BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses pembangunan yang. dilaksanakan oleh suatu daerah atau negara dalam rangka memakmurkan warga

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini peningkatan kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. menghimpun dana dari pihak yang berkelebihan dana dan menyalurkannya

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2011

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang

ABSTRAK. Kata kunci: non labor income, mutu sumber daya manusia, tingkat upah, lama menganggur, pengangguran terdidik

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan

Abstrak. Kata kunci: modal, tenaga kerja, lama usaha, jam kerja, dan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur yang bertumpu pada sektor industri. Salah satunya industri kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dilakukan bertujuan untuk mengentaskan pengangguran dan

1.1 Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Sistematika Penulisan...

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. kestabilan harga. Masalah pertumbuhan ekonomi adalah masalah klasik

BAB I PENDAHULUAN. GBHN, bahwa penduduk merupakan modal dasar pembangunan yang potensial. kualitas sumber daya manusia yang baik pula.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan investasi yang dapat

I. PENDAHULUAN. berdampak pada semakin meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Persoalan pengangguran dan kemiskinan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berkembang yang dalam

I. PENDAHULUAN. dengan menyerap 42 persen angkatan kerja (BPS, 2011). Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang salah satunya sebagai negara yang berkembang masih mengalami ketertinggalan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. pula orang yang menganggur, maka semakin dirasakan pentingnya dunia wirausaha.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian menuju perekonomian yang berimbang dan dinamis. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses berkelanjutan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan penduduk Indonesia. Sejalan dengan tujuan tersebut, berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak krisis ekonomi menghantam Indonesia pada pertengahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan taraf pertumbuhan ekonomi

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB VI PENUTUP. hasil analisis yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah masalah pengangguran (Sukirno,1985). Menurut Nanga

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

SKRIPSI. Kausalitas Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi. di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

1. Tinjauan Umum

PENGARUH KURS DOLLAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA TERHADAP HARGA SAHAM DI BEI. (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Go Public Di BEI) Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada suatu negara terutama pada negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang selalu dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

Kata Kunci : Kredit Usaha Rakyat (KUR), Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah sosial terbesar yang dihadapi oleh setiap negara di dunia dan setiap negara berusaha untuk mengatasinya. Kemiskinan adalah faktor yang sangat menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat yang berkembang dan berbahagia jika sebagian besar penduduknya berada dalam kemiskinan dan kesengsaraan. Kemiskinan tidak sekedar hanya asalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar hidup masyarakat melainkan juga merefleksikan kondisi pendidikan dan kesehatan yang buruk, kemerosotan dalam ilmu pengetahuan dan komunikasi, ketidakmampuan menegakkan hak-hak asasi manusia dan politik, serta tidak adanya kehormatan, kepercayaan dan harga diri. Menurut Mubyarto (2003), kemiskinan adalah suatu situasi serba kekurangan yang disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Jika pelaku pembangunan hanya digerakkan oleh segelintir orang maka sedikit juga yang akan menikmati hasil pembangunan. Terlebih jika pelaku hanya dinikmati oleh masyarakat golongan atas saja. Hal inilah yang kemudian memicu timbulnya ketimpangan dalam masyarakat. Padahal sejatinya, pembangunan bukanlah pencapaian final tapi merupakan proses untuk meminimalisir ketimpangan yang ada dengan melibatkan seluruh potensi serta dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Tambunan (2001) menyatakan bahwa ada dua masalah besar dan umum dihadapi oleh negara berkembang yakni kesenjangan ekonomi atau ketimpangan distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat

berpendapatan rendah serta kemisikinan atau jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line). Menurut Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2007), pengurangan kemiskinan telah lama menjadi pusat perhatian dalam diskusi-diskusi kebijakan pada tingkat pemerintahan nasional maupun pada lembaga dan institusi internasional. Tujuan terpenting dari pembangunan adalah pengurangan kemiskinan, yang dapat dicapai melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan atau dengan distribusi pendapatan yang lebih merata. Jadi, terdapat hubungan segitiga antara pertumbuhan ekonomi, ketidakmerataan pendapatan dan kemiskinan. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan pendapatan merupakan hubungan dua arah. Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya di dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun upaya tersebut belum menampakkan hasil yang signifikan terhadap jumlah penduduk miskin yang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan (BKKBN, 2013). Ratarata perkembangan penduduk miskin di Provinsi Bali tahun 2008-2014 adalah sebesar 8,01 persen. Perkembangan penduduk miskin yang tertinggi terjadi pada tahun 2012. Perkembangan penduduk miskin pada tahun ini mencapai 204,85 ribu jiwa. Hal ini disebabkan oleh krisis ekonomi yang melanda, sehingga banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Perkembangan jumlah penduduk miskin yang terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu minus 45,19 persen. Hal ini disebabkan oleh semakin membaiknya kondisi perekonomian Provinsi Bali pasca krisis. Perkembangan jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali selama periode 2008-2013 secara absolut menurun sebanyak 20.200 ribu jiwa dan mengalami peningkatan di akhir tahun 2014 mencapai 4,76 persen. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Bali

Tahun 2008-2014 % 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 15,42 6,17 215,70 182 14,15 5,13 175 13,33 4,88 166 169 12,49 11,67 4,20 3,95 195,5 163 11,37 11,25 4,49 4,76 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00-2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 - Jumlah Penduduk Miskin (000 jiwa) NASIONAL BALI Sumber: BPS Prov Bali, 2015 Faktor lain, atau variabel lain yang dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan ialah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan merupakan kemampuan seseorang didalam mencapai tingkat pendidikan, baik formal maupun informal. Tingkat pendidikan terdiri dari tingkat pendidikan rendah, menengah dan tingkat pendidikan tinggi. Perkembangan tingkat pendidikan di Provinsi Bali Tahun 2008-2014, pada tingkat pendidikan SD (Sekolah Dasar) sebesar 0,27 persen, tertinggi pada tahun 2012 sebesar 63.058 ribu orang dan terendah pada tahun 2008 sebesar 49.816 ribu orang selanjutnya, pada tingkat pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama) sebesar 0,41 persen tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 52.991 ribu orang, sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 2008 sebesar 37.465 ribu orang. Pendidikan menengah atas yakni SMA (Sekolah Menengah Atas) sebesar 0,39 persen, jumlah tingkat pendidikan tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 29.350 ribu orang, dan yang terendah terjadi pada tahun 2008 sebesar 21.150 ribu orang. Tingkat pendidikan yang tertinggi yakni Perguruan Tinggi (PT) sebesar 13,1 persen, tertinggi jumlah tingkat pendidikanya terjadi pada tahun 2012 sebesar 13.777 ribu orang, dan yang terendah terjadi pada

tahun 2008 sebesar 976 ribu orang. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan yang terjadi disebabkan oleh kestidakstabilan situasi politik dan ekonomi negara ini. (BPS, Prov. Bali 2013) Seperti halnya yang terjadi pada negara-negara berkembang pada umumnya, fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai penyakit ekonomi makro yang meresahkan pemerintah terlebih bagi masyarakat. Fenomena inflasi masih terus terjadi hingga tahun 2014. Berdasarkan UU No 23 Tahun 1999, Bank Indonesia diberikan kedudukan otonomi yang independen untuk menetapkan target laju inflasi tanpa dipengaruhi situasi politik seharihari. Sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2013 2015, masing-masing sebesar 4,5 persen 4,5 persen, dan 4 persen masing-masing dengan deviasi kurang lebih 1 persen. Anwar Nasution (2013), Guru Besar Ekonomi UI, mengatakan kebijakan operasional untuk mencapai sasaran inflasi tersebut adalah dengan menetapkan tingkat suku bunga acuan yang digunakan oleh industri perbankan dalam menetapkan tingkat suku pinjaman antar bank maupun tingkat suku bunga deposito serta kreditnya. Kebijakan independensi BI tersebut telah gagal diterapkan ketika terlihat pada besarnya pengaruh politik pada kasus krisis Bank Bali pada tahun 2000 serta krisis Bank Century pada tahun 2005 yang akhirnya memberatkan keuangan negara. Anwar Nasution (2013) juga mengatakan bahwa sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan kenaikan tingkat laju inflasi pada tahun 2013. Pertama, kenaikan tingkat harga barang impor karena semakin melemahnya nilai rupiah. Bila terjadi depresiasi rupiah yang cukup tajam terhadap mata uang asing, maka akan menyebabkan bertambah beratnya beban biaya yang harus ditanggung oleh produsen, baik itu untuk pembayaran bahan baku dan barang perantara ataupun beban hutang luar negeri akibat ekspansi usaha yang telah dilakukan. Hal ini menyebabkan harga jual output di dalam negeri (khususnya untuk industri subtitusi impor) akan meningkat tajam, sehingga potensial meningkatkan derajat inflasi di dalam negeri. Tetapi, untuk industri yang bersifat promosi ekspor, depresiasi tersebut tidak akan membawa dampak buruk yang signifikan.

Kedua, adanya kenaikan tingkat upah tenaga kerja yang tidak diimbangi oleh peningkatan produktivitasnya. Kenaikan upah tenaga kerja menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga memicu kenaikan harga jual di dalam negeri. Terlebih lagi jika tidak diimbangi oleh peningkatan produktivitas dengan peningkatan jumlah produksi. Jika kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi terjadi kenaikan harga juga tidak bisa dielakkan. Ketiga, adanya kenaikan harga BBM yang dewasa ini sudah mencapai seperlima dari pengeluaran pemerintah pusat. Untuk mengurangi kemiskinan, pemerintah melalui koordinasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA), telah melaksanakan antisipasi ke arah untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Investasi mendorong terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Pemerintah dalam hal ini dapat menerapkan solusi dari adanya permasalahan yang ada yaitu, mengembangkan kreativitasnya melalui berwirausaha mandiri pengembangan program kerjasama dengan luar negeri dalam pemanfaatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), pengembangan sektor informal seperti home industry, perluasan kesempatan kerja, misalnya melalui pembukaan industri padat karya di wilayah yang banyak mengalami pengangguran, peningkatan investasi, baik yang bersifat pengembangan maupun investasi melalui pendirian usaha-usaha baru yang dapat menyerap tenaga kerja. Keputusan untuk melakukan investasi berdasarkan pertimbangan jumlah keuntungan atau tingkat pengembalian yang diharapkan akan diperoleh dari kegiatan investasi karena untuk memperoleh tambahan modal (uang) tidak harus berasal dari pengusaha atau milik sendiri, melainkan dapat melalui pihak lain misalnya, lembaga perbankan atau pasar modal. Dengan sendirinya, motif untuk melakukan investasi tidak hanya sebatas dari adanya tingkat pengembalian yang diharapkan diperoleh di masa depan, tetapi harus memperhitungkan biaya investasinya terutama tingkat suku bunga pinjaman. Semakin rendah biaya (tingkat bunga),

semakin banyak orang yang melakukan investasi. Sebaliknya, semakin tinggi biaya bunga semakin sedikit orang yang berani melakukan investasi. Permasalahan tenaga kerja di Indonesia khususnya di Bali akhir-akhir ini semakin kompleks. Hal ini dapat diamati dari jumlah pengangguran yang terus meningkat dan terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia saat ini. Pengangguran yang terjadi merupakan lulusan jenjang pendidikan SMA dan perguruan tinggi. Populasi pengangguran terdidik di Indonesia bukannya malah surut tetapi bertambah mengingat pertumbuhan anak usia sekolah dan para pencari kerja dari tahun ke tahun makin meningkat. Sementara itu, lapangan pekerjaan di negara ini tidak bertumbuhkembang dengan cepat dan sangat sulit bertambah jumlahnya secara signifikan (Media Indonesia, 2011). Tabel 1.2 Perkembangan Angkatan Kerja Provinsi Bali Tahun 2008-2014 (orang) Kabupaten / Kota Penduduk Bekerja Angkatan Kerja 2008 2012 2014 Pengangguran Terbuka Penduduk Bekerja Pengangguran Terbuka Penduduk Bekerja Pengangguran Terbuka Bali 2.029.730 69.548 2.268.708 47.325 2.399.005 39.199 Jembrana 139.560 5.988 154.979 2.772 159.540 2.055 Tabanan 254.276 7.335 267.428 6.074 279.476 5.155 Badung 227.091 7.508 313.338 5.094 317.338 3.044 Gianyar 256.992 7.525 269.947 4.714 272.954 2.890 Klungkung 103.567 4.295 98.834 2.073 99.637 1.075 Bangli 137.805 3.633 144.827 1.386 151.645 1.045 Karangasem 234.540 7.807 245.770 3.337 260.177 1.905 Buleleng 352.428 10.526 354.746 11.53 356.560 11.945 Denpasar 323.471 14.931 418.839 10.345 501.678 6.785 Sumber : Sakernas, BPS 2015 Perkembangan angkatan kerja Provinsi Bali dalam 5 tahun terakhir meningkat 2,03 persen jumlah angkatan kerja tahun 2014 sebanyak 2.498.204 jiwa dari total angkatan kerja

nasional, yang terdiri dari 2.399.005 jiwa penduduk bekerja dan 39.199 jiwa pengangguran terbuka. Penyebaran angkatan kerja di Bali tahun 2014 terbesar terdapat di Kota Denpasar yaitu sebanyak 508.463 orang, dan paling rendah di Kabupaten Klungkung sebanyak 100.712 jiwa. Tim ekonomi Pemerintah Provinsi Bali dinilai berhasil menyelenggarakan pembangunan di Provinsi Bali. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali tahun 2002-2014 menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali stabil, bahkan mulai tahun 2002 berfluktuasi di kisaran 3,04 persen hingga 2014 sebesar 6,50 persen (Tabel 1.3). Trend tingkat pengangguran pun menurun, walaupun sempat mencapai 6,04 persen pada tahun 2006, namun mengalami penurunan di tahun-tahun selanjutnya sehingga pada tahun 2014 menunjuk pada titik 1,37 persen. Jumlah orang miskin di Provinsi Bali pun menurun cukup signifikan, walau pada tahun 2006 pernah pada titik 7,08 persen dari jumlah penduduk di Provinsi Bali, tetapi mengalami penurunan hingga 4,76 persen pada tahun 2014. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Tingkat Pengangguran Tingkat Kemiskinan Tabel 1.3 Indikator Ekonomi Provinsi Bali Tahun 2002-2014 (%) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 3.04 3.57 4.62 5.56 5.28 5.92 5.97 5.33 5.83 6.49 6.65 6.29 6.50 3.51 7.58 4.66 5.32 6.04 3.77 3.31 3.13 3.06 2.32 1.92 1.83 1.37 6.89 7.34 6.85 6.72 7.08 6.63 6.17 5.13 4.88 4.20 3.95 4.49 4.76 Gini Ratio 0.30 0.26 0.27 0.33 0.30 0.28 0.31 0.29 0.32 0.38 0.41 0.43 0.40 Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 Namun demikian, perlu pula dicermati bahwa penurunan pengangguran di Provinsi Bali yang cukup tajam, khususnya dari tahun 2006 2014 (Tabel 1.3), tidak selalu dapat dikaitkan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Bali. Pada data penduduk yang tidak

menganggur, terdapat penduduk yang disebut angkatan kerja setengah menganggur, yaitu angkatan kerja yang bekerja kurang dari 35 jam sehari. Penduduk dalam kelompok ini jelas tidak dapat dimasukkan sebagai pengangguran, tetapi penghasilan yang diterima pun tidak akan cukup untuk memenuhi standar hidup sejahtera. Ketimpangan dalam pasar kerja ditandai dengan jumlah penawaran tenaga kerja (angkatan kerja) lebih banyak dibandingkan dengan kesempatan kerja. Data Susenas 2010 menunjukkan bahwa dari jumlah angkatan kerja sebanyak 2.151.202 orang tahun 2010 sebanyak 92.752 orang belum terserap dalam pasar kerja. Kesempatan kerja dari tahun-ketahun mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu pada tahun 2011 sebanyak 1.997.854 orang dan yang paling rendah terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak 1.852.752 orang. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di Bali, kesempatan kerja pun bertambah setiap tahun. Pengangguran seringkali menjadi salah satu permasalahan negara-negara berkembang, disatu sisi jumlah penduduk dari tahun ketahun terus bertambah, disisi lain peningkatan kemampuan ekonomi, baik pemerintah maupun swasta tidak secepat peningkatan jumlah penduduk. Terjadinya ketimpangan antara laju permintaan lapangan kerja dengan laju penawaran lapangan kerja mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah pengangguran. Menurut Nanga (2001 : 253) pengangguran (unemployment) didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja (labour force) tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif sedang mencari pekerjaan. Menurut Payaman J. Simanjuntak (1998) tingkat pendidikan yang dimiliki tenaga kerja akan mempengaruhi keputusan kapan mereka bekerja dengan membandingkan besarnya timbal balik yang didapat atau upah dengan tingkat pendidikan yang telah mereka tempuh. Pengangguran juga merupakan pilihan bagi setiap

individu. Di satu sisi, ada orang-orang yang memang menyukai dan tidak ingin bekerja karena malas, di lain pihak ada orang yang ingin bekerja dan sedang mencari pekerjaan tetapi mereka belum mendapatkannya karena tidak sesuai dengan pilihannya Hajji & SBM (2013). Rendahnya produktivitas tenaga kerja di Indonesia ini, telah berdampak terhadap kinerja serta kepercayaan para investor untuk menggunakan jasa tenaga 86 kerja di Bali. Oleh karena itu, produktivitas tenaga kerja sangat menentukan kondisi permintaan tenaga kerja itu sendiri. Sehingga produktivitas yang rendah akan membuat perusahaan memutuskan hubungan kerja dengan para tenaga kerja. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ini tentunya akan meningkatkan jumlah pengangguran. Zulhanafi et al (2013). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimanakah pengaruh inflasi, investasi dan tingkat pendidikan terhadap pengangguran kabupaten/kota di Provinsi Bali? 2) Bagaimanakah pengaruh inflasi, investasi, tingkat pendidikan dan pengangguran terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Bali? 3) Apakah inflasi, investasi dan tingkat pendidikan berpengaruh secara tidak langsung terhadap tingkat kemiskinan melalui pengangguran kabupaten/kota di Provinsi Bali? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pada permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1) Untuk menganalisis pengaruh inflasi, investasi dan tingkat pendidikan terhadap pengangguran kabupaten/kota di Provinsi Bali. 2) Untuk menganalisis pengaruh inflasi, investasi, tingkat pendidikan dan pengangguran terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Bali. 3) Untuk menganalisis inflasi, investasi dan tingkat pendidikan berpengaruh secara tidak langsung terhadap tingkat kemiskinan melalui pengangguran kabupaten/kota di Provinsi Bali. 1.4 Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan secara umum bagi ilmu pengetahuan untuk pembuktian teori dengan hasil penelitian sebelumnya, dan merupakan refrensi hasil penelitian berikutnya, yaitu studi dalam mengentaskan kemiskinan dengan mengurangi pengangguran melalui investasi, inflasi, tingkat pendidikan dalam mendukung hal tersebut. 2) Manfaat Praktis Diharapkan akan mempermudah dalam menentukan arah perencanaan pembangunan supaya lebih tepat sasaran, khususnya dalam mengatasi kemiskinan. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti masyarakat Provinsi Bali dan para pengambil kebijakan dalam menetapkan program-program pendidikan yang tepat sasaran, bagaimana meningkatkan pendapatan perkapita penduduk dan membuat program-program dalam mengurangi angka pengangguran yang secara tidak langsung mempengaruhi angka kesejahteraan melalui prosentase tingkat kemiskinan.