BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan survei dan pengambilan sampel kutukebul dilakukan di sentra produksi tomat di Kecamatan Cikajang (kabupaten Garut), Kecamatan Pacet (Kabupaten Cianjur), Kecamatan Cikole (kabupaten Sukabumi), dan Kecamatan Batu (kotamadya Batu, Malang). Penelitian mengenai lama waktu retensi virus dilakukan di rumah kaca Cikajang, Garut. Identifikasi kutukebul dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika Serangga, sedangkan identifikasi virus dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Data mengenai unsur cuaca diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Darmaga, Bogor dan BMKG Karangploso, Malang. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai November 2010. Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber TICV Sampel kutukebul diambil dari sentra produksi tomat di Kecamatan Cikajang di Kabupaten Garut (1287 m dpl) pada lintang 7 21 35,05 S dan bujur 107 48 50,82 T, Kecamatan Pacet di Kabupaten Cianjur (1205 m dpl) yang terletak di 6 73 59.51 S & 107 41 77.12 T, Kecamatan Cikole di Kabupaten Sukabumi (1022 m dpl) yang terletak di 6 51 48.57 S dan 106 56 56.37 T, dan Kecamatan Batu di Kotamadya Batu, Malang (675 m dpl) yang berada di 7 53 19.32 S dan 112 35 29.14 T. Sampel imago kutukebul dengan ciri-ciri T. vaporariorum diambil dari daun tomat dengan menggunakan aspirator, sedangkan pupa dan kantung pupa diambil dari bagian daun tempat melekatnya serangga ini. Tanaman tomat sumber inokulum TICV untuk penelitian periode retensi diambil dari daerah Cikajang, Garut.
Pembuatan Preparat dan Identifikasi T. vaporariorum Pupa dan kantung pupa kutukebul dari lapangan dilepaskan dari daun tomat dengan menggunakan jarum dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi larutan alkohol 80%. Tabung reaksi tersebut dimasukkan ke dalam gelas piala berisi kapas dan air, kemudian dipanaskan pada suhu 100 ºC selama 10 menit. Hasil rebusan tersebut dituang ke dalam cawan syracuse dengan memakai penjepit. Tahap selanjutnya pupa dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi larutan KOH 10% dan direbus seperti sebelumnya. Setelah pupa lunak dan berwarna transparan, tabung reaksi diangkat dan dituang ke dalam cawan syracuse. Supaya cairan isi pupa keluar dan pupa tidak sobek, maka secara perlahan pupa ditekan dengan jarum halus. Pupa yang telah bersih isinya kemudian dipindahkan ke cawan yang baru dan dibilas dengan aquades. Proses selanjutnya adalah pewarnaan. Pupa yang sudah dicuci bersih dipindahkan ke dalam cawan syracuse baru yang berisi campuran 1 ml asam asetik glasial serta 1 ml asam fuchsin dan direndam selama 20 menit. Pupa yang telah berwarna merah kemudian direndam ke dalam larutan alkohol 80% selama 5 menit agar mendapatkan warna merah yang optimum. Pupa selanjutnya direndam selama satu menit dalam cawan baru berisi carbol xylene. Tahapan berikutnya, pupa direndam selama 5 menit dalam alkohol absolut. Lemak pada pupa akan hancur, kemudian direndam selama sepuluh menit ke dalam minyak cengkeh. Pupa siap untuk dibuat preparat. Preparat kutukebul dibuat dengan meletakkan pupa di bagian tengah kaca objek. Kemudian canada balsam diteteskan di atas pupa dan diratakan. Setelah kaca penutup dipasang pada kaca objek, preparat selanjutnya diletakkan ke dalam elemen pengering selama tujuh hari. Preparat awetan puparium diidentifikasi menggunakan kunci identifikasi dari Martin (1987). Serangga yang telah diidentifikasi sebagai T. vaporariorum kemudian diperbanyak pada tanaman tomat, Selanjutnya imago yang muncul digunakan untuk percobaan periode retensi TICV. Pengukuran Panjang Rostrum dan Sayap T. vaporariorum
Sebanyak 30 ekor imago betina T. vaporariorum dari masing-masing lokasi yang telah dipilih diukur panjang rostrum (1a) dan panjang sayap depannya (1b) menggunakan mikroskop stereo bermikrometer. Perbedaan panjang rostrum dan panjang sayap kutukebul dari empat ketinggian tempat berbeda diuji menggunakan uji t sampel bebas dengan program Microsoft Excel. (a) 0,09 mm 0,2 mm Gambar 2 Pengukuran T. vaporariorum: (a) rostrum dengan perbesaran 11x10 dan (b) sayap depan dengan perbesaran 5x10 (b) Pengumpulan Data Cuaca Data cuaca seperti suhu (T) dan kelembaban (RH) diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Darmaga, Bogor dan BMKG Karangploso, Batu. Namun data suhu di Kecamatan Cikole, Sukabumi tidak akurat dikarenakan kesalahan pengamatan (pengamat belum terampil), sehingga untuk memperoleh data suhu di tempat tersebut dihitung dengan menggunakan rumus Mock (1969) sebagai berikut: T = 0,006 (x1 x2 ). 1 C Keterangan : T = Selisih suhu udara antara lokasi 1 dengan lokasi 2 ( C). x1= Tinggi tempat yang diketahui suhu udaranya (m). x2= Tinggi tempat yang dicari suhu udaranya (m). Pengukuran Periode Retensi TICV dalam Kutukebul T. vaporariorum
Sumber inokulum berasal dari tanaman tomat kultivar Marta yang positif terinfeksi TICV dengan gejala khas Crinivirus (seperti warna kuning-keunguan dan munculnya dimulai dari bagian bawah ke bagian atas tanaman). Tanaman uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah tomat kultivar Marta. Benih tomat terlebih dahulu disemai dalam tray yang telah diisi tanah dan humus. Kemudian setelah berkecambah dan keluar dua daun pertama (berumur kurang lebih 2 MST), bibit tomat dipindahtanamkan ke dalam polybag yang telah diisi dengan tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. Tiap polybag hanya diisi satu bibit tomat saja. Bibit tomat siap digunakan untuk percobaan. Penelitian periode retensi dilaksanakan dengan melakukan inokulasi berseri menggunakan imago kutukebul hasil pemeliharaan yang viruliferus (mengandung virus) ke bibit tomat (sebagai tanaman uji). Sejumlah imago T. vaporariorum dipindahkan ke dalam kurungan kasa yang berisi tanaman sakit (sumber inokulum) dan dibiarkan makan selama 24 jam (periode akuisisi). Kutukebul yang viruliferus kemudian dipindahkan ke bibit tanaman tomat sehat sejumlah satu ekor tiap tanaman uji, kemudian disungkup menggunakan plastik mika yang sudah dimodifikasi dasarnya. Kutukebul dibiarkan selama 24 jam pada tanaman tersebut (periode inokulasi). Kemudian masing-masing kutukebul tersebut dipindahkan lagi ke bibit tanaman tomat sehat lainnya dan dibiarkan selama 24 jam, begitu seterusnya sampai kutukebul tersebut mati. Tanaman hasil perlakuan selanjutnya diinkubasi di rumah kaca selama tiga minggu. Perawatan tanaman dilakukan setiap hari. Parameter yang diamati meliputi ada atau tidaknya gejala klorosis pada daun. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mencatat hari kemunculan gejala mulai inokulasi kutukebul viruliferus tersebut hingga tanaman uji tidak bergejala lagi. Masing-masing seri inokulasi menggunakan sepuluh ulangan. Sebagai kontrol adalah tanaman uji yang ditulari dengan kutukebul yang tidak viruliferus dengan cara diakuisisikan pada tanaman tomat sehat.
Gambar 3 Bibit tomat yang sudah diinokulasi TICV Gejala klorosis yang muncul pada tanaman uji diuji secara molekuler dengan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk meyakinkan bahwa gejala tersebut benar-benar disebabkan oleh infeksi TICV. Ekstraksi RNA daun tanaman uji dilakukan menggunakan Rneasy Plant Mini Kits (Qiagen Inc., Chatsworth, CA, USA) sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh Qiagen. RNA hasil ekstraksi selanjutnya dipakai sebagai template dalam Reverse Transcriptase (RT) atau transkripsi balik. Larutan untuk reaksi RT-PCR mengandung 2 µl RNA total, 1 µl buffer RT 10X, 0,35 µl 50 mm DTT (dithiothreitol), 2 µl 10 mm dntp (deoksiribonukleotida triphosphat), 0,35 µl M- MuLV Rev, 0,35 µl RNase inhibitor, 0,75 µl oligo (dt), dan 3,2 µl H 2 O. Amplifikasi dilakukan dalam sebuah Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, USA) yang diprogram untuk satu siklus pada suhu 25 ºC selama 5 menit, 42 ºC selama 60 menit, dan 70 ºC selama 15 menit. Complementary DNA (cdna) yang didapat dipakai sebagai template dalam proses PCR dengan campuran 1 µl primer spesifik untuk mendeteksi virus TICV, yaitu TICV-CF (5 -AATCGGTAGTGACACGAGTAGCATC-3 ) dan TICV-CR (5 -CTTCAAACATCCTCCATCTGCC-3 ) dengan ukuran produk PCR 417 bp, 2,5 µl buffer PCR 10X + Mg 2+, 0,5 µl 10 mm dntp, 2,5 µl sucrose cresol 10X, 0,3 µl Taq DNA polymerase, 15,2 µl H 2 O, dan 1 µl cdna. Amplifikasi DNA diawali dengan pradenaturasi pada suhu 94 ºC selama 4 menit. Selanjutnya secara berturut-turut berlangsung fase denaturasi pada 94 ºC selama 1 menit, annealing pada suhu 62 ºC selama 1 menit, dan elongasi pada suhu 72 ºC selama 2 menit yang diteruskan tahap pascaextention selama 10 menit serta penyimpanan pada suhu 4 ºC. Produk PCR selanjutnya dielektroforesis pada gel agarose 1%, dengan tegangan 50 Volt selama 45 menit. Visualisasi pita DNA dengan transluminator UV. Hasil daun tomat yang positif terinduksi TICV akan terlihat bila pita DNA berada pada 417 bp. Hasil visualisasi kemudian difoto menggunakan kamera digital.