LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 1 TAHUN 2000 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PALU NOMOR 21 TAHUN 1998 TENTANG

Transkripsi

1 LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 1 TAHUN 2000 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PALU NOMOR 21 TAHUN 1998 TENTANG LARANGAN PERBUATAN PROSTITUSI DAN PRAKTEK TUNA SUSILA DALAM WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PALU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II PALU Menimbang : a. bahwa pembangunan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Palu adalah merupakan bagian intergral dari pembangunan Dearah Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan pembangunan Nasional khususnya dalam bidang mental, spiritual perlu dilaksanakan oleh segenap unsur pemerintah dan masyarakat; b. bahwa perbuatan Prostitusi dan Praktek Tuna Susila adalah perbuatan yang bertententangan dengan ajaran agama, adat istiadat dan nilainilai Pancasila sebagai landasan pembangunan Nasional, serta mengganggu ketertiban umum, keamanan, kesehatan dan nilai-nilai kesusilaan serta dapat merusak moral masyarakat; c. bahwa untuk mnencapai maksud tersebut diatas dan menjadi landasan Hukum bagi Pemerintah Daerah, maka pelarangan tersebut perlu diatur dengan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Palu; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Tambahan Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor ); 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3038); 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1994 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Palu (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3555); 1

2 5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 198 tentang Usaha Kesejahteraan Anak-anak yang bermasalah; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1988 tentang Penyerahan Tugas di Lapangan Bimbingan dan Perbaikan Sosial Kepada Daerah Tingkat I; 8. Peruturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah degan Titik Berat pada Daerah Tingkat II (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Nomor 83487); 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1993 tentang Pembinaan Ketentraman dan Ketertiban Wilayah; 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah; 11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan; 12. Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 22/HUK/1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial dilingkungan Departemen sosial R.I; 13. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah Nomor 51/462.3/X/83, tanggal 16 Mei 1983 tentang Pelarangan, Pencegahan dan Penerbitan Tuna Susila di Wilayah Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah. Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Palu M E M U T U S K A N Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PALU TENTANG LARANGAN PERBUATAN PROSTITUSI DAN PRAKTEK TUNA SUSULA DALAM WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PALU. 2

3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: a. Daerah adalah Daerah Kotamadya Palu; b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Palu; c. Kepala Daerah adalah Walikotamadya Daerah Tingak II Palu; d. Pejabat adalah Pejabat atau Petugas yang berwenang untuk melakukan pengawasan, penyidikan, penuntutan, pembinaan dan rehabilitas terhadap pelanggaran atas ketentuan-ketentuan Peraturan Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undang yang berlaku; e. Perbuatan Prostitusi adalah perbuatan yang dilakukan oleh baik laki-laki ataupun perempuan yang menyediakan diri sendiri atau orang lain kepada umum untuk melakukan pelacuran baik dengan imbalan jasa maupun tidak; f. Praktek Tunas Susila adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang ataupun perempuan yang berhubungan seks dengan lawan jenis maupun sesama jenisnya secara berulang-ulang dengan bergantian pasangan diluar perkawinan yang sah dengan mendapat uang, materi atau jasa; g. Pelacur adalah seorang pria maupun wanita yang mengadakan hubungan kelamin dengan seorang lawan jenis kelamin diluar ikatan perkawinan yang sah dengan maksud mendapatkan kepuasan seksual atau keuntungan materi lainnya bagi diri sendiri atau orang lain; h. Germo atau mucikari adalah seorang laki-laki atau perempuan yang menyelenggarakan pengusahaan rumah atau tempat pelacur dengan memelihara pelacur wanita; i. Tempat adalah tempat-tempat dengan keyakinan dapat dipandang atau diduga sebagai tempat yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan prostitusi dan praktek tuna susila; j. Badan adalah merupakan organisasi baik yang berbadan hukum yang diduga kegiatan tempat prostitusi dan praktek tuna susila. 3

4 BAB II LARANGAN Pasal 2 (1) Setiap orang atau badan dilarang untuk melakukan perbuatam prostitusi dan praktek tuna susila di dalam Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Palu; (2) Larangan dimaksud pada ayat (1) pasal ini berlaku bagi siapapun yang karena tingkah lakunya patut di duga menimbulkan akibat perbuatan prostitusi dan praktek tuna susila; (3) Larangan dimasud pada ayat (1) juga berlaku bagi siapapun berkelompok maupun sendiri-sendiri, bersama-sama segaja mengusahakan tempat-tempat untuk perbuatan prostitusi dan praktek tuna ssusila; (4) Setiap orang atau badan dilarang menjadi pelindung (Becking) perantara dan atau menyediakan orang untuk melakukan perbuatan prostitusi dan praktek tuna susila. Pasal 3 (1) Kepala Daerah berhak memerintahkan untuk menutup tempat yang menurut keyakinannya dan terbukti digunakan untuk melakukan perbuatan prostitusi dan praktek Tuna susila; (2) Penanggung jawab tempat-tempat yang telah ditutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilarang menerima tamu ditempatnya, dengan maksud melakukan perbuatanseperti yang dimaksud pada pasal 2 ayat (1); (3) Tidak di pandang sebagai tamu seperti dimaksud pada ayat (2) adalah : a. Mereka yang bertempat tinggal ditempat tersebut yang status tinggalnya data dipertanggung jawabkan; b. Keluarga penanggung jawab yang terikat karena perkawinan yang sah; c. Mereka yang kedatangannya di tempat tersebut, karena menjalankan sesuatu pekerjaan yang tidak bertentangan dengan kesusilaan; d. Pejabat atau petugas yang karena kepentingan melakukan tugasnya. 4

5 BAB III PEMBINAAN DAN REHABILITAS Pasal 4 (1) Pembinaan dan Rehabilitasi akan dilakukan bersama-sama dengan dinas, instansi terkait; (2) Pemerintah Daerah akan membentuk tim raziah bersama instansi terkait dalam rangka pemberantasan perbuatan prostitusi dan praktek tuna susila; (3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah terutama bagi yang masih dibawah umur dapat dikembalikan pada orang tuanya atau pemerintah; (4) Berdasarkan pada putusan pengadilan, maka terhadap pelanggaran tersebut dapat dilakukan pembinaan dan rehabilitasi sosial yang telah ditunjuk oleh pemerintah. BAB IV KETENTUAN PIDANA Pasal 5 (1) Barang siapa yang melanggar terhadap ketentuan-ketentuan Peraturan daerah ini, diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp ,- (lima puluh ribu rupiah) dan peraturan perundangundangan yang berlaku; (2) Jika seseorang yang melakukan lagi pelanggaran yang sama dengan pelanggaran yang pertama sebelum lewat waktu jangka 1 (satu) tahun sejak tanggal putusan pengadilan atas pelanggaran pertama yang telah mempunyai ketetapan hukum tetap, maka pidana diajukan terhadap pelanggaran kedua dan seterusnya sampai dengan sepertiga dari pidana kurungan pokoknya atau bila dikenakan denda dapat ditambah dengan setengah dari pidana denda yang diancamkan untuk pelanggaran tersebut. BAB V KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 6 (1) Selain Pejabat Penyidik Umum, Penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 5 peraturan daerah ini dapat juga dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah yang pengankatannya ditetapkan sesuai ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku; 5

6 (2) Dalam melaksanakan tugas Penyidikan, para Penyidik Pegawai Negeri Sipil berwenang : a. Menerima laporan atau peganduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memberikan tanda pengenal dari tersangka; d. Melakukan penyitaan benda atau surat; e. Mengambil sidik jari dan memotrek seseorang; f. Mengambil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Menghentikan penyidikan setelah mendapatkan petunjuk dari penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atas peristiwa tersebut buka berupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik umum memberitahukan hal tersebut pada penuntut umum tersangka atau keluarganya; i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan (3) Dalam melakukan tugasnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil tidak berwenang melakukan penangkapan atau penanganan; (4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil membuat Berita Acara setiap tindakan tentang : a. Pemeriksaan tersangka; b. Penanahanan Rumah; c. Penyitaan Benda; d. Pemeriksaan di tempat kejadian dan mengirimkan kepada penyidik umum; BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 7 Dengan berlakunya peraturan Daerah ini, maka semua ketentuan yang bertentangan dengan peraturan daerah ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 8 Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur kemudian oleh Kepala Daerah sepanjang mengenai pelaksanaannya; 6

7 BAB XIX KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Palu. Ditetapkan di Palu pada tanggal 20 September 1998 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PALU Ttd + Cap WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II PALU Ttd + Cap HI.ACHMAD MADJID RULY A.LAMADJIDO, SH Disahkan oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi Sulawesi Tengah dengan Keputusan Nomor 60 Tahun 1999 tanggal 6 Desember Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kota Palu Nomor 1 Tahun 2000 Seri C Nomor 1 tanggal 5 Pebruari 2000 SEKRETARIS KOTA PALU Ttd + Cap Drs. H.A. WAHAB PATUNRANGI PEMBINA UTAMA MUDA NIP

8 PENJELASAN PERATURAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PALU NOMOR 21 TAHUN 1998 TENTANG LARANGAN PERBUATAN PROSTITUSI DAN PRAKTEK TUNA SUSILA DALAM WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PALU I. PENJELASAN UMUM Seiring dengan perkembengan perkotaan di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Palu yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sosial budaya sehingga dapat merubah cara hidup masyarakat menjadi masyarakat yang lebih moderen termasuk mental spiritual yang semakin terasa sekarang ini baik dampak positifnya maupun dampak negatifnya. Masyarakat yang mendiami Kotamadya Daerah Tingkat II Palu berasal dari berbagai Daerah dan Lapisan masyarakat yang tentunya pola hidupnya pun berbedabeda hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi daerah ini yang begitu maju disemua aspek kehidupan masyarakat, demikian juga sosial budaya bahwa masyarakat Kotamadya Daerah Tingkat II Palu ini sangat menjunjung tinggi asas kekeluargaan dan kegotongroyongan terlihat apabila masyarakat melakukan sesuatu kegiatan, maka masyarakat melakukan secara bersama-sama tanpa membedakan dari mana, siapa orang yang di bantu. Dari segi mental spirtualbahwa masyarakat Kotamadya Tingkat II Palu adalah masyarakat religius dan taat beragama hal ini dapat dibuktikan banyaknya rumahrumah ibadah yang berdiri dengan megahnya. Namun dibalik kemajuan Kotamadya Daerah Tingkat II Palu ini, maka berkembang pula hal-hal yang dapat merusak mental spiritual masyarakat. Salah satunya adalah prostitusi dan praktek Tuna Susila baik secara terorganisir maupun secara sendiri-sendiri perlu diketahui bahwa pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dibidang pendidikan, ekonomi, hukum, sosial budaya dan mental spiritual menuju masayarakt yang adil makmur. Perbuatan pristitusi dan praktek Tuna Susila merupakan perbuatan bejat moral yang dapat merusak sendiri-sendiri agama, adat istiadat dan dapat menularkan penyakit yang membahayakan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Untuk mencegah dari pada perkembangamn prostitusi dan praktek Tuna Susila, maka perlu diatur dalam rangka melakukan dan melarang membuka praktek-praktek baik yang terorganisir dalam suatu lokalisasi maupun sendiri-sendiri di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Palu. 8

9 II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL 1. Pasal 1 huruf a s.d h : Cukup jelas huruf I : yang dimaksud dengan tempat adalah rumah-rumah, tempat usaha, panti usaha, panti pijat, pondok wisata dan tempat hiburan lainnya yang dicurigai menyediakan praktek prostitusi dan tuna susila. huruf j : Cukup jelas - Pasal 2 s.d 3 : Cukup jelas - Pasal 4 ayat (1) : yang dimaksud dibawah umur seorang pria atau wanita yang nyata-nyata atau perbuatan prostitusi dan praktek tuna susila masih dibawah (belum menikah, dikembalikan kepada orang tuanya atau pemerintah). Ayat (2) s.d (4) : Cukup jelas - Pasal 5 s.d 9 : Cukup jelas 9