6 II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Industri Kecil Industri kecil menurut Biro Pusat Statistik (BPS, 1997) adalah sebuah perusahaan industri yang memiliki jumlah tenaga kerja 5-19 orang, termasuk pekerja yang dibayar, pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang tidak dibayar. Perusahaan industri yang memiliki pekerja kurang dari lima orang diklasifikasikan sebagai industri rumah tangga atau kerajinan rakyat. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan (1994), industri kecil adalah industri dengan total aset secara keseluruhan tidak lebih dari Rp 100 juta, mempunyai investasi mesin dan peralatan di luar tanah dan gedung tidak lebih dari Rp 70 juta dengan investasi per tenaga kerja Rp 625.000 ke bawah dan hanya boleh diusahakan oleh warga negara Indonesia. 1. Karakteristik Industri Kecil Departemen Perindustrian dan Perdagangan (1994) menyebutkan bahwa industri kecil di Indonesia umumnya memiliki ciri-ciri berikut : a. Pemilik adalah golongan ekonomi lemah. b. Pemilik juga menjadi pemimpin perusahaan dan masih membutuhkan bimbingan kewirausahaan. c. Administrasi perusahaan masih bersifat sederhana dan kurang teratur, serta belum berbentuk badan hukum. d. Pengusaha tidak dapat memberikan jaminan guna mendapat kredit dari perbankan. e. Hubungan kerja antara pengusaha dan karyawan tidak formal dan bersifat kekeluargaan. f. Proses produksi masih sederhana dan sebagian besar masih bersifat tradisional. g. Mutu produk umumnya tidak tetap dan disain kurang mengikuti selera pasar. h. Pemasaran produk masih lemah. Menurut Allun (1987), karakteristik dari usaha kecil adalah : a. Tipe pemilihan atau pengusaha yang cenderung kepada perseorangan artinya pemilik merangkap manajer.
7 b. Jumlah tenaga kerja per unit usaha relatif tidak banyak digunakan dan umumnya berasal dari anggota keluarga atau orang di lingkungan sekitar unit usaha tersebut. c. Penggunaan energi mengarah pada sumber daya tradisional, yaitu dari tenaga manusia, tenaga hewan atau dengan menggunakan peralatan /mesin dengan tipe sederhana. d. Teknologi yang digunakan biasanya sederhana dan bersifat tradisional, meskipun terbuka kemungkinan adanya penggunaan teknologi yang maju. 2. Penggolongan Industri Kecil Industri kecil di Indonesia berkembang corak dan ragamnya, maka Departemen Perindustrian dan Perdagangan (1994) mengklasifikasikan industri kecil di Indonesia atas dua macam, yaitu : a. Menurut sifat dan teknologinya. b. Menurut jenis industrinya. Menurut Allun (1987), sifat dan teknologi, industri kecil dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu : 1. Kelompok Industri Kecil Tradisional Kelompok industry tersebut memiliki ciri menerapkan teknologi sederhana, berlandaskan dukungan unit pelaksana teknis dan berkaitan dengan sektor ekonomi lain secara regional. 2. Kelompok Kerajinan Industri kecil yang termasuk di dalam kelompok kerajinan memiliki ciri menerapkan teknologi tepat guna tingkat madya dan sederhana, mengemban misi pelestarian budaya bangsa dan merupakan perpaduan industri kecil yang menerapkan proses modern dengan ketrampilan tradisional. 3. Kelompok Industri Kecil Modern Ciri-ciri kelompok industri kecil modern adalah menerapkan teknologi madya hingga modern dengan skala produksi terbatas, berdasarkan dukungan penelitian dan pengembangan, serta menggunakan mesinmesin produksi khusus. Menurut Allun (1987), jenis industri kecil dapat dikelompokkan sebagai berikut :
8 1. Industri Kecil Pengolahan pangan, antara lain meliputi industri pengolahan hasil tanaman pangan dan peternakan. 2. Industri Kecil Sandang dan Kulit, antara lain industri pertenunan, industri batik, industri pakaian jadi, dan industri barang-barang dari kulit. 3. Industri Kecil Kimia dan Serat, antara lain industri pertenunan, industri batik, industri pakaian jadi, dan industri barang-barang dari kulit. 4. Industri Barang logam, Alat angkut dan jasa, meliputi industri komponen karet, industri vulkanisir ban, dan industri peti kemas kayu. 5. Industri kerajinan dan umum, meliputi industri anyam-anyaman, industri kerajinan ukiran dan industri permata. II.2. Pengembangan Usaha Kecil Menengah Syaukat (2002) mengatakan bahwa pengembangan usaha kecil menengah dan koperasi tergantung pada beberapa faktor, antara lain : 1. Kemampuan usaha kecil, menengah dan koperasi dijadikan kekuatan utama pengembangan ekonomi berbasis lokal yang mengandalkan endogenous resources di Kota/Kabupaten. 2. Kemampuan usaha kecil, menengah dan koperasi dalam meningkatan produktivitas, efisiensi dan daya saing. 3. Menghasilkan produk yang bermutu dan berorientasi pasar (domestik maupun ekspor). 4. Berbasis bahan baku domestik. 5. Substitusi impor. Syaukat (2002) mengatakan bahwa langkah-langkah operasional pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi adalah : 1. Tahap pertama : a. Penumbuhan iklim usaha kondusif. b. Kebijakan persaingan sehat dan pengurangan distorsi pasar. c. Kebijakan ekonomi yang memberikan peluang bagi usaha kecil, menengah, dan koperasi untuk mengurangi beban biaya yang tidak berhubungan dengan proses produksi. d. Kebijakan penumbuhan kemitraan dengan prinsip saling memerlukan, memperkuat dan saling menguntungkan.
9 2. Tahap kedua : 1. Dukungan penguatan. 2. Peningkatan mutu SDM usaha kecil, menengah dan koperasi. 3. Peningkatan penguasaan teknologi. 4. Peningkatan penguasaan informasi. 5. Peningkatan penguasaan modal. 6. Peningkatan penguasaan pasar. 7. Perbaikan organisasi dan manajemen. 8. Pencadangan tempat usaha. 9. Pencadangan bidang-bidang usaha. Faktor-faktor yang menjadi penyebab tingginya kemampuan untuk bertahan bagi industi kecil dalam menghadapi krisis (Haryadi, 1998) adalah : 1. Jenis produksi yang dihasilkan memang benar-benar kebutuhan masyarakat. 2. Bahan baku yang mendukung aktivitas industri didatangkan dari luar atau daerah desa sekitar industri beroperasi. 3. Industri kecil merupakan usaha yang padat karya dan bukan padat modal. 4. Tidak menggunakan material impor, baik sebagai bahan baku maupun sebagai bahan pendukung bagi industri kecil tersebut. Menurut Haryadi (1998), ada lima aspek yang berkaitan erat dengan perkembangan usaha kecil, yaitu aspek pemasaran, produksi, ketenagakerjaan, kewirausahaan dan akses kepada pelayanan. Dalam hal ini pemasaran, tujuan dan orientasi pasar penting bagi perkembangan suatu usaha. Tujuan dan orientasi pasar akan menentukan pilihan-pilihan strategi adaptasi yang akan diambil dalam mengatasi kendala-kendala yang akan dihadapi khususnya yang berkaitan dengan struktur pasar bahan baku produk. Pengembangan usaha kecil (Haryadi, 1998) meliputi : 1. Menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya usaha kecil. 2. Mewujudkan usaha kecil menjadi usaha yang efisien, sehat dan memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, sehingga mampu menjadi kekuatan ekonomi rakyat dan dapat memberikan sumbangan yang besar bagi pembangunan ekonomi nasional. 3. Mendorong usaha kecil agar dapat berperan maksimal dalam penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan.
10 4. Menciptakan bentuk-bentuk kerjasama yang dapat memperkuat kedudukan usaha kecil dalam kompetisi di tingkat nasional maupun internasional. II.3. Konsep dan Strategi Pemasaran Dalam mencapai suatu tujuan, perusahaan selalu menggunakan konsep pemasaran, karena dengan itu diharapkan dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen sehingga dapat memberikan kepuasan pelanggan. Pemahaman konsep pemasaran mendukung manajemen perusahaan untuk mengadaptasi setiap perubahan pasar dan pesaing melalui perencanaan strategi. Untuk mencapai tujuan organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran (target market) dan memuaskan pelanggan secara lebih efektif dan efisien daripada yang dilakukan oleh pesaing (Kotler dan Amstrong, 2002). Ada lima konsep yang mendasari cara organisasi melakukan pemasaran (Kotler dan Susanto, 1999) : 1. Konsep berwawasan produksi : konsumen akan memilih produk yang mudah didapat dan murah harganya. Manajer organisasi yang berwawasan produksi memusatkan perhatiannya untuk mencapai efisiensi produksi yang tinggi serta cakupan distribusi yang luas. 2. Konsep berwawasan produk : konsumen akan memilih produk yang menawarkan mutu, kinerja terbaik, atau hal-hal inovatif lainnya. Manajer dalam organisasi berwawasan produk memusatkan perhatian untuk membuat produk yang lebih baik dan terus menyempurnakannya. 3. Konsep berwawasan menjual : konsumen dibiarkan saja, konsumen tidak akan membeli produk organisasi dalam jumlah cukup. Organisasi harus melakukan usaha penjualan dan promosi yang agresif. 4. Konsep berwawasan pemasaran : kunci untuk mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien daripada saingannya. 5. Konsep berwawasan pemasaran bermasyarakat : Konsep ini menghindari konflik yang mungkin terjadi antara keinginan konsumen, kepentingan konsumen dan kesejahteraan sosial jangka panjang.
11 Menurut Michael Etzel Prahalad (1995) dalam Rangkuti (2005) menyatakan bahwa : Marketing is total system of business designed to plan, price, promote and distribute want satsifying product to target markets to achieve organizational objective. Pemasaran merupakan suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu sosial, budaya, politik, ekonomi dan manajerial. Akibat dari pengaruh berbagai faktor tersebut masing-masing individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk yang memiliki nilai komoditas (Rangkuti, 2005). Pendapat lain adalah pemasaran terdiri atas kegiatan perorangan dan organisasi yang memudahkan dan mempercepat hubungan pertukaran yang memuaskan dalam lingkungan yang dinamis melalui penciptaan, distribusi, promosi serta penentuan harga barang, jasa dan gagasan (McLeod Jr dan Schell, 2001). Proses pemasarannya adalah proses menganalisis peluang pemasaran, menyeleksi pasar sasaran, mengembangkan bauran pemasaran dan mengatur usaha pemasaran (Kotler dan Amstrong, 2001). Jadi, tugas pemasaran yang penting adalah meyakinkan sebanyak mungkin calon pelanggan untuk mengadopsi produk pelopor dengan cepat untuk kemudian menurunkan biaya unit dan membantu sejumlah besar pelanggan yang setia sebelum para pesaing masuk ke pasar (Boyd dan Larreche, 2000). Untuk mencapai suatu tujuan dan menciptakan keunggulan bersaing setiap perusahaan menggunakan strategi yang tepat. Menurut Saladin, (2004) Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi, bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan. Menurut David (2006), strategi adalah cara untuk mencapai tujuantujuan jangka panjang. Strategi bisnis bisa berupa perluasan geografis, diversifikasi, akuisisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, rasionalisasi
12 karyawan, divestasi, likuidasi dan join venture. Penetrasi pasar merupakan suatu strategi untuk pertumbuhan perusahaan dengan meningkatkan penjualan produk yang ada saat ini kepada segmen pasar yang sekarang tanpa mengubah produk (Kotler dan Amstrong, 2001). Tujuan akhir dari strategi penetrasi pasar adalah untuk menguasai dan mempertahankan pangsa terdepan dari pasar total untuk produk baru (Boyd dan Larreche, 2000). Dapat pula diartikan bahwa strategi adalah bakal tindakan yang menuntut keputusan manajemen puncak dan sumber daya perusahaan yang banyak untuk merealisasikannya (David, 2006). Dua variabel yang sangat penting untuk pelaksanaan strategi adalah segmentasi pasar dan pemosisian produk, kedua hal tersebut merupakan kontribusi penting bagi manajemen strategis dalam pemasaran. Positioning adalah citra produk atau jasa yang ingin dilihat oleh konsumen. Menurut Rangkuti (2005), bahwa segmentasi pasar merupakan tindakan mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli /konsumen secara terpisah. Targeting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki, sedangkan positioning merupakan penetapan posisi pasar, yang bertujuan untuk membangun dan mengkomunikasikan keunggulan bersaing produk yang ada di pasar ke dalam benak konsumen. Menetapkan pasar sasaran adalah proses mengevaluasi daya tarik dari masing-masing segmen pasar dan memilih satu atau lebih segmen untuk dimasuki. Sementara itu menurut Francis Buttle (2004), segmentasi pasar adalah proses memilah-milah pasar menjadi sub-sub kelompok bersifat kurang lebih homogen yang memungkinkan diberi proposisi nilai yang berbeda dan pada akhir proses tersebut, perusahaan dapat menentukan segmen-segmen mana yang ingin dilayaninya. Menurut Kotler dan Amstrong (8:68), segmen pasar adalah suatu kelompok konsumen yang memberikan respon dengan cara yang sama terhadap serangkaian usaha-usaha pemasaran tertentu. Pendekatan umum yang dilakukan produsen dalam mengidentifikasi segmen utama suatu pasar terdiri atas tiga langkah, yaitu tahap survei yaitu melakukan wawancara terhadap kelompok pengamatan untuk mendapatkan pemahaman atas motivasi, sikap dan perilaku konsumen; Tahap analisis dengan analisis faktor dan analisis kelompok untuk menghasilkan segmen yang berbeda;
13 Tahap pembentukan bertujuan membentuk kelompok berdasarkan perbedaan sikap, perilaku demografis, psikografis dan pola media. Dari uraian yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa strategi pemasaran adalah logika pemasaran dan berdasarkan itu unit usaha diharapkan mencapai sasaran-sasaran pemasarannya. Dalam mendesain suatu strategi pemasaran yang penting dilakukan oleh perusahaan adalah penerapan konsep segmentation, targeting dan positioning. Perusahaan perlu memilih pasar sasaran yang akan dilayani sesuai dengan kemampuannya. Di samping itu, pemasar wajib memahami keanekaragaman dan kesamaan konsumen atau perilaku konsumen dan juga memahami mengapa dan bagaimana konsumen mengambil keputusan konsumsi, agar mereka mampu memasarkan produknya dengan baik. II.4. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan makro (demografis, ekonomi, teknologi/politik /hukum dan sosial/ budaya) maupun lingkungan mikro (pelanggan, pesaing, saluran distribusi, pemasok), terutama dalam lingkungan pemasaran yang secara terus menerus memunculkan kesempatan dan ancaman baru, yang perlu di monitor dan beradaptasi secara terus menerus terhadap perubahan lingkungan perusahaan, baik lingkungan internal maupun eksternalnya. a. Faktor Internal Faktor internal dikelompokkan menjadi faktor yang memberikan kekuatan dan yang memberikan kelemahan. Kekuatan dan kelemahan internal merupakan segala kegiatan dalam kendali organisasi yang bisa dilakukan dengan sangat baik atau buruk (David, 2006). Kekuatan menurut Pearce dan Robinson (1997) adalah sumber daya, keterampilan atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau ingin ditangani oleh perusahaan. Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan sumber daya, ketrampilan dan kemampuan yang menghalangi kinerja efektif suatu perusahaan. 2. Faktor Eksternal Faktor strategi eksternal yang dimiliki organisasi meliputi peluang dan ancaman. Peluang dan ancaman eksternal merujuk pada peristiwa dan tren ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, hukum,
14 pemerintahan, teknologi dan persaingan yang dapat menguntungkan atau merugikan suatu organisasi secara berarti di masa depan, sebagian besar di luar kendali suatu organisasi (David, 2004). Peluang dapat dicatat dan dipilah menurut daya tariknya dan kemungkinan berhasilnya. Kemungkinan perusahaan akan sukses apabila kekuatan bisnisnya tidak hanya sesuai dengan kebutuhan sukses utama dalam pasar sasaran, namun juga unggul dari pesaingnya (Kotler dan Susanto, 1999). Ancaman merupakan tantangan akibat kecenderungan yang tidak menguntungkan atau perkembangan yang akan mengurangi penjualan dan laba bila tidak dilakukan gerakan defensif (Pearce dan Robinson, 1997). Ancaman harus dibagi menurut keseriusan serta kemungkinan terjadinya. Dengan menggambarkan ancaman dan peluang utama yang dihadapi unit bisnis tertentu, dapat dijabarkan daya tarik keseluruhannya. Ada empat kemungkinan, bisnis ideal adalah peluang utamanya besar dan ancaman utamanya kecil, bisnis spekulatif adalah yang peluang utama maupun ancaman utamanya besar, bisnis matang adalah yang peluang utama maupun ancaman utamanya kecil, serta bisnis sulit adalah yang peluangnya kecil dan ancamannya besar (Kotler dan Susanto, 1999).