I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

2. Awal Musim kemarau Bilamana jumlah curah hujan selama satu dasarian (10 hari) kurang dari 50 milimeter serta diikuti oleh dasarian berikutnya.

BAB IV GAMBARAN UMUM

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015


PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

BAB I PENDAHULUAN. iklim sudah menjadi pengetahuan yang umum saat ini. Pemanasan global adalah

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH KONSOLIDASI LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2015

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

GUBERNUR JAWA TENGAH

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak menjadi

GUBERNUR JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG. Bab 1 Pendahuluan 1-1

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

BAB I PENDAHULUAN. peranannya dalam memenuhi kebutuhan manusia dan pembangunan. perekonomian Indonesia. Akan tetapi, meskipun mampu menyerap tenaga

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

PENEMPATAN TENAGA KERJA

METODOLOGI PENELITIAN

1. BAB I PENDAHULUAN

BERITA RESMI STATISTIK

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

PENELITIAN POTENSI DAN KETERSEDIAAN PANGAN DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

P E N G A N T A R. Jakarta, Maret 2017 Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Dr. Andi Eka Sakya, M.Eng

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB III METODE PENELITIAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

RAPAT TEKNIS PERENCANAAN PROGRAM, KEGIATAN DAN ANGGARAN APBN TA Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zat-zat dalam Susu Nilai Kandungan

BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu paling penting dalam kebijakan pembangunan dan global governance pada abad ke 21, dampaknya terhadap pengelolaan sektor pertanian dan sumberdaya alam berpotensi ancaman terhadap ketahanan pangan di negara-negara Afrika, Asia dan Amerika Latin, (Adiyoga et al., 2012:2). Ditambahkan dalam Nurdin (2011:3), bahwa perubahan iklim terjadi karena beberapa unsur iklim yang intensitasnya menyimpang dari kondisi biasanya menuju ke arah tertentu. Disebutkan lagi dalam Dipkominfo (2011:7), komponen iklim yang biasa dijadikan ukuran untuk menilai perubahannya yaitu suhu, curah hujan, kelembaban, evaporasi, arah dan kecepatan angin, serta per-awan-an. Iklim memiliki sifat yang dinamis, sehingga hal tersebut menyebabkan variabilitas dan perubahan telah mulai terjadi di beberapa tempat. Iklim berubah dalam periode waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan cuaca, biasanya dalam jangka waktu lebih dari sama dengan 10 tahunan. Dinamika ini semakin dipercepat dengan adanya pemanasan global (global warming) sebagai akibat dari berbagai kegiatan manusia yang pada akhirnya juga mempengaruhi banyak aspek kehidupan. Menurut Deptan (2007:3), pemanasan global/ global warming telah mengubah kondisi iklim global, regional dan lokal. Ditambahkan dalam Nurdin (2011:1), bahwa perubahan iklim (climate changes) merupakan salah satu fenomena alam dimana terjadi perubahan nilai unsur-unsur iklim baik secara alamiah maupun yang dipercepat akibat aktifitas manusia di muka bumi ini. Iklim masa mendatang akan terus bervariasi, dan dalam kurun waktu 50 hingga 100 tahun ke depan akan terjadi pemanasan yang terus meningkat disebabkan oleh bertambahnya karbondioksida (emisi gas akibat aktivitas manusia), (Thewartha dan Lyle, 1995:797). Perubahan iklim lebih rentan dihadapi negara-negara yang sedang berkembang dibanding negara-negara maju, (Adiyoga et al., 2012:2). Indonesia 1

2 menjadi salah satu negara yang menghadapi permasalahan ini. Perubahan iklim di Indonesia seringkali diartikan sebagai datangnya musim kemarau ataupun musim penghujan yang berkepanjangan. El Nino sering kali dianggap sebagai salah satu pemicu kemarau, kejadian tersebut disebabkan karena naiknya suhu udara di kawasan Asia Pasifik (Bustanil Arifin dalam DRD, 2011:3). Ditambahkan dalam Dipkominfo (2011:11), kebalikan dari fenomena itu disebut La Nina, dimana peristiwanya ditandai dengan suhu muka laut yang negatif di kawasan Ekuator Pasifik Tengah, sedangkan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia disebut Dipole Mode yang berpengaruh pada curah hujan di wilayah Indonesia bagian barat, serta masih banyak kejadian lain sebagai penyebab anomali iklim di Negara kita. Perubahan iklim memberikan daftar panjang mengenai dampak yang ditimbulkan dalam banyak aspek kehidupan manusia, seperti perekonomian, pariwisata, ketahanan negara dan sektor pertanian. Sector pertanian merupakan salah satu yang paling rentan. Dampak utamanya adalah terhadap ketahanan pangan yang secara runtut mempengaruhi hampir keseluruhan proses ketersediaannya. Disebutkan dalam Deptan (2011:4), bahwa pengaruh perubahan pada sektor ini bersifat multidimensional, mulai dari sumberdaya, infrastruktur pertanian, dan sistem produksi pertanian, hingga aspek ketahanan dan kemandirian pangan, serta kesejahteraan petani dan masyarakat pada umumnya. Salah satu tanaman pangan yang mengalami gangguan produksi akibat perubahan iklim ekstrim adalah padi sawah. Kejadian-kejadian di atas berpengaruh pada produksi padi sawah, karena keadaan atmosfer bumi yang dibutuhkan telah mengalami penyimpangan dari keadaan normalnya. Penyimpangan tersebut mempengaruhi berbagai hal diantaranya volume ekspor dan impor komoditi, perubahan pola dan musim tanam, perubahan frekuensi dan intensitas serangan hama dan penyakit tanaman. Menurut Deptan (2011:10), tanaman pangan merupakan yang paling rentan terhadap perubahan pola curah hujan, karena tanaman pangan umumnya merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman (kelebihan dan kekurangan)

3 air, oleh sebab itu kerentanan tanaman pangan terhadap pola curah hujan akan berimbas pada luas areal tanam dan panen, produktivitas, dan kualitas hasil. Dinyatakan Nurhidayat (2010:11), bahwa hampir semua unsur iklim berpengaruh pada produksi dan pengelolaan budidaya tanaman padi sawah, akan tetapi masing-masing memiliki peran dan dampak yang berbeda. Menurut Maulidah et al. (2012:137), dunia pertanian tidak bisa dipisahkan dari pengaruh cuaca dan iklim, keadaan keduanya terus mengalami perubahan akibat efek pemanasan global, sehingga hal tersebut sangat mempengaruhi perubahan musim tanam, yang pada akhirnya menurunkan hasil panen. Keadaan yang telah disebutkan tadi akan mempengaruhi pendapatan petani, karena apabila terjadi penurunan hasil produksi yang signifikan maka akan mengakibatkan kenaikan harga yang tidak bisa dihindarkan (hukum permintaan). Perubahan iklim selain berdampak secara global juga berpengaruh secara lokal, hal tersebut menjadi penyebab perlunya dibuat kebijakan-kebijakan. Laporan International Food Policy Research Institute (IFPRI) menyatakan bahwa anomali iklim akan berdampak positif pada beberapa area, namun mayoritas dampaknya adalah negatif, dimana disitu diperkirakan bahwa 30-an tahun yang akan datang harga beras akan terus meningkat dan disebutkan juga bahwa produktivitas beras di beberapa tempat di dunia akan menurun, (IRRI, 2011:1). Ditambahkan oleh (Nurhidayat, 2010:11), bahwa Informasi iklim sangat dibutuhkan dalam mengidentifikasi potensi dan daya dukung wilayah untuk penetapan strategi dan arah kebijakan pengembangan wilayah, seperti pola tanam, cara pengairan, distribusi wilayah agroekologi, dan komoditi. Kebutuhan pangan merupakan hal pokok yang harus dipenuhi manusia demi keberlanjutan hidup. Salah satu yang menjadi bahan makanan baku untuk beberapa penduduk Negara di dunia adalah beras, termasuk Negara Indonesia. Indonesia memiliki mayoritas masyarakat yang sangat bergantung terhadap ketersediaan bahan makanan ini terutama Indonesia bagian barat dan tengah. Menurut Respati (2013:18), di tahun 2005-2009 Indonesia menempati urutan ketiga dalam penyediaan beras dunia, mengingat lebih dari 90% penduduk

4 Indonesia mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan pokoknya, sehingga penyediaan beras Indonesia mencapai 33,56 juta ton atau 9,66% dari total penyediaan beras dunia. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk, hal ini menuntut ketersediaan pangan (beras) yang memadai. Upaya pemenuhan permintaan yang terus meningkat tersebut, penyediaan beras terkendala oleh perubahan iklim. Disebutkan dalam Sumaryanto (2012:01), bahwa dampak negatif dari perubahan iklim mencakup aspek biofisik maupun sosial ekonomi dan merupakan salah satu ancaman paling serius terhadap keberlanjutan ketahanan pangan. Ditambahkan lagi dalam Dipkominfo (2011:22), bahwa secara keseluruhan iklim ekstrim menyebabkan penurunan produksi padi meningkat dari yang sebelumnya hanya sebesar 2,4% - 5,0% menjadi lebih dari 10%. Salah satu daerah penyangga pangan nasional adalah Provinsi Jawa Tengah, karena provinsi ini merupakan salah satu pemasok besar kebutuhan beras di Indonesia. Meskipun demikian produktivitas padi sawah di wilayah ini ternyata selalu mengalami perubahan. Datanya ditampilkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Sawah menurut Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2012 (keluaran BPS Jateng Tahun 2013) Tahun Luas panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (kw/ha) Selisih (kw/ha) 2006 1.616.952 8.551.231 52,88-2007 1.561.530 8.443.250 54,07 2,19(+) 2008 1.605.624 8.946.784 55,72 1,65(+) 2009 1.663.024 9.380.495 56,41 0,69 (+) 2010 1.734.647 9.899.956 56,84 0,43 (+) 2011 1.662.277 9.149.204 55,04 1,80 (-) 2012 1.698.803 9.911.951 58,35 3,31 (+) Sumber: Data Sekunder, BPS Jateng 2013 Tabel 1 di atas menyajikan gambaran perubahan produktivitas padi sawah Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2006 hingga 2010 terus mengalami peningkatan tiap tahunnya, namun dengan besar peningkatannya semakin menurun dari tahun ke tahun. Kemudian di tahun berikutnya (2010-2011) menunjukkan penurunan produktivitas. Gambaran tersebut menunjukkan adanya pengaruh langsung dari jumlah lahan produksi padi sawah yang fluktuatif ditunjang peristiwa perubahan iklim sehingga menyebabkan kemerosotan produktivitas padi sawah tersebut. Sebagaimana yang dipaparkan

5 dalam Dipkominfo (2011:22-27), anomali iklim mengurangi jumlah lahan sawah, berdasarkan data BPS alih fungsi lahan tiap tahunnya berkisar 110 ha, sehingga tahun 2011 lahan sawah Indonesia hanya tersisa 6.758.840 ha. Dampaknya pada luas serangan hama dan penyakit tanaman padi dilihat pada tahun 2004 tanaman padi yang terserang hama dan penyakit sebesar 217.782 ha, meningkat menjadi 340.557 ha tahun 2005 terus meningkat dan hingga tahun 2010 mencapai luas 682.683 ha. Tahun 2011-2012 produksi mengalami peningkatan kembali, hal ini bisa dipastikan bahwa petani provinsi Jawa Tengah memberlakukan upaya adaptasi. Disebutkan dalam Anonim (2013 b :3), petani di Sukoharjo melalui kelompok tani mereka bersama-sama mencari solusi terbaik untuk mengendalikan serangan hama. Contoh solusinya adalah dengan adanya beberapa kelompok tani yang menggunakan predator hama seperti burung hantu untuk mengatasi serangan tikus. Jawa Tengah memiliki 35 kabupaten dan kotamadya yang dari kesemuanya itu memiliki produktivitas padi sawah di atas rata-rata produktivitas padi sawah nasional. Menurut Aprianto 2007, dalam Anonim (2007:1), bahwa rata-rata produktivitas lahan padi sawah nasional adalah 50 kw/ha. Produktivitas dari 35 kabupaten dan kotamadyanya diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa Kabupaten Sukoharjo menduduki urutan pertama dari 35 Kabupaten dan kota lain se-provinsi, gambaran tersebut cukup menunjukkan bahwa tanaman padi sawah sangat diprioritaskan di wilayah kabupaten ini. Hal ini bisa dimungkinkan dalam maraknya isu perubahan iklim yang tidak menentu mengharuskan para petani berpikir dan bekerja keras untuk memecahkan permasalahan tersebut, salah satunya dengan melakukan upaya adaptasi.

6 Tabel 2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Sawah menurut Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Kabupaten/Kota Padi Sawah Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (kw/ha) 1 Kab. Cilacap 118.177 733.890 62,10 2 Kab. Banyumas 61.677 366.499 59,42 3 Kab. Purbalingga 36.552 224.047 61,30 4 Kab.Banjarnegara 24.460 151.474 61,93 5 Kab. Kebumen 72.481 459.146 63,85 6 Kab. Purworejo 56.626 356.422 62,94 7 Kab. Wonosobo 29.743 162.180 54,53 8 Kab Magelang 57.681 346.770 60,12 9 Kab. Boyolali 44.856 268.776 59,92 10 Kab.Klaten 63.030 387.089 61,41 11 Kab. Sukoharjo 52.041 346.039 66,49 12 Kab. Wonogiri 54.879 335.596 61,16 13 Kab. Karanganyar 45.601 274.503 60,20 14 Kab. Sragen 92.216 563.062 61,06 15 Kab. Grobogan 105.648 608.750 57,62 16 Kab. Blora 75.605 402.874 53,29 17 Kab. Rembang 36.937 210.643 57,03 18 Kab. Pati 97.204 565.818 58,21 19 Kab. Kudus 25.391 146.242 57,60 20 Kab. Jepara 42.047 202.984 48,24 21 Kab. Demak 92.087 565.665 61,43 22 Kab. Semarang 35.384 201.659 56,99 23 Kab. Temanggung 25.201 157.604 62,54 24 Kab.Kendal 41.064 234.917 57,21 25 Kab. Batang 38.590 155.285 40,24 26 Kab. Pekalongan 43.138 202.864 47,03 27 Kab. Pemalang 68.896 354.605 51,47 28 Kab.Tegal 60.076 338.050 56,27 29 Kab. Brebes 89.815 528.360 58,83 30 Kota Magelang 524 3.023 57,70 31 Kota Surakarta 183 1.209 66,06 32 Kota Salatiga 1.302 7.458 57,28 33 Kota Semarang 6.916 33.208 48,02 34 Kota Pekalongan 2.065 11.068 53,60 35 Kota Tegal 686 4.173 60,84 Rata-rata produktivitas 57,83 Sumber: Data Sekunder, BPS Jateng 2013 B. Rumusan Masalah Menurut Menteri Pertanian Anton Aprianto yang menjabat di Tahun 2007, Kabupaten Sukoharjo memiliki luas areal persawahan mencapai 22.312 hektar dan produktivitas lahannya di atas rata-rata nasional sebesar 50 kuintal per hektar (Anonim, 2007:1). Sekarang luas lahan sawahnya meningkat menjadi sebesar 52.041 Ha (BPS, 2013:212). Artinya dengan peningkatan lahan sebanyak itu, daerah ini telah mampu meningkatkan produksi padi sawahnya. Hal itu bukan tidak mungkin jika kabupaten ini menjadi salah satu pemasok beras utama dalam negeri. Akan tetapi akhir-akhir ini produktivitas

7 padi sawahnya mengalami perubahan setiap tahunnya, seperti data yang disajikan BPS Sukoharjo 2013 dalam Tabel 3. Tabel 3. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Sawah menurut Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005-2013. Tahun Luas panen Produktivitas Produksi (ton) (ha) (kw/ha) Selisih Produktivitas (+/-) 2005 46.440 299.206 64,43-2006 49.422 322.426 65,24 0,81kw/ha(+) 2007 46.171 322.656 69,88 4,64kw/ha(+) 2008 48.248 337.244 69,90 0,02kw/ha(+) 2009 50.448 357.525 70,81 0,91kw/ha(+) 2010 46.450 283.655 61,07 8,74kw/ha(-) 2011 35.083 185.653 52,92 3,69 kw/ha (-) 2012 52.041 346.049 66,49 12,21 kw/ha (+) 2013 47.783 327.182 68,47 1,98kw/ha (+) Sumber: Data Sekunder, BPS Sukoharjo Tahun 2011-2014 Tabel 3 di atas menyajikan data luas panen, produksi dan produktivitas padi sawah Kabupaten Sukoharjo dari tahun 2005-2013 dengan gambaran perubahan yang fluktuatif. Luas panen yang ditunjukkan juga mengalami fluktuasi. Perubahan jumlah luas panen dapat dipengaruhi oleh kegiatan alih fungsi lahan dan perubahan iklim menjadi salah satu pemicunya baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung contohnya adalah terjadinya perubahan iklim ekstrim yang berakibat kekeringan atau genangan banjir sehingga menyebabkan gagal panen, sedangkan secara tidak langsung karena penyebarluasan serangan hama dan penyakit menyebabkan petani memberokan lahannya atau mengganti padi sawah dengan tanaman yang lain, dan lain sebagainya. Penurunan luas panen secara langsung mengurangi jumlah produksi, dimana terjadi pengurangan jumlah produksi sebesar 70.947 ton (2010-2011). Penurunan luas lahan dan produksinya berakibat pada penurunan produktivitas padi sawah di wilayah tersebut. Tahun 2011-2012 luas panen meningkat sebesar 16.959 ha dan produksi meningkat sebesar 155.638 ton, produktivitasnya meningkat sebesar 12,21 kw/ha. Peningkatan ini bisa dijadikan alasan keberhasilan dari adaptasi yang dilakukan para petani menghadapi perubahan iklim yang tidak menentu. Tahun 2012-2013 memperlihatkan peningkatan kembali meski angkanya tidak sebesar peningkatan pada tahun sebelumnya, hal ini menunjukkan bahwa

8 meskipun upaya adaptasi tetap terus dijalankan namun perkembangannya belum sesuai dengan perubahan iklim yang dinamis. Data luas panen tahun 2010-2011 pada tabel 3 di atas menjadi latar belakang penelitian ini, dimana penurun produktivitas padi sawah menjadi salah satu permasalahan yang cukup serius untuk dihadapi pemerintah baik lokal maupun nasional. Kejadian ini memaksa pemerintah untuk berpikir keras untuk mengatasi masalah ini agar pengeluaran tidak semakin membengkak, oleh karena itu perlu adanya analisis mengenai seberapa besar dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim terhadap produksi padi sawah dan mempengaruhi pendapatan petani, sehingga bisa menjadi bahan pertimbangan untuk menghadapi permasalahan ini dengan mengenali seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim terhadap produksi padi sawah dan pendapatan petani. Perubahan iklim berdampak pada kemampuan Negara untuk menyediakan kebutuhan pangan, sebagaimana disebutkan dalam Anonim (2012:1), bahwa Indonesia menjadi importir beras dunia dengan volume hampir 3 juta ton di tahun 2011, berdasarkan catatan International Grains Council di London. Menurut Adiyoga, et al. (2012:6), cara alternatif untuk mengetahui bagaimana iklim berubah adalah dengan menanyakannya kepada petani. Namun demikian, pengetahuan petani mengenai perubahan iklim masih sangat terbatas, sehingga diperlukan pendekatan melalui prosedur pertanyaan yang sesuai dengan pengetahuan petani. Berdasarkan uraian tersebut masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah pengetahuan petani padi sawah terhadap perubahan iklim di Desa Pranan, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo? 2. Apa sajakah dampak perubahan iklim yang dirasakan petani padi sawah di Desa Pranan, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo? 3. Bagaimanakah strategi adaptasi yang dilakukan petani padi sawah di Desa Pranan, Kecamatan Polokarto, Kabupaten terhadap perubahan iklim? 4. Bagaimanakah perbedaan rata-rata pendapatan yang diperoleh petani padi sawah di Desa Pranan, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo antara

9 petani dengan strategi adaptasi kategori sangat adaptif dengan kategori cukup dan belum adaptif? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengetahuan petani padi sawah terhadap perubahan iklim di Desa Pranan, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo. 2. Menganalisis dampak perubahan iklim yang dirasakan petani padi sawah di Desa Pranan, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo. 3. Mengetahui strategi adaptasi yang dilakukan petani padi sawah terhadap perubahan iklim di Desa Pranan, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo. 4. Menganalisis beda rata-rata pendapatan yang diperoleh petani padi sawah di Desa Pranan, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo antara petani dengan strategi adaptasi kategori sangat adaptif dengan kategori cukup dan belum adaptif. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini yaitu: 1. Bagi pembaca, ini diharapkan bisa menjadi bahan informasi dan tambahan pengetahuan dalam penelitian yang sejenis. 2. Bagi Petani, semoga bisa digunakan untuk bahan pertimbangan pengambilan keputusan pada saat menghadapi permasalahan yang sama. 3. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk mengembangkan teknologi dan inovasi bidang pertanian yang bisa disosialisasikan kepada masyarakat luas, khususnya dalam menghadapi permasalahan yang berhubungan dengan perubahan iklim. 4. Bagi peneliti, penelitian ini memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman, serta menjadi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk menyusun penelitian lanjutan dengan menganalisa hubungan

10 perubahan iklim terhadap migrasi massal sebagai potensi ancaman besar di masa yang akan datang, dan hubungan perubahan iklim terhadap diversifikasi nafkah yang ada dalam masyarakat petani.