1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu internasional karena HIV telah menyerang banyak manusia di seluruh penjuru dunia. AIDS (Acquired Imune Deficiency Syndrome), merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Pengidap virus HIV tidak serta merta dinyatakan menderita AIDS, biasanya ada jeda waktu sebelum virus HIV berkembang menjadi AIDS (Duriah, 2014). HIV/AIDS telah merupakan pandemi, menyerang jutaan penduduk didunia, pria, wanita bahkan anak-anak. Organisasi dunia (WHO) memperkirakan hingga akhir 2001 terdapat sekitar 34,4 juta orang dewasa pengidap HIV/AIDS, dan anak-anak mencapai 18 juta, 95% berada di negara-negara berkembang (Hermawan, 2006). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di wilayah Asia yang telah di golongkan menjadi negara dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi atau concentrated level epidemic (CLE) karena memiliki kantong-kantong epidemi dengan prevalensi lebih dari 5% pada sub populasi berisiko terinfeksi HIV/AIDS seperti pekerja seks komersial, narapidana, pengguna narkoba jarum suntik, darah donor, dan ibu hamil (Setyoadi & Endang Triyanto, 2012) dalam (Karnirius, 2012).
2 Indonesia hingga September 2014 tercatat jumlah orang yang terinfeksi HIV mencapai 150.296 orang dengan kasus AIDS sebanyak 55.799 orang. Jumlah tersebut diyakini masih jauh dari jumlah sebenarnya dan masih akan terus meningkat. Kelompok terbesar penderita AIDS berusia produktif diantara 20 29 tahun dengan jumlah kumulatif 18.362 orang (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014). Data di Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2014 menunjukkan hingga September 2014 kasus AIDS telah mencapai 1.573 orang dan yang terinfeksi HIV 9.219 orang. Hal ini diyakini karena Sumatera Utara sebagai daerah transit yang memicu penyebaran HIV dan AIDS. Pertumbuhan industri pada sektor usaha hiburan menjadikan kota ini tergolong rawan terhadap penyebaran HIV dan AIDS melalui transmisi seksual. Keberadaan tempat prostitusi dan hiburan malam yang sering dikunjungi oleh kaum pria berpotensi besar dalam penyebarluasan virus HIV dan AIDS kepada keluarga mereka sendiri (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014). HIV merupakan suatu virus yang tidak pandang bulu dan dapat menyerang siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, status, ras, maupun tingkat sosial. Individu yang terinfeksi HIV/AIDS dikenal dengan sebutan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dalam Wahyu (2012). Seorang penyandang status HIV/AIDS memiliki beban berat dalam kehidupannya, dimana permasalahan yang kompleks dapat dihadapinya setiap saat. Permasalahan yang timbul tidak hanya berkaitan dengan kondisi penyakit, namun juga kondisi psikososial seperti stigma sosial, diskriminasi pekerjaan, penerimaan diri, dan hubungan baik dengan pasangan, keluarga maupun masyarakat disekitarnya (Hidayah, 2014).
3 Penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2012) dengan judul Konsep diri orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang menerima label negatif dan diskriminasi dari lingkungan sosial menyatakan bahwa label negatif pada diri ODHA berkembang semakin kuat, maka dalam waktu yang bersamaan akan menimbulkan diskriminasi pada ODHA. Lingkungan akan memberikan berbagai bentuk diskriminasi pada ODHA seperti penolakan melakukan perawatan untuk ODHA, pembedaan tempat makan, dikucilkan, mengisolasi dan pemutusan hubungan kerja. Komponen konsep diri meliputi : citra tubuh, ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri (Potter & Perry, 2005). Harga diri pada pasien HIV/AIDS mempunyai peranan penting, dalam proses perawatan seperti yang diungkapkan oleh Stuart dan Sundeen, self esteem (Harga Diri) adalah perilaku tentang nilai individu menganalisa kesesuaian perilaku dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi berakar dari penerimaan diri tanpa syarat sehingga diharapkan pasien HIV/AIDS dengan harga diri tinggi berpengaruh pada penerimaan tentang kondisinya tanpa bersyarat (Karnirius, 2012). Penyakit HIV/AIDS yang mengubah pola hidup dapat juga menurunkan perasaan nilai diri, sedangkan harga diri pada pasien HIV/AIDS adalah rasa ingin dihormati, diterima, kompeten, dan bernilai. Orang dengan harga diri rendah, sering merasa tidak dicintai dan sering mengalami depresi dan kecemasan. Ketidakmampuan untuk memenuhi harapan orangtua, harga diri pada orang dewasa mencakup ketidakberhasilan dalam pekerjaan dan kegagalan dalam hubungan sosial (Potter, Patricia dalam Aliyah, 2013).
4 Fenomena orang-orang dengan HIV positif masih dianggap sebagai sesuatu yang asing tapi menarik bagi kebanyakan masyarakat. ODHA atau Orang Dengan HIV/AIDS cenderung mengalami permasalahan dalam berinteraksi sosial dengan masyarakat, karena penyakit HIV/AIDS merupakan penyakit paling ditakuti oleh seluruh masyarakat di dunia, hingga pada umumnya masyarakat akan menghindar atau menjauhi kontak sosial dengan ODHA (Duriah, 2014). Kualitas hidup aspek sosial merupakan salah satu masalah penting yang dihadapi ODHA dan sangat berkaitan dengan kualitas hidup. Kurangnya pemahaman keluarga dan masyarakat mengenai HIV/AIDS menambah buruk situasi yang dialami penderita. Di masyarakat penderita sering menerima perlakuan yang tidak adil atau bahkan mendapatkan diskriminasi dari lingkungan dan masyarakat. Hal ini membuat mereka menarik diri dari lingkungan sekitar (Widayarsono, 2013). Hasil penelitian Hasanah (2012) dengan pendekatan kualitatif-fenomenologis pada dua orang ODHA yang menerima label negatif dan diskriminasi dari lingkungan, diperoleh data sebagai berikut: (1) Konsep-diri ODHA sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, (2) ODHA mengalami pelabelan negatif oleh lingkungan sosialnya (e.g., mayat hidup, kutukan, aib), (3) ODHA mengalami berbagai bentuk diskriminasi (e.g., dijauhi keluarga, pemisahan peralatan makan, dikucilkan oleh warga kampung dan lingkungan kerja), (4) sebagai konsekuensi dari pemberian label negatif dan diskriminasi, ODHA memandang, berpikiran, dan merasa negatif terhadap diri (e.g., putus asa, depresi, tidak berharga, tidak berguna, tidak berdaya, menarik diri dari lingkungan, dan berkeinginan bunuh diri).
5 Kemudian berdasarkan penelitian Hermawati (2011) dengan analisis korelasi dari pearson product moment diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA, dengan koefisien korelasi 0,517 dengan signifikansi 0,001 (sig<0,05). Rendahnya harga diri dan terhambatnya interaksi sosial ditambah dengan masih adanya stigma negatif dan diskriminasi sosial pada ODHA, maka kemungkinan besar pasien bisa mengalami depresi, stres dan penyakit HIV bisa memperparah keadaan pasien sampai meninggal. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Harga Diri dengan Interaksi Sosial Pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di RSUP H. Adam Malik Medan. 1.2 Perumusan masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah hubungan harga diri dengan interaksi sosial pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di RSUP H. Adam Malik Medan. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1.3.1 Bagaimana gambaran harga diri pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di RSUP H. Adam Malik Medan? 1.3.2 Bagaimana gambaran interaksi sosial pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di RSUP H. Adam Malik Medan? 1.3.3 Bagaimana hubungan harga diri dengan interaksi sosial pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di RSUP H. Adam Malik Medan?
6 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan harga diri dengan interaksi sosial pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di RSUP H. Adam Malik Medan. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Mengetahui gambaran harga diri pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di RSUP H. Adam Malik Medan. 1.4.2.2 Mengetahui gambaran interaksi sosial pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di RSUP H. Adam Malik Medan. 1.4.2.3 Mengetahui hubungan harga diri dengan interaksi sosial pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di RSUP H. Adam Malik Medan. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini sebagai informasi tambahan untuk persiapan materi penyuluhan khususnya mengenai aspek psiko-sosial ODHA, yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan keluarga dan komunitas. 1.5.2 Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini bermanfaat bagi tenaga profesi keperawatan sebagai masukan terhadap peningkatan kesejahteraan psikologis dan
7 sosial ODHA sehingga dapat memberikan informasi yang tepat dalam pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan. 1.5.3 Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini memberikan informasi bagi peneliti berikutnya mengenai hubungan antara pelayanan asuhan keperawatan ODHA terhadap peningkatan kualitas hidup ODHA dan dapat dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian lebih lanjut khususnya keperawatan komunitas.