1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka, apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia sekitarnya. Oleh karenanya, hal ini berhubungan dengan tindakan dan perilaku sejak lahir (Setiadi, 2003). Gaya hidup bisa merupakan idenditas kelompok. Gaya hidup setiap kelompok akan mempunyai ciri-ciri unit tersendiri. Jika terjadi perubahan gaya hidup dalam suatu kelompok maka akan memberikan dampak yang luas pada berbagai aspek. Pembangunan kesehatan mulai menghadapi pola penyakit baru, yaitu meningkatnya kasus penyakit tidak menular yang dipicu berubahnya gaya hidup masyarakat seperti pola makan rendah serat dan tinggi lemak serta konsumsi garam dan gula berlebih, kurang aktifitas fisik (olah raga) dan konsumsi rokok yang prevalensinya terus meningkat (Depkes RI, 2011). Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia dan berhubungan dengan terjadinya 25 penyakit di tubuh manusia. Analisa mendalam tentang aspek sosio ekonomi dari bahaya merokok telah dilakukan, dimana dampak kesehatan di masyarakat terbukti lebih buruk. Karena itu, diperlukan kemampuan advokasi dan mobilisasi sosial serta komunikasi risiko dalam menjalankan kegiatan penanggulangan masalah merokok di Indonesia (Depkes RI, 2012). Tembakau/rokok membunuh separuh dari masa hidup perokok dan separuh perokok mati pada usia 35-69 tahun. Data epidemi tembakau di dunia menunjukkan 1
2 tembakau membunuh lebih dari lima juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini berlanjut terus, pada tahun 2020 diperkirakan terjadi sepuluh juta kematian dengan 70 persen terjadi di negara sedang berkembang (Depkes RI, 2009). Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2008, telah menetapkan Indonesia sebagai negara terbesar ke tiga sebagai pengguna rokok. Lebih dari 60 juta penduduk Indonesia pun mengalami ketidak berdayaan akibat dari adiksi nikotin rokok. Dan kematian akibat konsumsi rokok tercatat lebih dari 400 ribu orang pertahun. Diketahui juga statistik perokok dari kalangan anak-anak terus meningkat. WHO tahun 2008 menyebutkan proporsi perokok di Indonesia dari kalangan anakanak dan remaja yakni pria sebanyak 24,1% anak/remaja pria, wanita sebanyak 4,1 % anak/remaja wanita atau 13,5 % anak/ramaja Indonesia dan untuk jumlah statistik prokok dari kalangan dewasa, yakni pria sebanyak 63% pria dewasa, wanita sebanyak 4,5 % wanita dewasa atau 34% perokok dewasa. Pada tahun 2008 dari data WHO terdapat 5 juta orang mati karena penyakit yang disebabkan oleh rokok. WHO terus mengingatkan bahwa rokok merupakan salah satu pembunuh paling berbahaya di dunia. Dimana rokok merupakan suatu tindakan merusak diri sendiri yang menyebabkan timbulnya penyakit dan membawa kematian apabila menghirup racun rokok secara kontinyu atau sama dengan menghirup bakteri-bakteri penyakit (WHO, 2008). Berdasarkan data dari The ASEAN Tobacco Control Report tahun 2007 bahwa Indonesia merupakan negara perokok terbesar di lingkungan negara-negara ASEAN, yakni sebanyak 57.563 juta orang perokok dari jumlah perokok ASEAN sebanyak 124.691 juta orang perokok. Data Riskesdas 2007, prevalensi merokok di Indonesia
3 naik dari tahun ke tahun. Persentase pada penduduk berumur >15 tahun adalah 35,4 persen aktif merokok (65,3 persen laki-laki dan 5,6 persen wanita), artinya 2 diantara 3 laki-laki adalah perokok aktif (Depkes RI, 2011). Secara nasional prevalensi penduduk umur 15 tahun ke atas yang merokok tiap hari sebesar 28,2 persen. Provinsi dengan prevalensi tertinggi yaitu di Kalimantan Tengah (36,0%), Kepulauan Riau (33,4%), Sumatera Barat (33,1%), Nusa Tenggara Timur dan Bengkulu masing-masing 33 persen. Rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap tiap hari oleh lebih dari separuh (52,3%) perokok adalah 1-10 batang dan sekitar 20 persen sebanyak 11-20 batang per hari (Kemenkes RI, 2010). Penduduk yang merokok 1-10 batang per hari paling tinggi dijumpai di Maluku (69,4%), disusul oleh Nusa Tenggara Timur (68,7%), Bali (67,8%), DI Yogyakarta (66,3%), dan Jawa Tengah (62,7%). Sedangkan persentase penduduk merokok dengan rata-rata 21-30 batang per haritertinggi di Provinsi Aceh (9,9%) dikuti Kepulauan Bangka Belitung (8,5%) dan Kalimantan Barat (7,4%). Persentase penduduk merokok dengan rata-rata lebih dari 30 batang per hari tertinggi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (16,2%), Kalimantan Selatan (7,9%) serta Aceh dan Kalimantan Tengah (5,4%) (Kemenkes RI, 2010). Rata-rata umur mulai merokok secara nasional adalah 17,6 tahun dengan persentase penduduk yang mulai merokok tiap hari terbanyak pada umur 15-19 tahun dimana yang tertinggi dijumpai di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (52,1%), disusul oleh Riau (51,3%), Sumatera Selatan (50,4%), Nusa Tenggara Barat (49,9%) dan Lampung (49,5%). Perokok yang terbanyak mulai merokok 15-19 tahun
4 cenderung menurun dengan meningkatnya umur, demikian juga pada anak umur 5-9 tahun. Mereka yang mulai merokok baik pada umur 15-19 tahun maupun pada umur 5-9 tahun lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan, berstatus kawin dan tinggal di perkotaan. Menurut pendidikan, perokok yang mulai merokok pada 15-19 tahun cenderung banyak pada pendidikan tinggi sedangkan yang mulai merokok pada umur 5-9 tahun pada pendidikan rendah. Menurut pekerjaan, perokok yang mulai merokok pada umur 15-19 tahun maupun 5-9 tahun, paling banyak pada anak sekolah dan cenderung meningkat dengan meningkatnya status ekonomi (Kemenkes RI, 2010). Kemudian menurut data WHO, jumlah perempuan perokok di seluruh dunia mencapai 22% dari jumlah keseluruhan perokok. Ada tren jumlah perokok perempuan terus meningkat sedangkan perokok laki-laki stabil. Angka ini juga turut meningkatkan jumlah gangguan kesehatan pada perempuan akibat merokok. Sudah jamak diketahui bahwa rokok merupakan barang yang paling banyak menimbulkan gangguan kesehatan. Kemudian terdapat 22% dari 1 miliar penduduk wanita di seluruh dunia ternyata perokok aktif (Depkes RI, 2008). Aiman dalam Minarsih (2012) berpendapat perilaku merokok tidak hanya dilakukan oleh kaum laki-laki, namun sekarang banyak kaum perempuan yang melakukan perilaku merokok ini, salah satunya adalah mahasiswi. Pernyataan ini didukung oleh data yang diperoleh Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa jumlah wanita di Indonesia yang merokok mencapai 40,5%, dari keseluruhan jumlah penduduk wanita di Indonesia. Peringkat pertama yaitu mahasiswa putri, kemudian disusul oleh pelajar (Minarsih, 2012). Ada beberapa alasan untuk merokok, antara lain
5 untuk penampilan pribadi, agar lebih percaya diri, untuk membangkitkan semangat, agar diterima oleh kelompok, dan agar terlihat lebih jantan (Suhardi, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Suhariyono (1993) dalam Chasanah (2010) menyebutkan bahwa ketika remaja ditanya mengapa merokok, mempunyai harga diri dan daya tarik adalah jawaban yang diberikan. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan Medan merupakan salah satu kampus yang terletak di tengah Kota Medan yang strategis untuk mendapatkan informasi tentang rokok misalnya dari baliho dan spanduk yang ada dijalan. Menurut observasi awal yang dilakukan peneliti di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan Medan, ditemukan bahwa adanya mahasiswi yang mengkonsumsi rokok. Berbagai lokasi merokok berada pada tempat-tempat khusus, seperti kantin, dalam dan luar ruangan, kemudian ada ditemukannya mahasiswi yang merokok pada suatu ruangan yang sebenarnya tidak boleh merokok yaitu ruangan kuliah berpendingin udara. Perokok wanita yang dimaksud adalah kalangan mahasiswi yang merupakan calon-calon penerus bangsa Indonesia. Begitu juga perokok bagi mahasiswi merupakan hal yang tabu bagi budaya masyarakat Indonesia sendiri selain mempunyai bahaya kesehatan yang lebih buruk ketimbang perokok pria. Bagi mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan Medan merokok sudah menjadi hal yang sangat biasa dan sudah tidak dianggap tabu lagi bagi mahasiswi karena bagi mereka merokok membuat mereka tampak kelihatan lebih gaul lagi, menambah penampilan dan merokok bagi mereka merupakan tren jaman sekarang sehingga menambahkan kepercayaan dalam diri mereka.
6 Menurut Target dalam Tarigan (2008) beberapa orang merupakan perokok sosial, mereka merokok bukan karena kebutuhan fisik yang dalam atau kecanduan melainkan untuk penampilan umum atau bahkan penampilan pribadi. Mereka berperan sebagai wanita dalam khayalan mereka sendiri, sebagai idola atau apa saja dalam pikiran mereka, termasuk geretan mahal di tangan, mata yang meredup karena hembusan asap rokok dari mulut, menjentikkan abu rokok pilihan perlahan-lahan, sentuhan yang menggoda dan rasa nyaman di ujung lidah setelah mengisap sebatang rokok, semuanya ini sangat berarti bagi perokok (Tarigan, 2008). Jumlah laki-laki dan perempuan perokok yang mencoba berhenti merokok hampir sama, tetapi laki-laki berhasil dua kali lebih banyak dari perempuan, penyebabnya adalah perempuan melaporkan depresi lebih berat ketika mereka berhenti merokok. Dan depresi membuat seseorang cenderung kembali kepada kebiasaan merokok (Sitanggang, 2005). Menurut observasi yang dilakukan peneliti di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan (STIE-Harapan) Medan, menemukan bahwa merokok sudah populer di kalangan mahasiswi. Menurut seorang mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan (STIE-Harapan) Medan yang diwawancarai oleh peneliti, dia telah merokok sejak dari duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) karena ajakan dari salah satu temannya. Mahasiswi tersebut juga merasa kesulitan untuk menghentikan kebiasaan ini karena apabila berhenti merokok, kepala terasa pening dan serasa ada yang kurang apalagi tidak merokok setelah makan. Mahasiswi tersebut sudah mencoba berhenti merokok dengan mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi dengan cara
7 mengkonsumsi permen, namun gagal karena lingkungannya pergaulan tidak mendukung. Biasanya informasi yang berlebihan mengenai merokok akan dihindari mahasiswi seperti misalnya saat disuruh untuk menjelaskan bagaimana tubuh seorang perokok, mahasiswi tersebut mengatakan hal itu terlalu berlebihan. Mereka beranggapan bahwa hal itu tidak akan sampai menimpa dirinya sendiri. Berdasarkan uraian di atas peneliti tetarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Perilaku Merokok Pada Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan (STIE-Harapan) Medan Tahun 2012. Cukup banyaknya mahasiswi yang merokok di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan (STIE-Harapan) Medan menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian ini. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas dimana merokok berbahaya terhadap kesehatan mahasiswi, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Perilaku Merokok Pada Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan (STIE-Harapan) Medan Tahun 2012. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Perilaku Merokok Pada Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan (STIE-Harapan) Medan Tahun 2012.
8 1.3.2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui gambaran gaya hidup mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan (STIE-Harapan) Medan yang merokok di kawasan kampus tahun 2012. b. Untuk mengetahui perilaku merokok mahasiswi yang merokok di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan (STIE-Harapan) Medan tahun 2012. c. Untuk mengetahui pengaruh gaya hidup Terhadap Perilaku Merokok Pada Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan (STIE-Harapan) Medan tahun 2012. 1.4. Manfaat Penelitian a. Bagi mahasiswi dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan untuk menambah pengetahuan tentang merokok. b. Dapat sebagai masukan dan informasi bagi kampus bersama-sama dengan mahasiswa untuk menanggulangi masalah merokok. c. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan (STIE-Harapan) Medan dapat sebagai informasi tambahan untuk merancang strategi menciptakan kawasan bebas rokok di kampus. d. Bagi peneliti dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang penelitian.