated urinary tract infection). ISK dengan komplikasi terjadi apabila terdapat hal-hal tertentu yang menyebabkan bertambahparahnya infeksi tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi complicated urinary tract infection ini adalah kelainan struktur maupun fungsional yang merubah aliran urin seperti obstruksi saluran urin, terbentuknya batu pada saluran kemih, residu urin dalam kandung kemih, tumor ginjal, kista ginjal, dan abses ginjal. 5. Epidemiologi Seiring bertambahnya usia, infeksi saluran kemih asimtomatik pada wanita akan meningkat. Beberapa data menunjukkan pada laki-laki juga mengalami peningkatan infeksi saluran kemih dengan bertambahnya usia, namun jika dibandingkan dengan wanita prevalensinya jauh lebih kecil meski dihitung dalam usia yang sama. Pada wanita dengan usia di bawah 50 tahun dengan beberapa gejala-gejala infeksi saluran kemih lebih dominan memiliki bakteriuria (Qaseem dkk, 2012). B. Rasionalitas Penggunaan Obat Penggunaan obat secara tepat atau rasional merupakan hal yang penting dalam meningkatkan pelayanan kepada pasien. Menurut WHO obat secara

11 tepat atau rasional apabila pasien menerima obat sesuai dengan kondisi klinisnya, dengan dosis yang berada dalam range terapi, dalam periode waktu yang sesuai dan dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat. Dengan empat kunci yaitu kebutuhan klinis, dosis, waktu dan biaya yang sesuai, penggunaan obat secara tepat atau rasional merupakan upaya intervensi untuk mencapai pengobatan yang efektif (Anonim, 2011). WHO memperkirakan separuh dari seluruh obat yang diresepkan di dunia, digunakan secara tidak tepat. Tujuan dari penggunaan obat secara tepat atau rasional yaitu menjamin pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dengan harga yang terjangkau. Berikut definisi penggunaan Obat rasional (4T+1W) menurut WHO 1985: 1. Tepat Penilaian Kondisi Pasien Tepat pasien yaitu obat yang diberikan sesuai dengan kondisi fisiologis dan patologis pasien untuk menghindari adanya kontraindikasi yang mungkin terjadi yang dapat memperburuk atau memperparah kondisi pasien. Respon individu terhadap efek obat sangatlah beragam. Hal ini lebih jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida. Pada penderita dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindari karena berisiko menyebabkan nefrotoksik.

12 2. Tepat Indikasi Penyakit Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Misalnya antibiotik diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat tersebut hanya dianjurkan pada pasien yang mendapatkan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. 3. Tepat Pemilihan Obat Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis yang diberikan oleh dokter ditegakkan dengan benar dengan melihat keluhan, tanda, dan gejala yang diderita pasien. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan penyakitnya. 4. Tepat Dosis Dosis, frekuensi, cara, dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang kurang (underdose) dapat menimbulkan efek terapi yang tidak maksimal. Sebaliknya pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang memiliki indeks terapi sempit, akan sangat berisiko timbulnya efek samping. 5. Waspada Efek Samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian dosis terapi. Misalnya pada pemberian atropin. Muka merah pada pemberian atropin bukanlah merupakan alergi, tetapi efek sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah.

13 Seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan, tentunya kebijakan mengenai penggunaan obat yang rasional semakin banyak diperbaharui. Selain indikator WHO, di dalam Kurikulum Pelatihan Penggunaan Obat Rasional (POR) oleh Kementrian Kesehatan tahun 2011 ditambahkan beberapa indikator kerasionalan sebagai berikut: 1. Tepat Cara Pemberian Tepat cara pemberian dimisalkan obat antasida dikonsumsi pasien hendaknya dikunyah terlebih dahulu sebelum ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh di campur dengan susu karena dapat mengakibatkan absorpsi dan efektivitasnya menurun. 2. Tepat Diagnosis Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya. 3. Tepat Interval Waktu Pemberian Cara pemberian obat hendaknya dibuat sederhana dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. 4. Tepat Lama Pemberian Lama pemberian obat harus tepat sesuai dengan penyakitnya masingmasing. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan.

14 5. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. 6. Tepat Informasi Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapi. 7. Tepat Tindak Lanjut (Follow Up) Pada saat memutuskan untuk memberikan terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping. 8. Tepat Penyerahan Obat (Dispensing) Tepat penyiapan dan penyerahan obat harus dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan obat sebagaimana mestinya. Dalam melakukan penyerahan petugas harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien. 9. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan, ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut: a. Jenis dan obat yang diberikan terlalu banyak b. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering c. Jenis sediaan obat terlalu beragam d. Pemberian obat dalam jangka penjang tanpa informasi e. Pasien tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai cara menggunakan obat

15 C. Antibiotik Terapi antibiotik sangat diperlukan bagi penderita infeksi saluran kemih. Sebagai tenaga medik, dokter haruslah mengetahui bahwa masalah resistensi sudah menjadi rahasia umum dalam dunia medik khususnya pada penggunaan antibiotik. Resistensi menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Penyebabnya adalah ketidaktepatan dalam terapi antibiotik. ketidaktepatan tersebut dapat berupa pemilihan antibiotik yang tidak tepat atau dosis terapi yang kurang sesuai. Untuk itu pemilihan antibiotik harus mempertimbangkan pola resistensi yang sudah terjadi di rumah sakit dan mempertimbangkan kemungkinan resistensi yang akan terjadi selanjutnya. Tepat dalam memilih obat menjadi salah satu kunci keberhasilan terapi dan meminimalkan resiko resistensi yang akan terjadi (Saepudin dkk, 2009). Tepat penderita, tepat indikasi, tepat obat, tepat regimen dosis, dan waspada efek samping merupakan indikator penggunaan antibiotik secara rasional. Tepat penderita adalah pemberian obat yang sesuai dengan keadaan/status pasien dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan kontraindikasi. Tepat indikasi adalah pemberian obat berdasarkan keluhan pasien atau diagnosis dokter. Apabila terjadi kesalahan diagnosis, maka pemberian obat akan mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut, sehingga pengobatan yang diterima pasien tidak sesuai dengan yang seharusnya. Tepat indikasi berkaitan dengan keputusan apakah obat perlu diberikan atau tidak. Tepat obat adalah pemilihan obat dengan mempertimbangkan manfaat, keamanan, mutu, dan harga obat.

16 Pemilihan obat bisa didasarkan pada buku pedoman pengobatan penyakit tertentu. Tepat regimen dosis adalah pemberian obat yang sesuai dengan takaran, rute pemberian, interval, waktu, dan lama pemberian. Pemberian dosis yang berlebihan bisa menyebabkan efek toksik pada pasien, sedangkan dosis yang terlalu kecil menyebabkan obat tidak berefek (Nofrianty, 2009). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/Menkes/Per/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik menyebutkan bahwa pemilihan jenis antibiotik harus berdasar pada: a) Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman terhadap antibiotik. b) Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi. c) Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik. d) Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat. e) Cost effective yaitu obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman. Antibiotik yang digunakan untuk terapi infeksi saluran kemih diantaranya adalah: 1. Penisilin Penisilin diperoleh dari jamur Penicillium chrysogenum. Penisilin dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok penisilin dan sefalosporin, perbedaannya hanya terletak pada gugus R saja yang menghasilkan derivat-derivat dengan sifat yang berlainan. Kedua kelompok tersebut mempunyai rumus bangun yang serupa, yaitu cincin beta laktam. Cincin

17 ini merupakan syarat mutlak untuk khasiatnya. Penisilin merupakan antibiotik yang bersifat bekterisid dengan mekanisme kerja menghalangi sintesis dinding sel bakteri. Asam klavulanat, ampisilin, dan amoksisilin adalah golongan penisilin yang paling banyak digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih. Amoksisilin efektifitasnya lebih bagus daripada ampisilin karena kadar bentuk aktifnya dalam kemih jauh lebih tinggi yaitu 70%. Kombinasi dengan asam klavulanat membuat antibiotik ini aktif terhadap kuman yang memproduksi penisilinase (enzim yang menghambat kerja penisilin dan menyebabkan resisten) terutama digunakan pada ISPA dan ISK (Volk, 1993). 2. Sefalosporin Katzung (1997) menyatakan bahwa sefalosporin merupakan antibiotika beta laktam yang memiliki sifat, struktur, dan khasiat yang hampir sama dengan penisilin, hanya saja spektrum kerjanya lebih luas yaitu meliputi kuman gram negatif dan positif (termasuk E. coli, Klabsiella, dan Proteus). Sefalosporin termasuk antibiotik yang bersifat bekterisidal. Berdasarkan khasiat dan resistensinya terhadap beta laktamase, sefalosporin dibagi menjadi 4 generasi: a. Generasi I Zat-zat ini biasanya aktif terhadap cocci-gram positif dan pada umumnya tidak tahan terhadap laktamase. Contohnya adalah sefalotin, sefazolin, sefradin, dan sefadroksil.

18 b. Generasi II Seflakor, sefamandol, sefmetazol, dan sefuroksim lebih aktif terhadap kuman gram positif dan negatif, biasanya untuk kuman yang resistem terhadap amoksisilin. Generasi kedua sifat tahan laktamase nya lebih kuat jika dibandingkan generasi yang pertama. c. Generasi III Generasi III mempunyai aktivitas terhadap kuman gram negatif yang lebih kuat dan lebih luas lagi, meliputi Pseudomonas dan Bacteroides. Resistensi terhadap laktamase juga lebih kuat. Contohnya sefotaksim, seftriakson, sefiksim, dan sefpodoksin. d. Generasi IV Sefalosporin generasi IV ini adalah obat baru dalam golongan sefalosporin, yaitu paling resisten terhadap laktamase (sefepim dan sefpirom). Untuk sefepim sangat aktif terhadap Pseudomonas. 3. Aminoglikosida Aminoglikosida adalah antibiotik dengan spektrum kerja yang luas dan bersifat bakterisidal dengan mekanisme kerja menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Contohnya streptomisin, gentamisin, dan amikasin (Katzung, 1997). 4. Kotrimoksazol Kotrimoksazol merupakan kombinasi antara dua obat, yaitu trimetoprim dan sulfametoksazol. Obat ini menjadi pilihan pertama atau

19 first line untuk terapi infeksi saluran kemih (Sari dkk, 2015). Mekanisme kerja dari trimetoprim yaitu dengan menghambat reduksi asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Mekanisme kerja dari sulfametoksazol yaitu mengganggu pertumbuhan bakteri dengan cara menghambat dan mengganggu sintesa asam folat bakteri (Tjay dan Raharja, 2007). Tabel 1. Rekomendasi antibiotik untuk pengobatan ISK menurut Panduan Penatalaksanaan Infeksi pada Traktus Genitalis dan Urinarius. Jenis antibiotik Dosis dan interval Rute Sepaleksim 250-500 mg QID Oral Sefuroksil asetil 500 mg BID Oral Amoksisilin 250-500 mg TID Oral Ampisilin 250-500 mg TID Oral Ampisilin 1000 mg QID IV Amoksisilin/klavulanat 500 mg TID Oral Ampisilin/sulbaktam 3 g QID IV Seftriakson 1-2 g QD IV/IM Seftazadim 1-2 g Q 12 jam IV Sefotaksim 1-2 g q 4-12 jam IV Sefepim 1-2 g Q 12 jam IV Pipersilin 2 g BID IV Pipersilin/tazobaktam 2 g BID IV Tikarsilin 3 g Q 4-6 jam IV Tikarsilin/klavulanat 3, 1 g Q 4-6 jam IV Trimetropim 100 mg BID Oral Trimetoprim/sulfametoksasol(firstline) 1 tablet berkekuatan ganda BID Oral Siprofloksasin 500-750 mg BID Oral Siprofloksasin 400 mg BID IV Ofloksasin 400 mg BID Oral/IV Levofloksasin 250-750 mg BID Oral/IV Gatifloksasin 200-400 mg QD Oral/IV Gentamisin (multiple daily dosing) 2 mg/kg load IV Gentamisin (once daily dosing) 5-7 mg/kg IV Aztreonam 1-2 g Q 6-8 jam IV Nitofurantoin 100 mg QID Oral Imipenum/cilastatin 500 mg Q6h IV

20 Tabel 2. Rekomendasi antibiotik untuk pengobatan ISK menurut Standar Pelayanan Medik Ikatan Dokter Anak Indonesia Tahun 2009. Jenis antibiotik Dosis mg/kg/hari Frekuensi/ (umur bayi) (A) Parenteral Ampisilin 100 Tiap 12 jam (bayi < 1 minggu) Tiap 6-8 jam (bayi>1 minggu) Sefotaksim 150 Dibagi setiap 6-8 jam Gentamisin 5 Tiap 12 jam (bayi<1 minggu) Tiap 24 jam (bayi> 1 minggu) Seftriakson 75 Sekali sehari Seftazidim 150 Dibagi setiap 6-8 jam Sefazolin 50 Dibagi setiap 8 jam Tobramisin 5 Dibagi setiap 8 jam Ticarsilin 100 Dibagi setiap 6 jam (B) Oral Amoksisilin 20-40 mg/kg/hari Setiap 8 jam Ampisilin 50-100 mg/kg/hari Setiap 6 jam Augmentin 50 mg/kg/hari Setiap 8 jam Sefaleksin 50 mg/kg/hari Setiap 6-8 jam Sefiksim 4 mg/kg/hari Setiap 12 jam Nitrofurantoin * 6-7 mg/kg/hari Setiap 6 jam Sulfisoksazole * 120-150 mg/kg/hari Setiap 6-8 jam Trimetoprim * 6-12 mg/kg/hari Setiap 6 jam Sulfametoksazole 30-60 mg/kg/hari Setiap 6-8 jam *Tidak direkomendasikan untuk neonatus dan penderita dengan insufisiensi ginjal Pada Pedoman Penatalaksanaan Infeksi pada Traktus Genitalis dan Urinarius (tabel 1) dapat kita lihat bahwa first line antibiotik untuk pasien ISK dewasa adalah kombinasi dari trimetropim-sulfametoksazol atau sering disebut kotrimoksazol. Sedangkan pada Standar Pelayanan Medik menurut IDAI tahun 2009 (tabel 2) menyatakan bahwa first line antibiotik untuk pasien ISK anak adalah amoksisilin. Amoksisilin sebagai terapi lini pertama pada ISK anak dapat diberikan secara peroral maupun intravena berdasarkan kondisi pasien.

21 D. Kerangka Konsep Konsep penelitian digambarkan secara sistematis sebagai berikut: Pasien ISK Pasien ISK tanpa komplikasi Pasien ISK dengan komplikasi Terapi antibiotik Evaluasi rasionalitas penggunaan antibiotik menurut WHO 1985 Tepat Pasien Tepat Indikasi Tepat Obat Tepat Dosis Waspada Efek samping Keterangan: : dilakukan penelitian : tidak dilakukan penelitian Gambar 1. Kerangka Konsep