BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Terdapat permasalahan tata ruang yang meliputi penggunaan lahan yang tumpang tindih (antara ladang dan kawasan hutan produksi, desa definitif di hutan produksi, tanaman kopi di hutan lindung) dan alih fungsi lahan. Hal ini menunjukkan sulitnya implementasi rencana tata ruang yang sudah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1993 karena rencana yang disusun belum rnengintegrasikan kebutuhan sektoral dan betum mengakornodasikan kebutuhan masyarakat. 2. Rencana tata ruang partisipatif dapat mengurangi permasalahan tata ruang yang ada dan cukup mampu menjawab kebutuhan masyarakat seperti potensi perluasan kesempatan kerja sebesar 900 ribu sampai 3.3 juta orang serta potensi produksi kotor daerah sebesar 3,14 juta rupiah per kapita pertahun (dibandingkan dengan kondisi 1996 sebesar 1.08 juta rupiah per kapita per tahun untuk Lampung dan 1,66 juta rupiah per kapita per tahun secara nasional) serta kepentingan konservasi. 3. Masyarakat sudah memahami substansi tata ruang, kecuali pengertian teknis dan yuridis. Subyek tata ruang masih merupakan bagian dari
167 pernbahasan program pernbangunan desa secara urnum. Ada peluang peran serta masyarakat dalarn perencanaan tata ruang; meskipun tatanan sosial yang ada rnerupakan kendata, secara bertahap diatasi dengan rneningkatkan efektifitas kornunikasi, peningkatan peran tokoh masyarakat dan pertukaran informasi secara kontinyu. 4. Paradigma partisipasi dalarn pembangunan desa yang berkernbang saat ini, rnenunjukkan : - kuatnya peran aparat pernerintah dalam pernbangunan desa, seperti bentuk desain forum diskusi pembangunan tingkat desa, serta pengambilan keputusan yang sentralistis; - kuatnya lembaga gotong royong masyarakat terutarna dalam rnelaksanakan berbagai keputusan; - kurangnya kepekaan sosial aparat yang rnenyebabkan terjadinya perbedaan persepsi antara aparat dan masyarakat; - adanya peran yang cukup besar dari tokoh rnasyarakat - rnakin baiknya tingkat pendidikan masyarakat secara urnum - peran kelornpok sosial di desa yang belum optimal akibat sistern politik yang kurang rnendukung. 5. Keterlibatan partisipasi masyarakat dalarn proses perencanaan tata ruang terjadi pada tahap penetapan tipe penggunaan lahan (LUT/CLUT) dan tahap penetapan alokasi penggunaan lahan. Keteriibatan tersebut terwujud dalam bentuk informasi yang diterirna dan dirumuskan dalam rule base yang dipakai. lnformasi yang dipertimbangkan meliputi
168 informasi sosial-ekonomi masyarakat, sistem pertanian seperti pola tanam, kalender tanam, keadaan pertanaman, teknik budidaya, manajemen usaha tani, tradisi petani, pemilikan dan kebijakan lahan seperti Hak Guna Usaha. 6. Pola perencanaan tata ruang dengan partisipasi masyarakat menggunakan teknik sistem informasi geografi dapat dibangun dengan pengintegrasian metode dan teknik evaluasi dan perencanaan serta penggunaan secara paralel informasi fisik-biologi dan informasi sosial- ekonomi. Metode dan teknik yang diintegrasikan meliputi metode inventarisasi lahan (land inventow), evaluasi lahan (land evaluation), perencanaan tata guna lahan (land use planning) dan teknik analisis sistern informasi geografi, analisis desa secara cepat (rapid rural appraisal) dan sistem pakar atau sistem dasar pengetahuan (expert system/knowledge based system). 7. Teknik Sistem lnformasi Geografi menjadi sangat penting dalam perencanaan tata ruang partisipatif yang banyak melibatkan data, karena kemampuannya dalam menyimpan dan mengolah data dalam suatu sistem yang kompak dan kontinyu. 8. Lima model kawasan andalan memberikan alternatif untuk dipilih. sehingga bisa mengoptimalkan produktivitas lokal berdasarkan pertimbangan potensi serta kondisi sosial ekonominya. Karakteristik setiap model kawasan andalan itu dapat dijadikan tolok ukur untuk penetapan kawasan andalan dalam penataan ruang suatu wilayah.
6. SARAN 1. Konflik penggunaan lahan yang terjadi saat ini dapat diatasi dengan pengaturan kernbali rencana tata ruang Propinsi Lampung yang sudah ada. 2. Keterlibatan rnasyarakat terutama petani dalarn rnemberi rnasukan untuk rnerencanakan tata ruang yang didasarkan pada kesesuaian lahan akan mengoptimumkan hasil rencana tersebut. Mengingat rnasyarakat petani pada urnumnya kurang pendidikan, rnaka sosialisasi tata ruang perlu ditingkatkan melalui mediator seperti penyuluh lapangan, tokoh rnasyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat. 3. Potensi partisipasi masyarakat dalam bentuk gotong royong perlu dimanfaatkan keterlibatannya dalarn proses perencanaan dan dengan dukungan metode yang dipersiapkan untuk itu. Secara bertahap perlu diterapkan perencanaan partisipatif sampai ke tingkat kecarnatanldesa. 4. Kemauan politik pernerintah dalam ha1 penataan ruang perlu konsisten dalarn mengimplementasikan perangkat peraturan, rnetode dan pendidikan perencanaan penataan ruang sampai ke tingkat kecamatan dan desa. 5. Dengan data yang tersedia pada Badan Perencanaan Pernbangunan Daerah (BAPPEDA) dapat dilakukan perencanaan tata ruang berbasis lahan yang berorientasi pedesaan dan kepentingan sektor. Bappeda perlu meningkatkan peran sebagai clearing house data. Pernutakhiran
170 data yang dilakukan secara kontinyu dan sistim informasj geografi yang dimiliki, dengan dukungan kemampuan teknis aparatnya akan rnempercepat perencanaan penataan ruang yang diperlukan pada saat yang tepat.