The Incidence of Refractive Disorders in Students of FK Ukrida in Connection with The Activity of Viewing Gadgets

dokumen-dokumen yang mirip
KELAINAN REFRAKSI PADA PELAJAR SMA NEGERI 7 MANADO

Keluhan Mata Silau pada Penderita Astigmatisma Dibandingkan dengan Miopia. Ambient Lighting on Astigmatisma Compared by Miopia Sufferer

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bentuk teknologi yang beredar adalah gadget. Gadget tidak

Hubungan Kebiasaan Melihat Dekat dengan Miopia pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Sahara Miranda* Elman Boy**

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

HANG TUAH MEDICAL JOURNAL

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha dan dunia kerja, kesehatan kerja berkontribusi dalam

NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENGGUNAAN GADGET

KELAINAN REFRAKSI PADA ANAK DI BLU RSU PROF. Dr. R.D. KANDOU

BAB I PENDAHULUAN. kondisi pandangan yang tidak nyaman (Pheasant, 1997). kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan jangka panjang di bidang kesehatan, dimulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENGGUNAAN TELEPON GENGGAM DENGAN KELELAHAN MATA DI SMA NEGERI 3 KLATEN. INTISARI Fitri Suciana*

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

HUBUNGAN PENGGUNAAN LAPTOP DAN FUNGSI PENGLIHATAN MAHASISWA ANGKATAN 2011 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO

HUBUNGAN TINGKAT PENGGUNAAN SMARTPHONE DENGAN KEJADIAN MIOPIA PADA MAHASISWA KEPERAWATAN ANGKATAN VII STIKES CITRA HUSADA MANDIRI KUPANG

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yaitu cross sectional. Penelitian observasi memiliki ciri yaitu

Kata kunci: intensitas pencahayaan, usia, kelelahan mata, lux meter, flicker fusion

HUBUNGAN ANTARA PRAKTEK UNSAFE ACTION

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA KELAS XII SMA NEGERI 7 MANADO TENTANG KATARAK.

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan adalah observasional analitik yaitu penelitian yang menjelaskan

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

I. PENDAHULUAN. tersebut oleh American Optometric Association (AOA) dinamakan Computer

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN MIOPI PADA MURID SMA NEGERI 3 BANDA ACEH

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross

Pengaruh Aktivitas Luar Ruangan Terhadap Prevalensi Myopia. di Desa dan di Kota Usia 9-12 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. otomatis, terintegrasi dan terkoordinasi. luas dewasa ini, ditambah penggunaan internet yang semakin populer

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak menimbulkan efek berbahaya bagi manusia. Lamanya radiasi komputer

BAB I PENDAHULUAN. adanya permainan audiovisual yang sering disebut dengan video game.

PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI DI POLIKLINIK MATA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: ZAMILAH ASRUL

BAB 6 HASIL PENELITIAN. Gambar 6.1 Sumber Pencahayaan di ruang Radar Controller

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KOMPUTER DENGAN KEJADIAN MIOPIA DI FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI DEPARTEMEN TEKNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELELAHAN MATA PADA KARYAWAN KASIR SWALAYAN DI KOTA GORONTALO. (Intan Blongkod, Rany Hiola, Ekawaty Prasetya)

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA BERKACAMATA TENTANG KELAINAN REFRAKSI DI SMA NEGERI 3 MEDAN TAHUN Oleh : RAHILA

BAB I PENDAHULUAN. seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja. (1)

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di masing-masing ruangan operator Sistem

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah bidang oftalmologi. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai bulan April 2015.

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dekat sehingga menyebabkan kelelahan pada mata (astenopia) dan radiasi

BAB III METODE PENELITIAN

Hubungan Gaya Hidup dengan Miopia Pada Mahasiswa Fakultas. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER DI BANK X KOTA BANGKO

RELATION TO THE USE OF WELDING GOGGLES VISUAL ACUITY IN ELECTRIC WELDING WORKERS IN THE CITY OF TASIKMALAYA

HUBUNGAN LAMANYA WAKTU PENGGUNAANTABLET COMPUTERDENGAN KELUHAN PENGLIHATANPADA ANAK SEKOLAH DI SMP Kr. EBEN HEAZER 2 MANADO

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata

HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN DURASI MENGEMUDI DENGAN KELUHAN NYERI PINGGANG PADA SOPIR TRAYEK KOTAMOBAGU MANADO DI CV PARIS 88 KOTAMOBAGU

HUBUNGAN TINGGI BADAN MENURUT UMUR DENGAN KEJADIAN MIOPIA PADA ANAK DI SDN CEMARA DUA SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non-eksperimental dan

Metode. Sampel yang diuji adalah 76 anak astigmatisma positif dengan derajat dan jenis astigmatisma yang tidak ditentukan secara khusus.

BAB I PENDAHULUAN. informasi. Penggunaan komputer di setiap tempat kerja sangat membantu dan

Kelainan refraksi pada siswa SMP daerah pedesaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA RPP OFTALMOLOGI RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

HUBUNGAN INTENSITAS PENCAHAYAAN DAN LAMA PAPARAN LAYAR MONITOR KOMPUTER DENGAN KELELAHAN MATA PADA KARYAWAN BAA BAU DAN IT UMS

BAB III METODE PENELITIAN. Peneliti mencoba untuk mencari hubungan variabel paparan getaran mekanis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka yang telah

BAB III METODE PENELITIAN. adalah cross sectional yaitu suatu penelitian dengan cara pendekatan,

Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan Derajat Kelainan Refraksi pada Anak di RS Mata Cicendo Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan

HUBUNGAN KEBIASAAN SEMASA MELIHAT DENGAN MIOPIA PADA MAHASISWA FK USU ANGKATAN

Pengaruh Pemberian Kacamata Koreksi pada Penderita Miopia terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 34 Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan yang kabur atau penurunan penglihatan. adalah keluhan utama yang terdapat pada penderitapenderita

Kata kunci : Sikap Kerja, Keluhan Muskuloskeletal Disorder

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar

GAMBARAN DESKRIPTIF PASIEN KELAINAN REFRAKSI DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA PERIODE JANUARI- JUNI 2015 SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional. Pendekatan cross sectional ialah suatu

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN MIOPIA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Hubungan Lama Aktivitas Membaca dengan Derajat Miopia pada Mahasiswa Pendidikan Dokter FK Unand Angkatan 2010

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12

Tingkat Pengetahuan Pengguna Lensa Kontak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan

BAB I PENDAHULUAN. pada iritasi mata bahkan kemungkinan katarak mata (Fazar, 2011).

PERBEDAAN PENGLIHATAN STEREOSKOPIS PADA PENDERITA MIOPIA RINGAN, SEDANG, DAN BERAT LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KOMPUTER DENGAN KEJADIAN COMPUTER VISION SYNDROME PADA SISWA JURUSAN TKJ DI SMK I TAHUNA

PUBLCATION MANUSCRIPT NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN LAMA PAPARAN MONITOR KOMPUTER DENGAN KELUHAN COMPUTER VISION SYNDROME DI BPJS, SURAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah Descriptive Correlation yaitu

BAB III METODE PENELITIAN

LASIK (Laser Assisted In-situ Keratomileusis)

* Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB 3 KERANGKA KONSEP dan DEFINISI OPERASIONAL

BAB 1 : PENDAHULUAN. berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan,

*Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi Manado

Abstrak. iii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Selama 20 tahun terakhir, telah terjadi kemajuan besar dalam bidang teknologi

Transkripsi:

Artikel Penelitian Gambaran Angka Kejadian Kelainan Refraksi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2013 Sehubungan dengan Aktivitas Melihat Gadget Stella 1, Sus a nt y D e w i W in a t a 2, Wiwi Kertadjaya 3 1 Strata 1 Program Studi Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran Ukrida 2 Staf Pengajar Bagian Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran Ukrida 3 Staf Pengajar Bagian Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Ukrida Alamat korespondensi : Stella.2013fk239@civitas.ukrida.ac.id Abstrak Pada era milenium ini, ketergantungan individu pada gadget semakin meningkat. Seringkali terlihat di artikel yang menunjukkan bahwa aktivitas menggunakan gadget berpengaruh pada angka kejadian kelainan refraksi. Pemakaian gadget juga sering dikaitkan dengan munculnya keluhan pada mata seperti mata lelah, kering dan berair. Hal ini yang membuat penulis mulai berpikir bahwa sumber angka kejadian kelainan refraksi dan munculnya keluhan pada mata kemungkinan disebabkan oleh aktivitas melihat gadget yang tinggi. Metode pengambilan sampel dari penelitian ini adalah convenience sampling dan menggunakan analisis univariat menggunakan program SPSS 16. Hasil penelitian dari 106 responden terdiri dari 65 orang yang mengalami kelainan refraksi dan 41 orang yang tidak mengalami kelainan refraksi. Keluhan terbanyak yang dikeluhkan adalah mata lelah dan gatal. Aktivitas responden dalam melihat gadget cukup tinggi, yakni rata- rata 4-6 jam per hari. Didapatkan pada pemakaian gadget lebih dari dua jam, angka kejadian kelainan refraksi lebih tinggi dibandingkan jumlah responden yang tidak memiliki kelainan refraksi. Kata kunci : gadget, kelainan refraksi, mata The Incidence of Refractive Disorders in Students of FK Ukrida in Connection with The Activity of Viewing Gadgets Abstract At the time of this millennium era, the individual dependence on gadgets is increasing. We often see articles that show that the activity of using the gadget effect on incidence of refractive errors. The use of the gadget is also often associated with the emergence of eye complaints such as eye fatigue, dryness and poignant. This makes the author began to think that the source of the prevalence of refractive errors and the emergence of complaint to the eye may be caused by high activity of using gadget. Sampling method of this study is convenient sampling and using univariate analysis using SPSS 16. The results of the 106 students made up of 65 people who have refractive errors and 41 people who had not had refractive errors. Time spent in using gadget among students is categorized as high, approximately 4-6 hours each day. Obtained on the use of gadgets over 2 hours, the prevalence of refractive errors is higher than the number of students who do not have refractive errors. Keywords: gadget, refractive errors, eyes J. Kedokt Meditek Volume 22, No. 60 Sept-Des 2016 1

Pendahuluan Refraksi adalah kemampuan mata membengkokkan sinar yang ditentukan oleh media refraksi agar cahaya dapat dibengkokkan sedemikian rupa agar tepat jatuh pada macula lutea. Media refraksi terdiri dari kornea, aqueus humor, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. 1,2 Sedangkan Akomodasi adalah kemampuan mata untuk memfokuskan secara jelas pada suatu obyek dari jarak berapa pun disebabkan oleh elastisitas lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. 1,2 Umumnya penurunan tajam penglihatan disebabkan oleh adanya kelainan refraksi. Kelainan refraksi adalah ketidak-sempurnaan optik yang membuat mata tidak bisa memfokuskan cahaya dengan baik pada macula lutea dan menyebabkan penglihatan yang tidak jelas atau kabur. Kelainan refraksi secara garis besar dapat disebabkan oleh kelainan pada media refraksi, abnormalitas panjang aksial mata, maupun kehilangan daya akomodasi mata. Untuk lebih spesifiknya, membaca pada posisi berbaring, membaca buku dengan jarak < 30cm atau terus-menerus selama > 30 menit, melihat layar elektronik pada pencahayaan yang rendah, terus-menerus memaksa mata untuk bekerja, serta gen juga menjadi faktor yang penting. 3,4 Kelainan refraksi terdiri dari rabun jauh, rabun dekat, presbiopia dan astigmatisma. Kelainan refraksi dapat diatasi dengan memberikan alat tambahan yang dapat membantu mata memfokuskan sinar seperti kacamata dan lensa kontak. Studi global menunjukkan bahwa 800 miliar 2.300 miliar orang mengalami kelainan refraksi. Dari orang yang mengalami kelainan refraksi tersebut, diketahui bahwa 29% populasi mengalami miopia ringan (< 2 Dioptri), 7% mengalami miopia sedang dan 2,5% mengalami miopia berat (>6 Dioptri). Dibawah 70% sisanya adalah emmetropia dan hiperopia. Sedangkan penelitian di Indonesia mengungkapkan, 25% penduduk mengalami kelainan refraksi. 3 Sedangkan gadget diartikan sebagai telepon mandiri yang menggunakan baterai, tanpa kabel dan menerima suara melalui sinyal. Gadget bisa mempengaruhi mata karena dapat menyebabkan banyak hal seperti kurangnya daya akomodasi, mata kering dan kelelahan mata. Kelelahan mata disini dapat terjadi karena pencahayaan yang kurang memadai. Selain itu, juga dapat dihasilkan dari stres intensif pada fungsi mata seperti terhadap otot akomodasi. 5 Kelelahan mata disebabkan oleh penggunaan otot mata secara berlebihan sehingga terjadi stres pada fungsi akomodasi mata. Stres ini terjadi akibat seseorang memaksakan untuk melihat pada obyek berukuran kecil pada jarak yang dekat pada waktu yang lama. Pada kondisi demikian, otot mata akan bekerja terus menerus dan lebih dipaksakan. Dampak menurut Departemen Kesehatan (DepKes), kelelahan mata dapat mengakibatkan iritasi seperti mata berair, kelopak mata berwarna merah, penglihatan rangkap, sakit kepala, berkurangnya daya akomodasi, dan ketajaman mata menurun. 6 Metodologi Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran angka kejadian refraksi sehubungan dengan aktivitas penggunaan gadget. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, yaitu penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu). Responden penelitian adalah mahasiswa FK Ukrida 2013 Semester 6 dengan jumlah responden sebanyak 409. Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik convenient sampling yakni memilih responden yang secara kebetulan dijumpai. Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif Semester 6 angkatan 2013 FK Ukrida, sehat, baik secara umum, mata tenang. bersedia menjadi responden selama penelitian tanpa paksaan dan memakai gadget android. Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah mahasiswa yang tidak hadir saat penelitian, sakit, tidak bersedia mengikuti penelitian. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah menggunakan kuesioner berupa sejumlah pertanyaanpertanyaan tertulis dan snellen chart sebagai alat mengukur kelainan refraksi. Hasil uji coba instrumen didapatkan melalui hasil uji validitas yang menunjukkan perhitungan korelasi yang ternyata lebih dari 0,444 dengan 2 J. Kedokt Meditek Volume 22, No. 60 Sept-Des 2016

jumlah sampel 20 responden (n) dan tingkat signifikasi 5%. Sedangkan reliabilitas untuk instrumen ini adalah 0,740. Jika nilai alfa > 0,7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient reliability) artinya seluruh item reliabel dan seluruh tes secara konsisten secara internal karena memiliki reliabilitas yang kuat. Variabel dalam penelitian ini adalah kelainan refraksi sebagai variabel terikat dan aktivitas melihat gadget dan keluhan penglihatan sebagai variabel bebas. Tempat dilakukannya penelitian ini adalah di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Analisis Data Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat. Semua data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan ditampilkan dalam bentuk tabel sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui gambaran angka kejadian kelainan refraksi sehubungan dengan aktivitas melihat gadget. Pengolahan data memakai SPSS 16. Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana dengan jumlah mahasiswa sebanyak 409 orang yang merupakan angkatan 2013 semester 6. Sampel berjumlah 106 orang yang terpilih dengan teknik pengambilan sampel secara convenience sampling. Usia sampel digeneralisasikan adalah 21 tahun. Responden dalam penelitian ini terdiri dari perempuan yakni sebesar 57 orang (54%) sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki adalah 49 orang (46%). Hasil penelitian pada Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki kelainan refraksi lebih banyak yaitu 65 orang (61,3%) dari yang tidak memiliki kelainan refraksi 41 orang (38,7%). Tabel 1. Karakteristik Responden Jenis Kelamin Ada kelainan refraksi Tidak ada kelainan refraksi Total Presentase Presentase Presentase Laki laki 30 28.3 19 17.9 49 46.2 Perempuan 35 33.0 22 20.8 57 53.8 Total 65 61.3 41 38.6 106 100 Pada Tabel 2, keluhan yang ditemukan paling banyak adalah keluhan bahwa mata gatal sebanyak 25 responden (12,3%) dan mata lelah sebanyak 25 responden (12,3%). Rerata keluhan lebih sering dirasakan pada responden yang memiliki kelainan refraksi dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kelainan refraksi. Penggunaan gadget secara terus menerus ada pada angka 60 menit atau 1 jam. Sebanyak 44 responden (41,5%) menggunakan gadget secara terus menerus selama 1 jam. Sebanyak 42 responden (39,6%) sudah menggunakan gadget selama 9 tahun atau sejak tahun 2007. Hal ini menunjukkan rata-rata responden menggunakan gadget sejak duduk di kelas 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP). J. Kedokt Meditek Volume 22, No. 60 Sept-Des 2016 3

Keluhan Pada mata Tabel 2. Keluhan Mata Ada kelainan refraksi Tidak ada kelainan refraksi Total Kering 10 4.8 9 4.3 19 9.1 Lelah 22 10.5 3 1.4 25 12.3 Terbakar 3 1.4 2 1.0 5 2.4 Perih 13 6.2 7 3.3 20 9.6 Gata l 16 7.7 9 4.3 25 12.3 Berair 16 7.7 6 2.9 22 10.5 Kabur 7 3.3 8 3.8 15 7.2 Silau 7 3.3 6 2.9 13 6.2 Benda Asing 9 4.3 4 1.9 13 6.2 Sakit kepala 15 7.2 7 3.3 22 10.5 Sakit mata 7 3.3 6 2.9 13 6.2 Tegang 11 5.3 6 2.9 17 8.1 Pada Tabel 3 dari hasil penelitian didapatkan distribusi pemakaian gadget paling banyak ada pada angka 4-6 jam per harinya, yaitu sebanyak 54 orang (50,9%) sedangan yang paling sedikit adalah di bawah dua jam per harinya (3,8%). Responden yang memiliki kelainan refraksi lebih banyak pada pemakaian gadget di atas 2 jam, di atas 4 jam, dan di atas 6 jam. Angka kejadian kelainan refraksi pada aktivitas penggunaan gadget 4-6 jam berbanding 1:2 dengan angka responden yang tidak memiliki kelainan refraksi. Selanjutnya terdapat kesamaan angka kejadian kelainan refraksi pada aktivitas penggunaan gadget yang rendah yaitu di bawah 2 jam per harinya. Tampak perbedaan yang cukup jelas pada angka kejadian kelainan refraksi pada responden yang menggunakan gadget 4-6 jam per harinya. Tabel 3. Distribusi Kelainan Refraksi Menurut Aktivitas Melihat Gadget Aktivita s Melihat gadg et Ada kelainan refraksi Tidak ada kelainan refraksi Total 1-2 Jam 2 1.9 2 1.9 4 3.8 2-4 Jam 21 19.8 15 14.2 36 34.0 4-6 Jam 35 33.0 19 17.9 54 50.9 >6 Jam 7 6.6 5 4.7 12 11.3 Pembahasan Hasil penelitian yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana dengan jumlah responden sebanyak 409 orang yang merupakan mahasiswa angkatan 2013 semester 6. Sampel berjumlah 106 orang yang terpilih, rata-rata usia adalah 21 tahun. Responden yang memiliki kelainan refraksi berjumlah 65 orang, sedangkan yang tidak memiliki kelainan refraksi berjumlah 41 4 J. Kedokt Meditek Volume 22, No. 60 Sept-Des 2016

orang. Berdasarkan jenis kelamin, terdiri atas laki-laki sebanyak 49 orang dan perempuan sebanyak 57 orang. Responden dalam penelitian ini didominasi oleh perempuan yaitu sebesar 54%. Distribusi pemakaian gadget paling banyak ada pada angka 4-6 jam per harinya, yaitu sebanyak 54 orang (50,9%) sedangkan yang paling sedikit adalah di bawah 2 jam per harinya. Tampak perbedaan yang cukup jelas pada angka kejadian kelainan refraksi pada responden yang menggunakan gadget 4-6 jam per harinya. Penelitian yang dilakukan oleh Pangemanan pada tahun 2014 menunjukan angka aktivitas pemakaian gadget yang tinggi pada waktu 2-3 jam per hari yaitu 41% dan penelitian Kurmasela dan Saerang pada tahun 2013 juga menunjukkan aktivitas pemakaian gadget tertinggi sebanyak 51% pada jangka waktu 2-3 jam. Sedangkan menurut survei yang dilakukan oleh google Indonesia, ratarata orang memakai gadget dalam satu hari adalah 5-6 jam per harinya. Perbedaan dalam waktu ini mungkin disebabkan karena lingkup penelitian yang berbeda. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kesibukan responden yang berada di semester 6 dan mungkin sedang mempersiapkan skripsi sehingga pada masa ini responden dituntut untuk lebih siap dan tepat waktu serta terus update dengan informasi yang diberikan melalui gadget. 7 Sebanyak 41 mahasiswa (38,6%) sudah menggunakan gadget selama 9 tahun atau sejak tahun 2007. Hal ini menunjukkan ratarata responden menggunakan gadget sejak duduk di kelas 1 SMP. Kisaran yang paling lama menggunakan gadget adalah 13 tahun atau saat duduk di kelas 3 Sekolah dasar dan yang paling singkat adalah 4 tahun yaitu sejak duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA). Keluhan yang ditemukan paling banyak adalah keluhan bahwa mata gatal (12,31%) dan mata lelah (12,31%). Sedangkan yang paling jarang dirasakan oleh responden adalah keluhan bahwa mata terasa seperti terbakar (2,4%). Keluhan jarang timbul pada aktivitas pemakaian gadget 1-2 jam. Responden paling banyak merasakan mata lelah pada aktivitas pemakaian gadget lebih dari 6 jam yakni berjumlah 12 orang. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Kurmasela di Fakultas Kedokteran Manado pada tahun 2013 menunjukkan keluhan yang dirasakan adalah lelah sebanyak 18% dan gatal sebanyak 11,6%. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Pangemanan pada tahun 2014 menunjukkan keluhan terbanyak adalah mata lelah yakni sebanyak 28%. Penelitian yang dilakukan di Universitas Muhammadiah Surakarta juga menghasilkan angka yang tinggi pada keluhan mata lelah dikarenakan aktivitas melihat gadget, yaitu mencapai 61,2%. 8 Penelitian Taylor (2007), di 16 negara di dunia menunjukkan rata-rata lama penggunaan gadget per harinya adalah sekitar 5 jam. Penelitian Hoesin et al (2007) di 16 kota di Indonesia menunjukkan rata-rata penggunaan komputer di Indonesia kurang dari 5 jam per hari. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan pada responden di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana yaitu rerata responden menggunakan gadget 4-6 jam per harinya, yaitu sebanyak 54 orang (50,9%). 9 Dari hasil penelitian dapat terlihat bahwa responden yang memiliki kelainan refraksi selalu lebih banyak pada pemakaian gadget di atas 2 jam, di atas 4 jam, dan di atas 6 jam dibandingkan responden yang tidak memiliki kelainan refraksi. Angka kejadian kelainan refraksi meningkat secara perbandingan yaitu pada 1-2 jam berbanding lurus 1:1, namun pada aktivitas pemakaian gadget 2-4 jam berbanding menjadi 3:4 untuk tidak ada kelainan refraksi dengan ada kelainan refraksi. Pada pemakaian gadget 4-6 jam perbandingan mendekati 1:2 untuk tidak ada kelainan refraksi dengan ada kelainan refraksi. Tampak perbedaan yang cukup jelas pada angka kejadian kelainan refraksi pada responden yang menggunakan gadget 4-6 jam per harinya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan di India pada pelajar di tahun 2014, bahwa angka kejadian kelainan refraksi lebih banyak (38%) dibandingkan yang tidak memiliki kelainan refraksi (32%) pada aktivitas penggunaan gadget lebih dari 3 jam. 4 Penelitian serupa pada mahasiswa kedokteran tahun 2015 menyebutkan angka kejadian kelainan refraksi pada pemakaian gadget lebih dari tiga jam juga lebih tinggi yaitu sebesar 64,2% dibandingkan dengan 10 tidak ada kelainan refraksi (59%). J. Kedokt Meditek Volume 22, No. 60 Sept-Des 2016 5

Kesimpulan 1. Dari 106 responden didapatkan 61,3% mengalami kelainan refraksi. 2. Aktivitas pemakaian gadget pada responden cukup tinggi, yaitu berkisar di antara 4-6 jam per hari yaitu berjumlah 54 orang (50,9%) dari seluruh responden. Angka kejadian kelainan refraksi juga terdapat paling banyak pada responden yang menggunakan gadget 4-6 jam. 3. Penggunaan gadget secara terus menerus ada pada angka 60 menit atau 1 jam. Sebanyak 43 responden (42,5%) menggunakan gadget secara terus menerus selama 1 jam. 4. Sebanyak 41 responden (38,6%) sudah menggunakan gadget selama 9 tahun atau sejak duduk di kelas 1 Sekolah Menengah Pertama. 5. Keluhan yang ditemukan paling banyak adalah keluhan bahwa mata gatal (12,31%) dan mata lelah (12,31%). Daftar Pustaka 1. Oliver J, Cassidy L. At a glance oftalmologi. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2012. h.20-69. 2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Ed-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2015.h. 73-85. 3. Duker JS, Yanoff M, Opthalmology. 3rd ed. USA: Elsevier. 2009. p. 61-2. 4. Mohammed H, Chandrabanu K, Mohammed M, Pillai RT. A prevalence study on myopia among school going children in rulal area of south india. Indian Journal of Clinical Practice. 2014; 25:(4) 4. 5. Suma mur. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: CV Sagung seto. 2009. h. 93-100. 6. Departemen Kesehatan RI. Upaya kesehatan kerja sector informal Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan. 2007. 7. Pangemanan JM, Saerang JSM, Rares LM. Hubungan lamanya waktu penggunaan tablet komputer dengan keluhan penglihatan pada anak sekolah di SMP kr. Ebenhaezer 2 manado. Manado: Journal e clinic. 2014; 2(2). 8. Kurmasela GP, Saerang JSM, Rares LM. Hubungan waktu penggunaan laptop dengan keluhan penglihatan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Manado: Journal ebiomedik. 2013; 1(1): 291-299. 9. Ningsih W, Ambarwati WN, Jadmiko AW. Analisis hubungan lama interaksi computer terhadap terjadinya gejala computer vision syndrome pada mahasiswa Jurusan Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadyah Surakarta. 2015.h.1-5. 10. Parveen N, Hassan SH, Rehman J, Shoukat U. Prevalence of myopia and its associated risk factors in local medical students. India: Medical Channel. 2015; 21(4): 47-50. 6 J. Kedokt Meditek Volume 22, No. 60 Sept-Des 2016