BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA

MANAJEMEN KETAHANAN PANGAN ERA OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG 1)

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus

II. PENGEMBANGAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. usaha mereka. Program bantuan seperti KUT, Paket Bantuan Infres Desa

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

I. PENDAHULUAN. dengan menyerap 42 persen angkatan kerja (BPS, 2011). Sektor pertanian

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bersama masyarakat. Dalam hal ini pemerintah menyelenggarakan pengaturan,

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat

KEBIJAKAN PERBERASAN DAN STABILISASI HARGA

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009

Andalan Ketahanan Pangan

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

Politik Pangan, Upaya Dalam Membentuk Sistem Ketahanan Pangan Nasional.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

Badan Urusan Logistik (BULOG) adalah suatu Lembaga Pemerintah Non. Departemen (LPND) yang ditugasi untuk mengendalikan dan menjaga kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam nabati maupun sumber daya alam mineral yang tersebar luas di

Analisis Perilaku Harga Beras Mendukung UPSUS PAJALE di Provinsi Jambi

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

I. PENDAHULUAN. sebagai penyedia pangan yang cukup bagi penduduknya dan pendukung

I. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KAJIAN KEMUNGKINAN KEMBALI KE KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH, KENAIKAN HARGA GABAH DAN TARIF TAHUN 2007

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

rice in the North. GKP affect transmission rates by Government Purchase Price (HPP). Keywords: Availability of Food, Government Purchasing Price

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

TIM KAJIAN RASKIN LPPM IPB

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

BAB I PENDAHULUAN. manusia, sebagaimana dalam pasal 27 Undang-undang Dasar Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya Undang-undang No.

BAB I PENDAHULUAN. menakutkan bagi dunia saat ini. Hal ini disebabkan karena masalah pangan

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah

IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. A. Kontribusi Pangan Terhadap Laju Inflasi Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras bagi bangsa Indonesia dan negara-negara di Asia bukan hanya sekedar komoditas pangan atau ekonomi saja, tapi sudah merupakan komoditas politik dan keamanan. Suryana et al (2001) mengatakan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia masih tetap menghendaki adanya pasokan (penyediaan) dan harga beras yang stabil, tersedia sepanjang waktu, terdistribusi secara merata dan dengan harga yang terjangkau. Kondisi itu menunjukan bahwa beras masih menjadi komoditas strategis secara politis. Pengalaman tahun 1966 dan tahun 1998 menunjukan bahwa goncangan politik dapat berubah menjadi krisis politik yang dahsyat karena harga pangan melonjak tinggi dalam waktu singkat. Saat ini pertumbuhan jumlah penduduk setiap tahun mencapai berkisar 3 juta jiwa sehingga jika terjadi kekurangan beras maka akan terjadi kerawanan sebab beras merupakan makanan pokok bagi bangsa Indonesia. Penduduk Indonesia mengalami laju pertumbuhan sekitar 1.49 persen per tahun sehingga permintaan beras akan selalu mengalami kenaikan (Krisnamurthi, 2002). Beras merupakan makanan pokok, menjadi ujung tombak ketahanan pangan wilayah dan nasional. Peran itu sudah terjadi sejak berabad-abad lalu dan disistematisasikan pada masa pemerintahan orde baru. Dengan demikian, kepentingan ketahanan pangan sekaligus kepentingan tenaga kerja dan kependudukan bukan lagi menjadi isu ekonomi dan perdagangan semata, tetapi

menjadi wilayah politik ekonomi karena aspek strategis berbagai bidang itu menuntut peran pemerintah yang proporsional dan efektif (Arifin dan Rachbini, 2001). Beras telah menjadi komoditas strategis dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Selain sebagai sumber pangan pokok, beras juga menjadi sumber penghasilan bagi petani dan kebutuhan hidup sehari-hari bagi jutaan penduduk. Beras juga bisa dijadikan sebagai komoditas politik karena keberadaannya tidak dapat digantikan oleh komoditas lain dan harus dalam jumlah yang memadai. Tingginya permintaan pangan, terutama beras dan peningkatan jumlah penduduk juga menjadi masalah dalam pencapaiannya. Oleh karena itu, gerakan peningkatan produksi beras nasional melalui perubahan teknologi dan adanya inovasi harus didukung oleh semua daerah di seluruh Indonesia (Jamal et al, 2008). Di Provinsi Sumatera Utara maupun secara Nasional beras merupakan komoditas strategis dalam kehidupan sosial ekonomi nasional, karena beras menjadi bahan makanan pokok sekitar 95% penduduk dan menjadi sumber pendapatan bagi sekitar 21 juta rumah tangga petani. Sebagai bangsa dengan penduduk dan potensi sumber daya pertanian yang besar, Indonesia harus mampu memenuhi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri (BKP, 2007). Komoditi beras bagi masyarakat Indonesia bukan saja merupakan bahan pangan pokok, tetapi sudah merupakan komoditi sosial. Oleh karena itu, perubahan-perubahan yang terjadi pada beras akan begitu mudah mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi yang lain. Perhatian pemerintah terhadap beras sudah lama dimulai dan bahkan setelah Indonesia merdeka, perhatian terhadap beras ini sudah menjadikan program prioritas (Anonimous, 2004).

Harga beras di Provinsi Sumatera Utara mengalami penurunan yang cukup signifikan. Harga beras medium IR-64 rata-rata Rp 5.241,48/kg dan turun menjadi Rp 4.911,09/kg di akhir bulan September 2007. Hal ini disebabkan di beberapa daerah sentra produksi beras di Sumatera Utara mengalami panen dan terus masuknya beras antar pulau dari Jawa dan NAD (BPS, 2010). Konsekuensi logis dari rendahnya harga beras di tingkat petani adalah bahwa disinsentif yang dihadapi petani untuk meningkatkan produksi dan produktivitasnya menjadi sangat besar. Harus disadari bahwa motivasi kerja petani dapat meningkat sangat tergantung pada harga beras. Kalau harga beras lebih rendah dari biaya produksi, semangat kerja pun merosot. Sesuai dengan teori ekonomi mikro, harga dari suatu produk terlalu rendah tidak akan menggairahkan orang untuk menghasilkan produk tersebut. Berarti akan sedikit sekali petani Indonesia yang bersemangat menjadi produsen beras karena memproduksi komoditas pertanian lain yang memiliki harga jual yang lebih tinggi menjadi jauh lebih rasional (Arifin dan Rachbini, 2001). Defenisi ketahanan pangan menurut International Conference of Nutrition (1992) adalah tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang baik dalam jumlah dan mutu pada setiap saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Di Indonesia, secara formal dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional, istilah kebijakan dan program ketahanan pangan diadopsi sejak 1992 (Repelita VI) yang defenisi formalnya dicantumkan dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pasal 1 angka 17 menyatakan bahwa Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan

terjangkau. Pengembangan ketahanan pangan mempunyai perspektif pembangunan yang sangat mendasar karena : (1) akses terhadap pangan dengan gizi seimbang merupakan hak yang paling asasi bagi manusia; (2) keberhasilan dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh keberhasilan pemenuhan kecukupan konsumsi pangan dan gizi ; (3) ketahanan pangan merupakan basis atau pilar utama dalam mewujudkan ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan (Anonimous, 2012). Dapat dikatakan ketahanan pangan merupakan konsentrasi untuk mewujudkan akses setiap individu untuk memperoleh pangan yang bergizi. Dalam ketahanan pangan terdapat tiga komponen penting pembentukan ketahanan pangan yaitu : produksi, dan ketersediaan pangan, jaminan akses terhadap pangan, serta mutu dan keamanan pangan (Anonimous, 2012). Ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional. Ada tiga alasan penting yang melandasi adanya kesadaran dari semua komponen bangsa atas pentingnya ketahanan pangan yaitu: (1) akses atas pangan yang cukup dan bergizi bagi setiap penduduk merupakan salah satu pemenuhan hak asasi manusia; (2) konsumsi pangan dan gizi yang cukup merupakan basis bagi pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas; (3) ketahanan pangan merupakan basis bagi ketahanan ekonomi, bahkan bagi ketahanan nasional suatu negara berdaulat. Ketahanan pangan suatu negara dikatakan baik jika semua penduduk di suatu negara setiap saat dapat memiliki akses terhadap makanan dalam volume dan mutu yang sesuai bagi suatu kehidupan yang produktif dan sehat. Akses setiap individu terhadap pangan yang cukup merupakan hak asasi manusia yang

berlaku secara universal. Oleh sebab itu, sampai sejauh mana suatu negara menghormati hak asasi warganya yang dapat diukur dari ketahanan pangan yang dimilikinya, bahkan ketahanan pangan dijadikan salah satu indikator penting bagi keberhasilan pembangunan nasional, disamping indikator pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan (Saragih, 2001). Berdasarkan defenisi ketahanan pangan dalam UU RI No. 7 Tahun 1996 yang mengadopsi FAO (Food Association Organization), didapat 5 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: (1) Kecukupan ketersediaan pangan; (2) Stabilitas ketersediaan pangan; (3) Fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun; (4) Aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan dan; (5) Kualitas/keamanan pangan (FAO, 1996) Campur tangan pemerintah dalam ekonomi perberasan nasional pada dasarnya ada lima yaitu: meningkatkan produksi padi, meningkatkan pendapatan petani, mengurangi ketidakstabilan harga di tingkat produsen dan konsumen, dan mengendalikan keseimbangan harga beras di antara pasar domestik dengan pasar internasional. Stabilisasi harga beras oleh pemerintah dilakukan melalui mekanisme buffer stock, yaitu dengan menetapkan harga dasar dan harga batas tertinggi. Harga dasar (minimum) dijamin pemerintah untuk melindungi konsumen dari kenaikan harga yang tidak terkendali terutama pada musim paceklik. Ini semuanya diusahakan dengan pengadaan beras dikala panen dan penyaluran di kala paceklik (Tim Pengkajian Kebijakan Perberasan Nasional, 2001).

Tujuan dari penetapan HPP gabah dan beras adalah untuk memberikan perlindungan kepada petani padi agar memperoleh pendapatan usahatani yang layak. Kenyataannya, harga gabah di tingkat petani sudah jauh lebih tinggi dari HPP sehingga tingkat keuntungan petani juga lebih tinggi lagi. Bila tujuan pemerintah adalah memberikan pendapatan yang layak kepada petani padi, maka dengan mengacu uraian di atas, kebijakan perberasan yang selama ini dilaksanakan cukup efektif. Namun, kebijakan tersebut perlu terus disesuaikan secara periodik seiring dengan dinamika yang berkembang. Beberapa justifikasi yang mendukung perlunya penyesuaian HPP gabah dari tingkat yang berlaku saat ini yaitu : (1) harga beras domestik saat ini lebih rendah dari harga di pasar dunia; (2) harga gabah aktual sudah lebih tinggi dari HPP sehingga dapat menyulitkan BULOG dalam membeli gabah dari petani; dan (3) harga komoditas lain naik lebih tinggi sehingga dapat mengurangi minat petani untuk menanam padi (Rachman dan Sudaryanto, 2009). Kebijakan harga melalui jaminan harga dasar dapat memperkecil risiko usahatani, karena petani terlindungi dari kejatuhan harga jual gabah atau beras di bawah ongkos produksi, yang sering terjadi pada musim panen raya. Manakala risiko suatu usahatani dapat ditekan sekecil mungkin, maka ketersediaan beras dari produksi dalam negeri lebih terjamin. Ketersediaan beras dari produksi dalam negeri menjadi salah satu unsur penting dalam memperkuat ketahanan pangan (Sawit, 2010). Pada tahun 2001 melalui Inpres No. 9 Tahun 2001 tentang kebijakan perberasan terjadi perubahan istilah harga dasar menjadi harga dasar pembelian pemerintah (HDPP) yang berlaku sejak 1 Januari 2002. Inpres perberasan di era

reformasi lebih komprehensif yang mencakup kebijakan harga dan non harga, kebijakan perdagangan, stok publik, serta subsidi beras terarah. Inpres perberasan yang dikeluarkan oleh pemerintah hampir setiap tahun diperbaharui (Sawit, 2010) Sejak tahun 2005 istilah HDPP diganti dengan harga pembelian pemerintah (HPP) melalui Inpres No. 2 Tahun 2005. Selanjutnya dikeluarkan Inpres No. 13 Tahun 2005, Inpres No. 3 Tahun 2007 dan Inpres No.1 Tahun 2008 peraturan sejenis yang terakhir adalah Inpres No. 7 tahun 2009 berlaku efektif pada Januari 2010 yang masih digunakan sampai saat ini (BKP, 2011). Walaupun Pemerintah dengan Inpres No. 9 Tahun 2002 tentang Penetapan Kebijakan Perberasan Nasional, telah menetapkan kebijakan Harga Dasar Pembelian Gabah oleh Pemerintah (HDPP), dimana untuk operasionalisasi kebijakan HDPP tersebut telah dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Badan Bimas Ketahanan Pangan Departemen Pertanian dengan Badan Urusan Logistik (BULOG) No. 02/SKB/BBKP/I/2003. Kep-08/UP/01/2003 tanggal 16 Januari 2003 tentang harga pembelian gabah oleh kontraktor pengadaan gabah/beras dalam negeri dari petani/kelompoktani. Namun demikian keadaan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak petani yang menjual gabahnya di bawah harga dasar. Hal ini disebabkan antara lain : kurangnya Akses Lembaga Usaha Ekonomi Pedesan (LUEP) terhadap desa untuk pengadaan gabah/beras, tidak adanya institusi penghubung antara Dolog dengan petani/kelompok tani yang menjamin bahwa petani menerima harga sesuai HDPP (BKP, 2007). Bulog adalah lembaga pemerintah yang dibentuk pada tahun 1967. BULOG ditugaskan pemerintah untuk mengendalikan stabilitas harga dan

penyediaan bahan pokok, terutama pada tingkat konsumen. Pembelian hasil panen dengan harga dasar yang lebih tinggi dari pasar, bertujuan untuk mengendalikan harga beras yang murah pada saat panen. Pemerintah juga memberikan jaminan atas kerugian yang timbul dari operasi tersebut. Guna meratakan stok antar daerah, Bulog juga membangun jaringan pergudangan di daerah produsen dan konsumen yang tersebar disekitar 1500 lokasi gudang dengan kapasitas sekitar 3,5 juta ton (Amang dan Sawit, 1999). Bulog di tahun 2012 diberikan anggaran sebesar Rp 19 triliun dan Inpres HPP beras sebesar Rp 6.600. Sebelum dikeluarkannya HPP baru, Bulog selama ini berpegang kepada HPP lama sesuai Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan. Dalam Inpres tersebut harga gabah kering panen (GKP) ialah Rp 2.640 per kg, gabah kering giling (GKG) Rp 3.300 per kg dan beras Rp 5.060 per kg (Munawar, 2012). 2.2 Landasan Teori Menurut Sukirno (1994) untuk menstabilkan harga dan menjaga agar petani menerima harga yang wajar pemerintah dapat menstabilkan harga pada harga yang ditentukan oleh pasar bebas dan menstabilkan harga pada tingkat yang lebih tinggi dari harga keseimbangan pasar bebas. Kebijakan ini sangat penting terutama ketika panen raya. Ketika panen raya penawaran melimpah. Penawaran yang melimpah akan menggeser kurva penawaran dari S ke S', sehingga jumlah produk pertanian yang ditawarkan meningkat dari Q 0 menjadi Q 1. Peningkatan jumlah barang yang ditawarkan ini akan menyebabkan penurunan harga dari P 0 ke P 1, bahkan sering sampai pada tingkat harga yang membuat petani rugi. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah dapat menetapkan harga di atas tingkat harga

yang membuat petani rugi (P 1 ) yaitu pada tingkat harga P 2 atau P 3. Hal ini dapat dilakukan melalui penetapan harga pembelian pemerintah (HPP). Secara grafis hal ini dapat dilihat pada Gambar 1. D 3 S S3 P 3 S P 0 P 2 P 1 S Q 0 Q 1 D 2 S 2 Gambar 1. Penetapan Harga Dasar Pengertian ketahanan pangan telah dibakukan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Pada bab 1 pasal 1 disebutkan ketahanan pangan adalah terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik mutu, aman, merata dan terjangkau. Sementara definisi ketahanan pangan yang secara resmi disepakati oleh pimpinan negara anggota Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) termasuk Indonesia pada World Food Conference On Human Right 1993 dan World Food Summit 1996 adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan gizi setiap individu dalam jumlah dan mutu agar dapat hidup aktif dan sehat secara berkesinambungan sesuai budaya setempat (Wibowo, 2000). Menurut Suryana (2003), ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.

Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat diartikan lebih lanjut sebagai berikut: 1. Terpenuhinya pangan yang cukup, diartikan ketersediaan pangan, dalam arti luas bukan hanya beras tetapi mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia. 2. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda/zat lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta aman dari kaidah agama. 3. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan harus tersedia setiap saat dan merata diseluruh tanah air. 4. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartinkan pangan mudah diperoleh oleh setiap rumah tangga dengan harga yang terjangkau. Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun. Dalam hal inilah, petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan : petani adalah produsen pangan dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen terbesar yang sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk membeli pangan. Petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi pangan sekaligus juga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri (Krisnamurti, 2002).

2.3 Kerangka Pemikiran Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu daerah penghasil beras di Indonesia adalah Provinsi Sumatera Utara. Meskipun Sumatera Utara merupakan salah satu lumbung beras di Indonesia, harga beras di tingkat petani tidak menentu. Harga beras yang tidak menentu merugikan petani. Oleh sebab itu, untuk melindungi petani maka pemerintah menetapkan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras sesuai dengan Instruksi Presiden tentang Perberasan. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada gambar 2 yang bertujuan untuk menjelaskan dampak kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras di Provinsi Sumatera Utara. Penetapan HPP oleh pemerintah bertujuan untuk melindungi harga jual beras di tingkat petani dan menurunkan konsumsi beras di masyarakat sehingga ketahanan pangan dapat terwujud. HARGA JUAL PETANI HPP (INPRES) (BULOG) KONSUMSI KETAHANAN PANGAN Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penetapan HPP

2.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah : 1. Terjadi peningkatan harga aktual GKP dan beras setelah penetapan HPP dari tahun 2007 sampai dengan 2011 di Provinsi Sumatera Utara. 2. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) meningkatkan harga jual beras. 3. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) menurunkan konsumsi beras di masyarakat.