BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Ekonomi merupakan proses perubahan kondisi suatu Negara secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Kata Kunci: pertumbuhan ekonomi, inflasi, investasi, pertumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa

Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. saat ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan. Jumlah penganggur

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri, oleh sebab itu

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. hidup pada tahap subsisten dan mata pencarian utama adalah dari mata. pencaharian di sektor pertanian, perikanan dan berburu.

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

BAB I PENDAHULUAN. GDP baik secara keseluruhan maupun per kapita. Tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. 2001, maka setiap daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

kesenjangan antara pertumbuhan jumlah angkatan kerja disatu pihak dan

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi dan sulit

BAB I PENDAHULUAN. oleh rumahtangga atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. rata-rata pendapatan riil dan standar hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan stabilitas di bidang ekonomi yang sehat dan dinamis, pemeliharaan di bidang ekonomi akan tercipta melalui pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. lebih tinggi. Di lain segi istilah tersebut bertujuan untuk menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengangguran merupakan masalah ketenagakerjaan yang sering dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah masalah pengangguran (Sukirno,1985). Menurut Nanga

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang salah satunya sebagai negara yang berkembang masih mengalami ketertinggalan

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan distribusi pendapatan yang merata tanpa adanya disparitas. Selain untuk

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

alah satu dinamika pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang menjadi dasar

PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut. Sehubungan dengan arah pembangunan nasional, maka pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kestabilan harga. Masalah pertumbuhan ekonomi adalah masalah klasik

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan Ekonomi merupakan proses perubahan kondisi suatu Negara secara kesinambungan menuju perekonomian yang baik selama priode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian, yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Eva, 2003). Defenisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output per kapita. Pertumbuhan ekonomi mengambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang (Boediono, 1981:2). Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu indikator meningkatkan kesejahteraan penduduk suatu daerah atau negara. Sejalan dengan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, berbagai kegiatan nasional diarahkan untuk pembagunan yang merata kepada setiap daerah dan meningkatkan kapasitas pertumbuhan ekonomi daerah. Pembagunan merupakan suatu proses menuju kearah yang lebih baik dan terus-menerus untuk mencapai tujuan, yakni mewujudkan masyarakat berkeadilan, berdaya saing maju dalam wadah Negara Kesatuan republik Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut diperluh sebuah proses kegiatan pembagunan, baik pembagunan dalam konteks nasional maupun Daerah. Kegiatan peran pembagunan nasional tidak terlepas dari peran pemerintah daerah dalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di daerah sebagai upayah memperbesar kemapuan daerah dalam rangka pelaksanaan pembagunan daerah. Pembagunan diarahkan sedemikian rupa sehingga setiap tahap makin mendekati tujuan dan peningkatannya haru didukung dengan

pembagunan daerah yang dilakukan secara serasi dan terpadu dalam meningkatkan pembagunan nasional. Pembagunan ekonomi dalam konteks regional, pada dasarnya pembagunan nasional secara keseluruhan, oleh karena yang menjadi pokok permasalahanya yang sama yaitu mengatasi kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan permasalahan yang lainnya. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menentukan kebijakan dalam program pembaguan tertentu seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengangguran angka kemiskinan dan pengangguran serta program pembaguan lainnya yang sesuai dengan masalah dan kebutuhan masyarakat. Pentuan kebijakan rencana pembagunan daerah ditetap dalam peraturan PP NO 8 TAHUN 2008 tentang tahapan penyusunan rencana pembagunan Daerah. Pemerintah Daerah dalam hal ini harus manfaatan Sumberdaya yang dimiliki agar dapat meningkatkan kesejahteran masyarakat yang nyata, proses perancanaan pembaguan Daerah dalam pelaksanaannya ditetapkan dalam peraturan daerah (PERDA). (Arsyad. 1997) pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptaka suatu lapangan perkerjaan yang baru dan merangsang perkembangan suatu kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut, Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka daerah akan berusaha mengembangkan sektor - sektor keunggulan daerah yang menjadi prioritas untuk dikembangkan, dikarenakan mempunyai permintaan nasional atau ekspor yang tinggi yang berdampak bagi pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah keinginan masing masing daerah. Pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan faktor

non ekonomi. Faktor ekonomi seperti sumber daya alam, akumulasi modal, organisasi kemajuan teknologi, pembagian tenaga dan skala produksi, Sedangkan faktor non ekonomi seperti sosial, manusia, politik dan administratif. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diketahui dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto, untuk mengukur total nilai barang dan jasa yang dihasilkan dari kegiatan atau lapangan usaha sektor ekonomi yang dikelompokan menjadi sembilan sektor ekonomi daerah dalam satu priode. Berikut ini gambar grafik pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2009-2013 7 6 5 4 3 2 1 0 6.23 5.23 5.41 5.75 4.29 2009 2010 2011 2012 2013 Pertumbuhan Ekonomi Sumber data : Badan Pusat statistik, NTT Tahun 2015 Berdasarkan data BPS pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2013 mengalami penurunan dari 6,23% turun menjadi 5,75%, sedangkan pada tahun 2009-2012 mengalami peningkatan,walaupun peningkatan dari tahun 2010 dan 2012 tidak begitu signifikan. Ini menujukan suatu pencapaian rencanana pembagunan jangka menengah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2009-2013 yang ditetapkan dalam PERDA NO 17 TAHUN 2008.

Menurut keynes (Deliarnov, 2003) pemerintah perlu berperan dalam perekonomian. Dari berbagai kebijakan yang dapat diambil keynes lebih mengandalkan kebijakan fiskal, dengan kebijakan fiskal pemerintah bisa mempengaruhi jalannya perekonomian. Pengeluaran pemerintah daerah merupakan salah satu faktor yang lain meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah yang terlalu kecil akan merugikan pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah yang boros akan menghambat pertumbuhan pertumbuhan ekonomi, tetapi pengeluaran pemerintah yang proposional akan menigkatkan pertumbuhan ekonomi. Provinsi Nusa Tengara Timur menghadapi serangkain tantangan masalah ekonomi. Selain tingkat kemiskinan yang tinggi dan sekala perekonomian yang kecil, Provinsi Nusa Tengara juga memiliki masalah tingkat pengangguran dan inflasi. Meskipun pertumbuhan ekonomi dinyatakan tinggi namun masi banyak masalah yang dihadapi Provinsi Nusa Tenggara Timur salah satunya pembagunan. Pembagunan tersebut tentunya dipengaruhi oleh berbagai macam faktor tidak hanya perumbuhan ekonomi yang tinggi. Salah faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah pengangguran. Provinsi Nusa Tengara Timur tergolong wilayah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk relatif tinggi dengan jumlah penduduk tiap tahunnya selalu meningkat. seiring meningkatnya jumlah penduduk peningkatan jumlah pengangguran juga ikut meningkat. sekian banyak masalah yang dihadapi secara serius oleh pemerintah dan masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur salah satu adalah masalah pengangguran. Pengangguran merupakan masalah yang sangat sulit dihindari oleh suatu negara maupun daerah, karena pengangguran dapat menimbulkan masalah sosial seperti tindakan kriminalitas dan masalah ekonomi. Kondisi ini dapat menyebabkan tingkat kesejahteraan dan daya beli masyarakat menurun, semakin rendah angka pengangguran maka akan semakin makmur kehidupan masyarakat suatu negara, begitu pula sebaliknya. Untuk menghindari efek buruk

tesebut pemerintah perluh secara terus-menerus berusaha untuk mengatasi masalah pengangguran dengan kebijakan pemerintah, baik kebijakan fiskal dan kebijakan monoter didasarkan dengan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat ekonomi. Kebijakan fiskal dan kebijakan Monoter pada dasarnya mempengaruhi atau mendorong permintaan agregat melalui penawaran uang. Karena kedua kebijakan ini tidak bisa langsung mempengaruhi permintaan agregat, tanpa melalui jumlah uang yang bereda. Dengan kebijakan Fiskal dapat meningkatkan permintaan agregat dengan menambah pengeluaran pemerintah. Untuk dapat meningkatnya permintaan agregat maka pemerintah perlu menjalankan kebijakan monoter agar dapat mempengaruhi permintaan agregat dengan menaikan dan menurukan suku bunga. Bila terjadi penurunan suku bunga akan menambah jumlah uang yang beredar terutama untuk uang spekulasi. Penurunan suku bunga juga akan merangsang investasi, sehingga investasi akan meningkat. Langkah ini akan berdampak pada tersedianya lapangan perkerjaan dan meningkatnya kesempatan kerja, dan pengurangan tingkat pengangguran, ini sangat berhubungan dengan pendapatan nasional dan kemakmuran masyarakat, dengan meningkatnya kesempatan kerja dan pengangguran semakin berkurang bukan saja menambah pendapatan nasional tetapi juga meningkatkan pendapatan per kapita. Kedua kebijakan ini diambil pemerintah untuk meningkatkan daya serap sektor perekonomian terhadapa tenaga kerja. (Ade, 2007:2) mengatakan bahwa masalah ketenagakerjaan memang sangat luas dan kompleks. Sebelum krisis ekonomi, Indonesia sudah tergolong sebagai negara yang bermasalah dengan ketenagakerjaan karena tingginya pertumbuhan penduduk. Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia tidak seimbang dengan pertambahan jumlah angkatan kerja sehingga berdampak pada tingginya jumlah pengangguran.

Masalah lainnya yang terus menerus mendapat perhatian pemerintah adalah inflasi. Secara umum inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga secara umum dan berlangsung secara terus-menerus. Tujuan pemerintah adalah menjaga agar tingkat inflasi yang berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah. Bilamana suatu pertumbuhan berusaha mencapai tingkat perkembagan yang lebih cepat atau lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan yang dibutuhkan, maka perekonomian tersebut akan mengalami inflasi. Inflasi merupakan gejala ekonomi yang sulit dihindari dalam suatu perekonomian, yang dapat menimbulkan efek baik maupun buruk. Inflasi dapat terjadi apabila ada permintaan yang sangat besar terhadap barang-barang dan jasa yang naik lebih besar dari pertambahan output yang mungkin dicapai perekonomian tersebut, sehingga harga-harga secara umum mengalami kenaikan. Ada berbagai jenis inflasi, yaitu : 1. Inflasi Desakan Biaya : kesempatan kerja yang tinggi menciptakan pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomomimengeluarkan barang dan jasa 2. Inflasi Desakan Biaya : inflasi ini berlaku pada perekonomian yang sedang berkembang pesat. 3. Inflasi Impor : inflasi ini terjadi akibat kenaikan barang impor Inflasi impor : inflasi ini terjadi akibat kenaikan barang impor akibat penurunan nilai mata uang. Dalam mengatasi inflasi, pemerintah cendrung lebih cepat mengambil kebijakan monoter. Kebijakan ini dijalankan pemerintah untuk menguranggi volume uang yang beredar dalam masyarakat, sehingga akan terjadi kesimbangan jumlah uang beredar dengan output secara nasional. Sedangkan kebijakan fiskal dalam mengatasi inflasi, pemerintah coba mengatasi arah aliran uang dengan cara mengurangi pertambahan pengeluaran agregat, karena pengeluaran agregat yang besar akan menyebabkan inflasi bertambah besar.

(Sukirno: 2008 ) salah satu dampak dari terjadinya inflasi yang diakibatkan adanya kebijakan monoter, dalam hal ini untuk mengatasi pengangguran. Dengan kebijakan monoter Bank sentral menambah penawaran uang dengan menurunkan suku bunga untuk melangkahkan para pengusaha menambah investasi dan menambah pengeluaran agregat yang dapat meningkatkan pendapatan nasional dan menambah kesempatan kerja. Dengan meningkatnya kesempatan kerja, maka inflasi dapat menurunkan tingkat pengangguran. Tingkat inflasi yang terjadi di Nusa Tenggara Timur terjadi karena adanya kenaikan indeks harga pada empat kelompok pengeluaran yaitu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, kelompok kesehatan, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan. Tingkat inflasi di provinsi Nusa Tenggara Timur tergolong ringan. Inflasi terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu 4,68%, dan inflasi mengalami peningkatan pada tahun 2010 yaitu 9,7%. Berikut total pengangguran dan inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Jumlah Jiwa Grafik 1.2 Total Pengangguran Dan Inflasi Yang Ada Pada Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2009-2013 9.73 100,000 10.00 8.41 80,000 6.49 8.00 60,000 4.68 5.33 6.00 40,000 89,395 4.00 71,152 70,664 57,999 62,356 20,000 2.00 - - 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun Pengangguran( jiwa ) Inflasi (% ) Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur jumlah penduduk tiap tahun mengalami peningkatan. Sedangkan jumlah pengangguran mengalami flukulatif dari tahun 2009-2013, dapat dilihat pada grafik 1.2, pada tahun 2009 pengangguran dengan jumlah tertinggi yaitu 89.395 jiwa, pada tahun 2010 menurun menjadi 71.152 jiwa, dan pada tahun 2011 pengangguran menurun drastis menjadi 57.999 jiwa. Sedangkan pada tahun 2012-2013 pengangguran mengalami peningkatan menjadi 62.356 jiwa dan 70.664 jiwa. Pertumbuhan ekonomi dan pengangguran memiliki hubungan yang erat karena penduduk yang bekerja berkontribusi dalam menghasilkan barang dan jasa sedangkan pengangguran tidak memberikan kontribusi. Studi yang dilakukan oleh ekonom Arthur Okun mengindikasikan hubungan negatif antara pengangguran dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti oleh terciptanya lapangan pekerjaan yang baru. Ketika perekonomian tumbuh, berarti terdapat pertumbuhan produksi barang dan jasa. Ketika hal ini terjadi maka kebutuhan

akan tenaga kerja untuk memproduksi barang dan jasa pun akan tumbuh 3%. Inflasi dan pengangguran memiliki hubungan. (A W Philip) masalah terkait antara inflasi dan pengangguran dapat diterangkan dalam kurva Philip. Teori pilihan inflasi ( Trade Theory Of Inflation ) suatu negara akan dapat mencapai angka pengangguran yang lebih rendah, apa bila mau berkorban berupa laju inflasi yang lebih tinggi. Dimana hubungan kenaikan tingkat upah dengan tingkat pengangguran, bahwa jika terjadi inflasi yang dicerminkan dari kenaikan tingkat upah yang tinggi akan menyebabkan turunnya tingkat pengangguran. Sebaliknya, tingkat pengangguran yang tinggi akan disertai dengan menurunya tingkat upah. Berdasarakn uraian uraian yang dikemukan sebelumnya, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pengangguran Dan Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2009-2013 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan urai latar belakang diatas, maka penulis merumuskan beberapa hal yang menjadi masalah dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut: a. Bagaiman pengaruh pengangguran secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur?

b. Bagaimana pengaruh inflasi secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur? c. Bagaiman pengaruh pengangguran dan inflasi secara simultan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur? 1.3 Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pengaruh pengangguran secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nusa Tenggar Timur? b. Untuk mengetahui pengaruh inflasi secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nusa Tenggar Timur? c. Untuk mengetahui pengaruh pengangguran dan inflasi secara silmutan tehadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nusa Tenggar Timur? 1.4 Manfaat Penelitian a. Secara akademis, dapat diharapkan sebagai bahan informasi dan dapat dijadika revrensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya tentang pengaruh pengangguran dan inflasi tehadap pertumbuhan ekonomi di Nusa Tenggara Timur b. Secar praktis, dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan khususnya kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur dalam menentukan arah strategi pembagunan dimasa yang mendatang serta sebagai bahan evaluasi bagi perencanaan dalam mengantisipasi pelaksanaan Otonomi Daerah.