II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan

Peternakan Tropika Journal of Tropical Animal Science

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD /L/12/2008 TENTANG

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam

Tinjauan Mengenai Flu Burung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure Line atau ayam

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan

COMPANY PROFILE PETERNAKAN AYAM PETELUR (CHICKEN LAYER FARM) CV. SUMBER BERKAT. MOTTO : Continuous Innovation: from innovation to innovation

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Program Studi Keahlian Agribisnis Produksi Ternak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I Peternakan Ayam Broiler

Nama : MILA SILFIA NIM : Kelas : S1-SI 08

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

Bab I. Pendahuluan. Model Penyebaran Avian Flu Hendra Mairides

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

Proses Penyakit Menular

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

RESISTENSI AYAM LOKAL JAWA BARAT: AYAM SENTUL

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang di Tempat Penampungan Ayam (TPnA) di DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya berdiri

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

WALIKOTA TASIKMALAYA

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya

Penyebaran Avian Flu Di Cikelet

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. energi, vitamin dan mineral untuk melengkapi hasil-hasil pertanian. Salah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

2 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/6/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan adalah bagian dari agribisnis yang mencakup usaha-usaha atau

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan (telur, daging, dan susu) terus meningkat. Pada tahun 2035

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA,

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

Transkripsi:

7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan di Indonesia. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan peternakan yang melaksanakan biosekuriti sangat ketat (high level biosecurity) sesuai dengan prosedur standar. Dalam sektor ini misalnya adalah golongan industrial integrated system seperti pembibitan (breeding farm) sektor 2 merupakan peternakan komersial dengan moderate to high level biosecurity. Yang termasuk dalam sektor ini adalah peternakan dimana ayam ditempatkan dalam ruangan tertutup/indoors, sehingga unggas dan burung lain tidak dapat kontak dengan ternak ayam dan penggunaan kandang close house atau semi close house Sektor 3 merupakan peternakan unggas non komersial yang melaksanakan biosekuriti dengan sangat sederhana dimana masih terdapat kontak dengan unggas lain atau orang yang masuk peternakan, umumnya peternakan yang ada di Indonesia masuk kedalam sektor ini. Sektor 4 merupakan sektor dimana peternakan unggas yang digolongkan dalam sektor ini adalah peternak ayam kampung yang memelihara ayamnya dibelakang rumah. Hampir semua peternak komersial memelihara ayam ras (broiler dan petelur) dan sebaliknya hampir semua peternak tradisional memelihara ayam kampung (FAO, 2004). Perkembangan industri perunggasan di Indonesia mampu meningkatkan swasembada daging dan telur ayam dengan konsumen yang mencapai hampir seluruh wilayah Indonesia perlu dicermati dengan baik. Peternakan ayam pedaging di sektor 3 ini terdiri dari peternak dengan sistem kemitraan dan

8 peternak dengan sistem mandiri. Artinya sebagian besar peternak ayam pedaging bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan DOC dan pakan ternak dalam menjalankan usaha peternakannya, hal ini mengingat sebagian besar peternak ayam pedaging adalah peternak dengan modal kecil. Pada peternakan sistem kemitraan, peternak hanya menyediakan lahan dan kandang untuk memelihara ayam, sedangkan perusahaan yang menyediakan sarana produksi pemeliharaan ayam, misalnya day old chick (doc), pakan dan obat- obatan serta biaya operasional yang besarnya sesuai dengan kontrak dan jumlah ayam yang dipelihara oleh peternak. Selain itu, perusahaan juga menyediakan petugas lapangan yang bertugas untuk memberikan bimbingan dalam pemeliharan yang berguna agar dapat menaikan produksi dari peternak tersebut kedepannya. Dalam penjualan, perusahaan juga membeli ayam dengan harga yang sesuai dengan kontrak yang sudah disepakati dan juga tidak merugikan peternak dan perusahaan. Sedangkan pada peternak mandiri, peternak harus mengeluarkan biaya yang besar untuk memulai usaha peternakan ayam pedaging. Biaya itu berupa penyediaan lahan untuk pembuatan kandang, penyediaan sarana penunjang peralatan, sapronak yang dibeli sendiri, biaya untuk tenaga kerja, transportasi yang jika diakumulasikan akan sangat besar jumlahnya. Selain itu juga, pada saat penjualan, pendapatan mereka sangat tergantung dari harga pasar. Dalam hal ini peternak tidak bisa mengendalikan harga pasar yang cenderung tidak stabil. Kelebihan dari sistem ini adalah apabila harga dipasaran sedang tinggi, maka peternak akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar, sedangkan, apabila harga ayam dipasaran rendah, maka peternak akan mengalami kerugian yang tidak sedikit jumlahnya, bahkan bisa menyebabkan peternak

9 gulung tikar. Atas dasar pertimbangan ini lah maka banyak peternak yang cenderung memilih kerja sama dengan perusahaan dibandingkan dengan beternak sendiri. 2.2. Wabah Penyakit Flu Burung Sejak akhir 2003, flu burung telah melanda beberapa negara di Asia termasuk Indonesia. Khusus di Indonesia ada 33 provinsi yang telah terinfeksi dan diidentifikasi sebagai penyebab meninggalnya sejumlah orang. Selain menyebabkan meninggalnya sejumlah orang, wabah penyakit influenza pada unggas yang disebut Avian Influenza (AI), juga menyebabkan kerugian besar bagi peternak karena menurunnya produksi ( Ilham dan Yusdja,2008 ). Sebenarnya kasus flu burung telah muncul sejak tahun 1878 di Italia, dimana pada saat itu banyak ditemukan unggas yang mati mendadak. Namun penyebab matinya unggas tersebut baru diketahui pada tahun 1955 yang ternyata adalah virus influenza. Pada awalnya virus ini dikenal tidak berbahaya karena tidak dapat menyerang spesies lain termasuk manusia karena perbedaan jenis reseptor virus, namun setelah ditemukan bahwa flu yang menyerang unggas ini juga menyerang 2 anak laki-laki pada tahun 1997 di Hongkong dan menyebar ke seluruh Asia, serentak kasus flu burung menjadi pandemik yang mengkhawatirkan semua pihak di dunia. Publikasi awal mengenai AI berasal dari daratan negeri China, dimana hal tersebut memperkuat asal flu burung dari negeri tirai bambu. Saat itu flu burung hanya menyerang hewan kelas primata. Sedangkan avian influenza mengglobal ke seluruh dunia sejak terjadi mutasi virus ini. Virus yang bermutasi ini menyerang manusia di Guangdong, mulai saat itulah otoritas kesehatan menyatakan bahwa kejadian penyakit tersebut merupakan flu burung.

10 Wabah itu yang memakan korban manusia terjadi di Indonesia tahun 2003. Penyebarannya dari Negara satu ke Negara lainnya diketahui disebarkan oleh migrasi burung liar dimana virus berpindah dari tetesan sekresi burung yang terinfeksi yang mengenai peternakan unggas komersial dan juga lingkungan disekitarnya. Resikonya menjadi lebih besar bilamana peternakan tersebut berada di alam terbuka dimana burung liar atau unggas domestik dapat dengan mudah bergabung dan mencemari sumber air/makanan dengan tetesan sekresi yang terinfeksi virus flu burung sehingga dengan mudah menyebar ke semenanjung korea dan dengan cepat menyebar di Asia Timur, daratan China, Vietnam, Jepang sampai merambah ke Indonesia tahun 2003 (Nurhakim,2010). Ada kejadian menarik di Indonesia mengenai kasus wabah flu burung, dimana otoritas Indonesia mengumumkan bahwa Indonesia terserang AI pada tahun 2004, padahal kejadian tersebut sudah terjadi pada tahun 2003. Pada awalnya, kejadian kematian unggas yang berturut-turut dan banyak di Indonesia disinyalir sebagai akibat dari wabah tetelo, tetapi melihat kejadian kematian unggas bertambah banyak dan meluas hingga akhir tahun 2003, para peternak dan dinas peternak meyakini bukan kejadian penyakit tetelo semata, melainkan kematian tersebut disebabkan oleh wabah flu burung mengingat pada saat yang bersamaan terjadi wabah AI di china maka disimpulkanlah unggas mati tersebut terserang virus AI (H5N1) dan ini terbukti setelah dilakukan pengujian anti serum oleh otoritas peternakan dan kesehatan hewan. Kejadian unggas mati tercatat pada mulanya di Tangerang, sehingga asal flu burung di Indonesia dicatat dari lokasi tersebut di Jawa Barat (Nurhakim,2010).

11 H5N1 ini bersifat patogenik dimana di tahun 2004 mulai memakan korban manusia, keunikan asal flu burung di Indonesia disinyalir terjadi akibat kelalaian pemerintah dalam memberikan izin perusahaan besar untuk memasukan Parent Stock (bibit indukan) dari china. Ternyata indukan tersebut terinfeksi virus AI. Karena perusahaan besar tersebut tidak ingin banyak merugi, maka didatangkanlah vaksin yang ternyata vaksin tersebut tidak layak untuk digunakan. (Nurhakim,2010). Akhirnya pemerintah memutuskan bahwa cara yang paling mudah pemberantasan virus mematikan ini adalah melakukan eradikasi masal pada unggas-unggas yang positif flu burung (Direktorat Jenderal Peternakan, 2005). 2.3. Jalan Masuk Bibit Penyakit Masuk ke Peternakan. Ada banyak cara bagaimana penyakit dapat masuk ke dalam peternakan, dan untuk menurunkan resiko terjadinya penyakit tersebut adalah dengan menghalangi jalan masuknya bibit penyakit yang bersangkutan. Akhir-akhir ini, istilah yang sangat populer dalam penanggulangan wabah penyakit terutama flu burung adalah biosekuriti. Pelaksanaan biosekuriti pada fasilitas peternakan sangat sulit untuk diterapkan dan tentu saja membutuhkan biaya. Apalagi dengan kondisi peternakan di Indonesia, yang lokasinya kadang kadang berdekatan dengan pemukiman dan fasilitas desa lainya. Dalam peternakan ayam pedaging, beberapa jalan masuknya penyakit yang dapat menyebabkan ayam terjangkiti dikenal dengan istilah PATIO, yang dimaksud adalah:

12 People (manusia), terdiri dari: Semua manusia yang bergerak kedalam dan keluar peternakan, termasuk pemilik dan keluarganya, kontraktor, personel perawatan, tetangga, orang yang melakukan perbaikan, teman, pengunjung dimana seluruh anggota tubuh maupun pakaian yang digunakan oleh orang tersebut dapat terkontaminasi oleh virus flu burung. Animals (hewan) terdiri dari semua hewan ( doc, ayam kampung, anjing, kucing, burung, serangga,tikus dan lainnya yang dapat membawa virus flu burung) Things (benda) = Inorganik + organik Benda inorganik, terdiri dari peralatan dan bahan, termasuk keranjang, alas telur, alat perawatan, toolboxes, ember. Semua alat angkut yang masuk dan bergerak keluar masuk peternakan sepeda, motor, mobil, keranjang serta pakaian dan asesoris ( jam tangan, handphone, kacamata) dari orang yang keluar masuk kandang. Benda organic, terdiri dari debu yang terkontaminasi, air yang tidak diberi perlakuan, air permukaan menarik burung pemakan sisa dan unggas air, air minum yang tidak diberi chlorine, genangan air atau lumpur di mana patogen bertahan hidup dan menarik unggas pemakan sisa. Material litter baru yang terkontaminasi pada sumbernya atau dalam transportasi pakan yang terkontaminasi pada sumbernya (Salmonella) atau selama pengangkutan limbah dan operasional penanganan limbah.

13 Meskipun biosekuriti bukan satu-satunya upaya pencegahan terhadap serangan penyakit, namun biosekuriti merupakan garis pertahanan pertama terhadap penyakit (Cardona 2005). 2.4. Prinsi-Prinsip Biosekuriti Biosekuriti sendiri merupakan suatu istilah asing yang menimbulkan beberapa pendapat mengenai definisinya. (Payne et al, 2002), mengemukakan bahwa biosekuriti adalah suatu konsep yang merupakan bagian integral dari suksesnya sistem produksi suatu peternakan unggas, khususnya ayam pedaging dalam mengurangi risiko dan konsekuensi dari masuknya penyakit infeksius terhadap unggas maupun manusia. Menurut (Shulaw dan Bowman, 2001), biosekuriti adalah semua praktek-praktek manajemen yang diberlakukan untuk mencegah organisme penyebab penyakit ayam dan zoonosis yang masuk dan keluar peternakan. Sedangkan (Zainuddin dan Wibawan, 2007) mengatakan bahwa tujuan utama dari penerapan biosekuriti adalah meminimalkan keberadaan penyebab penyakit serta kesempatan agen berhubungan dengan induk semang sehingga tingkat kontaminasi lingkungan oleh agen penyakit ditekan menjadi serendah mungkin. Pendapat diatas kemudian didukung oleh pernyataan bahwa biosekuriti merupakan praktik manajemen dengan mengurangi potensi transmisi perkembangan organisme seperti virus AI dalam menyerang hewan dan manusia WHO(2008). Biosekuriti terdiri dari dua elemen penting yaitu bio-kontaimen dan bio-ekslusi. Bio-kontaimen adalah pencegahan terhadap datangnya virus terinfeksi dan bio-ekslusi adalah menjaga supaya virus yang ada tidak keluar atau menyebar. Untuk mencegah pengaruh negatif tersebut, maka perlu diterapkan prinsip

biosekuriti yang dikenal dengan jargon/istilah BIRDDS (Jubbs & Dharma, 2008) yang terdiri dari: 14 Build (bangun) artinya peternak harus cukup memiliki pembatas (pagar pembatas) dan prosedur (SOP/aturan masuk kekandang/izin) agar patogen tidak masuk dan menyebar ke dalam peternakan Increase (tingkatkan) resistensi flok terhadap penyakit dengan cara vaksinasi, nutrisi bagus, pengendalian parasit, menghilangkan penyebab stres Reduce (kurangi) multiplikasi patogen yang telah ada di peternakan dengan higiene, sanitasi, sistem pemeliharaan all-in all-out Detect (deteksi) penyakit sedini mungkin dengan menggunakan sistem surveillans/pengawasan dan program monitoring. Dimensions (dimensi) ambil peluang waktu, jarak dan gravitasi (lokasi) Select (pilih) penggantian stok dengan hati hati dengan cara memilih dari breeder yang aman dengan kebersihan penetasan yang baik dan supplier pakan yang memiliki reputasi 2.5. Pelaksanaan Biosekuriti pada Peternakan Ayam Pedaging di Bali. Pada umumnya, peternak untuk memulai suatu usaha peternakan yang harus dilakukan pertama kali adalah menentukan lokasi yang cocok untuk melakukan suatu usaha peternakan. Tetapi pada umumnya tidak semua peternak bisa melakukan hal tersebut. Beberapa peternak awalnya sudah melakukan pemilihan lokasi yang tepat untuk beternak, tetapi karena pertumbuhan penduduk yang sangat cepat menyebabkan lokasi tersebut lama kelamaan berubah menjadi

15 pemukiman penduduk. Padahal lokasi yang ideal untuk mendirikan suatu usaha peternakan adalah jauh dari pemukiman penduduk atau terisolasi dari pemukiman, hal ini bertujuan untuk mencegah dampak negatif yang ditimbulkan dari usaha peternakan tersebut. Selain itu tujuan memilih lokasi yang jauh dari pemukiman adalah untuk mencegah ternak dari stress yang diakibatkan kan oleh aktifitas penduduk, salah satunya kebisingan, mengurangi interaksi ayam yang dipelihara dengan penduduk dan lain-lain. Dibali sendiri, banyak peternak yang mendirikan peternakannya tepat di halaman belakang rumahnya, hal ini disebabkan berkurangnnya lokasi yang ideal untuk usaha peternakan yang diakibatkan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat. Dan juga bila peternakan jauh dari lokasi pemukiman tetapi letaknya berdekatan satu dengan yang lainya mengingat kadang-kadang peternak mempunyai lahan yang berdekatan di suatu desa. Hal ini juga berimbas kepada penerapan biosekuriti dipeternakan mereka masing-masing. Salah satunya adalah masih banyaknya peternak yang tidak membuat pagar pembatas di sekitar peternakan untuk meminimalisir lalulintas manusia dan hewan memasuki area peternakan. Sedangkan perusahaan mitra peternak juga tidak mampu memaksakan peternaknya untuk melakukan biosekuriti, hal ini dilakukan semata agar peternak mereka tidak berpindah ke perusahan lain.