BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya, jalan merupakan sebuah prasarana transportasi darat yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan suatu daerah. Hal ini pernah dikemukakan oleh Koestor (1992) dalam Pratama (2007). Koestor mengemukakan bahwa jalan merupakan jaringan yang digunakan untuk prasarana transportasi yang dapat memberikan kontribusi dalam menjangkau fasilitas-fasilitas antar wilayah dan untuk mendorong kawasan jasa, perdagangan, serta industri. Jadi, jalan merupakan sebuah prasarana penting dalam pengembangan suatu wilayah. Suatu jalan dipergunakan oleh banyak pihak sesuai dengan kebutuhannya dan tujuan yang ditempuhnya. Pihak pengguna jalan dapat diklasifikasikan ke dalam jenis pengguna jalan. Jenis pengguna jalan tersebut antara lain pejalan kaki, pengendara sepeda dan sepeda motor, pengguna mobil pribadi, serta pengguna angkutan umum dengan jangkauan tujuannya masing-masing. Banyaknya jenis pengguna jalan akan berpengaruh pada daya hidup (livability) suatu jalan, karena pergerakan pengguna jalan tersebut akan mengindikasikan jalan tersebut berdaya hidup tinggi ataupun rendah. Jalan yang memiliki daya hidup merupakan sebuah jalan yang dirancang untuk memungkinkan perjalanan yang aman, nyaman, dan disukai oleh semua pengguna, baik pengguna kendaraan bermotor ataupun kendaraan tidak bermotor. Jacob (1961) telah lebih dulu menegaskan bahwa sebuah jalan tidak hanya butuh rasa aman, tetapi juga rasa nyaman untuk dipergunakan. Untuk merealisasikan hal tersebut, sebuah jalan memiliki ruang-ruang jalan yang dibagi berdasarkan jenis pengguna, aktivitas, dan kegunaannya. 1
Ruang jalan merupakan wadah/tempat manusia melakukan berbagai aktivitas ataupun perjalanan yang beragam. Carr (1992) menyatakan bahwa ruang jalan merupakan ruang publik perkotaan yang memisahkan antara kegiatan pejalan kaki (kendaraan tidak bermotor) dengan jalur kendaraan bermotor, yang menghubungkan satu tempat dengan tempat yang lain dan berkaitan erat dengan sistem ruang dan bangunan di sekitarnya. Namun, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan telah membagi ruang jalan menjadi tiga, yaitu ruang manfaat jalan (berupa jalur kendaraan bermotor dan/atau jalur sepeda), ruang milik jalan (berupa jalur kendaraan bermotor, jalur sepeda, jalur pedestrian), dan ruang pemanfatan jalan (berupa keseluruhan permukaan jalan yang dapat dilalui). Ketiga jenis ruang jalan tersebut memiliki fungsi dan aktivitas perjalanan yang berbeda. Pembagian jalan ke dalam ruang jalan tersebut ditujukan agar terciptanya daya hidup yang tinggi pada jalan, yang dapat memuaskan para penggunannya. Namun dewasa ini, terlihat banyak ruang jalan yang lebih dikuasai oleh kendaraan bermotor dan pedagang kaki lima. Meskipun ruang tersebut bukanlah bagian dari haknya. Hal ini menyebabkan keamanan dan kenyaman para pengguna lainnya terusik. Sebuah jalan selayaknya lebih mengutamakan keamanan dan kenyamanan manusia daripada kendaraan bermotor. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Project for Public Space (PPS) (2008;33) yang menyatakan bahwa: Streets are places for people to walk, stroll, look, gaze, meet, play, shop and even work, alongside, but not dominated by, cars. Fenomena ini juga dihadapi oleh koridor jalan-jalan besar di ibukota negara Indonesia, DKI Jakarta. Keberadaan ruang jalan di Jakarta, tidak lepas dari persoalan peletakan sektor perekonomian/perdagangan yang memenuhi seluk beluk ruang di ibukota. Contohnya saja Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk. Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk merupakan koridor jalan yang pertama kali berkembangnya koridor komersial, karena letaknya yang menghubungkan antara Kota Baru (sekarang Jakarta Pusat, 2
pusat kota) dengan Sunda Kelapa, Kota Lama (sekarang Jakarta Kota). Sudah sejak dahulu, Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk menjadi koridor jalan yang digunakan untuk pergerakan komoditi maupun penduduk untuk mendistribusikannya ke wilayah lain, bahkan pulau lain. Untuk itu, Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk merupakan lokasi strategis karena dapat dijangkau dari berbagai arah, yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi koridor yang memiliki daya hidup yang tinggi. Hal ini didukung oleh dominasi guna lahan berupa perdagangan dan jasa, yang telah menciptakan daya tarik pengunjung untuk menghidupkan koridor jalan tersebut. Untuk menjaga agar kedua ruas jalan tersebut tetap hidup, maka kualitas Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk dalam nilai daya hidup, harus dijaga dalam keberlangsungannya agar dapat menjadi contoh bagi koridor jalan lain dalam pengembangannya. Sebagai salah satu titik pusat aktivitas perekonomian/perdagangan dan jasa, sudah selayaknya Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk menjadi panutan bagi wilayah-wilayah lain dalam segala hal, termasuk dalam penataan dan penggunaan ruang jalan agar memiliki daya hidup yang tinggi. Namun kenyataannya, kedua ruas jalan ini terlihat setengah-setengah dalam nilai daya hidupnya. Setengah-setengah yang dimaksud adalah tidak optimalnya penerapan peningkatan daya hidup jalan, terutama dalam aspek keamanan dan kenyamanan, padahal terlihat adanya potensi untuk membuat jalan-jalan tersebut berdaya hidup tinggi. Misal, di sepanjang koridor jalan ini masih terdapat PKL dan parkir liar yang memakan hak pejalan kaki, padahal di sepanjang jalan ini sudah memiliki jalur pedestrian yang bagus apabila terus dirawat. Selain itu, jalan ini memiliki lebar yang sangat besar, yaitu 18 meter (masing-masing ruas jalan) untuk kendaraan bermotor, yang alangkah lebih baik apabila 1 meter diberikan kepada jalur khusus sepeda, dan permasalahan lainnya yang meresahkan pengguna jalan. Beberapa berita di surat kabar juga menyatakan beberapa permasalahan yang terus dicoba penyelesaiannya terhadap ruas Jalan Gajah Mada dan 3
Hayam Wuruk ini. Seperti yang diberitakan oleh media masa Kompas dalam website resminya 1 yang menyatakan bahwa banyaknya mobil dan motor yang parkir liar di bahu jalan, dapat menambahkan masalah kemacetan pada padatanya arus lalu lintas. Sehingga hal ini membutuhkan penerapan solusi parking off street di gedung-gedung yang tersedia, yaitu gedung Duta Merlin, gedung Pelni, Gajah Mada Plaza, Grand Paragon, LTC Glodok, dan Hayam Wuruk Plaza. Penyelesaian ini kerap kali diusahakan hingga sekarang karena padatnya arus lalu lintas di kedua ruas jalan ini. Selain itu, pada media masa Tempo dalam website resminya 2, diberitakan bahwa rencananya trotoar akan dinaikkan setinggi 25cm dengan lebar 3,1-6,7 meter. Para PKL yang berjualan di sepanjang trotoar, akan diberi ambang batas berdagang berupa garis kuning. Upaya penataan ini dilakukan untuk menata kawasan perdagangan Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk menjadi lebih bersih dan rapih, sehingga para pengunjung yang datang tidak enggak untuk berjalan dari ruang parkir off street. Namun hingga sekarang, dari beberapa upaya penyelesaian ini, tidak sepenuhnya dapat terimplementasi dengan baik. Beberapa permasalahan di atas, membuat dibutuhkannya sebuah penelitian ini. Penelitian ini akan memverifikasi kembali dan menilai sejauh apa konsep daya hidup jalan (livable streets) yang dimiliki Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk, Jakarta, sehingga dapat membantu dalam mengembalikan kembali wajah dan kualitas ruang jalan yang aman, nyaman, dan disukai bagi para penggunanya melalui beberapa saran. 1 Sumber berita: Fro. (2011, Juni 21). Parkir Tepi Jalan Dihapuskan. Diakses pada 7 Januari 2013, dari www.nasional.kompas.com/read/2011/06/21/0402599/parkir.tepi.jalan.dihapuskan 2 Sumber berita: Budiman, Aditya. (2012, Maret 28). Pedestrian Hayam Wuruk Gajah Mada Ditata Agustus. Diakses pada 7 Januari 2012, dari www.tempo.co/read/news/2012/03 /28/083393128/ Pedestrian-Hayam-Wuruk-Gajah-Mada-Ditata-Agustus 4
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas dapat dirumuskan permasalahannya, yaitu terlihat kurangnya penerapan dan perhatian terhadap daya hidup jalan (livable street) pada jalan-jalan yang ada di Indonesia, terutama DKI Jakarta, yaitu pada penggunaan ruang-ruang jalannya dalam mengakomodasi pergerakan penggunanya. Padahal, hal tersebut merupakan hal penting dalam sebuah pemaksimalan penggunaan jalan bagi masyarakat yang menggunakannya. Hal ini dibuktikan oleh: a. Ruang jalan yang semakin dikuasai oleh kendaraan bermotor, seperti pada bahu jalan dan jalur pedestrian. b. Jalur pedestrian yang semakin dikuasai oleh pedagang kaki lima yang menyebabkan kotor dan berantakan. c. Kurangnya kenyamanan dan keamanan bagi pejalan kaki dari segi fisik dan aktivitas. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka di dalam penelitian dengan judul Konsep Daya Hidup Jalan (Livable Street) Pada Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk, Jakarta ini, peneliti ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan: a. Bagaimanakah penerapan konsep daya hidup jalan di Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk? b. Apakah Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk telah memenuhi elemen-elemen dari konsep daya hidup jalan (livable street)? 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk: a. Memverifikasi konsep daya hidup jalan (livable streets) pada Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk, Jakarta. b. Menilai sejauh apa daya hidup (livability) Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk, Jakarta. 5
1.5. Manfaat Penelitian a. Bagi akademisi, penelitian ini dapat menjadi referensi dalam kegiatan akademis, untuk kegiatan perkuliahan maupun penelitian dengan tema serupa, yaitu tentang daya hidup jalan (livable street) b. Bagi praktisi, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran agar praktisi baik pemerintah maupun swasta dapat lebih efektif dalam merencanakan pengembangan jalan, terutama dalam daya hidup jalan (livable streets). c. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu memberikan meningkatkan kepekaan masyarakat terhadap kegiatan perencanaan spasial dan pembangunan yang dilakukan pemerintah dalam suatu ruang jalan. 1.6. Batasan Penelitian Penelitian ini akan dibatasi fokusnya, yaitu pada konsep daya hidup jalan (livable street), yang dilihat dari sudut pandang pergerakan (movement), yang dikomparasikan dengan fakta yang ditemukan dalam lokasi studi kasus (Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk, Jakarta). Difokuskan pada sudut pandang pergerakan (movement) karena penelitian ini hanya melibatkan para pengguna jalan yang merasakan, menggunakan, dan hidup di kedua ruas jalan tersebut. Selain pembatasan fokus, penelitian ini juga akan dibatasi dengan lokasi studi kasus, yaitu pada Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk, Jakarta, yang berada dari ujung perempatan Harmoni hingga pertigaan Pasar Glodok. Kedua ruas jalan ini saling berseberangan dan memiliki kesamaan guna lahan, aktivitas, dan fisiknya. Alasan utama untuk memilih jalan ini dikarenakan Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk merupakan jalan yang memiliki nilai sejarah dalam perkembangan kota Jakarta, yang awal mula munculnya bangunan komersial adalah di sepanjang kedua ruas jalan tersebut, yang menghubungkan antara pusat Batavia dan Sunda Kelapa dahulu. 6
Pasar Glodok Perempatan Harmoni Gambar 1.1 Batasan Lokus Penelitian Sumber: Bappeda DKI Jakarta dengan olahan peneliti 7
1.7. Keaslian Penelitian Azis Septian Dwi R. (S1 Perencanaan Wilayah dan Kota, UGM.) Terdapat beberapa penelitian yang membahas tentang konsep daya hidup jalan (livable street) oleh berbagai peneliti, seperti: Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu Pengarang Tahun Judul Skripsi/Tesis Fokus Hasil 2011 Daya Hidup Kawasan Komersial Skripsi Berfokus pada faktor-faktor Pada Penggal Jalan P. yang mendukung daya Mangkubumi Kota Yogyakarta hidup suatu kawasan Dwi Endah Kusumaningsih (Magister Konsentrasi Desa Kawasan Binaan, UGM.) Muhammad Lutfika Tondi (Magister Konsentrasi Desa Kawasan Binaan, UGM.) Wilelma Fenanlampir (Magister Konsentrasi Desa Kawasan Binaan, UGM) 2010 Keragaman Street Environments Sebagai Penentu Tingkat Livability Pada Ruang Pedestrian Jalan Urip Sumoharjo, Yogyakarta 2011 Arahan Penataan Spasial Ruang Terbuka Kambang Iwak Palembang Ditinjau dari Kriteria Daya Hidup (Livability) 2011 Arahan Penataan Ruang Terbuka Publik Yamadena Plaza Kawasan Pusat Kota Lama Saumlaki Ditinjau Dari Konsep Daya Hidup. Studi kasus: Kawasan pusat kota lama Saumlaki Tesis Tesis Tesis komersil Berfokus pada keragaman streets environments dalam meningkatkan daya hidup sebuah jalan. Berfokus pada daya hidup dalam ruang terbuka publik di Kambang Iwak Palembang. Berfokus pada daya hidup dalam ruang terbuka publik di kawasan pusat kota lama Saumlaki. Daya hidup suatu kawasan komersil dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tata guna lahan, aktivitas di dalamnya, dan jumlah pengunjung. Daya hidup sebuah jalan dipengaruhi oleh keberadaan keragaman streets environments, seperti tempat duduk, keberadaan vegetasi, dan lainnya, yang dapat menyebabkan jalan tersebut nyaman dan disenangi penggunanya. Daya hidup dalam ruang terbuka publik dipengaruhi oleh kemenarikan yang ada di ruang publik tersebut, baik oleh karena ada sesuatu yang khas, ataupun aktivitasnya. Daya hidup dalam ruang terbuka publik merupakan ruang publik yang aktif dikunjungi banyak pengunjung karena aktivitas di dalamnya, termasuk keberadaan PKL. Sumber: Hasil analisis pribadi (2013) 8
Penelitian di atas dan penelitian peneliti, sama-sama meneliti tentang daya hidup (livability). Akan tetapi, sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang daya hidup jalan (livable street) dengan cara mendeduksi dan memverifikasi konsep daya hidup jalan (livable street) dan kemudian dimasukkan dalam penilaian daya hidup Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk (Jakarta), belum pernah dilakukan. 9