1. Terdapat permasalahan tata ruang yang meliputi penggunaan lahan yang

dokumen-dokumen yang mirip
Kesimpulan. Beberapa kesimpulan yang menjadi perhatian dari penelitian ini disusun

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar

BAB I PENDAHULUAN dielakkan. Arus globalisasi yang bergerak cepat ke arah rnasyarakat tanpa

PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan nasional Indonesia semenjak awal tahun 1968 hingga

PENDAHULUAN. Kawasan pesisir Indonesia, disarnping kaya akan potensi sumberdaya. alamnya, juga mempunyai potensi untuk dikernbangkan rnenjadi obyek

I. PENDAHULUAN. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KUTAI BARAT

I. PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah No 32 Tahun jajaran pemerintahan di daerah untuk dapat mempercepat terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB VII KESIMPULAN, TEMUAN DISERTASI DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. ekonomi petani di DAS Garang, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

METODOLOGI PENELlTlAN

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang. bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk

I. PENDAHULUAN berhasil tidak suatu organisasi. Salah satu karakteristik yang harus dirniliki

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

PENDAHULUAN. Dampak krisis ekonomi yang melanda negara-negara kawasan Asia. Tenggara, khususnya yang terjadi di lndonesia di pertengahan tahun 1997

Ketahanan Pangan yaitu pencegahan dan penanganan kerawanan pangan dan gizi. Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V. PRODUKSI DAN PERAN SUB SEKTOR PETERNAKAN KABUPATEN BENGKALlS. adalah ternak sapi, kerbau, kambing, babi, ayarn buras, ayarn pedaging,

PENDAHULUAN. krisis ekonorni di Indonesia yang berkepanjangan, diperlukan suatu usaha

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

BAB l PENDAHULUAN. Pada era globalisasi dan kemajuan tekhnologi informasi serta

ARAHAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA PADA ACARA

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Disisi lain, wisata juga dapat rnerusak suatu daerah jika tidak

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN. memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional,

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup

MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONALI KEPALA BAPPENAS PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

METODOLOGI PENELITIAN

1. PENDAHULUAN. lndonesia memiliki keunggulan komparatif yang dapat diandalkan. dibandingkan negara lain. Salah satu keunggulan komparatif tersebut

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

I. PENDAHULUAN. belurn sepenuhnya pulih. Perturnbuhan rnulai rnenunjukkan trend yang. cukup rnenggernbirakan, khususnya pada sektor usaha jasa,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Secara konstitusional koperasi telah mendapat posisi politis

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

Terjadinya krisis ekonorni yang rnultidirnensi berdarnpak terhadap. tingkat kesehatan rnasyarakat di wilayah pedesaan, perkotaan maupun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

11. TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE-NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT)

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

VII. SIMPULAN. Berdasarkan basil penelitian mengenai dampak kebijakan makroekonomi

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

Oleh: Imam Hanafi. Lokakarya Pemetaan Partisipatif: Partisipasi Publik dalam Jaringan Data dan Informasi Spasial Nasional/Daerah

Analisa Kebijakan untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Upaya Pelestarian Kayu Cendana di Kabupaten TTS, NTT

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIUITAS KERJA PENGRAJIN ROTAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia,

Oleh : YANTl ANGGRAlNl A

I. PENDAHULUAN. banyak dilaksanakan rnelalui program-program yang sentralistik serta diterapkan secara seragam

PENDAHULUAN Latar Belakang

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat serta. potensi pemanfaatannya secara luas membuka peluang bagi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

BAB V PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKASI PENDANAAN SANITASI

SAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto

Pemetaan Kelembagaan dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis DAS Bengawan Solo Hulu

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia selama tiga tahun terakhir

ANALISIS MODEL TENURIAL DALAM UNIT MANAJEMEN KPH

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, menyebabkan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN.. 1

BAB 4 UPAYA MEREFLEKSIKAN PREFERENSI LOKAL DALAM PENYUSUNAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG

PENDAHULUAN. Latar Belakanq. Setiap keluarga berusaha mernenuhi kebutuhan dengan menggunakan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG DEWAN SUMBER DAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I. PENDAHULUAN. dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia

Transkripsi:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Terdapat permasalahan tata ruang yang meliputi penggunaan lahan yang tumpang tindih (antara ladang dan kawasan hutan produksi, desa definitif di hutan produksi, tanaman kopi di hutan lindung) dan alih fungsi lahan. Hal ini menunjukkan sulitnya implementasi rencana tata ruang yang sudah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1993 karena rencana yang disusun belum rnengintegrasikan kebutuhan sektoral dan betum mengakornodasikan kebutuhan masyarakat. 2. Rencana tata ruang partisipatif dapat mengurangi permasalahan tata ruang yang ada dan cukup mampu menjawab kebutuhan masyarakat seperti potensi perluasan kesempatan kerja sebesar 900 ribu sampai 3.3 juta orang serta potensi produksi kotor daerah sebesar 3,14 juta rupiah per kapita pertahun (dibandingkan dengan kondisi 1996 sebesar 1.08 juta rupiah per kapita per tahun untuk Lampung dan 1,66 juta rupiah per kapita per tahun secara nasional) serta kepentingan konservasi. 3. Masyarakat sudah memahami substansi tata ruang, kecuali pengertian teknis dan yuridis. Subyek tata ruang masih merupakan bagian dari

167 pernbahasan program pernbangunan desa secara urnum. Ada peluang peran serta masyarakat dalarn perencanaan tata ruang; meskipun tatanan sosial yang ada rnerupakan kendata, secara bertahap diatasi dengan rneningkatkan efektifitas kornunikasi, peningkatan peran tokoh masyarakat dan pertukaran informasi secara kontinyu. 4. Paradigma partisipasi dalarn pembangunan desa yang berkernbang saat ini, rnenunjukkan : - kuatnya peran aparat pernerintah dalam pernbangunan desa, seperti bentuk desain forum diskusi pembangunan tingkat desa, serta pengambilan keputusan yang sentralistis; - kuatnya lembaga gotong royong masyarakat terutarna dalam rnelaksanakan berbagai keputusan; - kurangnya kepekaan sosial aparat yang rnenyebabkan terjadinya perbedaan persepsi antara aparat dan masyarakat; - adanya peran yang cukup besar dari tokoh rnasyarakat - rnakin baiknya tingkat pendidikan masyarakat secara urnum - peran kelornpok sosial di desa yang belum optimal akibat sistern politik yang kurang rnendukung. 5. Keterlibatan partisipasi masyarakat dalarn proses perencanaan tata ruang terjadi pada tahap penetapan tipe penggunaan lahan (LUT/CLUT) dan tahap penetapan alokasi penggunaan lahan. Keteriibatan tersebut terwujud dalam bentuk informasi yang diterirna dan dirumuskan dalam rule base yang dipakai. lnformasi yang dipertimbangkan meliputi

168 informasi sosial-ekonomi masyarakat, sistem pertanian seperti pola tanam, kalender tanam, keadaan pertanaman, teknik budidaya, manajemen usaha tani, tradisi petani, pemilikan dan kebijakan lahan seperti Hak Guna Usaha. 6. Pola perencanaan tata ruang dengan partisipasi masyarakat menggunakan teknik sistem informasi geografi dapat dibangun dengan pengintegrasian metode dan teknik evaluasi dan perencanaan serta penggunaan secara paralel informasi fisik-biologi dan informasi sosial- ekonomi. Metode dan teknik yang diintegrasikan meliputi metode inventarisasi lahan (land inventow), evaluasi lahan (land evaluation), perencanaan tata guna lahan (land use planning) dan teknik analisis sistern informasi geografi, analisis desa secara cepat (rapid rural appraisal) dan sistem pakar atau sistem dasar pengetahuan (expert system/knowledge based system). 7. Teknik Sistem lnformasi Geografi menjadi sangat penting dalam perencanaan tata ruang partisipatif yang banyak melibatkan data, karena kemampuannya dalam menyimpan dan mengolah data dalam suatu sistem yang kompak dan kontinyu. 8. Lima model kawasan andalan memberikan alternatif untuk dipilih. sehingga bisa mengoptimalkan produktivitas lokal berdasarkan pertimbangan potensi serta kondisi sosial ekonominya. Karakteristik setiap model kawasan andalan itu dapat dijadikan tolok ukur untuk penetapan kawasan andalan dalam penataan ruang suatu wilayah.

6. SARAN 1. Konflik penggunaan lahan yang terjadi saat ini dapat diatasi dengan pengaturan kernbali rencana tata ruang Propinsi Lampung yang sudah ada. 2. Keterlibatan rnasyarakat terutama petani dalarn rnemberi rnasukan untuk rnerencanakan tata ruang yang didasarkan pada kesesuaian lahan akan mengoptimumkan hasil rencana tersebut. Mengingat rnasyarakat petani pada urnumnya kurang pendidikan, rnaka sosialisasi tata ruang perlu ditingkatkan melalui mediator seperti penyuluh lapangan, tokoh rnasyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat. 3. Potensi partisipasi masyarakat dalam bentuk gotong royong perlu dimanfaatkan keterlibatannya dalarn proses perencanaan dan dengan dukungan metode yang dipersiapkan untuk itu. Secara bertahap perlu diterapkan perencanaan partisipatif sampai ke tingkat kecarnatanldesa. 4. Kemauan politik pernerintah dalam ha1 penataan ruang perlu konsisten dalarn mengimplementasikan perangkat peraturan, rnetode dan pendidikan perencanaan penataan ruang sampai ke tingkat kecamatan dan desa. 5. Dengan data yang tersedia pada Badan Perencanaan Pernbangunan Daerah (BAPPEDA) dapat dilakukan perencanaan tata ruang berbasis lahan yang berorientasi pedesaan dan kepentingan sektor. Bappeda perlu meningkatkan peran sebagai clearing house data. Pernutakhiran

170 data yang dilakukan secara kontinyu dan sistim informasj geografi yang dimiliki, dengan dukungan kemampuan teknis aparatnya akan rnempercepat perencanaan penataan ruang yang diperlukan pada saat yang tepat.