Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

BAB I PENDAHULUAN. fungsi ginjal dengan cepat sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

BAB I PENDAHULUAN. irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

Tujuan pendidikan kesehatan

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menghambat kemampuan seseorang untuk hidup sehat. Penyakit penyakit

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

PERATURAN MENTER! KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 812/MENKES/PER/VII/2010 TENT ANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilaku terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin. (Guided Respons), Mekanisme (mekanisme), Adaptasi (adaptation)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Natrium adalah logam alkali lunak, berwarna putih perak; unsur dengan nomor atom 11, berlambang Na, dan bobot atom 22,9898.

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Afniwati, Amira Permata Sari Tarigan, Yunita Ayu Lestari Tarigan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Singapura dan 9,1% di Thailand (Susalit, 2009). Di Indonesia sendiri belum ada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

PERBEDAAN KADAR UREUM & CREATININ PADA KLIEN YANG MENJALANI HEMODIALISA DENGAN HOLLOW FIBER BARU DAN HOLLOW FIBER RE USE DI RSUD UNGARAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik seperti Glomerulonephritis Chronic, Diabetic

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

Menurut Manuaba (2010), terdapat beberapa teori pada dismenorea primer, yaitu: a) Obstruksi Servikal

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang. non modifiable yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat

PGK dengan HD IDWG BIA PHASE ANGLE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PengertianDrug Related Problems Drug Related Problems (DRPs) adalah kejadian yang tidak diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

Dr.HM.Bambang Purwanto, dr. SpPD-KGH, FINASIM. Divisi Ginjal & Hipertensi Lab/SMF IPD FK.UNS / RSUD Dr.Moewardi Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 1,2. penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. Drg. Novitasari RA,MPH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

Transkripsi:

4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan patologis dengan penyebab yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif dan kemudian berakhir pada gagal ginjal tahap akhir. Penyakit ginjal tahap akhir adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal kronik ireversibel yang sudah mencapai tahapan dimana penderita memerlukan terapi pengganti ginjal, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2007). Kriteria penyakit ginjal kronik terlihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Kriteria Penyakit Ginjal Kronik 1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi: - Kelainan patologis - Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m 2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. (NKF-KDOQI, 2002) 2.1.2 Klasifikasi Klasifikasi penyakit ginjal kronik dikelompokkan atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat berdasarkan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang dihitung dengan rumus Kockcroft-Gault (Suwitra, 2007). Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2. 5 Tabel 2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m 2 ) 1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau 90 2 Kerusakan ginjal dengan LFG ringan 60-89 3 Kerusakan ginjal dengan LFG sedang 30-59 4 Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15-29 5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis (NKF-KDOQI, 2002) 2.2 Hemodialisis Gagal ginjal tahap akhir, apapun etiologinya, memerlukan pengobatan khusus yang disebut pengobatan atau terapi pengganti (TP). Terapi pengganti yang ideal adalah yang dapat menggantikan fungsi faal ginjal. Beberapa jenis terapi pengganti yang dapat dilaksanakan terlihat pada tabel 2.3. Hemodialis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermiabel buatan (artifisial) dengan kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen.

Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke arah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen (difusi). Pada proses dialisis, air juga dapat berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen cairan dialisat (ultrafiltrasi). 6 Tabel 2.3 Berbagai Jenis Terapi Pengganti I II Dialisis A. Dialisis Peritoneal (DP) - DP intermiten (DP) - DP mandiri berkesinambungan (DPMB) - DP dialirkan berkesinambungan (DPBD) - DP nokturnal B. Hemodialisis (HD) Transplantasi Ginjal (TG) TG donor hidup (TGDH) TG donor Jenazah (TGDJ) Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 ml/menit, LFG kurang dari 10 ml/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 ml/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.

Selama proses dialisis pasien akan terpajan dengan cairan dialisat sebanyak 120-150 liter setiap dialisis. Zat dengan berat molekul ringan yang terdapat dalam cairan dialisat akan dapat dengan mudah berdifusi ke dalam darah pasien selama dialisis. Cairan dialisat tidak perlu steril karena membran dialisis dapat berperan sebagai penyaring kuman dan endotoksin. Tetapi kuman harus dijaga agar kurang dari 200 koloni/ml dengan melakukan desinfektan cairan dialisat. Kadar natrium berkisar 135-145 meq/l. Bila kadar natrium lebih rendah maka resiko untuk terjadinya gangguan hemodinamik selama dialisis akan bertambah. Sedangkan bila kadar natrium lebih tinggi gangguan hemodinamik akan berkurang tetapi akan meningkatkan kadar natrium darah pascadialisis. Keadaan ini akan menimbulkan rasa haus dan pasien akan cenderung untuk minum lebih banyak (Rahardjo, 2007). Kelebihan cairan yang terjadi meningkatkan resiko terhadap berbagai gangguan pada fungsi faal tubuh seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 2.4 Komplikasi akibat Kelebihan Cairan pada Penderita Gagal Ginjal Kronik 7 Hypertension Intradialytic Hypotension Left Ventricular Failure Peripheral Edema Ascites Pleural Effusion Congestive Heart Failure (Kopple & Massry, 2004) 2.2.1 Perubahan Hemodinamik pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis Selama proses hemodialisis terjadi penarikan cairan sebanyak 1-4 liter cairan selama 4 jam. Penarikan cairan ini menimbulkan perubahan status cairan dan elektrolit tubuh sehingga pasien akan merasa haus cenderung untuk minum lebih banyak. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dan elektrolit dalam tubuh (Lubis, 2009). Kelebihan cairan interdialisis (interdialytic fluid gain) ini sebagian besar berada pada kompartemen ekstraseluler. Akumulasi dapat terjadi di intravaskuler,

jaringan tubuh dan juga paru. Akumulasi juga dikarenakan ginjal tidak mampu mengeluarkan kelebihan cairan dan elektrolit tersebut melalui urin. Hal ini dapat menimbulkan pembengkakan (edema), pernapasan pendek dan juga menyebabkan peningkatan tekanan darah karena beban kerja jantung menjadi bertambah. Gangguan kardiovaskuler merupakan komplikasi tersering dijumpai pada hal ini. Adapun gangguan akibat kelebihan cairan tersebut antara lain hipertensi, dilatasi dan hipertropi jantung (Hegel, 2002). 8 2.2.2 Pengaturan Cairan pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis Pada populasi hemodialisis, penambahan berat akibat cairan interdialisis (interdialytic weight gain) merupakan suatu tantangan yang besar bagi pasien dan petugas kesehatan. Pembatasan asupan air merupakan satu dari sejumlah pembatasan diet yang dihadapi oleh orang yang menjalani dialisis. Kelebihan berat akibat cairan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap angka morbiditas dan mortalitas pada orang-orang yang menjalani hemodialisis. Kelebihan cairan berhubungan dengan berbagai macam komplikasi seperti yang telah disebutkan di atas. Hal ini tentunya mempengaruhi kualitas hidup pasien (Pace, 2007). Ada berbagai pendekatan yang digunakan untuk merumuskan asupan cairan pada pasien yang menjalani dialisis. Kopple dan Massry (2004) merekomendasikan sebagai berikut: Asupan cairan (ml/hari) = 600 ml + urin output + kehilangan cairan ekstrarenal dimana 600 ml mewakili kehilangan cairan bersih per hari (900 ml insensible water loss dikurangi 300 ml cairan yang diproduksi melalui proses metabolisme). Kehilangan cairan ekstrarenal meliputi diare, muntah dan sekresi nasogastrik. 2.3. Perilaku dan Perilaku Kesehatan

Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon). Ia membedakan ada dua respon yakni: a. Respondent respons ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsanganrangsangan tertentu. Respon-respon yang timbul umumnya relatif tetap. b. Operant respon ialah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini disebut reinforcing stimuli karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respon yang telah dilakukan organisme. Perilaku kesehatan adalah suatu proses seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan dan makanan serta lingkungan. Menurut Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai berikut: a. Perilaku kesehatan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. b. Perilaku sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang merasa sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. c. Perilaku peran sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Bloom (1908) membagi perilaku ke dalam 3 domain namun tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan. 9 2.3.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan dapat melalui indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Kedalaman pengetahuan yang diperoleh seseorang terhadap suatu rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yakni: a. Tahu (know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkatan pengalaman yang paling rendah. b. Memahami (comprehension) Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui. Orang telah paham akan objek atau materi harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (application) Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. 10 d. Analisis (analysis) Kemampuan dalam menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponenkomponen, dan masuk ke dalam struktur organisasi tersebut. e. Sintesis (synthesis) Kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (evaluation) Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2007). 2.3.2 Sikap Sikap merupakan suatu reaksi tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Allport (1954) dalam Notoadmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude), yaitu:

a. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek b. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu konsep c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, antara lain : a. Menerima (receiving) Mau dan memperhatikan stimulus atau objek yang diberikan. b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan masalah. d. Bertanggung jawab (responsible) Mempunyai tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan dapat juga tidak. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan respon terhadap suatu objek. Orang lain berperilaku bertentangan dengan sikapnya, dan bisa juga merubah sikapnya sesudah yang bersangkutan merubah tindakannya. Namun secara tidak mutlak dapat dikatakan bahwa perubahan sikap merupakan loncatan untuk terjadinya perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2007). 11 2.3.3 Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan : a. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. b. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatau sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indicator raktek tingkat dua. c. Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. d. Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. 12 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan Sikap Kebiasaan Minum Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Tindakan 3.2. Variabel dan Definisi Operasional Variabel pada penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP H Adam Malik Medan terhadap kebiasaan minum. Tabel 3.1 Definisi Operasional