PENGADILAN PAJAK UU. NOMOR 14 TAHUN 2002

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII PERADILAN PAJAK

PENETAPAN DAN KETETAPAN

UPAYA-UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DI INDONESIA Oleh : E. Rial. N, SH 1

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN PAJAK. semakin meningkat. Dalam upaya untuk mendapatkan dana dari pajak,

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 74/PJ/2015 TENTANG

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG.

SEMINAR SWP 2017 STRATEGI BERPERKARA DI PENGADILAN PAJAK (TIPS & STUDI KASUS)

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENGANTAR PERPAJAKAN PERADILAN PAJAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBERATAN, BANDING, GUGATAN, DAN PENINJAUAN KEMBALI

Hukum pajak dapat dibagi

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK Undang-Undang No. 17 Tahun 1997 tanggal 23 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*9788 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 1997 (17/1997) TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Surat

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III AKIBAT HUKUM PERBEDAAN PENILAIAN DALAM PEMERIKSAAN PAJAK ANTARA PETUGAS PEMERIKSA PAJAK DENGAN WAJIB PAJAK NOTARIS/PPAT

Peradilan Adminitrasi Pajak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 197/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36095/PP/M.III/99/2012. Tahun Pajak : 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Presiden Republik Indonesia,

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Tata Cara Pengurangan, Penghapusan, dan Pembatalan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENYANDERAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

, No.1645 sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 Undan

bahwa Surat Tagihan Pajak Nomor 00097/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 tidak termasuk

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8/PMK.03/2013 TENTANG

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon banding:

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

Pasal 26 UU No.6/1983 s.t.d.t.d. UU No. 16/2009. Pasal 36 ayat (1) huruf a, UU No.6/1983 s.t.d.t.d. UU No. 16/2009.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK

POKOK-POKOK PERUBAHAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 5 TAHUN TENTANG PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 03 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

197/PMK.03/2015 PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS SURAT KETETAPAN PAJAK, SURAT KETETAPAN PAJAK P

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

L2

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Utang Pajak. a. Pajak terutang b. Utang pajak. c. Timbulnya utang pajak d. Penetapan dan ketetapan pajak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENINJAUAN KEMBALI DALAM SENGKETA PAJAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU,

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.49554/PP/M.XV/99/2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN,

Transkripsi:

PENGADILAN PAJAK UU. NOMOR 14 TAHUN 2002 Banding sebagaimana dimaksud dalam Pengadilan Pajak adalah Hak wajib pajak yang telah diatur dalam Pasal 27 UU Nomor 16 Tahun 2000 KUP

SEJARAH PENGADILAN PAJAK 1. Di Indonesia untuk pertama kalinya dibentuk institusi yg menangani sengketa Pajak, yaitu Institusi Pertimbangan Pajak yang dibentuk pada Tahun 1915 (Stbl No. 707) yg berkedudukan di Batavia (Jakarta) 2. Kemudian disempurnakan Dengan stbl Nomor 29 Tahun 1927 tentang Ordonantie tot Regeling van het Bereop in Belasting zaken yg berkedudukan di Batavia (Jakarta). 3. Pada Tahun 1950 badan ini berganti nama menjadi Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) yang bertugas memberi keputusan atas surat permohonan banding tentang pajak-pajak negara dan pajak-pajak daerah. 4. Kemudian sejak awal Tahun 1998 ditetapkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Dengan ditetapkannya UU ini maka penangan banding pajak beralih ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP). 5. Kemudian dengan berlakunya UU Nomor 14 Tahun 2002 tanggal 12 April 2002 maka penyelesaian sengketa Pajak dilakukan di Pengadilan pajak

PENJELASAN UMUM 1. Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. 2. Sengketa adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara WP/PP dgn Pejabat yg berwenang sbg akibat dikeluarkannya keputusan yg dpt diajukan Banding atau Gugatan kpd Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan per-uu-an perpajakan termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa 3. Banding adalah upaya hukum yang dilakukan oleh WP atau Penanggung Pajak terhadap suatau keputusan yg dpt diajukan banding berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 4. Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak at/ Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan atau terhadap keputusan yg dpt diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku.

PENGAJUAN BANDING Permohonan Banding diajukan oleh : 1. Ahli waris. 2. Wajib Pajak sendiri. 3. Seorang Pengurus. 4. Kuasa Hukum. 5. Pengampu (dalam hal pailit). 6. Pihak yang menerima pertanggungjawaban (dlm hal, Peleburan, pemekaran liquidasi, dll).

SYARAT-SYARAT BANDING Persyaratan Banding : 1. Banding diajukan dengan Surat Banding dlm Bhs Indonesia kpd Pengadilan Pajak. 2. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan per-uu-an pajak. 3. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon Banding. 4. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. 5. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding. 6. Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding. 7. Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen). 8. Melampirkan data dan bukti-bukti pendukung

PENGAJUAN GUGATAN Permohonan Gugatan diajukan oleh : 1. Ahli waris. 2. Wajib Pajak sendiri. 3. Seorang Pengurus. 4. Kuasa Hukum. 5. Pengampu (dalam hal pailit). 6. Pihak yang menerima pertanggungjawaban (dlm hal, Peleburan, pemekaran liquidasi, dll).

SYARAT-SYARAT GUGATAN Persyaratan Gugatan : 1. Gugatan diajukan dengan Surat Gugatan dlm Bhs Indonesia ke Pengadilan Pajak. 2. Gugatan diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan pajak. 3. Gugatan diajukan dalam jangka waktu 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal keputusan diterima (selain gugatan point 2 di atas). 4. Jangka waktu tsb di atastidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat. 5. Perpanjangan jangka waktu tsb adalah 14 hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat tersebut. 6. Terhadap 1 Keputusan atau 1 pelaks penag diajukan 1 (satu) Surat Gugatan. 7. Gugatan diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas. 8. Surat Gugatan dilampirkan salinan Keputusan/pelaksn penagihan yg digugat.

DENGAN ACARA BIASA JIKA : Memenuhi Persyaratan Formal DENGAN ACARA CEPAT JIKA :

DENGAN ACARA CEPAT JIKA : a. Sengketa Pajak tertentu; b. Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (2). c. tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) atau putusan yg terdpt kesalahan tulis dan/ atau kesalahan hitung, dalam putusan Pengadilan Pajak; d. sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak. e. Sengketa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam point (a) adalah Sengketa Pajak yang Banding atau Gugatannya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 36 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 37 ayat (1), Pasal 40 ayat (1) dan/atau ayat (6).

ALAT BUKTI Alat bukti dapat berupa: a. surat atau tulisan; b. keterangan ahli; c. keterangan para saksi; d. pengakuan para pihak; dan/atau e. pengetahuan Hakim (MINIMAL 2 ALT BUKTI)

JENIS PUTUSAN Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa : a. menolak; b. mengabulkan sebagaian atau seluruhnya; c. menambah Pajak yang harus dibayar; d. tidak dapat diterima; e. membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung; dan/atau f. membatalkan.

PELAKSANAAN PUTUSAN 1. Putusan Pengadilan Pajak langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan per-uu- mengatur lain. 2. Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, kelebihan pembayaran Pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku.

PELAKSANAAN PUTUSAN(Lanjtn) 3. Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak dengan surat oleh Sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal putusan Pengadilan Pajak diucapkan, atau dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal putusan sela diucapkan. 4. Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima putusan. 5. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan Pajak dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang berlaku.

PENINJAUAN KEMBALI (1) Permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (3) hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. (2) Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak. (3) Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut sebelum diputus, dan dalam hal sudah dicabut permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: a. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu; b. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda; c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c; d. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; atau e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

JANGKA WAKTU PENINJAUAN KEMBALI Jangka Waktu Permohonan peninjauan kembali : (1) Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf a dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap. (2) Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf b dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang. (3) Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim.

JANGKA WAKTU PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI OLEH MA (1) Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali dengan ketentuan : a. dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara biasa; b. dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara cepat. (2) Putusan atas permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam point (1) di atas harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

KETENTUAN LAMA USUL PERUBAHAN

Penyelesaian Sengketa di Bidang Perpajakan (Mengubah Ps. 23 ayat (2)) Ketentuan sekarang: Gugatan diajukan ke Pengadilan Pajak terhadap: a. Pelaksanaan SP, SPMP atau Pengumuman Lelang b. Keputusan yg berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain Ps 25 ayat (1) & Ps. 26 c. Keputusan Pembetulan Ps. 16 yang berkaitan dengan STP d. Keputusan sebagaimana dimaksud Ps. 36 yang berkaitan dengan STP Usulan Perubahan: Menambah objek gugatan yaitu Keputusan Pencegahan Alasan Perubahan: Meningkatkan kepastian hukum sehingga penanganan sengketa pajak hanya dilakukan oleh badan peradilan pajak

KEBERATAN & BANDING (Menambah Ps. 26A) Usulan Penambahan: Untuk memberikan kesempatan yang luas kepada WP berkaitan dgn permohonan keberatannya, dalam tata cara pengajuan dan penyelesaian permohonan keberatannya, antara lain diatur WP dapat hadir untuk memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan Ps. 26A: Tata cara pengajuan & penyelesaian permohonan keberatan diatur dgn Keputusan Menteri Keuangan Alasan Penambahan: Untuk lebih memberikan keadilan bagi Wajib Pajak Transparansi Peningkatan Pelayanan

KEBERATAN & BANDING (Menambah Ps. 27 ayat (4a)) Usulan Penambahan: Apabila diminta oleh WP untuk pengajuan banding, DJP wajib memberikan keterangan tertulis hal-hal yg menjadi dasar Keputusan keberatan Alasan Penambahan: -WP dapat menyusun banding dgn alasan yang kuat -Lebih memberikan keadilan - Transparansi

LAIN LAIN / PENUTUP Proses Penyelesaian Banding / PK adalah pemeriksaan ulang terhadap hasil Kep. Keberatan. Yang dapat diajukan Banding hanya Kep Keberatan ( Pasal 26 KUP ) Banding/ PK lebih mengutamakan uji materiil Pembayarn 50% pajak terutang.?

TERIMA KASIH ATAS PERHATIAN ANDA