BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Penelitian Kinerja perekonomian global pada tahun 2013 mengalami pelemahan dari tahun sebelumnya. Penurunan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2013 sebesar 0,1% dari tahun sebelumnya, hal ini membuat harga komoditas terus terkoreksi kebawah dan meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan, dimana hal tersebut dipengaruhi oleh pergeseran siklus dan tatanan ekonomi global yang terjadi di tahun 2013. Pergeseran tersebut terjadi di tiga area berbeda yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Pergeseran pertama diawali dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara maju dan menurunnya pertumbuhan ekonomi negara berkembang, diikuti dengan pergeseran kedua yaitu tren penurunan harga komoditas dunia dan pergeseran yang ketiga yaitu beralihnya arus modal dunia yang dipengaruhi oleh berakhirnya era quantitative easing (QE) atau kebijakan moneter longgar di AS. Pergeseran yang ketiga memberikan dampak ketidakpastian di pasar keuangan global, pergeseran tersebut dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter bank sentral AS terkait rencana pengurangan stimulus moneter (tapering off) oleh the Fed yang menimbulkan ketidakpastian dan memicu sentimen negatif di pasar keuangan global, termasuk di negaranegara emerging market yang pada akhirnya mendorong pelarian modal dari negara-negara emerging market serta menimbulkan gejolak di pasar keuangan dan 1
2 penekanan pada mata uang di berbagai negara emerging market, termasuk Indonesia. Pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi global sebesar 2,6% mengalami penurun 0,4% dari tahun sebelumnya sebesar 3,0%, terlihat pada kuartal IV-2014 perekonomian global mengalami perlambatan pertumbuhan, baik pada kelompok negara maju maupun negara emerging market. Di kelompok negara maju, Amerika Serikat (AS), Tiongkok, dan Jepang mengalami perlambatan pertumbuhan, namun sebaliknya di negara Kawasan Euro cenderung mengalami peningkatan pertumbuhan walaupun tidak signifikan. Perlambatan perekonomian AS didorong oleh penurunan kinerja ekspor yang dipengaruhi oleh apresiasi Dolar AS, sementara di sebagian besar negara kawasan Asia Pasifik, termasuk Tiongkok dan Jepang mengalami perlambatan sebagai pengaruh dari lambatnya pemulihan ekonomi negara maju. Tetapi, perekonomian di negara yang termasuk dalam Association of South East Asian Nations/ASEAN-6, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam, kecuali Singapura, berhasil mendorong peningkatan aktivitas perekonomiannya pada kuartal IV-2014 ini, terutama karena adanya peningkatan aktivitas permintaan dan penawaran domestik di negara kawasan ASEAN-6 tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, tekanan inflasi pada kuartal IV-2014 cenderung mengalami penurunan di berbagai negara. Tetapi inflasi di Indonesia cenderung meningkat, di mana pada kuartal IV- 2014 mencapai 8,4%, sedangkan pada kuartal sebelumnya inflasi tercatat sebesar 4,5%, inflasi pada kuartal IV-2014 dipicu oleh kenaikan harga BBM. Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2014 mengalami peningkatan dibandingkan kuartal sebelumnya, yaitu mencapai 5,0%, di mana
3 pertumbuhan ekonomi sebelumnya adalah sebesar 4,9%. Stabilitas perekonomian Indonesia masih tetap terkontrol dan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2015 sebesar 5,2%. Tetapi, angka proyeksi tersebut masih dibawah range proyeksi pertumbuhan ekonomi sesuai angka Bank Indonesia, yaitu 5,4%-5,8%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia mulai mengalami perbaikan. (Sumber : Bank Indonesia, Laporan Perekonomian Indonesia 2013 dan 2014). Melihat kondisi ekonomi global maupun regional dari tahun 2013-2014 seperti dijelaskan di atas, membuat investor harus lebih hati-hati dalam berinvestasi, terutama investor yang mengalokasikan asetnya untuk berinvestasi saham, hal ini dikarenakan saham merupakan instrumen keuangan yang rentan terhadap ketidakpastian informasi serta isu-isu yang dapat mempengaruhi ekonomi makro. Faktanya tidak semua investor mendapatkan informasi yang sama dalam waktu yang sama, sehingga beberapa investor berbeda dalam merespon informasi, hal ini menyebabkan investor memberikan respon yang berlebihan (overreaction) terhadap informasi baru yang terrefleksikan pada harga sekuritas sehingga pasar tidak efisien, hal ini bertentangan dengan teori pasar efisiennya Fama (1970). Menurut Fama (1970) dalam Jogiyanto (2007) Berdasarkan teori efisiensi pasar, menyatakan bahwa harga-harga sekuritas mencerminkan secara penuh informasi yang tersedia. Jogiyanto (2007) juga menjelaskan bahwa pasar yang efisien secara informasi adalah pasar yang pelakunya tidak dapat menikmati abnormal return dalam waktu yang lama dan dapat merugikan pelaku pasar lainnya. Konsep pasar efisien tersebut terbantahkan
4 dengan adanya temuan anomali yang muncul di pasar modal seperti January effect, size effect, dan anomali winner-loser, hal ini mengindikasikan bahwa pasar tidak selalu efisien. Anomali winner-loser merupakan pembalikan (reversal) return dari saham yang memiliki return positif menjadi negatif begitu juga sebaliknya, hal tersebut melahirkan strategi kontrarian. Strategi kontrarian menurut Manurung dan Priotomo (2005) dalam Widyatuti dan Jaryono (2011) merupakan strategi investasi yang membeli saham loser dan menjual saham winner. Fenomena overreaction telah banyak diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya, seperti De Bondt dan Thaler (1985) dalam Rachmat Prayudi (2011) menyimpulkan bahwa investor memiliki prilaku overreaction terhadap informasi yang muncul di pasar modal dan juga ditemukannya contrarian strategy yang dapat digunakan ketika terjadi overraction, yaitu membeli portfolio saham loser dan menjual pada portfolio saham winner. Manurung (2005) menyimpulkan bahwa tidak menemukan gejala overreaction selama periode 2001-2003 pada saham tekstil, retailer, dan whole saler, oleh kerena itu disarankan investor untuk tidak melakukan strategi investasi kontrarian pada saham saham tekstil, retailer, dan whole saler,. Widyastuti dan Jaryono (2011) menyimpulkan bahwa terdapat anomaly loser dan tidak ada keuntungan yang potensial dari strategi kontrarian jangka pendek pada properti dan real estate periode 2004-2008. Peneliti lainnya yaitu Rowland (2011) menyimpulkan bahwa tidak ada anomali overreaction pada saham LQ45 di Bursa Efek Indonesia selama 2003-2007, Ellya Yunita (2012) yang melakukan penelitian tentang analisis overraction hypothesis pada sektor
5 perusahaan properti dan keuangan di Bursa Efek Indonesia selama 2010-2011 menyimpulkan bahwa tidak menemukan fenomena overreaction, dan Haensri Jemmy (2012) menyimpulkan bahwa Bursa Efek Indonesia selama 2006-2011 menunjukan pasar yang efisien dalam bentuk lemah. Berdasarkan temuan-temuan peneliti-peneliti sebelumnya, peneliti tertarik untuk melakukan ANALISIS OVERREACTION SAHAM LQ45 DI BURSA EFEK INDONESIA. B Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka dapat ditarik suatu rumusan permasalahan dalam penelitan ini yaitu : 1. Apakah terdapat gejala overreaction pada saham LQ 45 di Bursa Efek Indonesia pada periode 2012-2014? 2. Apakah strategi investasi kontrarian dapat diterapkan investor pada saham LQ 45 di Bursa Efek Indonesia selama periode 2013-2014? C Tujuan dan Kontribusi Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dan kontribusi penelitian ini sebagai berikut yaitu : 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
6 a. Mengetahui apakah terdapat gejala overreaction pada saham LQ 45 di Bursa Efek Indonesia pada periode 2013-2014. b. Melihat peluang kemungkinan penerapan strategi kontrarian pada saham LQ 45 di Bursa Efek Indonesia pada periode 2013-2014. 2. Kontrbusi Penelitian a. Bagi investor, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi. b. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penilitian ini dapat dijadikan literatur untuk peneliti selanjutnya dalam meneliti prilaku investor dalam berinvestasi.