1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan saat ini, banyak terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Dengan sendirinya segala perubahan tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan yang makin lama makin meningkat. Demikian juga dengan keadaan di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan nilai-nilai sosial budaya. Dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia ini, generasi muda sebagai tunas bangsa dan penerus cita-cita pembangunan perlu diperhatikan. Hal ini sejalan dengan posisi generasi muda sebagai kader bangsa yang tangguh, ulet serta tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan pada mereka. Membentuk individu yang berkualitas dan matang baik secara intelektual, emosional, dan sosial bukan merupakan hal yang mudah dan dapat dicapai dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan suatu proses yang melibatkan peran lingkungan, mulai dari indivu tersebut lahir sampai mencapai usia dewasa. Peranan keluarga dalam pembinaan generasi muda cukup dominan. Pembentukan perilaku yang positif yang harus dimiliki oleh seorang warga Negara yang baik, bermula dari keluarga. Agustiani (2009) menyatakan bahwa pada saat ini pembinaan terhadap kaum remaja belum menemukan format yang
2 maksimal. Perilaku remaja akhir-akhir ini marak, berupa tawuran dan berbagai kenakalan remaja lainnya, dianggap sebagai akibat dari proses keterasingan dari kehidupan yang wajar. Pembangunan yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata, telah mengubah nilai hidup manusia menjadi pemburu materi, dengan mengabaikan berbagai akibat sosial yang dapat terjadi. Salah satu akibatnya ialah, remaja dapat menjadi terasing dari kasih sayang dan perhatian orang tua. Hal ini menimbulkan rasa rasa benci atau tidak puas dalam diri anak yang dipendam dalam hati. Anak menjadi terasing dan merasa tidak mempunyai hak untuk menyatakan keinginannya karena orang tua selalu memberi petunjuk dan pengarahan, tanpa memberi peluang pada anak untuk mengembangkan keinginannya. Akibatnya, anak merasa dirinya tidak dipahami oleh orang tuanya sendiri, sehingga rasa keterasingan banyak melanda remaja pada saat ini. Di sekolah banyak peraturan yang disusun menurut persepsi dan kehendak pengelola pendidikan. Jarang sekali penyusunan peraturan tersebut dilakukan bersama dengan para remaja selaku murid. Ketidaksetujuan pada peraturan yang disusun tanpa melibatkan siswa, merupakan penyebab timbulnya ketidakpuasan yang terpendam pada diri para siswa. Melaksanakan suatu peraturan atau program yang disusun oleh orang lain tanpa keterlibatan mereka, sering menimbulkan perasaan terpaksa. Umumnya banyak orang tua dalam mendampingi anak mereka yang tengah menginjak masa remaja, penuh dengan perasaan was-was. Selama anak dalam masa remaja, yaitu periode transisi antara masa anak akhir ke masa dewasa, lebih dari satu dekade, orang tua menyaksikan anak yang mereka yang mereka
3 asuh memperlihatkan tingkah laku, keterampilan, emosi, dan tata nilai yang telah mereka pelajari. Selama masa prasekolah dan masa sekolah, orang tua merasa berat hati tapi juga bangga sewaktu mereka melihat anak-anak mulai mandiri, bahkan meskipun anak-anak remaja ini masih minta dukungan keluarga, mereka mungkin sudah mulai sering menolak sebagian tata nilai dan tradisi yang sudah lama dianut keluarga itu. Perubahan tingkah laku mendapat cukup perhatian dalam dunia psikologi. Penyesuaian diri sangat diperlukan pada remaja yang merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa atau mental remaja (Mu tadin, 2005). Penyesuaian diri ini akan berpengaruh terhadap self-esteem remaja. Dunia remaja merupakan dunia penuh tantangan sekaligus harapan, dan tergantung pada remaja yang bersangkutan, apakah ia tidak dapat bertahan ketika diberi tantangan dan menghindari hambatan atau sebaliknya. Ia dapat mengubah tantangan dan hambatan menjadi sebuah prestasi yang dapat membanggakan dan mewujudkan harapannya serta harapan orang disekitarnya, yaitu menjadi manusia dewasa yang dapat mandiri dan tidak bergantung atau menimbulkan masalah pada orang lain, baik keluarga maupun masyarakat pada umumnya dan dapat menjadi anggota masyarakat yang dapat memberi kontribusi bagi kelanjutan pembangunan bangsa dan negara. Dalam mencapai hal tersebut yang dibutuhkan remaja adalah akses terhadap berbagai peluang yang tepat serta dukungan dari keluarga maupun
4 lingkungan sebagai pegangannya. Akses serta dukungan terhadap remaja akan menjadi pengalaman berharga bagi dirinya. Sebaliknya penolakan dan celaan akan menjadi pengalaman yang tidak mengenakkan. Dukungan atau penolakan akan keberhasilan atau kegagalan yang dihadapi remaja akan berpengaruh terhadap penilaian atas kemampuan yang dimilikinya (Santrock, 2004) Penilaian atau evaluasi yang dibuat individu mengenai seberapa positif atau negatif dirinya dan bagaimana perasaannya terhadap hasil penilaian tersebut dikenal sebagai self-esteem Coopersmith (Virgita, 2010). Dalam perkembangan sosialnya, self-esteem akan berpengaruh besar terhadap apapun yang dilakukan remaja. Self-esteem berperan dalam pembentukan pribadi yang kuat, sehat dan memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan, termasuk mampu berkata tidak dalam menghadapi hal-hal negative dan tidak berpengaruh berbagai godaan yang dihadapi remaja setiap hari dari teman sebaya mereka. Self-esteem pada seorang remaja akan sering kali dikaitkan dengan berbagai tingkah laku khas remaja seperti tawuran, penyalahgunaan obat-obatan, pacaran, sampai prestasi olah raga. Perkembangan self-esteem pada seorang remaja akan menentukan keberhasilan maupun kegagalannya di masa mendatang (Tambunan, 2010). Hal ini sangat penting pada lingkungan sekolah dimana remaja banyak menghabiskan waktunya disekolah. Institusi pendidikan merupakan tempat terbesar dimana remaja dapat dijangkau dan memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk dunia sosial remaja dan membentuk perkembangan identitas dari remaja. Sekolah
5 Menengah Kejuruan merupakan jenjang pendidikan berikutnya setelah melewati jenjang pendidikan tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada jenjang pendidikan di SMK ini remaja akan diberikan pengetahuan dan keterampilan lebih lanjut, dan pada masa transisi ini remaja akan menemui lebih banyak tekanan dalam prestasi, pertemanan dan juga pengawasan guru yang lebih ketat. SMK terdiri atas tiga jenjang pendidikan, yaitu kelas X sampai dengan kelas XII. Kelas XI SMK berada dalam masa remaja madya, yaitu 15 18 tahun yang merupakan masa ketika remaja mulai memasuki tahap krisis identitas Erikson (Upton, 2012). Pada masa ini, remaja mencari identitas dirinya berdasarkan informasi atau feedback yang diterimanya dari lingkungan sektitarnya, baik orang tua, teman sebaya, guru dan orang lain. Menurut Coopersmith (Virgita, 2010) self- esteem dibagi menjadi tiga kategori yaitu self-esteem tinggi, self-esteem sedang dan selfesteem rendah. Dengan yang telah diuraikan diatas maka peneliti mendapatkan nilai urgensi yang sangat penting untuk mengambil sebuah penelitian mengenai penyesuaian diri dan self-esteem pada siswa kelas XI SMK TSP Jakarta. Hal tersebut menurut penelitian sangat memberi gambaran untuk masa depan sekolah dan siswanya sendiri, memiliki pengaruh besar pada dunia industri dan perkuliahan.
6 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka didapat suatu rumusan masalah adalah Apakah ada hubungan antara penyesuaian diri dengan self-esteem pada siswa kelas XI SMK TSP Jakarta? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penyesuaian diri dengan self-esteem pada siswa kelas XI SMK TSP Jakarta 1.3.2. Tujuan Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan penyesuaian diri dengan self-esteem. 1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk sumbangan yang diharapkan dapat memperkaya pemahaman dan penelitian kajian bidang Psikologi Perkembangan dan Psikologi Pendidikan, terutama mengenai penyesuaian diri dan self-esteem.
7 1.4.2. Manfaat Praktis Manfaat Praktis dari penelitian ini adalah remaja dapat mengetahui penyesuaian diri dan self-esteem yang dimiliki sehingga dapat membantu dalam kehidupan sosial.