BAB II KAJIAN TEORI. teori makna yang dimiliki seseorang pengguna bahasa telah memadai dan cukup.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kabupaten Purbalingga (Kajian Semantik) ini berbeda dengan penelitian-penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berbahasa terdapat empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. KAJIAN PUSTAKA. makhluk lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari pasti mengalami apa itu proses. dalam kehidupan sosial (Soekanto, 1996: 140).

Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman. Abstrak

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah, meminta

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Bahasa adalah milik manusia, maksudnya bahasa sebagai salah

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugas-tugas tersebut. Tetapi kalau memahami masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

BAB II LANDASAN TEORI. Prasetya, NIM , tahun 2010 dengan judul Konsep Penamaan Rumah

BAB II LANDASSAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Kosasih ( 2012: 2)

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi, sebab bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. gagasan serta apa yang ada dalam pikirannya. Agar komunikasi dapat berlangsung

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai

Bab 5. Ringkasan. Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu

BAB I PENDAHULUAN. hanya dilakukan oleh manusia (Chaer, 2007:239). pihak pendengar atau pembaca (Chaer, 2009:189).

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. penelitian yang relevan digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. catatan-catatan, foto-foto, rekaman, dokumen,atau catatan yang relevan, penelitian

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi yang berupa pesan, ide,

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB 1 PENDAHULUAN. haruslah digunakan ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi. Tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa lisan dan bahasa tulis salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan-kebijakan tersebut. Di awal kemerdekaan republik ini, dunia pendidikan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

II. LANDASAN TEORI. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur

I. PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan karya sastra dari zaman dahulu hingga sekarang tentunya

BAB II KAJIAN TEORI. manusia atau kelompok (Kridalaksana, 2001:1993). Makna kata merupakan bidang

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi perlu memperhatikan pilihan kalimat yang digunakan agar. penutur baik secara lisan maupun tulisan.

Bahasa Indonesia merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus. dipelajari dan diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan

PEMAKAIAN DEIKSIS PERSONA, LOKASIONAL, DAN TEMPORAL DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY SKRIPSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB I PENDAHULUAN. Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung antar penutur dan mitratutur. Penutur dan mitra tutur berintraksi

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan konseptual dan intelektual anak-anak. Memahami proses. perkembangan kognitif anak-anak secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berwujud bahasa. Setiap anggota masyarakat selalu terlibat dalam komunikasi

BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

I. PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran penting bagi kehidupan manusia karena bahasa adalah milik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nani Astuti, 2013

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan tekstual, yang

TINDAK TUTUR DALAM BERCERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. dimengerti dan digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Adapun cara-cara

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dan segala problematikanya yang begitu beragam. Fenomena-fenomena

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa mencakup empat komponen, yaitu menyimak/

BAB II LANDASAN TEORI. Rubik Ekonomi Majalah Tempo Edisi Bulan Maret 2016 berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat disesuaikan, dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

KEMAMPUAN MENULIS TEKS BERITA SISWA KELAS VIII E SMP NEGERI 7 MUARO JAMBI TAHUN PELAJARAN 2017/2018 SKRIPSI OLEH HINDUN RRA1B114025

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SEMANTIK DR 414

BAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

I. PENDAHULUAN. Suatu kenyataan bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

Transkripsi:

8 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Semantik Semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna atau arti yang terkandung dalam bahasa, kode, atau jenis lain dari representasi. Dengan kata lain, semantik adalah studi tentang makna. Kemampuan menafsirkan kata atau kalimat tidaklah mudah, seseorang harus dapat memahami maksud serta tujuan dari teks yang tertulis. Kemampuan ini akan terwujud jika pemahaman teori makna yang dimiliki seseorang pengguna bahasa telah memadai dan cukup. M. Breal dalam Djajasudarma (2009:2) mengatakan Semantik merupakan hubungan unsur-unsur luar bahasa, misalnya latar belakang perubahan makna, hubungan perubahan makna dengan logika, dan perubahan makna itu sendiri. Pemaham makna dibedakan dari arti dalam semantik. Kambartel dalam Pateda (2010:7) menyatakan, Semantik merupakan bahasa yang terdiri dari srtruktur yang menampakkan makna apabila makna tersebut dihubungkan dengan objek pada pengalaman manusia. Chomsky dalam Sudaryat (2008:5) menjelaskan, Semantik merupakan salah satu komponen tata bahasa. Selain itu terdapat komponen sintaksis dan fonologi, semantik juga dapat digunakan untuk teknik analisis ciri pembeda atau fitur distingtif. Pateda (2010:2) mengatakan, dalam ilmu semantik dapat diketahui tentang pemahaman makna, wujud makna, jenisjenis makna, hal yang berhubungan dengan makna, komponen makna, perubahan makna, penyebab kata hanya mempunyai satu makna atau lebih, dan cara

9 memahami makna dalam sebuah kata, semuanya dapat ditelusuri melalui ilmu yang disebut dengan semantik. Makna adalah pertautan yang ada diantara unsurunsur bahasa itu sendiri terutama pada kata-kata semantik. Palmer dalam Djajasudarma (2009:7) mengatakan, makna merupakan susuatu yang menyangkut intrabahasa. Makna sebagai penghubung bahasa pada dunia luar sesuai dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat mengerti. 2.2 Jenis Makna Pada jenis makna terdapat 26 makna yaitu makna efektif, denotatif, deskriptipf, ekstensi, emotif, gereflekter, gramatikal, ideasional, intense, khusus, kiasan, kognitif, kolokasi, konotatif, konseptual, kontruksi, kontekstual, leksikal, lokusi, luas, piktorial, proposional, pusat, refrensial, sempit, dan stilistka. Dari beberapa jenis makna tersebut salah satu jenis makna yang diteliti yaitu makna kontekstual. 2.3 Makna Kontekstual Dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari penggunaan bahasa, baik dalam lisan maupun tulis. Secara lisan penggunaan makna kontekstual dituangkan melalui sebuah ujaran, sedangkan secara tertulis makna kontekstual dituangkan melaui sebuah tulisan. Di dalam bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki arti yang mudah untuk dimengerti dan dipahami, semua dalam bentuk bahasa, baik dalam kata, frase, maupun kalimat yang memiliki makna dalam konteks. Chaer, (2007:290) Mengatakan makna kontekstual adalah makna yang muncul sesuai dengan konteks kata tersebut dipergunakan. Artinya, makna

10 tersebut muncul sebagai makna tambahan disamping makna sebenarnya berupa kesan-kesan yang ditimbulkan oleh sebab situasi tertentu, misalnya ungkapan Dasar kerbau, kerjaannya makan tidur saja, dari contoh kalimat tersebut tentu yang dimaksud kerbau bukan hewan yang bertanduk, tetapi menunjukkan pada manusia. Contoh lain yaitu kursi secara leksikal kursi maknanya adalah tempat duduk. Kursi pada kalimat Banyak Kursi yang lainnya puluhan juta saat pemilu, bermakna jabatan yang diperjualbelikan. Maksud dari makna kontekstual dapat diartikan sebagai makna kata yang dapat mengandung atau manambah kejelasan makna, yang dipengaruhi oleh situasi, tempat, waktu, lingkungan penggunaan kata tersebut, misalnya penggunaan makna kontekstual terdapat pada kalimat berikut: (1) Tangan Dona terluka karena jatuh. (2) Andi anak yang panjang tangan. Penggunaan kata tangan pada kalimat di atas, bila dilihat pada konteks kalimatnya memiliki makna yang berbeda. Pada kalimat (1) kata tangan berarti alat gerak bagian atas pada tubuh makhluk hidup, sedangkan kalimat ke (2) kata tangan memiliki arti bagian atas yang mengartikan pencuri. Jadi, kata tangan pada hakikatnya memiliki maksud bagian terbawah dari suatu objek, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman dalam pengertian arti tangan. Chaer, (2007:290) Mengatakan makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Makna kontekstual dapat berkenaan dengan situasinya yaitu tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu. Sebagai contoh makna konteks situasi waktu yaitu pada kalimat sudah hampir pukul dua belas dari contoh kalimat tersebut pada kata pukul dalam kalimat yang diucapkan seorang guru menunjukkan bahwa pemberitahuan

11 bahwa sebentar lagi memasuki waktu sholat zuhur. Chaer, (2009:285) Mengatakan memahami makna leksikal dan makna gramatikal saja belum cukup untuk dapat memahami makna suatu ujaran. Oleh karena itu, untuk dapat memahami makna suatu ujaran haruslah diketahui konteks dari terjadinya ujaran itu, atau tempat terjadinya ujaran itu. Pateda, (2010:116) Mengatakan makna kontekstual (Conteextual meaning) atau makna situasional (situasional meaning) yaitu makna yang muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks. Beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa makna kontekstual dapat memahami beberapa makna pada kata yang sesuai pada konteks. Sejalan dengan pendapat Chaer (2007:290) Makna konteks dapat berkenaan dengan situasi, salah satu situasinya yaitu lingkungan penggunaan bahasa, contohnya Tiga kali empat berapa? pada kalimat di atas terjadi dalam situasi lingkungan pada tukang foto yang mengacu pada biaya pembutan pasfoto yang berukuran tiga kali empat centimeter. Dari beberapa pengertian makna kontekstual di atas teori yang digunakan menurut Chaer, (2007:290). 2.4 Jenis Makna Kontekstual Makna kontekstual (contextual meaning) atau makna situasional (situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks. Edward dalam Parera (2004:227) menjelaskan, sebenarnya pengertian kontekstual dapat kita pinjam dari etnologi dan antrolog (bidang etnografi dan antropologi). Makna Kontekstual adalah satu situasi yang terbentuk karena terdapat setting, kegiatan, dan relasi. Dari tiga komponen itu, maka terbentuklah konteks. Chaer

12 (2007:290) Mengatakan makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Makna kontekstual dapat juga berkenaan dengan situasi, yakni tempat, waktu, dan lingkungan pengguna bahasa itu. Chaer (2009:285) mengatakan bahwa makna kontekstual yaitu pemahaman suatu ujaran yang harus pula diketahui konteks dari terjadinya ujaran itu, atau tempat terjadinya ujaran itu. Suatu ujuran dari makna kontekstual dapat dilihat dari beberapa bagian yakni konteks intrakalimat, antarkalimat, dan konteks situasi (situasi ujaran). Pateda (2010:116) menjelaskan makna kontekstual terdiri atas beberapa jenis yaitu konteks orangan, situasi, tujuan, formal dan nonformal, suasana hati, waktu, tempat, objek, kelengkapan alat bicara atau dengar, dan kebahasaan. Dari beberapa pendapat di atas yang digunakan dalam penelitian mengacu pada pendapat Pateda. 2.4.1 Konteks Orangan Konteks orangan yaitu konteks yang di dalamnya membicarakan tentang seseorang. Konteks orangan ini harus sesuai dengan jenis kelamin, usia, latar belakang sosial ekonomi, latar belakang pendidikan, guna mempermudah mengetahui identitas seseorang (Pateda, 2010:116). Contoh: Anastasia Palazzo hanya ditemani oleh seorang perempuan tua berumur enam puluh tahun bernama Krupia, ia datang untuk menemaninya. Bibi Krupia tak lain dan tak bukan adik angkat ibunya Contoh di atas menjelaskan tentang konteks orangan yakni terdapat seseorang wanita yaitu ibu Krupia. Ia sebagai bibi Dri Anastasia Palazzo. Wanita ini dikirm ibunya untuk menemaninya. Meskipun Anastasia bukan keponakan kandung Bibi Krupia, tetapi ia menganggap Anastasia sebagai keponakan

13 kandung. Dari penjelasan di atas merupakan pembuktian bahwa adanya konteks orangan. 2.4.2 Konteks Situasi Konteks situasi menjelaskan tentang suatu keadaan atau situasi peristiwa. Konteks ini memaksa pembicara mencari kata-kata yang maknanya berkaitan dengan makna situasi. Amir : Jadi kamu pernah kuliah di Madinah? Tanya Imam Anastasia : Iya Imam. Alhamdulillah, pernah belajar pada Syaikh Abu Bakar Al Jazairy. Amir : Alhamdulillah. Aku bahagia berkenalan denganmu. Contoh di atas merupakan tuturan konteks situasi antara percakapan Imam dan Anastasia. Dalam percakapan tersebut Anastasia bertanya kepada Imam tentang kegiatannya yang pernah menjalani perkuliahan di kota Madinah. Dari dialog Anastasia yang bahagia ketika Imam memberitahukan situasi saat pernah belajar pada Syaikh Abu Bakar Al Jazairy. Konteks situasi menjelaskan tentang peristiwa bahwa Imam pernah kuliah di Madinah. 2.4.3 Konteks Tujuan Konteks tujuan yaitu konteks yang menyampaikan tentang tujuan untuk meminta, maka orang-orang akan mencari kata-kata yang maknanya meminta (Pateda, 2010:117). Contoh dalam kalimat tuturan berikut ini. Tolonglah. Anda orang baik, bantulah orang yang sekarat itu. Tuhan akan memberkati hidup anda.

14 Contoh di atas merupakan contoh tuturan konteks tujuan. Tampak dengan jelas bahwa seseorang sedang meminta dan memohon bantuan kepada orang lain untuk memberikan bantuan kepada orang yang tidak mampu. Orang yang berbicara tersebut memberikan jaminan bahwa yang membantu akan mendapat berkat hidup dari Tuhan. 2.4.4 Konteks Formal dan Nonformal Konteks formal dan nonformal yaitu pembicara memaksa orang harus mencari kata yang bermakna sesuai dengan keformalan atau tidaknya pembicaraan (Pateda, 2010:117). Berikut adalah contoh konteks formal dan nonformal. Usulmu ditolak Usulmu perlu dipikirksn masak-masak. Konteks formal atau tidaknya menjelaskan bahwa setiap pendapat memiliki perbedaan ujaran, yakni perbedaan ujaran antara Usulmu ditolak dengan Usulmu perlu dipikirkan masak-masak. Ujaran Usulmu ditolak termasuk konteks formal dan ujaran Usulmu perlu dipikirkan masak-masak dalam konteks nonformal. Dalam konteks formal atau nonformal ujaran memiliki makna yang sama. Konteks formal dan nonformal akan terkait pemilihan kata yang sesuai. 2.4.5 Konteks Suasana Hati Pembicara Konteks suasana hati pembicara atau pendengar turut mempengaruhi kata yang memiliki suasana dari seseorang pembicara atau suasana hati dari seseorang pendengar. Konteks ini berakibat pula dengan memiliki makna (Pateda, 2010:117)

15 Contohnya pada tuturan berikut ini: Anastasia merasa bahagia ibunya akan datang. Ia bangga dengan ibunya yang rela jauh-jauh datang untuk menemuinya. Contoh di atas terdapat suatu tuturan, tuturan ini tampak dengan jelas bahwa seorang tokoh yakni Anastasia yang dirinya merasa bahagia. Anastasia juga mersakan sedikit terharu dengan kedatangan ibunya. Ibunya yang sangat sayang dengan anaknya ia rela jauh-jah datang demi bertemu dengan anaknya. Inilah kasih sayang seorang ibu yang dibuktikan oleh ibunya dengan anaknya. Kutipan di atas menyatakan adanya konteks suasana hati pembicara yakni suasana bahagia. 2.4.6 Konteks Waktu Konteks waktu yaitu kondisi yang menggambarkan suatu peristiwa terjadi pada saat kurun waktu tersebut. Konteks waktu yaitu suatu konteks yang menjelaskan tentang waktu peristiwa itu terjadi ( Pateda, 2010:117). Contoh pada tuturan berikut: Malam itu Anastasia merasa bahagia. Ia makan malam di apartemennya ditemani ibunya. Contoh di atas tuturan yang menjelaskan konteks waktu yakni pada saat malam hari. Hal tersebut dibuktikan dari kutipan Malam itu. Tokoh Anastasia sedang melakukan kegiatan makan kepada ibunya di sebuah apartemen. Kegiatan makan malam yang diselimuti dengan suatu kebahagian yang dirasakan oleh Anastasia.

16 2.4.7 Konteks Tempat Konteks tempat yaitu konteks yang menjelaskan tentang suatu tempat terjadinya suatu peristiwa. Makna tempat akan mempengaruhi kata yang digunakan atau turut mempengaruhi makna kata yang digunakan (Pateda, 2010:117). Contoh pada kalimat berikut: Di ruangan Profesor Thomskii, Ayyas asyik membaca buku sampai pukul 11 malam. Contoh di atas terdapat suatu tuturan yang sangat tampak menjelaskan suatu konteks tempat. Konteks tempat ditunjukkan melalui kata di ruangan. Ruangan yang dimaksud adalah ruangan Profesor Thomskii. Hal tersebut merupakan suatu tempat yang dilakukan oleh seorang tokoh dalam melakukan rutinitas. 2.4.8 Konteks Objek Konteks objek merupakan objek yang mengacu kepada fokus pembicaraan akan turut mempengaruhi makna kata yang digunakan (Pateda, 2010:118). Misalnya pembicaraan tentang ekonomi antara Amir dan Mira. Amir sedang menempuh dunia perkuliahan sedangkan Mira tidak dapat menepuh dunia perkuliahan Contoh kalimat tersebut mengacu pada fokus permasalahan antara Amir dan Mira. Permasalahan tersebut yaitu tentang perekonomian terhadap Amir yang mempu menduduki bangku perkuliahan. Mira tidak dapat menduduki bangku perkuliahan. Hal ini mengacu hambatan yang dialami Mira yang disebabkan tidak mendukungnya faktor ekonomi.

17 2.4.9 Konteks Kelengkapan Alat Bicara atau Dengar Konteks kelengkapan alat bicara atau dengar akan turut mempengaruhi makna kata yang digunakan (Pateda, 2010:118). Misalnya pada kata: Tumpul Tumpu Contoh tersebut merupakan kata Tumpul yang dilafalkan oleh seorang yang normal atau lenhkapnya alat bicara. Pada kata Tumpu yang dilafalkan seorang yang tidak normal. Kata yang diucapkan oleh seorang normal dan tidak normalnya tersebut merupakan suatu perbandingan. Dari kedua ujaran normal dan tidak normalnya akan mempengaruhi suatu makna yang berbeda. 2.4.10 Konteks Kebahasaan Konteks kebahasaan maksudnya adalah hal-hal yang berhubungan dengan kaidah bahasa yang digunakan. Bahasa yang digunakan tersebut akan turut memengaruhi suatu makna (Pateda, 2010:118). Contoh: Koe kudu ngerti ngomong yo nduk Iya Bu, aku pasti bisa berbicara. Contoh tersebut merupakan perbedaan bahasa. Perbedaan antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Dari kedua perbedaan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia yang diungkapkan tersebut tentunya memiliki masing-masing makna yang berbeda. Perbedaan makna tersebut menunjukkan adanya konteks kebahasaan. 2.5 Makna Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa di Sekolah Menengah Atas Pembelajaran merupakan perkembangan dari istilah pengajaran dan istilah belajar mengajar. Pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seorang

18 guru atau pendidik untuk membelajarkan siswa yang belajar. Pembelajaran merupakan sebagian dari kegiatan pendidikan. Pembelajaran lebih menekankan usaha pemindahan pengetahuan, kecakapan, dan pembinaan pembentukan nilainilai positif bagi kepribadian anak didik. Tarigan (2009:18) mengatakan, pembelajaran bahasa merupakan suatu teori yang berorientasi untuk membangun pola proses pembelajaran, seperti pembentukan kebiasaan, induksi, penarikan kesimpulan, penguji hipotesis, dan generelisasi yang tentunya berhubungan dengan bahasa pada proses pembelajaran di sekolah. Dapat diartikan bahwa proses pembelajaran bahasa menjadikan suatu sarana untuk pengembangan bahasa agar lebih disukai maupun berkembang dengan mudah dan menjadikan peserta didik lebih menyukai dan menggemari bentuk-bentuk pembelajaran bahasa yang tentunya bersifat membangun karakter mereka. Sastra pada pembelajaran bahasa akan ada kaitannya dengan kurikulum 2013. Karya-karya sastra dianggap sangat berguna, bermanfaat, untuk menafsirkan masalah-masalah dunia nyata, pembelajaran karya sastra mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata, maka pembelajaran dan pengajaran sastra harus kita pandang sebagai sesuatu yang penting yang patut menduduki tempat yang selayaknya. Jika pembelajaran sastra dilakukan dengan cara tepat, maka pembelajaran sastra dapat juga memberikan sumbangan yang besar untuk memecakan masalah-masalah yang cukup sulit. Pembelajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya memiliki 4 manfaat, yaitu: membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, dan menunjang pembentukan watak. Tujuan pembelajaran sastra yang bertujuan untuk

19 mencapai pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan yang dialami oleh masingmasing individu. Pembelajaran dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa yang dibantu dengan pemilihan bahan ajar dalam upaya mencapai kompetensi inti tambahan pada siswa, kriteria bahan ajar dipilih dan disesuaikan dengan cara melihat dari beberapa aspek. Menurut Rahmanto (2005:27 31) terdapat beberapa aspek di antaranya: segi bahasa, psikologi, dan latar belakang. 1. Segi bahasa, agar pembelajaran ini dapat berjalan dengan lancar guru kiranya perlu mengembangkan keterampilan (atau semacam bakat) khusus untuk memilih bahan pengajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswanya. 2. Segi psikologi, sebelum menerapkan bahan ajar guiru harus dapat memahami karakter siswa. Tahap-tahap pengembangan psikologi sangat terpengaruh dengan minat dan bakat pemikiran pada peserta didik dalam memperoleh suatu pembelajaran, tahap pemikiran setiap peserta didik berbeda dengan orang yang lebih dewasa. Urutan penahapannya adalah sebagai berikut. a. Tahap Pengkhayal (8 9 tahun) Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi masih penuh dengan dengan berbagai macam fantasi kekanakan. b. Tahap Romantik (10 12 tahun) Pada tahap ini anak mulai meningkatkan fantasi-fantasi dan mengarah ke realitas. Meski pandangannya tetap dunia ini masih sangat

20 sederhana, tapi pada tahap ini anak telah menyayangi cerita-cerita kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan. c. Tahap Realistik (13 16 tahun) Sampai tahap ini anak-anak mulai sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi, dan sangat beriman pada realitas atau apa yang benarbenar terjadi, mereka terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata. d. Tahap Generelisasi (16 tahun dan selanjutnya) Pada tahap ini anak sudah tidak lagi hanya berminat pada hal-hal praktis saja tetapi juga berminat untuk menentukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis fenomena, mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu yang terkadang mengarang kepemikiran firasat untuk menentukan keutusan-keputusan moral. Karya sastra yang terpilih sebagai bahan ujar hendaknya sesuai dengan tahap psikologis pada umumnya dalam suatu kelas. Tentu saja tidak semua siswa dalam suatu kelas mempunyai tahap psikologis yang sama tetapi guru hendaknya menyajikan karya sastra yang secara psikologis dapat menarik minat sebagian besar siswa di kelas tersebut. 3. Segi latar belakang, aspek ini menunjukkan latar belakang pada peserta didik kerena siswa dapat tertarik dari pemilihan bahan ajar yang sesuai dengan keadaan atau latar belakang budaya dalam kehidupan siswa tersebut. Dengan demikian, secara umum guru sastra hendaknya memiliki

21 bahan pengajaran dengan menggunakan prinsip mengutamakan karyakarya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa. Dalam proses pembelajaran bahasa, pembelajaran akan dikaitkan dengan proses pengembangan minat belajar bahasa pada siswa, yang diharapkan peserta didik tetap mengembangkan pengetahuan bahasa, dan menjadikan suatu pembelajaran bahasa yang disukai. Guru dapat menyesuaikan dengan kurikulum yang berlaku dan diatur pada silabus yang diterapkan menjadi sarana dan prasarana bahan ajar di sekolah menengah atas. Dalam pembelajaran guru harus dapat memiliki metode yang dapat menjadikan siswa lebih mudah dalam memahami pembelajaran dan dapat terasa nyaman. Berdasarkan pembelajaran di atas makna kontekstual dihubungkan dengan alternatif bahan ajar di sekolah menengah atas. Hal tersebut dilakukan supaya kita mengetahui bahwa makna kontekstual yang terdapat di dalam sebuah karya dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran, sehingga penelitian ini memfokuskan pada makna kontekstual yang terdapat pada novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy sebagai alternatif pembelajaran di sekolah menengah atas.