PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN PELACURAN DI KABUPATEN KENDAL

DBUPATI BATANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2011 T E N T A N G PEMBERANTASAN PELACURAN DI WILAYAH KABUPATEN BATANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PELARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 4 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOLAKA UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PROSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 7 TAHUN 2001 T E N T A N G LARANGAN PERBUATAN PROSTITUSI DAN TUNA SUSILA DALAM DAERAH KABUPATEN WAY KANAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 19 TAHUN : 1999 SERI : C.1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMYU

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI M E M U T U S K A N :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 07 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG UTARA,

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN MAKSIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN D A E R A H KABUPATEN BATANG NOMOR V TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 56 TAHUN 2003 SERI E.5

PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR : 15 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN PERBUATAN PROSTITUSI DAN TUNA SUSILA DALAM WILAYAH KOTA BANDAR LAMPUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

Perda No. 12 / 2002 Tentang Penanggulangan Tuna Susila di Kabupaten Magelang. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 11 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2003 T E N T ANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DI KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G LARANGAN PELACURAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

tentang Pencegahan, Larangan dan Penanggulangan Perbuatan Tuna Susila. SALINAN

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 18 TAHUN 2002

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 10

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 06 TAHUN 2002 TENTANG PELANGGARAN KESUSILAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN,

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN TEMPAT PELACURAN DAN PERBUATAN CABUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG LARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PERJUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PELARANGAN DAN PENERTIBAN PENYAKIT MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 8

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 3 TAHUN 2010 SERI : E NOMOR : 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 1 TAHUN 2000 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PALU NOMOR 21 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2005 T E N T A N G PERIZINAN USAHA OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM DI KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah;

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU MEMUTUSKAN:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 24 TAHUN 2011 SERI : E NOMOR : 7

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G IZIN USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI

WALIKOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 23 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBERANTASAN MAKSIAT

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MASYARAKAT DI KABUPATEN DEMAK

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN USAHA RUMAH KOST DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGELOLAAN WARUNG INTERNET

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LARANGAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MASYARAKAT

PERATURAN DAERAH KOTA SAMBAS NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG LARANGAN PELACURAN DAN PONOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS

BUPATI LAMPUNG TIMUR PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 15 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG SURAT IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG LARANGAN PERBUATAN TUNA SUSILA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2008 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENYALAHGUNAAN FUNGSI LEM

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL DI KABUPATEN BULUNGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR..TAHUN TENTANG TATA KELOLA HOTEL, PENGINAPAN DAN KOS

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa pelacuran bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan, dan nilai-nilai luhur yang dianut oleh masyarakat; b. bahwa telah timbul akibat negatif dari pelacuran berupa kemerosotan (degradasi) moral, penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks (sexual transmitted disease) termasuk AIDS yang disebabkan oleh HIV; c. bahwa perlu dilakukan upaya penanggulangan dampak negatif dari pelacuran dengan menumbuh kembangkan kesadaran dan partisipasi masyarakat; d. bahwa diperlukan pencegahan dan penanggulangan terhadap pelacuran; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d maka dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pelacuran; : 1. Undang-Undang Nomor 73 Tahun1958 tentang berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1660); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 1

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Way Kanan, Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Timur dan Kotamadya Daerah Tingkat II Metro (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3825); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635); 6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928); 7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. 2

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR dan BUPATI LAMPUNG TIMUR MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PELACURAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Lampung Timur. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dengan sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lampung Timur. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Timur. 5. Bupati adalah Bupati Lampung Timur. 6. Pelacuran adalah hubungan seksual diluar pernikahan yang dilakukan oleh pria atau wanita dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa. 7. Pelacur adalah setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan, yang melakukan pelacuran. 8. Pelanggan pelacuran adalah setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan yang memanfaatkan jasa pelacur untuk menyalurkan hasrat/nafsu seksualnya. 9. Germo/Mucikari adalah orang yang secara penuh atau sambilan mengadakan atau turut serta mengadakan, membiayai, menyewakan tempat untuk praktik pelacuran, yakni dengan mempertemukan atau memungkinkan bertemunya pelacur dengan pelanggannya, atau menjadi penampung pelacur. 10. Tempat Pelacuran adalah rumah, bangunan, atau tempat lain yang dipergunakan untuk menampung pelacur atau disinyalisasi untuk melakukan pelacuran. 11. Hubungan Seksual adalah hubungan perkelaminan antara dua jenis kelamin yang sama atau dua jenis kelamin yang berbeda. 12. Pelanggaran adalah perbuatan melanggar yaitu berupa tindak pidana yang lebih ringan daripada kejahatan. 3

13. Tim adalah tim yang dibentuk dengan Keputusan Bupati yang keanggotaannya terdiri dari unsur Satuan Kerja Perangkat Daerah, Bagian di lingkungan Sekretariat Daerah, dan pihak terkait lainnya. 14. Razia adalah tindakan penertiban yang dilakukan oleh Tim yang dilakukah secara rahasia. 15. Penyidikan tindak pidana adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi serta menemukan tersangkanya. 16. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat atau pegawai negeri sipil yang diberi tugas dan wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 17. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang dan kewajiban untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah. BAB II TUJUAN Pasal 2 Peraturan Daerah ini bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum, dengan melarang kegiatan pelacuran di seluruh wilayah Kabupaten Lampung Timur. BAB III LARANGAN Pasal 3 Setiap orang di Daerah baik sendiri-sendiri ataupun bersama-sama dilarang membujuk/merayu, mempengaruhi, memikat, mengajak, dan/atau memaksa orang lain dengan kata-kata, isyarat, tanda, dan/atau perbuatan lainnya yang dapat mengakibatkan perbuatan pelacuran. Pasal 4 Setiap orang dan/atau badan dilarang: a. menyediakan tempat pelacuran; b. mengadakan, membiayai, menyewakan, membuka dan memimpin serta mengatur tempat untuk praktik pelacuran; c. mendatangkan dan/atau menampung pelacur dari dalam dan luar daerah; d. membantu mempertemukan pelacur dengan pelanggan; e. melindungi atau menutup-nutupi pelacuran di dalam daerah; dan f. menjadi pelanggan dan/atau pelacur. 4

BAB IV PARTISIPASI DAN PENGAWASAN Pasal 5 (1) Setiap orang di daerah berkewajiban untuk melaporkan kepada Bupati, petugas atau pejabat yang berwenang, jika mengetahui secara langsung atau menduga kuat sedang berlangsungnya kegiatan pelacuran. (2) Petugas atau pejabat yang berwenang setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib segera menindaklanjuti laporan yang diterimanya. (3) Petugas atau pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib memberikan perlindungan kepada pelapor. (4) Bentuk dan tata cara pemberian perlindungan kepada pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 6 (1) Penegakan hukum atas Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang penegakan Peraturan Daerah. (2) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan koordinasi dengan Kepolisian Resort Kabupaten Lampung Timur. BAB V PENINDAKAN DAN PENGENDALIAN Bagian Kesatu Penindakan Pasal 7 (1) Bupati berwenang menutup dan menyegel tempat-tempat yang terbukti digunakan sebagai tempat pelacuran. (2) Tempat-tempat yang ditutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang dibuka kembali sepanjang belum ada jaminan dari pemilik atau pengelolanya bahwa tempat itu tidak akan digunakan lagi untuk menerima tamu dengan maksud melakukan perbuatan pelacuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penutupan dan penyegelan tempat-tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 8 (1) Bupati melalui Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang penegakan Peraturan Daerah berwenang melakukan razia terhadap: a. tempat/rumah yang digunakan atau mempunyai indikasi atau bukti yang kuat sehingga patut diduga tempat/rumah tersebut digunakan sebagai tempat pelacuran; 5

b. orang yang sikap atau perilakunya menunjukkan indikasi yang kuat sehingga patut diduga orang tersebut sebagai pelacur, yang berada di rumah penginapan, losmen, hotel, asrama, rumah penduduk/kontrakan, warung-warung kopi, tempat hiburan, gedung tempat tontonan, atau tempat-tempat lain di Daerah;dan (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan razia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 9 (1) Setiap orang yang tertangkap razia penanggulangan pelacuran dapat dikembalikan kepada keluarganya. (2) Pengembalian kepada keluarga dapat dilakukan setelah yang bersangkutan membuat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya dengan disaksikan oleh keluarganya. (3) Pelanggan pelacuran yang tertangkap razia penanggulangan pelacuran dan merupakan tindakan yang berulang, dapat diteruskan melalui proses peradilan. (4) Pelacur yang tertangkap razia penanggulangan pelacuran dan merupakan tindakan yang berulang, dapat dikirim ke Panti Rehabilitasi Sosial untuk mendapatkan bimbingan mental, sosial dan keterampilan. Bagian Kedua Pengendalian Pasal 10 (1) Pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Tim yang dibentuk dengan Keputusan Bupati. (2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi a. Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi; b. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang penegakan Peraturan Daerah; c. Kepolisian Resort Kabupaten Lampung Timur; d. Dinas Kesehatan; e. serta instansi terkait lainnya. Pasal 11 (1) Dalam rangka pengendalian dan pencegahan, Tim wajib melakukan pendataan terhadap pelaku yang tertangkap. (2) Dalam rangka pendataan, Dinas Kesehatan dapat melakukan pemeriksaan kesehatan kepada pelaku yang tertangkap. (3) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. nama; b. alamat; c. pekerjaan; d. status perkawinan; e. status kesehatan f. serta informasi lain yang dibutuhkan. (3) Ketentuan mengenai pendataan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. 6

BAB VI PEMBINAAN DAN REHABILITASI Pasal 12 (1) Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan dan penanggulangan pelacuran, serta pembinaan terhadap orang atau sekelompok orang yang terbukti melakukan perbuatan sebagai pelacur atau pelanggan pelacuran. (2) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang sosial melaksanakan pembinaan, rehabilitasi sosial dan/atau pemulangan terhadap pelacur atau germo. (3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan melalui kegiatan rehabilitasi. (4) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan: a. bimbingan, pendidikan, pelatihan, dan keterampilan teknis; b. bimbingan, pendidikan, dan penyuluhan rohaniah dan jasmaniah;dan c. penyediaan lapangan kerja atau penyaluran tenaga kerja. d. pembinaan mental bagi pelanggan pelacuran. (5) Dalam rangka pembinaan, Pemerintah Daerah wajib menyediakan sarana rehabilitasi yang dikelola oleh dinas yang membidangi tugas dan fungsi rehabilitasi sosial. Pasal 13 (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan daerah ini dilakukan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Guna mengefektifkan pelaksanaan di lapangan, pembinaan, pengawasan dan rehabilitasi dilaksanakan secara terpadu di bawah koordinasi Bupati atau Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang sosial. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan, pengawasan dan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 14 (1) Pemerintah Daerah menyediakan anggaran untuk kegiatan pencegahan dan penanggulangan pelacuran serta pembinaan dan rehabilitasi. (2) Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 7

BAB VII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 15 (1) Selain Pejabat Penyidik Umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. mengambil sidik jari dan memotret tersangka; e. melakukan penyitaan benda dan/atau identitas diri; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang/ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 16 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,-(lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran. (3) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat dikenakan sanksi adminisitratif berupa pencabutan izin usaha atau penutupan usaha. 8

BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 18 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lampung Timur. Ditetapkan di Sukadana pada tanggal 14 Januari 2013 BUPATI LAMPUNG TIMUR, ttd ERWIN ARIFIN Diundangkan di Sukadana pada tanggal 14 Januari 2013 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR, ttd I WAYAN SUTARJA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2013 NOMOR 03 9

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PELACURAN I. UMUM Pelacuran merupakan suatu perbuatan tercela, bertentangan dengan norma agama dan kesusilaan, dapat menimbulkan penyakit, merusak kesehatan bagi yang bersangkutan dan keluarganya sehingga dapat menggoyahkan kehidupan keluarga, serta berdampak negatif terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat. Tempat/rumah pelacuran pada umumnya digunakan sebagai tempat penjudi, pecandu minuman keras, tempat transaksi narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya, tempat bersembunyi dan menyusun strategi para penjahat, serta menjadi sumber penyakit masyarakat lainnya. Oleh karena itu, agar dapat mendukung menciptakan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum, perlu melarang kegiatan pelacuran di seluruh wilayah Daerah dan memberikan sanksi bagi para pelanggar guna menimbulkan efek jera bagi pelakunya yang diatur dengan Peraturan Daerah. Dalam Peraturan Daerah ini diatur mengenai pelarangan dalam perbuatan: a. membujuk/merayu, mempengaruhi, memikat, mengajak, dan/atau memaksa orang lain dengan kata-kata, isyarat, tanda, dan/atau perbuatan lainnya yang dapat mengakibatkan perbuatan pelacuran; b. mendirikan dan/atau mengusahakan atau menyediakan tempat dan/atau orang untuk melakukan pelacuran; c. melakukan perbuatan pelacuran; d. berada di jalan-jalan umum, di lapangan-lapangan, di rumah penginapan, losmen, hotel, asrama, rumah penduduk/kontrakan, warung-warung kopi, tempat hiburan, gedung tempat tontonan, disudut-sudut jalan atau di loronglorong jalan atau tempattempat lain di Daerah, bagi setiap orang yang sikap atau perilakunya menunjukkan indikasi yang kuat sehingga patut diduga orang tersebut sebagai pelacur; e. bermesraan, berpelukan dan/atau berciuman dengan siapapun yang mengarah pada hubungan seksual, baik di tempat umum atau di tempat-tempat yang kelihatan oleh umum; f. mengunjungi tempat/rumah yang digunakan atau mempunyai indikasi atau bukti yang kuat sehingga patut diduga tempat/rumah tersebut digunakan sebagai tempat pelacuran, kecuali bagi orang atau sekelompok orang tertentu yang dibenarkan oleh Peraturan Daerah ini; dan g. menerima tamu/pengunjung yang mempunyai maksud/tujuan selain untuk kepentingan, bagi tempat pelacuran yang sudah 10

ditutup atau disegel, kecuali bagi orang atau sekelompok orang tertentu yang dibenarkan oleh Peraturan Daerah ini. Untuk lebih mengefektifkan penegakan Peraturan Daerah ini, Bupati berwenang menutup dan menyegel tempat-tempat yang digunakan atau mempunyai indikasi atau bukti yang kuat sehingga patut diduga tempat tersebut digunakan sebagai tempat pelacuran. Di samping itu, Bupati atau Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang penegakan Peraturan Daerah berwenang melakukan razia dalam rangka menegakkan Peraturan Daerah ini. Sebagai upaya kuratif, Bupati atau Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang penegakan Peraturan Daerah yang ditunjuk, mengembalikan orang yang terjaring razia karena melanggar ketentuan dalam Peraturan Daerah ini kepada keluarganya atau sampai di tempat tinggalnya melalui kepala kelurahan/kepala desa. Di samping itu, Pemerintah Daerah melakukan pencegahan dan penanggulangan pelacuran, serta pembinaan terhadap orang atau sekelompok orang yang terbukti melakukan perbuatan sebagai pelacur. Pembinaan tersebut dilakukan melalui kegiatan rehabilitasi. Dengan demikian, agar penanggulangan pelacuran dapat berjalan efektif, Pemerintah Daerah menyediakan anggaran untuk menampung kegiatan pencegahan dan penanggulangan pelacuran serta pembinaan/rehabilitasi, yang dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber lain yang sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Memberikan perlindungan kepada si pelapor adalah menjamin keamanan si pelapor dari segala macam ancaman yang timbul sebagai konsewensi tindakannya. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 6 11

Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Tujuan pembinaan dan rehabilitasi Sosial adalah sebagai usaha pembinaan terhadap para pelacur dan germo yang tertangkap, dalam rangka pemulihan mental, kepercayaan diri, tanggung jawab sosial serta kemampuan melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan di masyarakat. Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 02 12