I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak perusahaan yang bergerak di bidang perunggasan, baik dari segi pakan unggas, komoditi unggas, dan pengolahan produk unggas dalam skala besar hingga skala kecil. Beberapa perusahaan besar di bidang perunggasan di Indonesia antara lain PT. Charoen Pokphand Indonesia (CPI), PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), PT. Sierad Produce Tbk (SIPD), dan PT. Malindo Feedmill Tbk (MAIN). Empat perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang memiliki market share terbesar (dengan urutan sesuai yang disebutkan) di Indonesia baik untuk pakan, Day Old Chick (DOC), dan produk olahan (PEFINDO 2009). Perusahaan-perusahaan ini berkontribusi memenuhi kebutuhan pangan terutama protein hewani dan pakan perunggasan dengan skala nasional. Diketahui konsumsi protein penduduk Indonesia masih rendah terutama jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN. Bahkan berdasarkan data BPS, persentase pengeluaran rata-rata per kapita per bulan menurut kelompok barang Indonesia tahun 2008 menunjukkan bahwa belanja keluarga untuk tembakau (rokok) lebih besar daripada alokasi belanja protein (BPS 2008). Konsumsi protein hewani di Indonesia, khususnya daging ayam broiler dan telur ayam masih sangat rendah dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya seperti yang ditunjukkan Tabel 1. Tabel 1. Konsumsi Telur dan Daging Broiler pada Beberapa Negara ASEAN Tahun 2009 Negara Telur (Kap/th) Daging Ayam Broiler (Kap/kg/th) Malaysia 311 38 Philipina 120 7,6 Thailand 216 12,6 Singapura 500 33 Indonesia 80 4,8 Vietnam 56 3,8 Sumber: MIPI (2010)
Konsumsi protein di Indonesia yang masih rendah dan belum memenuhi acuan nasional saat ini masih perlu mendapati perhatian. Berdasarkan Masyarakat Ilmu Perunggasan Indonesia (MIPI 2010), konsumsi protein hewan asal ternak di Indonesia adalah sebagai berikut: daging 3,35 gr/kap/hari, telur 1,77; susu 0,6; total konsumsi protein secara nasional adalah sebesar 5,72 gr/kap/hari padahal acuan nasional untuk konsumsi protein adalah sekitar 6 gr/kap/hari. Selain itu, sumber protein asal unggas per gram protein relatif lebih murah dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Harga Sumber Protein per Gram Protein Jabodetabek Tahun 2011 Sumber Protein Harga per Kg (Rp) Kandungan Protein (%) Harga per gr Protein (Rp) Tahu 9.000 7.5 120 Telur 13.500 12.5 110 Ikan Tawar 22.500 15.0 150 Daging Ayam Broiler 25.000 18.5 135 Daging Sapi 65.000 20.0 325 Sumber: Kembaren L (2011) Meski demikian, tingkat konsumsi produk perunggasan diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan seiring meningkatnya populasi penduduk Indonesia, peningkatan pendapatan, perubahan gaya hidup, serta meningkatnya kesadaran akan pentingnya protein hewani dalam meningkatkan kecerdasan anak bangsa, dimana sumber hewani yang mudah dan murah didapat adalah daging unggas. Berdasarkan sensus penduduk oleh BPS, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2000 mencapai 205,1 juta jiwa dan mengalami peningkatan hingga jumlahnya sebesar 237,6 juta jiwa pada sensus tahun 2010, artinya kebutuhan pokok nasional termasuk permintaan protein hewani akan terus bertambah dimana hal ini direspon baik oleh tren industri perunggasan dari hulu hingga hilir. Gaya hidup manusia selalu mengalami perubahan, baik dalam hal pangan, papan, dan sandang. Gaya hidup didefinisikan sebagai pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup adalah fungsi motivasi konsumen dan pembelajaran sebelumnya, kelas sosial, demografi, dan variabel lain (Engel et al 1995). Hal ini membuat perusahaan-perusahaan yang terkait dalam bidang pangan berlomba-lomba menyesuaikan dengan gaya hidup 2
konsumen, termasuk di dalamnya perusahan perunggasan. Perusahaan perunggasan terus melakukan inovasi agar dapat memenuhi kebutuhan konsumennya baik konsumen pakan ternak, produk unggas, dan produk olahannya baik dalam hal produk maupun dari segi pemasarannya. Inovasi yang dilakukan dalam hal produk tetap dengan memberikan kualitas terbaik dan kuantitas yang sesuai, misalnya dengan menyediakan daging ayam yang memiliki ukuran dan harga yang sesuai dengan keinginan masyarakat Indonesia saat ini. Inovasi yang berkelanjutan ini juga menjadikan produksi daging unggas adalah yang paling ramah lingkungan, diikuti daging babi dan domba, sedangkan daging sapi adalah yang paling tidak ramah lingkungan (Dharmawan 2007). Setiap individu membutuhkan kebutuhan yang lengkap dan seimbang dalam hal pangan (4 sehat 5 sempurna) dalam kesehariannya. Selain nasi yang merupakan sumber utama karbohidrat dan sangat umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, protein merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh terutama untuk meningkatkan kualitas individu. Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup (Melilea 2010). Artinya protein penting karena berperan sebagai struktural yang membangun tubuh. Protein dibedakan menjadi protein nabati (yang dapat diperoleh pada kedelai dan kacang-kacangan) dan protein hewani, dimana seperti yang telah disebutkan, produk perunggasan seperti ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang mudah didapat dengan harga yang murah dan memiliki banyak variasi dalam proses mengkonsumsinya. Ayam yang merupakan salah satu komoditi perunggasan memiliki kontribusi terbesar bagi pemenuhan kebutuhan pangan (protein) dibandingan jenis unggas lainnya di Indonesia. Ayam terbagi atas dua jenis, ayam ras dan ayam buras (ayam bukan ras atau ayam kampung). Untuk ayam ras dibagi lagi menjadi ayam ras pedaging (broiler) dan ayam ras petelur (layer). Pada penelitian ini, penulis akan membahas secara spesifik mengenai ayam ras pedaging. Berdasarkan data Direktorat Jendral Peternakan bahwa populasi ayam ras pedaging merupakan populasi ternak tertinggi di Indonesia. Selain itu, produksi daging oleh ayam ras pedaging juga merupakan produksi daging tertinggi di Indonesia. Hal ini dapat 3
dilihat pada tabel populasi ternak dan produksi daging, telur, dan susu di Indonesia yang selanjutnya dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Kedua tabel ini membuktikan bahwa daging ayam yang berasal dari ayam ras pedaging menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia sebagai sumber protein hewani. Tak hanya sebagai sumber protein untuk dikonsumsi, ayam ras pedaging memiliki populasi terbesar di Indonesia untuk dibudidayakan oleh masyarakat dan terus mengalami peningkatan dari segi jumlahnya. Hal ini berarti bahwa ayam masih menjadi pilihan bagi masyarakat baik sebagai sumber penghasilan maupun sebagai sumber protein. Selain dari sisi produk, inovasi juga dilakukan dalam hal pemasaran agar produk yang dihasilkan perusahaan dapat dengan mudah diperoleh oleh konsumen. Lembaga pemasaran yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir disebut pengecer (retailer). Pengecer sebagai perantara dalam saluran pemasaran melaksanakan tugas untuk memindahkan barang (produk) dari produsen ke konsumen (Kotler 2005). Bisnis ritel di Indonesia telah mengalami perkembangan format sejak tahun 1960 hingga saat ini. Ritel berkembang dengan menyediakan produk-produk yang dibutuhkan konsumen secara mudah, baik dari lokasi yang mudah dicapai, harga yang kompetitif, kenyamanan berbelanja (atmosfer toko yang baik), hingga kemudahan cara pembayaran. Adanya ritel berupa pasar modern ini membuat konsumen merasa mudah dan nyaman berbelanja terutama jika dibandingkan dengan pasar tradisional (wet market) yang cenderung hanya tersedia pagi hari dan lokasi di daerah terbuka. Potensi permintaan akan daging ayam yang tinggi tidak hanya menjadi perhatian para produsen produk ayam untuk memenuhi permintaan tersebut, namun bagi para pelaku di rantai suplai produk ayam. Rantai suplai produk perunggasan terutama ayam yang tersedia saat ini terbagi menjadi 3 jenis, mentah, olahan, dan mentah dan olahan dalam satu. Rantai suplai produk mentah dan olahan yang terpisah seringkali dijumpai pada pasar tradisional maupun pasar modern (supermarket dan hypermarket). Namun kini, CPI membuat strategi baru untuk memenuhi permintaan konsumen akan daging ayam baik mentah maupun olahan dengan menyediakan toko khusus daging ayam, Prima Fresh Mart (PFM). 4
PFM adalah adalah specialty store (toko khusus) yang menjual bahan makanan segar, olahan, dan siap dikonsumsi yang berasal dari produk ayam. PFM merupakan bagian dari Charoen Pokphand Food (CP Food) yang merupakan anak perusahaan CPI, khusus menyediakan produk-produk yang dapat konsumsi. Munculnya PFM sebagai toko khusus yang menjual produk ayam dalam berbagai variasi ini merupakan solusi bagi konsumen karena memudahkan memperoleh protein hewani yang berasal dari komoditi ayam yang berkualitas dengan harga yang kompetitif. PFM yang merupakan bagian dari CPI mampu memberikan jaminan bahwa produk mereka adalah produk yang berasal dari bibit unggul, diternakkan secara sehat, bebas dari penyakit, dan aman untuk dikonsumsi. Artinya daging ayam yang dijual PFM adalah daging ayam yang dijamin ASUH (Aman, Sehat, Utuh, Halal). Lokasi PFM juga strategis karena terletak di daerah perumahan maupun dekat dengan pusat perbelanjaan sehingga memudahkan konsumen untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani berupa daging ayam. Selain itu, harga-harga yang ditawarkan oleh PFM juga relatif lebih murah daripada pasar tradisional maupun pasar modern. Produk unggas yang ASUH adalah swasembada yang akan dicapai menerapkan prinsip-prinsip untuk keselamatan konsumen. Aman artinya tidak mengandung penyakit dan residu serta unsur lain yang dapat menyebabkan penyakit dan mengganggu kesehatan manusia. Sehat artinya mengandung zat-zat yang berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh. Utuh artinya tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian dari hewan lain. Halal artinya dipotong dan ditangani sesuai dengan syariat agama Islam. Ketersediaan pangan yang ASUH menjadi manifestasi kongkrit dari salah satu sasaran pembangunan di bidang keamanan pangan, hal ini dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan tidak sesuai bagi keyakinan masyarakat (Sudjana 2009). 1.2. Perumusan Masalah Konsumsi daging ayam ras di Indonesia yang baru mencapai 4,8 kg per kapita per tahun, merupakan angka yang sangat rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN (Tabel 1). Meskipun demikian, jumlah penduduk 5
Indonesia terus mengalami peningkatan sehingga industri perunggasan memiliki potensi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan protein dalam daging ayam untuk penduduk Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3, dimana masyarakat lebih memilih mengkonsumsi daging ayam dibandingkan sumber protein lain. Tabel 3. Konsumsi Hasil Ternak Komoditi Daging per Kapita per Tahun Produk Peternakan di Indonesia Tahun 2007-2009 No Komoditi Daging Segar Tahun 2007 2008 1 Sapi 0,42 0,36 2 Kerbau 0,05-3 Kuda - - 4 Kambing 0,26 0,05 5 Babi 3,43 0,21 6 Ayam (Ras dan Kampung) 4,11 3,80 7 Unggas Lainnya 0,05 0,05 8 Daging Lainnya 0,05 0,05 Sumber: DITJENNAK (2008) Bagi para produsen di bidang perunggasan khususnya yang menyediakan produk daging ayam tentunya ingin agar produknya dapat tetap banyak terjual sesuai dengan harapan konsumen. Walaupun daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah didapat, relatif lebih murah dari sumber protein hewani lainnya, dan memiliki banyak variasi dalam pengolahannya, namun jika para produsen tidak dapat menyediakan daging ayam yang ASUH sesuai harapan konsumen, menjawab ketidakpuasan akan daging ayam konsumen juga berpotensi untuk tidak mengkonsumsi daging ayam dan beralih ke sumber protein lainnya. Dalam operasionalnya, pihak manajerial PFM yang baru berdiri pada tahun 2011 ingin lebih meningkatkan sales penjualan produk-produknya dengan berusaha lebih kompetitif baik dalam hal produk maupun pelayanannya agar dapat membuat konsumen merasa puas terhadap PFM. Memenuhi kepuasan konsumen dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan dan produk sesuai dengan yang diharapkan konsumen. Kepuasan konsumen merupakan salah satu tujuan utama produsen dalam meningkatkan mutu produk dan pelayanan. Sebagai toko baru, PFM harus dapat bersaing dengan retailer-retailer lain yang juga menjual produk yang serupa, terutama produk daging ayam segar. 6
Retailer-retailer lain seperti hypermart, carrefour, giant, dan specialty store lain (Belmart) menyediakan berbagai produk kebutuhan konsumen dalam jumlah yang banyak dan harga yang relatif lebih murah. Konsumen lebih mengenal retailerretailer besar ini dibandingkan dengan specialty store PFM yang masih baru dan jumlahnya yang masih sedikit. Untuk itu pihak PFM berusaha meningkatkan kualitas pelayanan kepada konsumen. Peningkatan kualitas pelayanan ini didasari atas apa yang dibutuhkan konsumen, sehingga keputusan yang diambil merupakan suatu prioritas dari jawaban atas keinginan konsumen terhadap PFM. Indikator untuk mengetahui apa saja atribut yang harus ditingkatkan kualitasnya adalah dengan mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut yang ada pada PFM. Pengetahuan terhadap karakteristik konsumen dapat mengetahui pemangasaan pasar dan pengetahuan terhadap kepuasan konsumen dapat menjadi masukan yang sangat penting untuk merumuskan implikasi manajerial perusahaan. Konsumen adalah fokus utama dalam penentuan suatu kebijakan karena keberhasilan suatu produk atau toko dilihat dari kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen dapat dilihat dari penilaiannya terhadap atribut pada produk dan toko. Konsumen yang merasa puas akan berbelanja kembali dan merekomendasikan PFM kepada orang lain. Hal ini akan menjadi langkah bagi pengunjung untuk menjadi loyal terhadap PFM. Melihat dari uraian di atas muncul berbagai pertanyaan yang perlu dijawab. Namun, pihak PFM yang memiliki rencana membuka toko baru PFM di berbagai lokasi tidak dapat berinteraksi langsung dengan konsumen secara berkala di lapang. Sehingga penilitian konsumen untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap daging ayam diperlukan untuk menjawab beberapa perumusah permasalahan berikut: 1. Bagaimana karakteristik dan perilaku konsumsi konsumen PFM, serta penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan PFM? 2. Bagaimana hubungan yang terjadi antara atribut dengan variabel dimensi kualitas pelayanan PFM dan hubungan antara variabel dimensi kualitas pelayanan dengan variabel kepuasan dan loyalitas konsumen PFM? 3. Bagaimana implikasi manajerial untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas konsumen PFM? 7
1.3. Tujuan Penelitian Setelah menyampaikan latar belakang serta mendasari perumusan masalah pada penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji karakteristik dan perilaku konsumsi konsumen PFM, serta penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan PFM. 2. Menganalisis hubungan yang terjadi antara atribut dengan variabel dimensi kualitas pelayanan PFM dan hubungan antara variabel dimensi kualitas pelayanan dengan variabel kepuasan dan loyalitas konsumen PFM. 3. Memformulasikan implikasi manajerial untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas konsumen PFM. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, di antaranya: 1. Pihak Prima Fresh Mart, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi berupa informasi yang dapat meningkatkan nilai tambah dalam memberikan kualitas pelayanan terbaik kepada konsumen sesuai dengan harapan konsumen. 2. Pihak institusi pendidikan dan pihak lain yang berkepentingan mengadakan studi pada permasalahan sejenis, diharapkan informasi dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan pengetahuan serta studi kepustakaan untuk penelitian selanjutnya. 3. Peneliti, penulisan ini diharapkan berguna untuk menambah wawasan, pengalaman, dan media untuk melatih diri dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh pada saat perkuliahan khususnya dalam mengamati gejala yang terjadi dalam masyarakat. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kepuasan konsumen terhadap PFM. PFM memiliki delapan cabang namun lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah PFM cabang Kelapa Gading, Jakarta Timur. Penelitian ini tidak 8
menganalisis konsumen secara nasional, namun hanya memfokuskan pada lingkup konsumen pengunjung PFM Kelapa Gading, Jakarta. PFM cabang Kelapa Gading dipilih karena merupakan cabang pertama yang berdiri pada bulan Maret 2011. Sehingga cabang ini lebih dikenal masyarakat dibandingkan cabang lainnya. Harapannya konsumen yang menjadi responden penelitian ini dapat menjawab pertanyaan dengan baik sesuai dengan keadaan sebenarnya. Analisis penelitian ini dibatasi untuk mengkaji dan menganalisis kepuasan dan loyalitas konsumen PFM. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan alat analisis persamaan struktural (SEM) yang menganalisis hubungan variabel-variabel dalam penelitian dengan responden berjumlah 100 orang. Konsumen yang dijadikan sebagai responden merupakan konsumen dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang berusia > 17 tahun, telah berbelanja di PFM lebih dari satu kali, dan bersedia mengisi kuesioner peneliti. Penelitian dilakukan pada waktu operasional PFM pukul 07.00-21.00 WIB pada hari kerja (Senin-Jum at) dan akhir pekan (Sabtu-Minggu). 9