BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya ikan secara intensif semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya permintaan ikan sebagai sumber protein hewani. Salah satu ikan yang bernilai ekonomis adalah ikan Nila (Orcochromis niloticus). Budidaya ikan mas merupakan usaha andalan masyarakat di berbagai wilayah Indonesia, karena ikan Mas mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan relatif mudah dibudidayakan. Petani ikan sering mengalami kegagalan dalam mengusahakan budidaya secara intensif, masalah yang sering dihadapi antara lain penyakit infeksi bakteri yang umumnya timbul apabila kondisi ikan stres (Kabata, 1985). Penyakit bakterial pada ikan khususnya yang disebabkan oleh Aeromonas hydrophila mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1980, bakteri ini menyebabkan wabah penyakit pada ikan karper di Jawa Barat dan berakibat kematian sebanyak 125 ton (Triyanto, 1990). Di tahun yang sama wabah penyakit borok/penyakit merah yang mengakibatkan kematian sekitar kurang lebih 173 ton jenis ikan mas termasuk di dalamnya 30% ikan-ikan kecil/benih mati disebabkan oleh bakteri Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp., mengakibatkan kerugian sekitar Rp. 126 juta, di Sumatra Selatan. Jenis penyakit ini dapat menyebabkan penyakit sistemik yang menimbulkan kematian ikan yang tinggi. Spesies lain dalam genus Aeromanas adalah Aeromonas salmonicida, bakteri yang menyerang ikan salmon menyebabkan furunculosis atau ulcerative furunculosis (Bottarelli dan Ossiprandi, 1999). Aeromonas salmonicida sangat 1
2 patogen dan berbahaya pada manajemen budidaya ikan jenis salmonid (Schachte, 1985; Austin dan Austin, 1987). Jenis ikan non-salmonid yang hidup di air tawar, payau maupun laut juga sangat rentan terhadap serangan bakteri ini, termasuk diantaranya jenis ikan karper, lamprey, lele, pike, ikan putih, patin, Cyprinids, mas koki dan spesies ikan laut antara lain seperti sable fish dan ikan sidat (Hayasaka dan Sullivan, 1981; Hastings, 1988; Inglis et al., 1993; Cipriano dan Bullock, 2001; Austin dan Austin, 2007). Penyakit yang disebabkan A. salmonicida dapat bersifat carrier pada ikan yang terinfeksi, sehingga menjadi faktor penyebab penyakit yang sulit untuk diberantas (McCarthy, 1980). Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor KEP.17/MEN/2006 tentang Penetapan Jenis-Jenis Hama dan Penyakit Ikan Karantina, Golongan, Media Pembawa dan Sebarannya disebutkan bahwa A. salmonicida merupakan jenis bakteri yang termasuk salah satu Hama Penyakit Ikan Karantina (HPIK) golongan II yang diartikan sebagai HPIK yang dapat disucihamakan atau disembuhkan karena teknologi perlakuannya sudah dikuasai (Anonim, 2010). Wabah furunculosis dan Motile Aeromonas Septicemia (MAS) telah dilaporkan terjadi di seluruh Kepulauan Indonesia antara lain Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat (Anonim, 2013). Perbedaan daya tahan tubuh ikan terhadap infeksi A. hydrophila berbeda, ikan bawal air tawar mempunyai daya tahan paling tinggi, diikuti lele dumbo, nila merah, gurameh dan ikan karper (Syakuri et al. 2003).
3 Hubungan antara kedua agen penyakit tersebut belum diketahui dengan jelas secara genotipe terutama pada budidaya ikan air tawar yang di Bali. Semua Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan di Indonesia selalu melaksanakan pemantauan dan melaporkan wabah penyakit yang sering terjadi di daerahnya. Pemantauan dilakukan 2 kali dalam setahun yaitu pada musim kemarau dan musim hujan. Hal yang menarik adalah wabah penyakit yang sering ditemukan disebabkan oleh A. hydrophila dari pada A. salmonicida pada budidaya ikan air tawar. Salah satu program pemerintah untuk meningkatkan pangan bagi rakyat adalah meningkatkan populasi ikan yang dipelihara secara intensif di budidaya ikan air tawar, payau dan laut. Penelitian mengenai A. salmonicida yang sudah pernah dilakukan adalah patogenisitas dan efektifitas kombinasi sulfamethoxazole dan trimethoprim pada ikan mas (Cyprinus carpio) yang diinfeksi A. salmonicida isolat strain E.13 (Priyatna, 2004), identifikasi bakteri berdasarkan sifat biokimia dan deteksi A. salmonicida yang diinfeksikan pada ikan Mas dengan uji Elisa (Nurdin et al., 2006). Pemantauan penyakit ikan dilakukan oleh BKIPM setiap tahun secara rutin pada musim hujan dan musim kemarau. Hasil isolasi bakteri yang dilaporkan setiap tahun selalu adanya wabah penyakit akibat infeksi A. hydrophila saja. Infeksi oleh A. salmonicida tidak pernah dijumpai selama 5 tahun terakhir (Anonim, 2013).
4 Rumusan Permasalahan 1. Apakah sifat fenotipik Aeromonad dapat digunakan sebagai dasar identifikasi etiologi penyakit akibat Aeromonad hingga subspesies A. salmonicida? 2. Apakah hasil identifikasi fenotipik Aeromonad adalah benar? Hal ini perlu diteguhkan dengan uji molekuler dengan cara membandingkan hasil sekuensing yang diperoleh dengan sekuensing Aeromonas yang sama dari GenBank di daerah 16rDNA (Martinez-Murcia et al., 2005). 3. Bagaimana perubahan patologi berbagai organ pada ikan yang terinfeksi Aeromonad? 4. Apakah Aeromonad telah resisten/masih sensitif terhadap berbagai macam antibiotik? 5. Apakah Aeromonad bersifat imunogenik? 6. Apakah antibodi yang ditimbulkan terhadap antigen O dan H Aeromonad bersifat spesifik? Tujuan Penelitian ini bertujuan : 1. Mengetahui sifat fenotipik Aeromonad yang dapat digunakan sebagai dasar dalam isolasi dan identifikasi etiologi penyakit Aeromonad hingga tingkat subspesies; 2. Mengetahui sifat genotipik Aeromonad yang dapat digunakan sebagai peneguhan hasil identifikasi;
5 3. Mengetahui sifat resistensi Aeromonad terhadap beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai dasar pengobatan penyakit; 4. Mengetahui perubahan-perubahan patologi makroskopis maupun mikroskopis pada jaringan dan organ pada ikan yang terinfeksi Aeromonad; 5. Mengetahui sifat antigenik Aeromonad sebagai dasar dalam pengembangan imunitas ikan dan pencegahan penyakit; 6. Mengetahui spesifisitas antibodi yang dihasilkan dari inokulasi antigen masing-masing spesies, yang akan dapat diaplikasikan untuk tujuan identifikasi dan diagnosis penyebab penyakit. Manfaat Manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Gambaran fenotipik Aeromonad dapat digunakan sebagai acuan dalam identifikasi isolat atipikal A. salmonicida di berbagai daerah/wilayah di Indonesia; 2. Dengan diketahuinya berbagai antibakterial yang tepat dalam pengobatan infeksi akibat Aeromonad, dapat digunakan sebagai dasar pencegahan dan pengobatan; 3. Dapat digunakan untuk diagnosis infeksi Aeromonad secara dini dengan metode serologis sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengendalian infeksi Aeromonad.